Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Birahi Lelaki

Siapa yang akan menjadi Istri dari Arman


  • Total voters
    379
Status
Please reply by conversation.
Bab 2: Melangkah

(Malam hari – Kost Arman)


Yasmin-Fathia-13.jpg

Yasmin Fathia

-Kenapa Yasmin? Sorry baru bales. Soalnya gw baru bangun- To Yasmin

-Eh, maaf kalau Gw ngeganggu- From Yasmin

-Nggak kok. Emang ada apa tadi nelpon?- To Yasmin

-Gw mau minta tolong. Tapi besok aja ya. Soalnya ini udah malam- From Yasmin

Aku melihat jam yang tertera pada Hpku. Wah, ternyata sudah hampir jam 9 malam ya. Pantas saja rasanya semua sudah gelap. Aku menyalakan lampu di dalam kamarku yang masih berantakan. Aku mengecek Hpku untuk sekadar memeriksa sesuatu yang penting di dalam grup angkatan. Namun, tak ada hal yang menarik perhatianku. Aku bereskan beberapa barangku yang berantakan, utamanya tas kuliah yang tadi kuletakkan begitu saja karena terlalu mengantuk. Tidak lupa aku mematikan PC yang sedari tadi memutar lagu anime yang aku sukai. Setelah kurasa beres, aku melepas semua pakaianku dan masuk ke dalam kamar mandi. Meski sudah malam, aku tetap harus mandi agar aku tetap segar. Hehe.

Setelah beres mandi dan memakai pakaian. Aku mengambil dompetku dan keluar dari kamar. Setelah menguncinya, aku ke kamar sebelah.

Tok…Tok…Tok…

“Toni. Toni!,”

Tidak berapa lama, Toni membukakanku pintu. Dia adalah teman jurusanku di kampus. Dia nampak hanya memakai celana pendek dan memakai kaos oblong yang kerahnya sedikit beler.

“Eh, makan yuk man. Gw yang tangkisin,” Tawarku tanpa basa basi padanya.

“Wah. Tumben lo bae. Lagi ada proyekan ya?,” Tanyanya dengan mata antusias.

“Iya lah. Udah ah. Cepetan!”

Tidak berapa lama. Aku dan Toni sudah duduk di sebuah warung makan ayam lalapan yang ada di kawasan sekitar kost kami. Kami sekarang sedang menunggu pesanan kami. Sembari menunggu makanan kami, Toni membuka percakapan.

“Eh, lo sekelas ama Yasmin kan man?,” Tanya Toni tiba-tiba.

“Eh. Iya nih.” Aku menjawab sekadarnya.

“Comblangin gw ama dia dong Man,” Toni tiba-tiba langsung mengutarakan niatnya.

“Wah. Kenapa ngga lo aja yang spek-spek ama dia?,” Aku balik bertanya.

“Gw malu. Lagian juga Yasminnya cantik begitu.”

“Hahaha. Ya namanya juga belum kenal. Cobain aja lah.”

“Ah. Ngga ah. Lagian juga Anaknya begitu.”

“Begitu gimana?,” Toni nampak kaget mendengar kata-kataku.

“Ya. Emang lo ngga tahu kalau dia ikutan pengajian. Semacam ukhti-ukhti gitu,” Aku menjelaskan.

“Wah. Nggak tahu gw soal begituan. Eh bentar.” Seorang pelayan warung menyodorkan pesanan kami. Tidak lupa, kami berterima kasih kepadanya. Setelahnya, Toni hendak melanjutkan kalimatnya.

“Tapi kalau dia itu ukhti-ukthi, kenapa dia sering main ke kamar lo?” Toni malah menginterogasiku.

“Ya emang kenapa? Lagian juga gw ama dia ngga ngapa-ngapain kok di dalam kamar. Paling dia Cuma ngerjain tugas kalau ke tempat gw,” Karena memang, begitu lah kondisinya. Yasmin sering datang ke kostku untuk mengerjakan tugas. Karena dia orangnya gaptek.

“Ya udah. Kenalin gw ama dia kalau lagi main ke kamar lo,” Toni memberikan konklusi. Aku sendiri tidak bisa menolak permintaan temanku itu.

Aku hanya mengangguk tanda setuju. Alih-alih melanjutkan percakapan kami, aku malah mulai makan. Seporsi ayam lalapan dengan nasi. Toni juga memesan makanan yang sama denganku. Kami asyik bergelut dengan makanan kami hingga kenyang. Setelah beres makan. Aku membayar makanan dan beranjak pulang dengan menggunakan motorku. Toni memboncengku. Kami terlalu malas untuk jalan kaki ke kost kami yang sebenarnya jaraknya tidak sampai 300 meter dari tempat kami makan.

(Keesokan harinya – Di kampus STISKA)
Yasmin-Fathia-7.jpg

Yasmin Fathia

“Eh, semalam ada apa sih Min?”, tanyaku setiba di kelas dan mengambil duduk tiba-tiba di depan Yasmin.

“Eh. Kamu toh Man. Tadi lagi gw ngelamun. Hehe.”,

“Semalam kenapa?”, tanyaku mengulang pertanyaanku tadi.

“Ooooh. Hehe. Kemarin kan aku dipanggil ama Pak Herman. Katanya dia butuh orang buat ngedesain ini itu buat persiapan akreditasi fakultas katanya”, jelas Yasmin padaku.

“Hoo. Ada duitnya ngga kira-kira?”,

“Ngga tahu sih Man, tapi harusnya sih ada gitu. Secara kan kalau ngga lo tolongin kan akreditasi fakultas di ujung tanduk. Haha”, Yasmin tersenyum, indah sekali.

“Oke deh. Chat aja kalau udah ada panggilan ya…”, percakapan kami terpotong karena tiba-tiba pintu bergerak dan ternyata ada seorang akhwat dengan mengenakan khimar dan cadar berwarna hijau gelap. Gw belum pernah ngeliat dia. Tapi kayaknya sih, dia dosen. Sebab, dia langsung duduk di bangku khusus dosen.
Cad-Hafzah-Azizah-hafshahcoacoh-7.jpg

Hafzah Azizah

“Assalamu ‘alaiku Wa rahmatullahi wa barakatuh”, tanpa ba bi bu, ia pun segera masuk ke intinya.

“Jadi adek-adek, hari ini saya diminta oleh pak Herman untuk menggantikan beliau mengajar di kelas ini. Jadi, untuk 4 pertemuan sisa untuk mata kuliah ini, saya yang akan jadi pengajarnya”,

Gw ngga tahu seperti apa wajahnya, namun dari matanya, gw yakin kalau orang yang sedang menggantikan Pak Herman ini adalah perempuan yang cantik. Iya, gw yakin banget.

“Oh iya, perkenalkan, saya Hafzah. Lengkapnya Hafzah Azizah, kalian bisa panggil saya Kak Hafzah atau Kak Caca. Ngga usah pake ‘ibu’, soalnya saya sendiri belum nikah dan baru aja nyelesaiin studi S2 saya ketika dipanggil ama Pak Herman”, lanjutnya tanpa ditanya disambung riuh kelas setelah ia menjelaskan kalau ia sendiri belum menikah.

Sepanjang mata kuliah berlangsung, mataku tidak bisa tenang. Gw terus mencari celah untuk sekadar melihat sedikit wajah dari Kak Hafzah. Dari balik cadarnya yang kadang berkibas, aku bisa melihat kulit putih bersihnya yang jarang terpapar sinar matahari, apalagi paparan radikal bebas. Karena terus bergerak ke sana kemari, mataku tidak pernah menunjukkan tanda-tanda mengantuk hari ini. Tanpa sadar, waktu dua jam telah berlalu dan gw baru sadar ketika Kak Hafzah menutup kelas sembari memberikan salam dan sebuah tugas kepada kami, sebuah PPT yang tentu saja akan membuat Yasmin minta tolong. Sehabis kelas, Yasmin memberikan kode meminta tolong padaku dengan senyuman khasnya. Aku hanya mengangguk untuk memberikan pernyataan iya.

(Ruang dosen fakultas Psikologi)
Cad-Hafzah-Azizah-hafshahcoacoh-7.jpg

Hafzah Azizah

Kak Hafzah terlihat melangkah sepanjang ruangan dengan tembok yang dilapisi cat berwarna putih. Sekarang sudah menunjukkan pukul 7 malam. Dia nampaknya telah berkemas dan bersiap untuk pulang. Di depan sebuah ruangan yang pintunya ada tulisan “Wakil dekan 3”, ia berhenti dan mendorong pintu. Ia lalu masuk ke dalam ruangan yang cukup luas jika dibandingkan ruang dosen lain. Maklum, ruangan itu milik wakil dekan 3 fakultas psikologi, yang tidak lain adalah Pak Herman.

Di dalam ruangan itu, Pak Herman sedang duduk di atas kursinya. Sedangkan di sofa yang ada di ujung ruangan dan biasa dijadikannya untuk menrima tamu tampak seorang perempuan yang nampaknya seorang mahasiswi membelakangi Kak Hafzah sedang memasangkan kembali kancing kemejanya yang berantakan. Rambutnya yang hitam ia biarkan tergerai begitu saja. Pusatnya terlihat begitu indah. Kak Hafzah hanya sebentar melihatnya dan tidak terkejut melihat kondisi mahasiswi tersebut. Ia terus saja ke arah meja Pak Herman.

“Pak, besok ada rapat untuk kenaikan akreditas fakultas ya?”, tanyanya. tanpa basa-basi.

“Wah, Hafzah rupanya. Seperti biasa kamu ngga ada basa-basinya ya. Iya nak, besok ada rapat kenaikan akreditasi fakultas. Tadi saya lupa ngabarin ke kamu”, jelas Pak Herman yang masih memperlihatkan tanda keringat di wajahnya.

“Iya pak. Ngga papa. Tadi juga saya udah masuk di kelas yang bapak maksud”,

“Oke lah. Bagus kalau begitu”,

“Ya udah pak. Hafzah pamit ya pak. Mau pulang duluan”, ujar Kak Hafzah hendak berbalik pergi.

“Bentar, malam minggu kamu datang ke rumah ya”, Pak Herman memasang wajah penuh syahwat pada akhwat itu.

“I, iya pak. Insya Allah saya datang”, Kak Hafzah hanya membungkukkan tubuhnya sedikit dan berbalik pergi dari ruangan itu.

“Udah beres belum pake bajunya Chintia?”, tanya Pak Herman kepada mahasiswi yang sedang memakai pakaiannya tadi.

“Iya pak. Udah beres”, jawab Chintia sembari berbalik badan memperlihatkan bahwa ia sudah siap.

“Oke deh. Kita jalan-jalan bentar dulu ya”, Pak Herman mengambil kunci mobilnya serta tasnya bersiap untuk pulang bersama dengan Chintia. (Bersambung ke Bab 3: Akreditasi)

 
Terakhir diubah:
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Bimabet
Kayaknya si Arman hanya dapat barang bekas-bekasnya pak Herman

Yasmin dan Caca ane ramal udah gak prewi sama pak Herman

Sedang si Hemi belum dipake si Arman, dan ada potensi dipake si Herman atas jebakan dari si Riana hehehe
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd