Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Birahi Lelaki

Siapa yang akan menjadi Istri dari Arman


  • Total voters
    379
Status
Please reply by conversation.
Dibilang wifi emang mandeg. Malah marah-marah -,- Makin heran ama forum sekarang. Santai ae

Ga usah bawa-bawa Forum, itu hanya oknum yang sange dah di ubu-ubun tapi ga bisa crot. Kalo emang ada perubahan jadwal update, di informasikan aja. Kalau emang lagi sibuk di RL, Threadnya di LOCK dulu aja, kalo dah siap dengan update, silahkan PM Staff

Soal member yang rese, biar urusan staff.. Klik Laporkan.. Selesai..


Lah kan ngemengnya wifi bukan device. Gmn sih.

Kayaknya lagi ngejar comment ya? Nunggu comment 1k baru update:v

Ente ga usah ngajak berdebat ngasih komen provokasi nikmati aja apa yg disajikan.


Peringatan buat member yang rusuh/provokator, akan ditindak.
 
Bab 7: Malam yang Panjang

(Teater bioskop)


meiraniap-Bpw-UEAMBNu-P.jpg

Ariana Arlinda
Gw sudah ada di dalam bioskop menonton sebuah film horor. Kalau yang kulihat sih, filmnya sangat membosankan. Aku sampai sering membuka HPku. Sedangkan Riana, dia terus menyenderkan kepalanya kepadaku dan bertumpu pada bahuku. Di ruangan kami, tidak banyak yang menonton. Aku pikir filmnya akan banyak yang suka, nyatanya di bagian belakang deretan kursi, hanya aku dan Riana. Sehingga, rasanya kami tidak masalah saja main HP dengan brightness full. Toh tidak ada orang yang silau. Namun, Riana memperbaiki duduknya, kembali menghadap ke depan dan kembali menyenderkan kepalanya padaku. Tangan kirinya memegang pahaku. Ah, aku tahu maunya apa.

“Kamu pengen ya?”, aku membisik Riana. Dalam remang, ia menganggukkan kepalanya. Aku melepas kancing celana jeans yang aku kenakan.

Tanpa diberi aba-aba, tangan kiri Riana segera bergerilya di area pribadiku. Setelah mendapatkan buruannya, ia segera mengeluarkan kontolku yang masih tidak siap digarap Riana.

“Ih, belum tegang. Nggak asyik”, keluar Riana.

“Ya udah, aku remas aja ya”, Riana mengangguk perlahan.

Ia membuka kancing kemeja putih yang ia kenakan. Baru saja ia selesai melepas hingga empat kancing, tangan kiri gw langsung menyergap toketnya yang ukurannya sebenarnya biasa saja. Dia sedikit terkejut mendapat serangan tiba-tiba. Kami pun berada dalam kondisi saling meraba. Aku meraba dan memilin-memiln pelan putting toket Riana dan membuatnya mendesis pelan. Sedangkan tangan kirinya juga mulai memancing kontolku untuk berdiri. Dengan sabar, Riana memainkan kontolku sembari menahan desahannya agar tidak terlaku berisik dan menarik perhatian penonton lain.

“Ssssshhhhh. Aaaahhhh. Sssssshhhhhhaaaahhhh. Auuuh. Armaasssssssshhhh. Aaahhh”, ia mendesis seperti ular. Ia menyandarkan tubuhnya ke kuris merah bioskop. Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan daerah V miliknya. Barangkali sudah kebanjiran.

Sedangkan kontolku sudah mulai mengeras, Riana lalu membasahi tangannya dengan ludahnya. Dengan penuh antusias, ia mulai mengocok perlahan kontolku. Tangan lembutnya membuat kontolku semakin semangat berdiri memperperlihatkan keperkasaannya kepada betina yang sering memuaskan hasrat seksualku ini. Sebab, sejauh ini, aku baru bisa meniduri dua orang perempuan di kota ini. Riana dan Hemi. Alasannya tentu saja para perempuan di kota ini sangat agamis dan banyak yang berpakaian islami. Tidak heran, bahkan Riana pun katanya terkadang harus memakai jilbab untuk memenuhi fantasi si pelanggan yang memesannya.

Cukup lama Riana memanjakan kontolku. Hingga akhirnya, ia benar-benar sudah tidak tahan lagi dan berdiri dari tempatnya tanpa memedulikan payudaranya yang menyembul keluar karena terus kukerjai. Ia lalu menunduk di kursinya mencoba posisi terbaiknya dan mulai menyepong kontolku. Ia melakukannya dengan sangat pelan agar tidak menimbulkan kecurigaan pada penonton lain. Kenikmatan sepongan Riana menjalar di sekujur tubuhku. Badanku bergetar dan akhirnya memuncratkan lahar putih dari kontolku. Riana dengan lahap menelan semua lahar putih yang kutumpahkan tanpa tersisa. Setelah menuntaskan misinya, ia mengambil air minum dan menandaskannya. Kami pun memperbaiki pakaian kami dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Meski gw sebenarnya tahu kalau orang dari kontrol bioskop melihat kelakuan kami melalui kamera infra merah. Tapi, bodo amat dengannya.

Selesai acara nonton film yang “melelahkan”, Riana mengarahkanku untuk makan di sebuah restoran cepat saji. Kami cukup memesan ayam sebagai makanan kami (tentu dengan nasi). Setelah dirasa cukup, kami juga memesannya agar bisa kami makan setelah bertempur nanti. Ya, tentu saja setiap kali aku jalan malam dengan Riana akan ditutup dengan sebuah pertempuran di atas ranjang yang bisa dilakukan di kostnya. Katanya, dia ngga suka kalau harus ngentot di kamar kostku yang katanya sumpek. Bahkan, pernah suatu waktu ia lebih memilih menginap di hotel agar bisa ML sampai puas denganku. Tentu saja dia yang membayar semuanya. Hahahaha.

Gw pun menyetir mobil dan menuju kost-kostan Riana. Ia sendiri tinggal di sebuah kost elite yang tentu saja biaya bulanannya jauh lebih mahal ketimbang kost sempitku. Toh pada akhirnya meskipun kamarku sempit, aset yang kumiliki di kamar jauh lebih besar dari pada punya Riana. Haha. Tentu yang kumaksud adalah PCku yang sangat sering kuperbarui hardwarenya dan dua kamera yang kupunya. Meski begitu, Riana masih menyebutku harus kerja agar bisa punya barang mahal. Yah, wanita memang kadang tidak tahu seberapa mahal barang yang dimiliki oleh lelaki.

(Rumah Pak Herman)

Cad-Hafzah-Azizah-hafshahcoacoh-7.jpg

Hafzah Azizah
Putri-Kaneshia-reistaputrii-32.jpg

Putri kaneshia
Nayla-Arisma-Sienna-10.jpg

Nayla Arisma Sienna
Nurmala-Aindina-C-3.jpg

Nurmala Aindina

“Ahhh. Akhirnya beres juga”, ujar Pak Yunus yang juga ada di ruang tamu tersebut.

“Jadi kurikulumnya udah di-upload ya pak?”, tanya Kak Putri penuh antusias.

“Ah, belum sih. Tapi sisa itu aja sih. Nih Nay, kamu aja yang lanjutin kerjaan bapak”, Kak Nayla datang mendekati Pak Yunus hingga nampak kepalanya malah bersandar pada bahu kiri Pak Yunus.

“Ih. Nayla!”, tegur Kak Hafzah.

“Eh, astaghfirullah. Maaf pak. Tadi ngga sengaja. Udah capek soalnya”, Kak Nayla meminta maaf pada Kak Hafzah.

Dari dapur, nampak pak Herman membawa beberapa gelas minuman. Namun, ia dicegah oleh Kak Putri yang segera menyambut nampan yang dipegang oleh Pak Herman. Ia lalu membawanya ke depan ke-4 akhwat lainnya dan membagikannya.

“Syukran ukh”, ujar Kak Hafzah menerima sodoran gelas minuman dari Kak Putri.

“Afwan kak”, balas Kak Putri.

“Tafadhdhal ukh, diminum minumannya”, ujar Kak Putri pad Nadila yang masih sibuk mencatat beberapa hal.

“Eh. Syukran kak”, ujar Nadila.

Mereka pun akhirnya bercanda satu sama lain. Tidak lama, Nurmala yang sedari tadi fokus dengan laptopnya akhirnya meregangkan badannya dan melihat jam dinding di ruang tamu pak Herman.

“Astaghfirullah. Udah hampir jam 9 ternyata. Ana lupa shalat isya”, keluh Nurmala.

“Astaghfirullah. Afwan ukh. Ana tadi tidak kasih ingat. Soalnya lagi halangan”, ujar Nadila.

“Afwan ya ukh. Soalnya saya juga sedang halangan”, kak Putri menimpali.

Sedangkan itu Pak Herman nampak bertemu dengan Kak Hafzah di ruang kerja Pak Herman. Rak buku menjadi pembatas ruang kerja tersebut dengan ruang tamu.

“Jadi, mereka bertiga yang kamu maksud tempo hari ya Ca?”, tanya Pak Herman.

“Ngga pak. Cuma Putri ama Nadila aja. Nurmala saya ajak buat ringanin kerjaan aja pak”, jelas Kak hafzah.

“Hooo. Gitu toh. Wah, lumayan juga ya kamu pilihnya”, puji Pak Herman.

“Iya pak. Kerjaan mereka juga bagus kok”

“Hoo. Bagus, bagus. Ya udah. Ini kamu kasih entar ke mereka kalau udah mau pulang ya”, jawab Pak herman sembari menyerahkan amplop berisi uang.

“Iya pak. Terima kasih”, balas Kak Hafzah. Ia menunduk takzim dan memasukkan amplop tadi ke dalam tasnya.

(Kost Riana)

Dengan penuh kepasrahan Riana berbaring telentang di atas kasurnya yang empuk. Sedangkan gw menyapu pandangan gw ke sekujur tubuhnya. Aku menarik nafas dan dapat menghirup aroma khas parfum yang sering dipakai oleh Riana. Kamar dengan nuansa warna putih ini begitu pas dengan Riana yang suka kebersihan dan sangat rapi.

“Cepetan dong Man. Jangan cuma diliatin, mumpung masih panas”, ujar Riana dengan gaya yang menantang. Gw tersenyum dan menindih tubuhnya yang pasrah.

Kami berciuman lagi. Kali ini lebih liar. Kami saling membelitkan lidah sedangkan tangan kananku menahan tubuhku dan tangan kiriku mulai membuka kancing pakaiannya. Ia hendak membantu, namun aku menangkis tangannya hingga ia hanya meregangkan tangannya ke samping. Terdengar suara nafas Riana yang masih cukup tenang meski sesekali terdengar berat. Dadanya kembang kempis.

Setelah puas berciuman, aku melepas kancing terakhir dari tempatnya. Riana mengangkat sedikit tubuhnya dan membuatku berhasil melucuti kemeja putih yang ia kenakan. Lalu, tidak sulit pula bagiku membuka kaitan BH yang ia kenakan. Kini, semua pakaian atas tubuhnya telah bersih. Sisa celana jeans ketat yang ia kenakan. Tangan kananku kini menahan tangan kiri Riana. Sedangkan mulutku mulai menyusu pada gunung kembar miliknya. Tangan kiriku kembali berulah dengan memainkan pusarnya. Terkadang, Riana menggeliat menandakan ia merasakan geli dengan perlakuanku terhadapnya.

“Srrrrpppp. Srrrrpppppp”, terdengar suaraku menyusu pada toket Riana yang memerah setelah kugigit kecil. Ia meringis mendapatkan gigitan dariku.

“Badan lo selalu bagus ya Na”, pujiku pada tubuh indah Riana.

“Ahhh. Iya lah. Kalau ngga kujaga, nggaaaah, bakal laku gw jadi loooaaahhh. Jadi lonte”,

“Haha. Lo emang lonte sih na”, umpatku. Ia hanya membalasnya dengan senyuman.

Kukerahkan kedua tanganku untuk melucuti celana jeans ketat yang ia kenan hingga yang terlihat hanyalah sebuah celanan dalam berenda berwarna putih yang menutup area V-nya yang sudah kebanjiran.

“Ih, udah banjir aja nih memek”, ucapku gemas sembari meremas pelan memek Riana.

“Aw, ini udah dari bioskop tadi kali”, jawabnya. ternyata perkiraanku benar, dia sudah “tumpah” ketika masih di bioskop tadi.

Gw berhenti memainkan tubuh Riana lagi. Gw kembali berdiri dan melucuti seluruh pakaianku sendiri. Kulihat tubuhnya yang telanjang dan hanya area V-nya saja yang masih ditutupi pertahanan terakhir. Kaki indahnya kubiarkan terjuntai begitu saja. Aku berlutut di hadapan Riana. Kutarik celana dalamnya yang menutupi memek merah muda miliknya dengan bulu yang masih tipis.

“Kamu habis cukuran lagi ya Na?”, tanyaku pada Riana.

“Tiap mau ngelayanin pelanggan, gw selalu cukuran man”, jelas Riana padaku. Tapi, gw sendiri ngga tahu kapan dia terakhir kali main dengan pelanggannya.

Lalu, gw pun mulai menjilat daerah memeknya dan menelan sisa-sisa muncratan cairan cinta Riana. Dia sesekali menjerit karena aku menggigit pahanya yang bersih.

“Argh. Sakit man. Jangan digigit terus ah. Sakit tahu”, protes Riana sembari mencoba memperbaiki posisinya untuk melihat bagian paha mananya yang kena gigit lagi.

Gw tidak peduli, gw malah terus asyik menjilat dan memainkan lidahku di daerah kerama Riana tersebut. Setelah beberapa menit bermain di sana, Riana menahan kepalaku di daerah sensitifnya itu, tubuhnya mengejang, lalu bergetar dan mengeluarkan cairan cintanya. Oh, sungguh indah sekali. Dengan penuh nafsu, gw menyeruput dan menjilatnya sampai benar-benar mengkilat bersih. Gw yang masih gemes dengan memeknya memutuskan untuk memainkan jariku terlebih dahulu, Kumasukkan tiga jariku ke dalam memeknya yang tidak sesempit dulu. Meski sebenarnya masih rada sulit untuk masuk, tapi rasanya tidak begitu sempit. Sangat berbeda dengan memek Hemi. Jelas lah, kan Hemi masih perawan, sedangkan Riana sudah kehilangan perawannya bahkan sejak SMA. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 10 malam.

(Rumah Pak Herman)

Nampak seorang perempuan dengan jilbab berwarna hitam telentang pasrah di atas kasur. Di depannya berdiri pak Yunus yang menatapnya penuh nafsu. Sedangkan pak Herman, asyik melihat kedua orang itu.

“Wah, peliharan bapak ini cantik juga ya rupanya”, puji Pak Yunus (Bersambung ke Bab 8: Nadila dan jilbabnya)
 
Terakhir diubah:
Bab 8: Nadila dan Jilbabnya

(Rumah Pak Herman)

Plop. Plop. Plop.

Terdengar suara genjotan Pak Yunus pada perempuan itu. Badannya hanya bisa mengikuti tiap sodokan yang Pak Yunus berikan pada memeknya yang basah sehabis bercinta dengan Pak Herman. Ia benar-benar tidak berdaya sekarang. Seluruh pakaian yang ia kenakan, sudah dilucuti kedua lelaki tersebut. Yang tersisa di hanyalah jilbab besarnya yang katanya sengaja tidak dilepas agar bisa disemproti peju. Hal itu bisa dilihat dari banyaknya peju pak Herman yang belepotan pada jilbab lebar yang perempuan itu gunakan.

Dengan wajah yang menengadah dan mulut yang terbuka, si perempuan itu terus menerima hujaman serangan pada memeknya. Gunung kembarnya bergerak-gerak mengikuti sodokan demi sodokan Pak Yunus yang tidak henti melakukan penetrasi ke area sensitifnya.

“Auhhh. Oooohh. Wah, memeknya mantep banget pak”, puji Pak Yunus terhadap “peliharaan” Pak Herman tersebut.

“Hahaha. Dia lama lo dididiknya pak. Dari dia ngurus skripsi ama saya, dia udah saya didik jadi lonte kualitas tinggi begini”,

“Auuuh. Hey lonte. Gw udah mau nyampe gw semprotin ke memek lo aja ya”, pertanyaan itu hanya dijawab dengan gelengan kepala perempuan berhijab hitam tersebut. Namun, Pak Yunus tidak peduli dan memuntahkan pejunya ke dalam memek perempuan itu.

“Hohoho. Gw hamilin lo lonte”, umpat Pak Yunus setelah menyirami memek perempuan itu dengan air maninya.

Tanpa perlawanan, perempuan itu pasrah saja menerima serangan peju ke dalam memeknya. Dadanya kembang kempis mencoba mengambil banyak udara setelah pergelutannya dengan Pak Yunus yang beringat. Dadanya yang putih dipenuhi bekas cupangan berwarna yang disarangkan Pak Yunus. Sedangkan Pak Herman hanya tersenyum bangga melihat anak asuhannya tersebut melayani dua lelaki. Ia lalu berdiri dan mendekati kasurnya. Ia mengelus kepala perempuan yang masih dibalut jilbab berwarna hitam tersebut. Tanpa terasa, perempuan itu pun tertidur di atas ranjang dalam kondisi dipenuhi semprotan peju. Ia begitu kelelahan sampai lupa memperbaiki kondisi dirinya. Jilbabnya berantakan hingga menampakkan toketnya yang mengkilat karena air ludah Pak Herman dan Pak Yunus. Selain kepalanya, semua anggota tubuhnya yang putih mulus tanpa luka benar-benar polos tanpa sehelai benang yang menutupnya.

(Kost Riana)

meiraniap-Bpw-UEAMBNu-P.jpg

Ariana Arlinda

Setelah puas menjilati memek Riana, gw berdiri dan mulai menyiapkan kontol gw untuk puncaknya. Gw kembali mendekatkan tubuh gw ke Riana yang berbaring telentang pasrah di hadapanku. Kupegang batang kenikmatan milikku dengan tangan kiri dan kuarahkan ke memek Riana. Alih-alih segera menjoblos memek Riana, gw malah memainkan kontol gw terlebih dahulu di mulut memek Riana. Gw mengelus-elus bagian luar memek Riana dengan kontol gw yang sebenarnya belum tegang-tegang amat. Sembari tangan kiriku bermain dengan kontol dan bagian luar memek Riana, tangan kanan gw bergerilya di daerah toket sebelah kiri Riana. Dengan kasar, aku meremas toket Riana hingga ia tercekat dan meringis menahan serangan di dua titik vital tubuhnya. Toketnya yang kenyal dan halus membuat gw semakin semangat untuk meremas-remas toketnya seakan gw hendak mencabutnya. Sedangkan memeknya mulai berdenyut karena gw terus menggesekkan kontol gw di area luar memek Riana.

“Masukin man. Gw udah ngga tahan”, pinta Riana dengan wajah memelas dengan wajah yang nampak berusaha menahan rasa sakit yang gw berikan pada toketnya.

Namun, gw tidak serta menjalankan permintaan Riana tersebut. Gw masih saja memainkan kontol gw di mulut memek Riana. Sedangkan Riana nampak mendesis seperti ular menahan sensasi gesekan yang terus gw berikan ke liang kenikmatannya. Tangan kanan gw kini bergerak memutar di daerah puting Riana. Sesekali gw memilin lembut putingnya yang terasa semakin tegang dan mengacung meminta untuk segera kusedot. Oh. Riana, andai kau tahu, kamu sungguh cantik ketika berada di posisi seperti ini.

“Maaaaa. Gw udah tahan maaan. Masukin plis”, Riana kembali memohon kepada gw. Tangannya nampak menggenggam erat seprei kamarnya yang berwarna putih sedikit pola krem polkadot. Ia memejamkan matanya dan menggigit bibir bawahnya ketika gw mulai memasukkan kepala kontol gw ke memeknya. Perlahan, dan perlahan. Namun, baru saja bagian kepala kontolku yang masuk, gw diamkan tubuh gw.

“Hmfffff….Hmmm”, terdengar Riana menahan desahannya.

Gw masih bertahan di posisi kepala kontol gw belum bergerak. Lalu, gw tarik keluar kontol gw yang ngebuat Riana menarik nafas panjang. Kudengar kini suaranya bergetar pertanda ia benar-benar berusaha menahan nafsunya. Dadanya kembang kempis. Ia berkata, “Maaaan, jangan siksa gw plis. Masukin sekarang”, gw tersenyum melihat tingkat Riana. Hal itu membuat libidoku naik tinggi.

Tangan kananku berhenti dari aktivitasnya dengan toket Riana. Kedua tanganku kini menahan kedua paha Riana. Gw buka pahanya selebar mungkin hingga membuat memek Riana merekah indah. Perlahan, gw arahkan kontol gw ke memeknya yang berdenyut meminta dimasukkan benda tumpul. Dengan pelan dan sabar, gw mendorong kontol gw melewati liang memeknya yang sudah sering dilewati berbagai macam jenis kontol. Kudengar nafas Riana saling memburu tidak karuan. Sedangkan aku berusaha tetap tenang meski aku ingin segera menyiksa Riana dengan kenikmatan yang bertubi-tubi. Di titik maksimal dorongan gw, gw merasakan kontol gw menabrak sesuatu. Kurasa itu titik maksimalnya dan mendiamkan memek Riana sejenak membiasakan diri dengan benda tumpul di dalamnya. Dapat kurasakan memeknya berdenyut-denyut.

Gw berusaha menenangkan Riana dengan membelai pelan rambutnya. Tangan kiri gw menahan tangan kanannya. Setelah kurasa siap, tangan kananku kugunakan untuk menahan paha kiri Riana agar tetap sedikit mengangkang untuk memudahkan sodokanku nantinya. Lalu, kutarik perlahan kontolku, dan kudorong lagi. Dapat kurasakan memeknya berkontraksi tiap kali gw melakukan tarikan dan dorongan yang pelan. Riana kembali mendesis seperti ular.

“Tahan ya beb. Gw kencengin”, ujarku pada Riana.

Tanpa menunggu jawaban Riana, gw pun mempercepat tempo sodokan gw. Tubuh Riana mulai bergerak mengikuti irama sodokan yang gw berikan. Toket Riana pun bergoyang mengiktui tiap kali aku memompa tubuh polos Riana. Gw terus mempercepat sodokan gw hingga dapat terdengar suara ketika kontol gw berhasil mencapai titik dorongan maksimalnya.

Plop. Plop. Plop. Plop. Plop. Plop. Plop. Plop. Plop

Air mata Riana mulai menggenang di matanya. Mulutnya menganga dan wajahnya ia tengadahkan ke atas. Dia masih belum bersuara setelah gw mempercepat tempo sodokan gw ke memeknya. Perlahan, ia mulai melenguh menikmati permainan tempo cepat gw. Meski jujur, gw belum puas dengan suaranya sebelum ia mendesah dan mulai meracau tidak jelas. Gw terus bertahan dengan tempo permainan cepat gw.

“Ah. Ah. Ah. Aaaaahhhhh. Ahhhh. Arrrmmmaaaahhhhh. Ahaahhh. Ahahahh. Aaaaaaaaaaaa”, Riana sudah tidak sanggup menahan desahannya. Tubuhnya yang terus bergoyang menerima sodokanku membuat suaranya pun bergelombang. Suara desahannya yang indah berpadu indah dengan suara sodokan gw. Dengan penuh semangat, gw yakin masih bisa meningkatkan tempo permainan gw. Kedua tangan gw udah berusaha menahan paha Riana agaar terus berada di posisinya.

Di tengah tingginya intensitas serangan gw ke memeknya. Gw tiba-tiba melambatkan tempo permainan dan membuat tubuhnya mulai bergoyang pelan lagi. Keringtnya sudah tidak tertahankan lagi. Gw mencoba melepaskan tangan gw dari menahan paha Riana. Ya, Riana mempertahankan posisi mengangkang pahanya tersebut.

“Beb. Tahan ya, gw mau tambah kecepatan lagi”, gw menahan kedua tangan Riana dengan kedua tangan gw juga. Riana tampak menarik napas panjang. Ia menyiapkan dirinya lagi untuk sodokan gw selanjutnya.

Tanpa aku beri aba-aba, gw pun memasukkan kontol gw dengan cepat hingga sampai titik maksimal dan segera menariknya kembali. Riana sempat terkejut dengan sodokan pertama gw, namun perlahan ia mulai dapat menyesuaikan tempo gerakan tubuhnya dengan gerakan gw. Ia pun melenguh dan meracau tidak jelas sampai gw sendiri tidak tahu dia bicara apa.

Plop. Plop. Plop. Plop. Plop. Plop. Plop. Plop. Plop.

Kemaluan kami saling beradu menciptakan simfoni indah. Toket Riana yang mengkilat oleh ludahku kini bergerak ke atas dan ke bawah gondal gandul mengikuti kecepatan sodokanku. Riana memejamkan mata dan terus menengadahkan wajah indahnya dan memperlihat lehernya yang jenjang. Mulutnya menganga dan tidak henti mengeluarkan suara desahan tanpa peduli dengan ritme desahannya.

Gw dan Riana bertahan di posisi ini hingga akhirnya gw merasakan sesuatu akan keluar. Gw memberi tahukan hal tersebut pada Riana. Namun, ia benar-benar kelelahan sepertinya setelah seharian ini. Gw melihat jam di tembok baru menunjukkan pukul setengah 1 tengah malam. Namun, dari keringat Riana yang mengucur, gw rasa Riana sewaktu pagi dan sing tadi habis melakukan sesuatu yang membuat tenaga terperas habis. Berpikir demikian pada akhirnya membuat gw malah merasa iba dan kasihan pada Riana, gw memperlambat tempo sodokan gw. Tentu hal itu juga karena gw juga udah hampir ke titik maksimal gw. Sedangkan Riana, gw tidak peduli dia sudah berapa kali mencapai titik maksimalnya.

Ketika kurasa kontolku sudah berada di titik maksimalnya menahan semburannya, aku segera menariknya dari memek Riana dan menyemprotkan semuanya ke wajah Riana yang masih menunjukkan garis kelelahan. Dada Riana kembang kempis. Nafasnya masih belum teratur. Gw mengangkat tubuhnya agar seluruh tubuhnya bisa telentang, termasuk kakinya. Gw jatuhkan tubuh gw di sebelah kiri Riana. Sebenarnya gw masih sanggup buat satu ronde lagi dengan Riana. Namun, melihat kondisi tubuh Riana, gw jadi menahan nafsu gw buat lanjut lagi. Toh gw tipikal orang yang ngga mentingin diri sendiri ketika bercinta. Pada akhirnya, Riana yang kelelahan pun tertidur dalam dekapan gw. Gw membantu menutup badan polosnya dengan selimut meski aku lupa untuk membersihkan tubuhnya dari lendir hasil percintaan kami. Tidak lama, aku juga ikut tertidur.

(Kamar Nadila – Pukul 10, malam minggu)

Ia baru tiba dari rumah pak Herman. Setelah membersihkan tubuhnya yang penuh keringat. Ia membaringkan dirinya di atas kasur dan membiarkan tubuhnya hanya dibalut dengan handuk. Rambut hitamnya yang panjang ia biarkan mengering dengan sendirinya. Dia masih kepikiran dengan kejadian tadi sore ketika ia bertemu dengan Kak Arman di bioskop.

“Kak Arman ngejauhin aku karena jilbab gw”, ujar Nadila kepada dirinya sendiri sembari melihat langit-langit kamarnya.

Pikiran nadila melayang ke kejadian pertemuan pertamanya dengan Arman. Kala itu, ia masih siswa baru di sekolah. Ketika ia asyik nongkrong kebetulan waktu itu ada pertandingan futsal, ia melihat Arman bermain dengan sangat keren. Meskipun ia berposisi sebagai kiper, ia malah mencetak dua gol kemenangan tim dan berhasil mempertahankan agar gawangnya tidak kebobolan. Pada masa itu, Arman sangat populer karena ia adalah kapten tim sekolahan yang pernah berhasil menjadi jawara di tingkat provinsi dan menjadi 8 besar tingkat nasional. Bahkan Arman pun sampai pernah mendapat panggilan untuk bermain untuk timnas futsal U-19. Meski pada akhirnya, Arman bilang dia berhenti dari kamp. Nasional karena ia takut merindukan Nadila yang saat itu sudah saling kenal.

Dengan pikiran bodohnya, nadila mau saja diajak bercinta dengan Arman padahal ia sudah tahu bahwa Arman adalah pria playboy. Barangkali karena pesona Arman yang tiada duanya lah yang menyebabkan Nadila begitu terpikat dengan Arman. Meski pada akhirnya, petualangan seks mereka harus berhenti ketika mereka berdua ketahuan sedang memadu kasih di atas ranjang oleh ayah Arman. Keluarga Nadila yang saat itu tersisa hanya kakaknya saja, memutuskan untuk pindah ke kota Alpa ini. Keluarga Nadila pun menjadi hanya seorang kakaknya semenjak peristiwa berdarah yang menimpa keluarganya. Saat itu, Nadila sedang keluar bersama Arman hingga larut malam. Rumahnya kemasukan perampok dan mendiang ayah Nadila mencoba melakukan perlawanan pada akhirnya berujung dengan dibacoknya ia sampai kehabisan darah dan tewas di tempat. Sedangkan ibu Riana yang saat itu memang sakit-sakitan karena asma dibiarkan menderita karena asmanya kambuh dan akhirnya meregang nyawa juga. Sedangkan kak Nadila yang saat itu berada di kamarnya sepulang dari kuliah, mendapati dirinya berhadapan dengan 4 orang perampok. Tidak punya pilihan lain, kakak Nadila diperkosa di hadapan ibunya yang sudah sekarat dan ditinggalkan dalam kondisi yang menyedihkan.

Nadila menangis sejadi-jadinya sembari menyembunyikan suaranya dengan jilbab besar yang ia sering kenakan. Semenjak peristiwa Nadila kedapatan ngewe dengan Arman, kakak Nadila memutuskan untuk pindah ke kota Alpa dan mulai bekerja apa saja sembari ia tetap melanjutkan studi magisternya. Perempuan tangguh itu pula lah yang menyuruh Nadila untuk menjaga penampilan agar dia tidak memancing syahwat lawan jenis. Ia juga diikutkan pada pengajian kak Hafzah. Meski di dalam hatinya, Nadila tidak bisa membohongi dirinya masih merindukan dekapan Arman.

Dari luar, terdengar suara motor dan masuk ke pagar rumah Nadila. Ia mengecek CCTV rumah, ternyata itu adalah kakaknya yang baru pulang dari warung pecel untuk membeli makan malam mereka. Nadila membuka pintu dan terlihat kakaknya yang tidak begitu mirip dengannya dan memakai jilbab panjang berwarna abu-abu.

Arisa-Salsa-Lestina-6.jpg\

Nadila Aria Sienna
Nayla-Arisma-Sienna-14.jpg

Nayla Arisma Sienna

“Kok kamu nangis Nad?”, tanya kakaknya melihat mata adiknya berkaca-kaca.

“ngga kak. Ini aku kangen ama mama ama ayah tadi”, elak Nadila.

“Ooh. Yang sabar ya sayang. Doain mereka biar mereka bisa tenang di alam sana”,

“Iya kak. Aku selalu doain mereka kok”,

“Nah. Gitu dong adek kakak. Ya udah, ayo makan”, ajak Kak Nay pada Nadila.

Mereka berdua pun lalu makan ala kadarnya. Di tengah percakapan mereka tentang kuliah Nadila, HP Kak Nayla menunjukkan sebuah notifikasi pertanda ada chat masuk. Tertulis nama di layar HPnya: Pak Yunus.

(Rumah Pak Herman – pukul 2 malam)

Nampak Pak Herman sedang berada di ruang baca sembari mengetik beberapa hal di laptopnya. Suasana rumahnya sudah sepi semenjak Pak Yunus pulang terakhir. Meski sebenarnya, masih ada satu orang lagi di dalam kamarnya. Orang itu tidak lain adalah perempuan yang menjadi bulan-bulanannya bersama dengan Pak Yunus. Ketika tengah asyik mengetik tugas kerjaannya, Pak Herman dikejutkan dengan sesosok perempuan yang berdiri di pintu kamarnya dan hanya mengenakan jilbab besar berwarna hitam tanpa mengenakan pakaian sama sekali.

“Eh, Hafzah. Kamu udah bangun ya sayang”, ujar Pak Herman.

Hafzah-Azizah-hafshahcoacoh-2.jpg

Hafzah Azizah

“Iya pak. Pak Yunusnya mana?”, tanya Hafzah sembari mencoba berjalan dengan bertumpu pada tembok rumah.

“Dia udah pulang. Tadi waktu dia selesai ama kamu. Katanya sih mau ngasih kamu ini, tapi kamu keburu tidur, jadi dia titip ama bapak aja”, jelas Pak Herman sembari menunjukkan sebuah amplop yang nampaknya berisi uang.

“Oh. Aku nginep di sini dulu ya pak. Besok baru balik ke kostanku. Aku mau bersih-bersih dulu”, ungkap Hafzah.

“Eh, pakaian bersih kamu udah bapak siapin lo di lemari kecil itu”, ujar Pak Herman setengah berteriak kepada Hafzah yang tidak menjawab. Ia menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dari lendir sisa percintaannya dengan dua orang tadi, Pak Herman dan Pak Yunus. Sebenarnya, Hafzah sedikit kesal dengan uang pemberian Pak Yunus, toh dia bukan wanita panggilan. Dia hanya suka melayani Pak Herman saja. Meski begitu, ia tetap merasa senang dengan hal itu. (Bersambung ke bab 9: Pembagian dan Pengumuman
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd