Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT BIANGLALA DI BANDUNG UTARA

Bimabet

Lanjutan 6​


Waktu berlalu seperti daun jati yang berguguran. Priscilia melalui hari-hari dengan rasa bahagia. Dia bekerja penuh semangat dan seperti tanpa mengenal lelah. Walau sedikit heran, tapi Fredy merasa tak ada yang aneh dengan istrinya. Priscilia lebih sering tidur di rumah sakit daripada di rumah, Fredy tidak curiga apa pun. Sebab Fredy tahu, jadi dokter bedah itu memang sangat melelahkan. Beberapa kali dia mendatangi rumah sakit dan menemukan istrinya sedang bekerja di ruang bedah. Menurut keterangan para staf rumah sakit, Bu Priscilia kadang menerima sampai 8 pasien, yang dikerjakannya sampai jauh larut malam.​

"Selesai kerja, Ibu langsung tepar di kamar dan langsung nyungsep tidur." Begitu penjelasan mereka. Fredy pernah bertanya, mengapa istrinya itu tiba-tiba bekerja dengan sangat keras. Priscilia menjawab bahwa dia perlu tambahan uang untuk menyelenggarakan Musda agar sukses.
"Oh, pantes Mamah kerja edan-edanan kayak gitu."
"Kalau udah musda, Mamah mau liburan, Pah. Biar otak mamah fresh kembali."
"Ke mana, Mah?"
"Entahlah, mungkin jalan-jalan ke UK sambil nengok Vania yang lagi kuliah di sana."
"Itu bagus, tapi kayaknya Papah enggak akan ikut."
"Mamah bisa pergi sendiri koq." Kata Priscilia dengan senyum menghiasi bibirnya.

Tapi Freddy Ananta tidak tahu, setiap malam Lamsijan selalu menemani Priscilia tidur di kamar privatnya dan mengentotnya sampai memeknya ambyar berkali-kali. Itulah satu-satunya yang membuat Priscilia bahagia dan semangat kerjanya tak pernah padam.

***​


Pada pertengahan Desember 2017, dokter Priscilia terpaksa tidak menerima pasien karena sibuk mempersiapkan Musyawarah Daerah Parkindo Jawa Barat. Biasanya, Musda dilaksanakan pada april tahun terakhir masa jabatan ketua DPD, tapi kali ini dimajukan karena pada tahun 2018 mereka akan menghadapi Pilleg, Pilkada dan Pilpres. Lamsijan ikut sibuk karena dia ditunjuk oleh Ketua DPD menjadi Pjs. Sekretaris, menggantikan Ruhut Martobing yang mengundurkan diri karena tersangkut penggelapan dana partai bersama mantan Ketua DPC Kabupaten Bandung, Bogor dan Sukabumi.

Lamsijan juga tampaknya menghentikan kegiatan bisnisnya untuk sementara. Sehari-hari dia tampak hilir mudik di sekretariat DPD, memberikan berbagai instruksi kepada rekan-rekannya. Selain sibuk membuat dan mempersiapkan surat menyurat undangan ke kabupaten kota di Jawa Barat dan ke DPD Provinsi di seluruh Indonesia, dia juga mempersiapkan naskah LPJ (Laporan Pertanggung Jawaban) serta Teks Pidato untuk Ketua DPD; dia juga membuat konsep sambutan Pembukaan Musda oleh Ketua Umum Parkindo, Ibu Theresia Danu Wijaya, yang sudah menyatakan kesediaannya untuk hadir. Selain tugas kesekretariatan, dia juga dibebani tugas penyediaan akomodasi hotel untuk tamu undangan VIP, penginapan untuk undangan dari kabupaten kota di luar Bandung. Selain tugas-tugas itu, seabreg tugas lain seperti pendokumentasian, pemberitaan, penyiapan cendera mata, tatacara protokoler dan lain sebagainya, membuat Lamsijan tampaknya seperti tak bisa bergerak ke mana pun selain hanya di sekitar sekretariat.

Tim Panitia Musda yang telah ditetapkan oleh Keputusan Ketua DPD, banyak yang bergelimpangan karena kecapean. Banyak juga yang mengeluhkan tugas mereka terlalu berat dan menuduh Ketua Panitia yang sekaligus Pjs. Sekretaris DPD itu dianggap terlalu banyak memerintah dan rewel. Mereka juga banyak yang mencibir Lamsijan ambisius dan ingin dipuji oleh pimpinan.

Fredy Ananta memperhatikan semua itu secara diam-diam. Dia tahu persis pekerjaan menjadi sekretaris itu bukan pekerjaan enteng dan remeh; apalagi dia juga merasakan bagaimana pahit getirnya menjadi sekjen DPP; sungguh kekaguman Fredy kepada anak muda itu tak bisa dinafikan lagi.
"Dia tegar ya Pah." Kata Priscilia sambil minum sedikit anggur kepada suaminya. Mereka duduk di kejauhan memperhatikan tingkah polah anak muda itu.
"Bukan tegar, Mah, tapi hebat. Sayangnya dia bersikap terlalu dingin. Apa mamah tidak tersinggung dengan sikap dinginnya yang keterlaluan seperti itu?"
"Itu malah bagus, Pah. Kita dipisahkan oleh jarak profesionalisme dan saling menghargai satu lain." Jawab Priscilia sambil mengingat beberapa jam yang lalu dia didoggy oleh brondong itu di gudang arsip sampai vulvanya benar-benar terpuaskan. Priscilia bahkan masih merasakan pejuh brondong itu terasa lengket di CDnya.
"Mudah-mudahan musdanya sukses, Mah."
"I ya, Pah. Makasih. Oh i ya, Pah. Tadi pagi Mamah sudah menghadap Gubernur Jawa Barat, Pak Herawan, dia juga menyatakan kesediaannya untuk hadir."
"Wah, selamat mah, biasanya gubernur tidak pernah mau kalau diundang. Alamat sukses besar nih, Mah." Kata Fredi sambil menyesap kopinya dan menyedot kreteknya dengan dalam, "Mamah akan dapat pujian besar dari Ketum. LPJnya bagaimana? Sudah disiapkan?"
"Nih, lihat Pah. Lamsijan bukan saja sudah membuat LPJ setebal 200 halaman tapi juga dia membuat buku profil DPD Provinsi yang lengkap dan lux seperti ini." Kata Priscilia sambil menyerahkan buku profil bergambar Ketua Umum Parkindo yang terlihat sangat cantik seperti seorang artis pada covernya, buku itu berukuran A5. Sedangkan sebuah buku tebal lain berukuran A4 adalah LPJ Ketua DPD Provinsi Jawa Barat masa bakti 2013-2018 dengan cover gambar Priscilia sedang berpidato di atas podium.
"Keren, Mah." Kata Fredy sambil tersenyum. "Kita pulang yuk?"
"Papah duluan aja, mamah masih ada beberapa pekerjaan. Paling sejam dua jam lagi nyusul."
"Jangan terlalu malam ya Mah, tugas kepartaian dan dokter bedah itu beda, Mah. Jangan disamaain. Jaga kondisi jangan sampai mamah sakit."
"Siap, Papah sayang." Jawab Priscilia sambil tersenyum manis.

***​

Mendung menggantung di langit malam ketika Priscilia dari belakang menemukan Lamsijan tengah memeriksa cendera mata berupa bandul kuningan berbentuk bundar berwarna merah dengan kepala burung garuda berwarna keemasan dicetak timbul. Itu adalah lambang partai. Konon, cendera mata itu membuat Ketua Umum berteriak setengah histeris saking gembiranya.

Tidak kurang ada seribu bandul yang tengah diperiksa oleh Lamsijan dengan teliti.

Priscilia menyelinap ke ruang Ketua DPD di antara hilir mudik orang-orang yang sibuk dan yang merasa kecapean. Dia kemudian melepaskan celana dalamnya dan mengntip Lamsijan dari celah pintu.
"Ijan." Bisiknya. "Ijan." Dia berbisik lebih keras. Lamsijan menoleh dan tersenyum ke arah Priscilia. "Sini, ewean dulu." Bisiknya, nyaris tanpa suara.
"I ya tunggu." Lamsijan balas menjawab dengan berbisik. Dia kemudian memberi tahu rekan-rekannya akan ke luar dulu sebentar mencari udara segar. Lalu menyelinap masuk ke dalam ruang ketua DPD.
"Pengen ewean lagi." Bisik Priscilia sambil memeluk pemuda itu.
"Di sini banyak orang, Ci. Enggak akan bisa lama."
"Biarin, sebentar aja. Cici pengen di doggy kayak tadi...enak banget."
"Gimana kalau ketahuan? Cici kan suka tereak-tereak kalau keenakan."
"Aaaaaahhh... kamu koq gitu. Sebentar aja, Cici udah lepasin CD nih... Cici nungging sekarang yaaa."
"Ya udah, cepet nungging."
"Jilatin dulu mekinya."

Priscilia menungging di lantai yang berkarpet merah sambil mengangkat rok spannya hingga punggung. Lamsijan langsung menjilati liang vulva berbentuk jamur kuping yang tak beraturan itu sambil melepaskan celananya hingga dengkul.
"Aaakhhh..."
"Ssssttt... cici... jangan berisik." Bisik Lamsijan.
"Hi hi hi... maaf... kebiasaan. Sekarang cepet masukin kontolnya."

Sebetulnya batang penis Lamsijan belum begitu tegang, tapi dia memaksakan glandula kepala ikan lelenya menyundul-nyundul liang vulva itu. Ketika sedikit menegang, langsung mencecabkannya, dalam beberapa kali sodokan batangnya mulai mengeras dan sukses menghujam secara ganas liang vulva itu hingga menyemprotkan lendir kepuasan sebanyak dua kali.
"Udah sayang, cici udah enak. Gantian sekarang kamu."
"Ijan masih pengen terus ngentot Ci."
"Udah, memek Cici udah panas. Cepet ke luarin!"
"Sssttt... Cici... jangan keras-keras."
"Kamunya sih..."
"Ya udah, Ijan paksain ke luar deh... euuuugggkhhh..." Lamsijan memaksakan diri mengeluarkan pejuhnya. Setelah itu dia mencabut batangnya yang dipenuhi krim kenikmatan dari lendir Priscilia. Mengambil tisu dan melapnya.
"Pejuhnya koq dikit?" Kata Priscilia sedikit mengeluh, "nembaknya enggak kerasa."
"Habisnya dipaksain." Kata Lamsijan, "Tapi cici enak kan?"
"Bukan enak tapi lezoooottttt." Jawab Priscilia sambil mencium pipi Lamsijan. "Udah ya Cici mau pulang. Makasih ya Jan atas semuanya."
"I ya Ci, sama-sama."
"Eh, Jan, kamu mau enggak dinominasikan jadi Ketu DPD Jabar?"
"Aduh, Ci, jangan dong. Nanti bisnis Ijan enggak ke-urus."
"Kalau Cici maksa?"
"Ijan tetep enggak mau. Soalnya jadi Ketua DPD itu berat, Ci. Sedangkan Ijan kan perlu bisnis untuk hidup. Ijan cukup jadi Ketua DPC aja, itu pun target Ijan untuk membangun sekertariat yang lumayan representatif masih agak jauh dan berat."
"Pokoknya kamu harus."
"Jangan maksa, Ci."
"Kalau gitu gimana kalau gini..." Kata Priscilia sambil mengenakan celana dalamnya, "kamu jadi CEO Indosuplier dan harus mau menduduki jabatan ketua DPD. Gimana?"
"Cici... Ijan enggak bisa jadi orang suruhan, walau kedudukannya tinggi sekali pun sebagai CEO, itu bukan passion Ijan, Ci. Ijan sukanya membangun bisnis sendiri."
"Kamu jahat, kamu enggak sayang sama Cici."
"Ijan sayang sama Cici, makanya mau memenuhi keinginan Cici kapan pun dan di mana pun Cici pengen. Tapi coba cici juga pikirkan Ijan juga. Seminggu lalu, Ijan udah bicara sama beberapa investor akan membangun Gudang Berpendingin untuk sayuran dan buah-buahan di Caringin... kalau ini sukses, Ijan akan membangun juga di Bogor dan di Sukabumi... Ijan akan jadikan Jawa Barat sebagai sentra sayuran dan buah-buahan..."
"Kamu mikirnya cuma bisnis melulu... Cici pengen sekali-sekali kita selama satu minggu full tanpa gangguan berdua aja... ewean sehari dua atau tiga kali sampai ngilu..."
"Cici, enggak boleh manja. Entar kalau Pak Fredy tahu gimana? Ijan kan malu. Dia orangnya baik banget. Sebetulnya Ci, kalau Ijan boleh jujur, setiap kali kita bersama Ijan merasa bersalah sama Pak Fredy... tapi kalau Ijan menolak, Cici pasti sedih ya kan?"

Priscilia mengangguk pelan.
"Udah ci, sekarang yang penting kita fokus menyelesaikan musda agar sukses, ya? Udaaah... jangan cemberut... Senyum dong sayang... naaahhh... gitu. Cici kalau tersenyum kelihatan cantiiiikkkkk banget. Jadi bikin gemes, mes, mes!" Kata Lamsijan sambil mencubit pipi Priscilia yang putih halus namun mulai berkeriput. "Nah, sekarang Cici pulang ya, Ijan anter sampai depan."

Priscilia hanya mengangguk dan melangkah mengikuti langkah Lamsijan. Wajahnya muram dan kecewa. Bagaimana pun, dia tak bisa memaksakan kehendak. Lagi pula, sikap dan pendirian Lamsijan bukanlah sikap yang berlebihan. Bahkan sangat wajar. Bagi seorang lelaki mana pun terkadang bisnis adalah nomor satu dalam hidupnya.

Priscilia berpikir, jika musda selesai, dia harus bisa memaksa Lamsijan ikut liburan ke UK.
"Huuu... pasti seger digenjot sehari tiga kali... aih... kenapa aku pengen ngentot lagi? Kan tadi udah." Kata Priscilia dalam hatinya sambil terus melangkah.

Setelah mereka ke luar dari ruangan Ketua DPD, tiba-tiba saja lemari besar yang berisi berbagai piala dan vandel penghargaan bergerak pelahan. Bergeser. Sebuah kepala dengan rambut hitam lurus setengkuk yang sangat gomplok, menongol. Sepasang matanya agak sipit dengan hidung runcing yang mancung dan bibir tipis warna pink jambu air. Kulitnya seputih kertas HVS anyaran diambil dari kemasan. Mulus putih tanpa cacat. Wajahnya demikian jelita walau tanpa riasan apapun. Lehernya jenjang dengan kalung kulit berbandul pendant mungil terbuat dari emas putih. Memakai tanktop merah dengan celana panjang katun ketat warna krem. Sepasang dadanya membusung sombong, tajam seperti pencil. Tubuhnya ideal tinggi semampai dengan pinggang yang kecil dan perut yang rata.

Dia adalah Theresia Danu Wijaya yang legendaris.

Dia menyelinap ke luar dari balik lemari dan mendorong lemari itu agar menutup kembali. Wajah cantiknya tampak sumringah. Semua laporan yang masuk kepadanya tentang seorang "rising star" yang bernama Lamsijan, kini telah disaksikan oleh mata kepalanya sendiri.
"Dia tampan, tubuh telanjangnya sempurna, tinggi atletis namun tidak berotot berlebihan, kontie panjang gede menggiurkan yang menjanjikan kepuasan meki aku yang tak pernah terpenuhi keinginannya untuk dimuncratkan, otaknya jenius, penciuman bisnisnya tajam... Oh tuhan, terimakasih telah Kau turunkan cowok sempurna untukku." Kata Theresia dalam hatinya. Bibirnya menyunggingkan senyum saat dia ke luar dari pintu ruang Ketua DPD, kakinya membelot ke arah ruang gudang tanpa disadari oleh orang-orang yang sedang sibuk itu, masuk ke dalamnya dan menemukan pintu kecil yang jarang dibuka; agak menunduk dia masuk ke dalam pintu itu. Lalu ke luar untuk menemukan ruang tengah yang luas. Kakinya yang panjang melangkah tenang melewati ruang tengah yang sepi, yang kini dipergunakan sebagai ruang meeting pengurus DPD, menuju pintu samping. Ke luar dari pintu samping dia sudah lagi berada di luar bangunan, menemukan taman kecil yang tak terrawat dan sangat kotor, lalu melewatinya untuk menemukan pintu pagar teralis kecil yang sudah karatan. Melalui pintu pagar teralis itu dia akhirnya menemukan gang kecil dan melewatinya dengan cepat. Di mulut gang, barulah dia menemukan jalan raya dalam kota Bandung yang ramai oleh lalu lalang kendaraan. Melangkah ke kanan menyusur trotoar sejauh 100 meter, Theresia menemukan hotel Grand Parahyangan, tempat menginap yang disediakan oleh Panitia Musda. Di hotel itu dia menolak kamar mana pun selain kamar nomor 69 Super VIP suite di lantai 3.

Tanpa diketahui siapa pun, dia masuk ke lobby dan memelototi bellboy yang menatapnya.
"Apa kamu!" Katanya. Bellboy itu menunduk jerih. Takut. Di belakang lobby dia menaiki tangga ke lantai 2. Di situ ada pintu berjeruji dengan panel kunci digital. Theresia memijit-mijit nomornya dan pintu itu otomatis terbuka. Dia menaiki satu tangga lagi dan kini dia berada persis di balkon belakang kamar no.69. Dia kemudian duduk di sofa balkon dan memanggil asistennya.
"Sherly." Katanya.
"Ya, Bu." Sherly datang dari arah dalam kamar.
"Kopinya tambah."
"Baik, Bu."

Sherly Marlina mengambil teko kopi dan mengisi cangkir yang kosong.
"Ibu enggak kangen jalan-jalan keliling Bandung?" Tanya Sherly dengan sopan.
"Aku banyak kerjaan, Sher. Kamu tau sendiri kan." Jawab Theresia sambil membolak-balik sebuah laporan setebal 200 halaman. "Ini LPJ yang bagus, nyaris sempurna Sher."
"Bu Priscilia memang memiliki kinerja yang baik, Bu."
"Ya, DPD Jawa Barat merupakan salah satu DPD terbaik kita."
"Bu, apa betul rumah yang dijadikan sebagai sekretariat DPD Jabar itu bekas rumah ibu waktu tinggal di Bandung?"

Theresia tertawa kecil.

"Dari mana kamu tahu, Sher?"
"Dikasih tahu sama Pak Hans, sopir Ibu."
"Ya, benar. Ibu menempati rumah itu sampai SMA sebelum kuliah ke Jerman. Ibu tahu persis seluk beluk rumah itu, bahkan sampai sekarang Ibu masih ingat beberapa tempat dan jalan rahasia di dalam rumah itu."
"Wah, Ibu pasti kangen sama rumah itu."
"Enggak juga, tidak banyak kenangan tersisa di sana selain Nathan."
"Nathan? Siapa itu Bu?"
"Temen SMA, dia adalah cinta pertama Ibu. Sekarang dia sudah menikah dan berjualan Laptop di Palasari Plaza."
"Apakah ibu masih mencintainya?"
"Ha ha ha, kamu ini aneh Sherly. Itu cuma cinta monyet biasa."
"Bu, kalau boleh tahu, apakah hotel ini milik Group Indoland Property juga?"
"Grand Parahyangan, Priangan Mulia Hotel, Bandung Mekar Sari Hotel, apartemen di Bypass, Sukajadi, Jatinangor... semua kami yang bangun. Dan menjadi bagian dari Indoland Property Group. Khusus untuk hotel ini, Ibu sendiri yang menjadi Kepala Projeknya, langsung ditugasin Papah begitu lulus dari Jerman." Theresia berkata sambil menyesap kopinya. "Ibu tahu persis seluk beluk hotel ini."
"Apakah Panitia Musda membayar enggak Bu untuk biaya hotel di sini?"
"Tentu saja, cuma setengah harga."
"Apakah ibu sudah dengar ada Kader dari daerah yang bernama Lamsijan?"
"Denger sih sudah, Sher. Kamu sendiri?"
"Saya malah sudah ketemu sama orangnya Bu... iih, ganteng banget. Sayang orangnya cuek dan dingin. Saya sempet ngobrol sebentar sama dia... tapi... entah mengapa, saya koq tiba-tiba teringat sama Tejo Sakiri. Entah apanya yang membuat saya teringat kepada Tejo... entahlah."
"Tejo si insinyur kuper itu?"
"I ya Bu, yang dulu pernah kerja di bagian IT."
"Sekarang dia ke mana ya? Koq Ibu seperti belum pernah melihatnya lagi? Apa dia resign atau dikeluarkan?"
"Enggak jelas, Bu. Sudah berbulan-bulan lamanya dia tidak masuk kerja tanpa berita. Akhirnya manajemen memberhentikan dia dengan tidak hormat."
"Ah, sayang. Padahal dia sangat berbakat dalam pengembangan program."
"Ibu masih ada perlu yang lain lagi?"
"Ambilkan berkas laporan keuangan partai, sudah itu kamu boleh istirahat."
"Siap, Bu."

***​

(Bersambung)​

 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd