Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG BIOGRAFI SEKS-KU

MASA KULIAH

“Gede banget, Pak, itunya,” ketik suamiku kepada Pak Gagah via chat. Dia menggunakan akun WA-ku, berpura-pura menjadi aku. Aku hanya melihat apa yang dia ketik. Terserah dia ajalah. Hufh.

“Bu Anisa suka?” ketik Pak Gagah.

“Hmmm...suka, Pak.”

“Kemarin2 kalo saya kirim foto gini Bu Anisa diem aja.”

“Anisa malu kali, Pak. Hehehe. Maaf ya.”

“Kenapa kamu yang malu. Hehehe... Ngomong2 gedean siapa nih? Yang saya atau suami?”

“Honestly... gedean Pak Gagah. Hehehehe...”
“Bu Anisa mau nyoba?”
“Terserah...”

“Aa! Nanti kalau Pak Gagah ngapa-ngapain aku gimana?” tanyaku kepada suamiku.

“Hehehehe... Kalau kamu mau, aku izinin kok.”

“Ih, masa mau sih istrinya digituin sama orang lain?"

“Aku tau siapa kamu, sayang. Kamu juga tau gimana aku.”

Aku dan suamiku bertemu saat kami kuliah di Kota B. Kami satu jurusan. Dia sedikit banyak tahu apa saja yang telah aku lakukan selama kuliah. Dia tahu
mantan-mantanku, gosip, dan omongan miring tentang aku.

Aku masuk kuliah pada tahun 2010. Alhamdulillah aku diterima di PTN di Kota ibu kota provinsi yang sejuk. Saat kuliah, aku ngekost karena aku bukan berasal dari kota itu. Karena ngekost inilah aku jadi tak terkendali. Aku sangat bebas melakukan apa yang kumau, termasuk soal seks.

Seperti yang pernah kuceritakan di part sebelumnya, saat SMA, aku nakal banget, liar banget. Aku sudah aktif berhubungan seks dengan pacarku. Bahkan, kami melakukan variasi-variasi seks bersama Mas Ipul, tukang galon di rumah pacarku. Kami threesome atau cuckold.

Awal kuliah, aku putus dengan pacarku. Ya, biasalah cowo. Alesannya dia ga bisa LDR. Aku terpuruk banget karena aku sudah melakukan semua dan memberikan semua untuk pacarku. Setelah putus, aku sempat pacaran juga sama Mas Ipul. Mas Ipul mengajakku berpacaran. Dia mau LDR. Mungkin Mas Ipul hanya pelarianku untuk memuaskan kebutuhanku, yaitu seks.

Mungkin aku cerita tentang aku dan Mas Ipul dulu ya.

Kami berpacaran. Di awal-awal aku kuliah, aku sering pulang ke kota asalku. Kota asalku dengan kota tempatku berkuliah memang tidak jauh. Hanya 3 jam perjalanan. Awal-awal aku kuliah, seperti biasa, aku sering homesick. Jadi, setiap dua minggu atau bahkan seminggu sekali aku pulang ke kota asal. Setiap aku pulang, aku menyempatkan diri bertemu dengan Mas Ipul. Karena Mas Ipul kerja setiap hari (ga ada libur), jadi aku harus ke tempat kerjanya, yaitu warung. Karena warung itu dekat dengan rumah mantanku, tentu saja aku beberapa kali bertemu dengannya.

“Cie pacaran...” ledeknya.

Dia kerap mengajak aku dan Mas Ipul threesome. Tapi aku ga mau. Males deh! Ga tau malu!

Aku dan Mas Ipul selalu berhubungan seks di kamarnya di sela-sela pekerjaannya di warung, atau setelah warung tutup.

Sebenarnya warung itu dimiliki oleh Ko Johan, seorang keturunan Tionghoa. Dia berumur 50 tahunan. Ia sudah punya istri, yaitu Ci Melisa. Mereka berdua baik. Karena aku sering ke sana, aku cukup akrab dengannya.

Aku juga sering bantu-bantu sih. Kadang melayani pelanggan. Hehehe...
“Karyawan baru Koh?” tanya salah satu pembeli seorang Bapak-bapak.

“Hehehe... Pacarnya Ipul,” jawab Ko Johan.

“Gila... Bening amat! Tiap hari gua belanja deh!”

Aku hanya tersipu malu.
“Nis, makasih ya, udah bantu Koko.”

“Iya, gapapa ko, Koh.”

“Kuliah lu gimana? Bukannya elu ngekos?”

“Iya, baik-baik aja ko Koh. Aku suka kangen rumah jadi pulang terus tiap minggu.”

“Sayang ongkos donk.”

“Kangen rumah atau kangen Ipul? Hehehe...”

Aku hanya tertawa kecil.

“Kali aja lu ga cocok sama kuliah lu. Lu bisa kerja di sini,” tawar Ko Johan.

“Hehehe... Koko bisa aja.”

“Pelanggan gua banyak yang suka sama elu kayanya. Terutama bapak-bapak. Hehehe...”

“Hehehe... Koko bisa aja.”

“Gua serius nih. Atau tiap weekend lu pulang aja. Main kerja di sini. Gua ongkosin deh.”

“Hehehe... kalau sempet aja ya, Koh.”

“Yaudah, iye... Eh, ngomong-ngomong, ngapain aja lu sama Ipul di kamar?”

Oh ya, Mas Ipul tinggal di warung itu. Warung itu memang menyatu dengan rumahnya Ko Johan.
Saat ditanya soal itu, aku hanya tersenyum.

“Ya, gapapa kali. Kan udah sama-sama dewasa,” kata Ko Johan.

“Hehehehe...”

“Nis, sini. Duduk sebelah gue.”
Aku pun duduk di sebelah Ko Johan.

“Elu cantik amat ya! Nis, masa gue ga dapet jatah. Kan lo sering pake tempat gue (untuk berhubungan sex dengan Mas Ipul).”

Aku hanya tersenyum.

“Pul, jaga warung dulu ya! Gw mau ke dalem (kamar) sama Anis.”
Aku pun digandeng Ko Johan. Saat digandeng, aku menatap Mas Ipul. Raut wajahnya datar saja. Oh, ya, saat itu, Cici Melisa sedang tidak ada.

Aku dibawa ke kamar Mas Ipul yang terletak di bagian pojok rumah dekat dapur.
“Uh, kamar si Ipul berantakan gini. Bau lagi kasurnya. Lu betah ngewe di sini, Nis? Kulit halus lu bisa rusak nih!”

"Ayo, Nis, keburu Cici dateng," ujar Ko Johan sambil merebahkan tubuhku.

Ko Johan menindih tubuhku. Kemudian, ia mencumbuiku. Ia mencium bibirku dengan nafsu. Aku menanggapinya. Aku mainkan lidahku.

“Ummhh...mmuuuhhhh...sluurrphhh...ahhhh...”

“Gila, Nis! Lu ada bakat jadi lonte ya!”
Ko Johan pun menelanjangiku. Kami sama-sama telanjang. Aku ditindih olehnya di atas spray yang kusam milik Mas Ipul. Kami saling berbalas desahan.

"Uhhh... uhhh..."

"Ahhh... Enak, Nis!"

Mr. P Ko Johan tidak sebesar Mas Ipul tapi tetap enak. Dan akhirnya, Mr. P itu memuncratkan sperma di rahimku.

"Aahh... ahhh... Enak banget, Nis! Gila nih si Ipul. Enak banget dia!"

Aku hanya tersenyum.

"Tiap weekend, lu ke sini aja ya! Ga usah pulang ke rumah. Anggep aja rumah gua rumah lu juga. Gua ongkosin travel dari Kota B. Lu bantu gua jualan."

Akhirnya, setiap weekend, aku ke rumah Ko Johan. Ko Johan menyediakan kamar tersendiri untukku. Kamarnya bagus. Tidak seperti kamar Mas Ipul.

Tidak hanya itu, aku diajak belanja baju oleh Ci Melisa.

"Nis, baju ini cocok buat kamu."

Ci Melisa memilihkan baju untukku. Bajunya tidak jauh dari hotpants dan tanktop. Iya juga membelikan lingerie.

"Kalau kamu tidur, pakai lingerie ini."

Aku pun mulai membantu Ko Johan dan Ci Melisa berjualan di warung. Kadang aku jadi kasih. Kadang aku mengambilkan barang pelanggan.

"Ko, siapa tuh? Seksi banget!" seorang pelanggan Om-om bertanya. Pada saat itu, aku memang hanya mengenakan tanktop dan hotpants yang dibelikan Ci Melisa.

"Pegawai gua. Anisa."

"Hai, Anisa!" sapanya kepadaku yang sedang membereskan mi instan. Aku pun tersenyum kepadanya.

"Nis, sini! Kenalan nih sama Pak Bagus," suruh Ko Johan.

Aku pun bersalaman dengan Om Bagus. Om Bagus tampak memperhatikan pakaianku yang seksi, terlebih payudaraku yang putingnya tercetak karena aku tidak pakai bra. Setelah bersalaman, aku pun beranjak ke rak mi instan untuk melanjutkan pekerjaanku.

"Bisa dipake tuh?" bisik Om Bambang.

"Lu berani bayar berapa?"

"Buset. Emang berapa?"

"250!"

Om Bambang pun diam.

"Yaudah coba dulu aja sana!" kata Ko Johan.

"Tester ya!"

"Iya iya!"

Kemudian, Om Bambang menghampiriku.

"Lagi ngapain, neng?"

"Lagi beresin mi, om."

Mata Om Bambang tertuju pada dadaku atau belahannya. Tangan kiri Om Bambang pun mulai menyentuh pundakku. Kemudian, dia mencium rambutku. Tangan kanannya memegang daguku. Bibir kami pun bertaut.

"Mmuuaaccchhh..."

"Mmmhh...mmmhh..."
Tidak beberapa lama, ciuman pun selesai. Aku tersenyum.
"Kamu suka dicium? Enak yah?" tanya Om Bambang.

Aku mengangguk.

"Wah, bener-bener nih cewe pelacur! Koh gw ke ATM dulu ya!" ujar Om Bambang kepada Ko Johan.

Tidak lama kemudian, Om Bambang pun kembali ke toko Ko Johan. Ia membarikan sejumlah uang kepada Ko Johan.
"Nis, ke kamar!"

Om Bambang menuntunku ke kamarku.

"Buka bajunya, Nis!"

Aku tersenyum.

"Uh, cakep banget kalau telanjang. Kamu seumuran anakku."

Kami pun berciuman. Ia menjilati tubuhku. Dari dada, leher, pusar, sampai ke Ms. V.

"Ahh... Ahh... Ga kuat, Om. Pengen pipis..."

"Pipisin aja, Nis!"
Aku pun mendapatkan orgasme pertamaku.

"Kamu cepet banget orgasmenya, Nis! Kamu cocok jadi pelacur."

Kemudian, Om Bambang menyodorkan Mr. P-nya. Aku pun menjilat, mengulum Mr. P itu. Mr. P-nya biasa saja dan dipenuhi bulu.
"Nis, coba jilatin kolongnya."

Om Bambang memintaku menjilat lubang anusnya. Aku menjilatinya.

"Ah, gila! Kamu berani banget! Mantep banget, Nis!"

Om Bambang pun melakukan penetrasi. Kami melakukan berbagai gaya. Awalnya, kami melakukan gaya misionary. Setelah itu, aku di atas.
"Ayo, goyang, Nis! Ah! Ah!"

Om Bambang kuat juga. Sudah 30 menit kami bersetubuh dan aku sudah 2x orgasme tapi dia belum ejakulasi.

Aku kembali merasakan keinginan untuk pipis saat aku di-doggy.
"Aaahh... Ahhh... Om... Anis keluaaarrrr..."

Akhirnya, Om Bambang pun ejakulasi.
Kami sama-sama mengatur napas. Om Bambang kuat juga. Kirain kaya Ko Johan.

"Nis, kamu koq bisa jadi pelacurnya Ko Johan?"

"Anis ga tau. Anis ditawarin kerja gitu aja."

"Tapi kamu mau kan? Ga ada paksaan kan?"

Aku mengangguk.

"Kamu cantik. Kamu ga kuliah?"

Aku pun menceritakan bahwa aku kuliah di Kota B. Tapi, setiap hari Jumat, aku pulang. Pulang ke rumah Ko Johan, bukan ke rumahku.

"Ya, ampun. Calon guru ko malah jual diri. Hehehehe..." kata Ko Johan. "Kamu ga betah di rumah?" tanya Om Bambang.

"Aku mengangguk."

Aku pun bercerita bahwa orangtuaku bercerai. Ayahku bekerja sebagai guru. Ibuku sudah hidup bersama suami barunya yang adalah selingkuhannya.

"Ayahmu guru di mana?"

Aku pun menjelaskan bahwa ayahku bekerja sebagai guru di sekolah swasta.

"Ah, serius SMA D?"

Aku mengangguk.

"Kamu anaknya Pak Budi?"

Aku kaget dan bergeming.

"Ya, ampun! Kamu udah gede aja. Dulu, om suka gendong kamu, Anis! Aku kepala sekolah di SMA D, teman papamu!"

Aku semakin bergeming. Diam tanpa kata. Keringat dingin mulai mengalir.

"Tenang, Nis. Saya ga akan bilang ke papamu," katanya lalu ia pun memelukku.

"Janji ya, Om!"

"Iya! Lagian kan aku sudah ML sama kamu. Aku malu juga donk. Hehehe. Aku ga nyangka aja bisa ML dengan anak temen sendiri."

Satu, dua, tiga. Aku sudah melayani lima pelanggan dalam dua hari. Ternyata, rasanya bermacam-macam. Ada yang kuat banget kaya Om Bambang (sebenernya kalau Om Bambang dibandingin sama Mas Ipul jauh sih). Ada yang biasa aja. Ada yang aneh.

"Duh, ko ga berdiri sih!" keluh Om Hendro sambil mengocok Mr. P-nya yang masih lembek. "Sebentar ya, Nis!" lanjutnya.

Padahal, aku sudah berusaha membuatnya berdiri dengan menghisap, mengelus, atau merangsang dengan menari-nari. Tapi Mr. P-nya ga masih lembek. Ia sempat memaksakan masuk Mr. P-nya tapi ga bisa. Masih terlalu lembek.

Akhirnya, kami hanya pelukan, ciuman, dll. Aku kasihan sama Om Hendro.

Om Hendro sudah lama bercerai dengan istrinya. Mungkin impotensi yang diidap laki-laki 58 tahun itu menjadi penyebabnya. Aku kasihan kepadanya.

"Nis, kamu mau nemenin saya ga?" tanyanya.

"Nemenin gimana, Om?"

"Kita nikah."

Aku diam saja.

"Untuk kebutuhan biologis, kamu bisa nyari cowo lain. Aku izinin kok. Atau mau aku sediain cowo?"

Pada saat itu, Om Hendro menyewaku untuk dua hari satu malam. Ko Johan menyuruhku ke rumah Om Hendro.

Om Hendro menyilakan untuk masuk ke rumahnya. Ternyata, Om Hendro adalah orang kaya. Rumahnya berada di jajaran rumah-rumah besar di perumahan itu. Di halaman rumahnya, tampak seorang laki-laki tua sedang menyapu halaman depan yang cukup luas. Ia tersenyum kepadaku.

"Itu namanya Mang Asep. Sudah dari dulu bantu saya mengurus halaman," kata Om Hendro.

Saat aku masuk, aku terkejut. Ada seorang laki-laki yang sebenarnya sudah dewasa. Bahkan, lebih tua dari aku. Namun, dia terlihat masih ke kanak-kanakan.

"Ini Dedi. Anak saya. Dia memang anak berkebutuhan khusus. Usianya sudah 24 tahun sebenarnya," kata Om Hendra.

Di usia 23, dia masih main mobil-mobilan.

Om Hendra bercerita. Pada saat dia SMA, Om Hendra mengalami kecelakaan. Kecelakaan itu membuat Mr. P-nya tidak bisa berdiri. Sama sekali tidak bisa berdiri. Merasa geli pun tidak. Mati rasa. Tapi masih berfungsi untuk pipis.

Pada usia 30 tahun, ia menikah. Istrinya tidak mengetahui bahwa dia impoten. Saat pacaran, Om Hendro dan pacar/istrinya tidak pernah ML. Pada saat malam pertama, rahasia itu terbongkar. Namun, istrinya dapat menerima keadaan itu seolah keadaan itu bisa diperbaiki. Istrinya berharap impotensi Om Hendro bisa sembuh.

Beragam terapi dilakukan. Namun, tidak satu pun terapi itu membuat Mr. P Om Hendro berdiri. Setelah 4 tahun menikah, istrinya tidak tahan lagi. Ia tidak tahan dengan omongan keluarga yang menanyakan momongan. Ia selalu disalahkan karena belum menghasilkan keturunan.

Selama pernikahan, kebutuhan biologis sang istri disalurkan dengan masturbasi atau oral sex. Kata Om Hendro, istrinya masih perawan.

Istrinya sering menangis karena omongan keluarga. Akhirnya, Om Hendro pun memutuskan untuk melakukan donor sperma. Ia mengizinkan istrinya disetubuhi oleh laki-laki lain agar menghasilkan keturunan. Keputusan itu sangat berat bagi istri dan Om Hendro sendiri.

"Mas, kayanya aku sudah nemu laki-laki yang cocok," kata istrinya kepada Om Hendro.

"Siapa? Teman kerja?"

"Bukan."

"Hati-hati milihnya. Jangan sembarangan."

"Bukan gigolo kok. Tapi dia belum tau sih kalau aku milih dia untuk gituan."

"Oh, gitu. Terserah kamu saja. Yang penting keinginan kamu untuk punya anak kesampaian. Aku ikhlas."

"Maafin aku ya, Mas!"

"Aku yang harusnya minta maaf. Hmm, berarti dia yang bakal merawanin kamu, ya?"

"Iya, Mas."

Jika melihat fotonya, istri Om Hendro sangat cantik. Mirip Wulan Guritno. Om Hendro pun ganteng dan lahir dari keluarga kaya.

"Kalau kamu mau ML sama dia, tolong jangan kasih tau aku ya," pinta Om Hendro.

"Iya..."
Pada saat itu, Om Hendro akan bertugas keluar kota. Entah mengapa ada perasaan yang tidak enak. Ia punya feeling bahwa pada saat ia keluar kota, istrinya akan dibuahi oleh laki-laki lain.

Pada saat akan berangkat ke luar kota, Om Hendro cemas. Istrinya bahkan menitikan air mata. Mereka berpelukan seolah tahu apa yang akan terjadi.

Hari-hari di luar kota dilalui dengan penuh kecemasan. Ia tahu bahwa istrinya saat itu mungkin sedang disetubuhi oleh laki-laki lain. Mungkin istrinya sedang merasakan kenikmatan berhubungan sex. Karena nikmat, istrinya meminta lagi dan lagi kepada laki-laki itu. Tubuh istrinya yang seperti Wulan Guritno itu diperawani dan dinikmati oleh orang lain. Ia membayangkannya:

Hari itu Wulan sudah menyiapkan segalanya. Hari "istimewa". Ia telah menyiapkan sebuah kamar. Mungkin di hotel, villa, atau rumahnya sendiri.

Seorang laki-laki pun datang. Gagah dan atletis. Bulu-bulu lebat menghiasi tubuhnya. Tampak bahwa dia laki-laki subur.

Dengan malu-malu Wulan mengajak laki-laki itu masuk ke kamar. Wulan telah menyiapkan ranjang yang wangi dan lingerie berbahan satin.

Mereka saling menelanjangi. Laki-laki itu kagum dengan tubuh Wulan yang langsing, putih, dan mulus. Buah dada mengkal dihiasi puting merah jambu. Miss V yang bulunya baru dicukur.
Mereka berciuman dan berpelukan. Wulan masih malu-malu tapi sudah nafsu. Ia tak peduli lagi bahwa laki-laki itu bukan suaminya, Mas Hendro.
Wulan melihat Mr. P laki-laki itu sudah menegang. Berdiri tegak dengan urat-uratnya. Wulan takjub. Ini pertama kalinya ia melihat Mr. P yang berdiri. Punya Mas Hendro tidak seperti ini walau sudah dirangsang bagaimana pun juga.

Laki-laki itu mengarahkan kepala Wulan ke Mr. P-nya. Wulan ragu-ragu meski ini bukan oral sex pertama untuknya. Ia sering mengoral kepunyaan Mas Hendro, si Mr. P lembek itu.

Saat Mr. P itu berada di mulut, Wulan merasakan sensasi yang berbeda. Mulutnya tidak muat untuk batang sebesar itu. Namun, ia merasa kenikmatan.

Setelah mereka saling mengoral. Batang itu menghadap lobang Miss V yang masih rapat terkunci. Batang keras dan besar itu mulai masuk tapi masih kesusahan karena rapatnya Miss V itu. Namun, dengan kekuatan dan kekerasannya, batang itu berhasil masuk sekaligus menjebol keperawanan seorang istri.

"Aaahhhh... Sakit!"

"Ahhh... sempit banget! Wulan! Kamu masih perawan?"

Wulan hanya mengangguk.

Laki-laki itu semakin bernafsu. Ternyata, perempuan yang akan dibuahinya masih tersegel. Dengan gaya missionarist, dia menggenjot Wulan sampai kelonjotan.

Ini pertama kalinya Wulan orgasme oleh sebatang Mr. P.

Berbagai macam gaya dilakukan. Yang paling membuat Wulan terpukau, laki-laki itu bisa menggendongnya sambil menggenjotnya.
Akhirnya, cairan sperma masuk dengan deras ke rahim Wulan. Dan saking banyaknya, sperma itu meleleh keluar lobang Miss V Wulan.
Om Hendro membayangkan bahwa mereka tidak melakukannya hanya sekali. Tapi lagi dan lagi. Beronde-ronde. Bahkan berhari-hari selama Om Hendro masih di luar kota.
Beberapa kali Om Hendro menelepon rumahnya. Namun, tidak ada yang menjawab.

"Apakah Wulan sedang di hotel atau vila bersama laki-laki itu? Apakah mereka bersetubuh di rumahku di ranjangku sehingga Wulan tidak mengangkat panggilan teleponku?" pikir Om Hendro saat itu.

Om Hendro pun ingin cepat-cepat pulang. Ia pulang sebelum jadwal yang telah ditentukan. Ia berhasil menyelesaikan pekerjaannya di luar kota dengan cepat.
Ia pun sampai di rumahnya. Ia memarkir mobilnya. Beberapa saat kemuadian, istrinya langsung menyambutnya saat ia keluar dari mobil.
Semua tampak biasa saja. Tidak ada yang berbeda dari istrinya. Om Hendro masuk ke rumahnya dan melihat-lihat. Apakah ada jejak persetubuhan di rumah itu. Ia melihat kamarnya. Kamarnya tampak biasa saja.

Ia mendengar, di halaman belakang, seseorang sedang menyapu. Ia melihat Mang Asep, tukang kebun langganan sedang menyapu halaman belakang. Kemudian, Mang Asep menyapa dengan mengangguk. Semuanya tampak normal.
Istrinya terlihat agak pucat dan gelisah saat itu. Om Hendro ingin bertanya apakah istri sudah dibuahi oleh laki-laki pilihannya atau belum. Namun, ia tidak berani.
Beberapa minggu setelahnya, istrinya terlihat muntah-muntah. Keringat dingin keluar dari dahi Om Hendro. Air matanya keluar juga.

Sembilan bulan berikutnya, Dedi lahir. Pada usia tiga tahun, Om Hendro dan istrinya melihat keanehan dari Dedi. Dedi tidak berkembang seperti anak seusianya. Dan jadilah Dedi yang sekarang, di usia 23 tahun, dia masih main mobil-mobilan.

"Ya, begitulah ceritanya, Nis."

Air mataku mengalir. Aku sangat kagum dengan Om Hendro. Aku memeluknya. Saat itu, kami di atas ranjang sambil telanjang. Aku menciumnya dengan mesra sebagai hadiah untuk laki-laki hebat sepertinya.

NO QUOTE
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd