Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Bimabet

Derita Anak Bidadari​

“Bajingan!” teriak abi.

Abi berlari ke arah gue dan merenggut baju gue hingga badan terangkat. Kaki gue terjinjit-jinjit hampir tak menapak. Matanya menyiratkan kekecewaan yang amat sangat. Mulutnya mengatup rapat. Otot rahangnya berkontraksi kuat. Sedetik kemudian sebuah tinju mendarat tepat di hidung gue. Aiooooo! Hidung gue melesak beberapa detik. Lagi-lagi. Kenapa sih orang selalu meninju hidung gue???

Gue terjengkang ke belakang, menabrak meja hingga vas Cina antik dari dinasti Ming jatuh dan pecah berantakan. Gue tersungkur di lantai. Nafas… gue sulit bernafas. Di baju gue menetes-netes cairan merah, beleber ke lantai berbentuk cipratan bulat. Gue usap hidung. Tangan gue basah oleh darah. Wah, patah nih hidung. Keadaan itu tak menghentikan Abi untuk mengangkat dan melempar gue bak atlet judo ke arah TV flat 40 inchi. Tumbukan dengan tubuh membuat layarnya pecah. Badan gue nyangkut bersandar di meja TV.

“Doni!” pekik umi.

Amarah abi belum padam, masih meletus-letus bak gunung berapi. Gue rasa abi berniat menghabisi gue saat itu. Ini perseteruan bukan lagi antara ayah dan anak, melainkan antar lelaki. Amarah pria yang cemburu sungguh mengerikan. Tetapi mengapa abi masih cemburu? Dia kan sudah tak menginginkan umi. Apakah gue harus membela diri. Tapi jelas gue yang salah. Masak gue harus memukul abi? Tapi jika tak melawan, nyawa gue terancam.

Abi berdiri tepat di depan gue. Mata abi melirik ke selangkangan gue. Kakinya bergerak-gerak. Bahasa tubuhnya seakan berkata akan kulumat alat kelamin keparat itu. Benar saja, kakinya terangkat ke udara. Dan saudara-saudara, kaki itu meluncuuurrrr! Jika barang gue terinjak pasti akan seperti ranting patah dan dua telur yang terhempas ke lantai

“Jangan sakiti Doni!” teriak umi. Seketika umi melindungi gue dengan badannya. Mau tak mau kaki abi malah menginjak punggung umi dengan keras.

“AWWW!” Umi meringis kesakitan.

Bukannya meminta maaf, abi memaki umi, “Minggir wanita jalang! Ustadzah macam apa kau!? Bercinta dengan anak sendiri!”

“Kau juga suami macam apa!? Kau tidak memenuhi kewajiban sebagai suami, malah selingkuh dan menghamili wanita lain. Dan lagi kau ayah macam apa!? Hendak kau hancurkan masa depan anakmu?”

Nafas abi memburu karena amarah. Kalau dia seekor naga, hidungnya pasti akan terlihat menyala-nyala dan asap pekat berhembus dari hidungnya.

Tampang abi ingin membantah, tapi tak bisa. “AAAHH!!” teriak abi dengan kedua tangannya mengepal, “Kenapa harus dengan Doni.”

“Dia memang anakku. Tapi Doni bisa memberikan apa yang tidak bisa kau berikan selama setahun terakhir! Apakah aku harus selingkuh seperti kau? Kalau kau tidak senang, ceraikan saja aku!” pekik umi dengan wajah setengah menangis.

Kini abi yang seperti orang kebingungan, “Sayang, aku masih mencintaimu.”

“Mencintaiku? Omong kosong! Kau tidak ingin bercerai, karrena harta warisan yang ayahku janjikan kepadamu. Jika kita bercerai maka janji itu hangus!”

“Itu tidak benar!”

“Kalau memang tidak benar. Ceraikan aku, mas! Kau bisa bebas mau menikah lagi. Bahkan slotmu bertambah lagi.”

“Tidak!”

“Ceraikan!”

“TIDAK. AKU TIDAK AKAN MENCERAIKANMU. TITIK!” teriak abi dengan wajah yang keras, matanya bulat membelalak.

Ibu menyeka air matanya dengan punggung tangan.

“Baiklah, mas jika kau tidak mau menceraikan aku. Maka terima hubunganku dengan Doni dalam rumah tangga kita!”

“Kamu gila!”

“Mas yang gila…. DAN… DAN EGOIS!” teriak umi, “CERAIKAN AKU!”

“TIDAK!”

“CERAIKAAAN AKU, MAAASSS!” teriak ibu histeris, ia sampai bangkit berdiri dan memukul-mukul dada abi. Suaranya dag! dug! dag! dug!

”TIDAK! SAMPAI MATIPUN KAU TIDAK AKAN PERNAH KUCERAIKAN!” teriak sambil mencengkram lengan atas umi dan mengguncang-guncang tubuhnya. Umi makin histeris, “KYAAAAA!”

Gue bangkit berdiri dan berusaha memisahkan mereka berdua.

“Jangan abi! Jangan begitu. Jangan sakiti umi!”

Alhasil gue kena gampar telapak tangan abi yang besar. “BUAK!” Keras banget di pelipis. Kepala gue langsung nyut-nyutan. Tapi abi tidak berhenti sampai di situ, ia tampar pipi gue dua kali. “PLAK! PLAK!” SShhhh pedas banget rasanya. Tambah bonyok nih gue. Ia terus menyerang kepala gue. Darah gue bercipratan kemana-mana!”

“Stop, kau gila! Mau kau bunuh anak kita hah!?!?!?!” teriak umi seraya mencoba menarik tubuh abi.

“Minggir!” Abi mengibaskan tangannya. Umi terdorong ke samping sampai jatuh ke lantai.

Dalam situasi genting, gue beri abi jari tengah. Otomatis gue menuai puting beliung.

“Anak laknaaat!!!!” teriak abi. Tertatih gue berlari menyelamatkan diri. Yang penting abi terpancing dan menjauh dari umi.

Kami berdua kejar-kejaran seperti TNI sedang memburu buronan napiter yang kabur dari lapas maximum security saat subuh. Penis gue berayun-ayun, berputar-putar karena tak ada yang menahannya. Dalam keterdesakan gue jadi punya kekuatan super. Kecepatan lari gue meningkat di luar akal rasional gue. Gue begitu atletis bak atlit lompat pagar melewati kursi, meja, tempat sampah, pot bunga, hingga pajangan senilai 1 milyar. Di saat yang sama berkelit kesana-kemari, menghindari objek terbang bertenaga manusia. Pryang! Jdang! Teprak! Termasuk pajangan 1 milyar yang tadi. Ampruang!

Kami berlari dari ruangan lepas ruangan. Haaaah… mau sampai kapan abi mengejar. Stamina gue gak panjang. Nafas gue lama-lama tinggal sesenti dalam setiap tarikan. Pas gue nengok ke belakang, abi ternyata sudah ada di atas scooter dorong. Dengan cepat ia merapatkan jarak antara kami. Gue dapat mendengar suara rodanya berputar, Srrrr! Srrrr! Srrrr! Semakin jelas. Jantung gue bergejolak macam suara musik Drum Tambur dan Ceng Simbal Barongsai yang bersahut-sahutan di momen Sang Barongsai hendak beraksi di atas ketinggian tiang pancang 10 meter. Dudurududugdugdug Ctyang! Ctyang!

“Ber…henti… kau anak lakNAT!”

Abi merenggut kerah kaos gue dari belakang. Gue tercekik. HOek! Gue terjatuh. Scooter dorong abi terantuk badan gue. Abi pun terjungkang dan tercebur ke kolam ikan, "BYUURR!!!!" Ikan pun berlompatan ke darat.

"Keparaaat!"

Tak lama umi datang menyusul.

"Kamu tak apa-apa Doni?"

Gue teler di lantai kayu dengan nafas megap-megap seperti ikan di darat. Luka-luka gue cukup lumayan. Alhasil gue pun dilarikan ke rumah sakit. Untung pembantu-pembantu gue tinggalnya di luar rumah gue. Mereka punya rumah sendiri-sendiri yang diberikan oleh kami. Sehingga mereka tidak tahu kejadian di dalam rumah. Sekuriti juga sepertinya tak tahu, mungkin ketiduran.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd