Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Birahi Lelaki

Siapa yang akan menjadi Istri dari Arman


  • Total voters
    379
Status
Please reply by conversation.
Bimabet
menunggu hafzah
 
overall sdh baik alurnya mgkn kripik dr ane msh ada yg typo hu.
maaf ya dg kripiknya
 
Bab 13: Malam Pertama

(Rumah Pak Herman)

Hafzah-Azizah-hafshahcoacoh-6.jpg

Hafzah Azizah

Suasana ketika Kak hafzah baru tiba di rumah pak herman cukup gelap khas suasana menjelang malam. Menurut telepon dari Pak Herman tadi sore, katanya dia akan datang sebentar lagi. Kak Hafzah yang masih cukup letih sehabis berkegiatan di kampus, meski sebenarnya hanya mengerjakan tugas-tugas administrasi standar seorang dosen baru, nyatanya hal itu cukup membuatnya bingung. Apalagi, ia juga sudah diminta untuk menjadi dosen pembimbing di semester depan.

Setelah menyalakan semua lampu rumah, Kak Hafzah naik ke lantai 2 rumah dan membuka pintu kamar tempat Pak Herman menyekap Cecilia dan Nadila. Mereka berdua nampak hanya menatap kosong ke dinding kamar tanpa peduli siapa yang masuk. Kak Hafzah kembali menutup pintu ruangan itu dan turun ke kamar Pak Herman. Pertama-tama, ia melepas niqab yang ia kenakan dan memperlihatkan wajah cantiknya. Setelahnya, ia lalu membuka jilbab lebar berwarna pink yang kenakan hari ini. Tidak lupa, ia turut membuka ciput yang menjaga agar rambut hitamnya tidak keluar dari jilbab. Rambutnya yang hitam dan bergelombang hingga tengah punggungnya nampak begitu indah.

“Hmmm. Pak Herman kok belum datang ya?”, tanya Kak Hafzah sendiri.

Ia lalu membuka baju terusan berwarna marun yang ia kenakan. Mulai dari roknya yang ia singkap dan memperlihatkan pahanya yang putih mulus dan hanya ada celana dalam putih berenda yang menutup area sensitifnya. Setelah melucuti pakaiannya dan menyisakan celana dalam dan BH, kak hafzah menarik handuk yang bergantung di ujung ruangan dan segera masuk ke dalam kamar mandi. Ia menyalakan air bersamaan dengan terbukanya pagar rumah bertingkat tersebut. Kak Hafzah mendengar suara mobil Pak Herman yang masuk ke dalam rumah karena suara gemercik air yang menyirami setiap inci tubuhnya.

“Auhhh. Oooh”, desah Kak hafzah setiap kali tangannya membasuh payudaranya yang sekal. Sesekali, ia meremas pelan bukit kembarnya tersebut.

Kleeek

Pak Herman masuk ke dalam rumah sembari membawa beberapa paket makanan yang ia beli di dalam perjalanan pulang tadi. Ia mencoba memanggil nama Kak hafzah, namun tak ada jawaban. Mendengar dari dalam kamar mandinya ada suara air, Pak Herman tahu bahwa Kak hafzah sedang membersihkan tubuhnya. Pak Herman menyimpan paket makanan tadi di atas meja makan rumah itu. Ia masuk ke dalam kamar dan meletakkan tasnya di dekat meja kerjanya. Ia membuka pakaiannya juga hingga bersisa celana pendek saja. Ia berbaring di atas ranjang untuk sekadar mengistirahatkan tubuhnya.

Dari dalam kamar mandi, kak Hafzah masih asyik menyabuni tubuh polosnya dengan sabun. Deburan air dari pancuran membuat telinganya tidak tahu bahwa Pak Herman sudah ada di dalam kamar sedang mencuri dengar. Ia kembali meremas pelan bukit kembarnya dan melenguh nikmat. Ia kini beralih menyabuni daerah sensitifnya dan tiba-tiba, pintu kamar mandir terbuka dan terlihat lah Pak Herman. Kak Hafzah yang awalnya kaget dengan gerakan dari pintu kamar mandi, kini berubah menjadi tersenyum. Biasanya, mereka berdua memang tidak pernah mengunci pintu kamar mandi ketika sedang berada di dalam kamar mandi. Bahkan, kebiasaan tersebut Kak Hafzah teruskan hingga ketika ia berada di rumahnya.

Kak Hafzah memang tinggal di sebuah rumah yang ia sewa di daerah perumahaan kecil. Ia sendiri kadang menempatinya ketika Pak Herman sedang ada tugas ke luar kota atau memang tidak ada panggilan dari Pak Herman untuk menginap di tempat Pak Herman.

Dari dalam kamar mandi kamar Pak Herman terdengar teriakan kecil dan desahan Kak Hafzah, menandakan mereka berdua tidak sekadar mandi di dalam sana. Hal itu pula lah yang menyebabkan mereka baru selesai mandi ketika jam sudah menjukkan pukul 7 malam. Keluar dari kamar mandi, kak hafzah mengeluh pada Pak Herman yang terlalu lama memainkan putingnya tadi.

“Ini Bapak lama banget mainin tete saya tadi. Kan udah hampir isya kan. Ihh. Bapak maah”, keluh Kak Hafzah pada Pak Herman setelah ia melepas mukenanya. Pak Herman yang tidak shalat hanya tertawa melihat tingkah konyol Kak Hafzah tersebut. Bukannya meminta maaf, ia malah segera mencium bibir Kak Hafzah dengan bibirnya dan mereka lalu berpagutan dengan mesra. Namun, ciuman itu tidak bertahan lama, karena Kak Hafzah segera berusaha melepaskan ciumannya itu.

“Maaf pak. Caca laper. Tadi belum sempet masak”, ujar Kak hafzah.

“Oooh. Di dapur ada makanan kok. Bapak tadi udah beli makanan buat kamu dan mereka berdua”, jelas Kak Hafzah.

“Iiiihh. Bapak emang baik deh. Nih. Mmmmah”, kak Hafzah mencium pipi Pak Herman dan setengah belari ke dapur rumah.

Kak Hafzah membuka paketan ayam dari sebuah restoran cepat saji yang ada di kota ini. Ia sudah sangat lapar, segera makan tanpa peduli dengan pakaiannya. Kebetulan, Pak Herman juga membeli paket nasi karena Kak Hafzah lupa memasak nasi. Ketika Kak Hafzah masih asyik menyantap makanannya, Pak Herman datang menghampirinya dan duduk di kursi.

“Kamu laper banget ya sayang? Sampe ngga pake baju gitu”, ujar Pak Herman.

“Lo? Bukannya bapak suka ngeliat tete saya gondal-gandul kayak begini ya?”, tanya Kak hafzah sembari berdiri dan membusungkan dadanya. Hal itu menyebabkan dua bukit kembarnya yang tidak tertutupi apa-apa bergoyang pelan.

“Hahaha. Terserah kamu deh sayang. Ya udah. Bapak mau kasih makan peliharaan bapak di atas dulu ya. Kamu makan yang banyak, biar nanti kuat main ama bapak”, ujar Pak Herman dijawab anggukan Kak Hafzah. Lalu, waktu pun berlalu dengan cepat hingg jam menunjukkan pukul setengah sembilan malam.
Cecilia-Triana-7.jpg

Cecilia Triana
Arisa-Salsa-Lestina-5.jpg

Nadila Aria Sienna

Di dalam kamar yang ada di lantai dua, Kak Hafzah masuk bersama dengan Pak Herman. Dua orang perempuan malang yang masih terikat dan tidak meninggalkan posisinya. Dengan tatapan penuh kebencian, Cecil menatap kak Hafzah. Sedangkan Nadila, masih bingung dengan apa yang terjadi karena sedari datangnya kemarin malam, ia belum disuguhkan apa yang disuguhkan oleh Pak Herman dan Kak Caca di hadapan Cecil.

“Sekarang, kalian berdua lihat dia”, kata pak Herman sembari menunjuk Kak Hafzah yang melambai pelan ke arah mereka berdua.

“Kamu kenal dia kan Nadila? Dia adalah perempuan yang selama ini jadi teladan kalian”, air mata Cecil mulai menetes kembali mengingat kejadian dua malam sebelumnya.

“Kalian tahu? Perempuan diciptakan untuk memuaskan nafsu lelaki. Tidak lebih. Lihat perempuan shalehah yang selama ini mengajarkan kalian tentang agama? Dia juga harus menuntaskan tugasnya itu”, jelas Pak Herman panjang lebar.

“Heeeeiii. Siapa yang suruh kamu menundukkan Cil? Lihat. Lihat. Kamu juga Dila! LIhat dia. Lihat!”, paksa Pak Herman kepada dua perempuan malang itu.

BRRRAAAAKKK!!

Pak Herman menggebrak pintu dan mengangetkan Nadila yang menundukkan kepala terus.

“Hey kamu! Bapak bilang lihat dia. Lihat Caca. Lihat Hafzah!!”, Pak Herman memegang dagu Nadila dan memaksanya memandangi tubuh Kak Hafzah di depannya yang masih lengkap dengan niqabnya.

“Perempuan dibekali tubuh indah, untuk dipersembahkan kepada lelaki yang beruntung. Seperti ini”, Pak Herman membuka niqab Kak Hafzah memperlihatkan wajah indah Kak Hafzah. Nadila sedikit kaget meski sebenarnya ia pernah melihat wajah Kak Hafzah melalui foto yang disimpan kakaknya.

“Perempuan terlahir indah untuk dinikmati lelaki. Semakin banyak lelaki yang bisa menikmatinya, maka semakin banyak sedekah perempuan itu” Pak Herman tidak berhenti mengeluarkan petuahnya. Ia berdiri di belakang Kak hafzah dan meremas pelan gunung kembarnya.

“Kak Caccaaaa”, Suara Nadila bergetar. Ia kembali teringat memori masa lalunya ketika ia masih pacaran dengna Arman.

“Daaaan. Kalian sebagai perempuan, tidak bisa mengelak dari kenikmatan itu. Bahkan, untuk wanita seperti Caca yang telah membimbing kalian selama ini”, tanpa babibu, Pak herman segera meremas nakal payudara Kak Hafzah dan menyebabkan Kak hafzah melenguh panjang menikmati remasan tersebut.

‘Dengar? Kalian dengar suaranya. Ia menikmatinya”, kata Pak herman sembari masih memainkan toket Kak Caca dari luar jilbabnya yang masih menutupi tubuhnya.

“Enak kan sayang?”, tanya Pak Herman pada Kak Caca.

“Aoooh. Enak paaak. Oooooh. Terus Paaaaak. Oaaaah. Enak”, ujar Kak hafzah dengan mata merem melek dan bersandar ke tubuh Pak Herman.

Dalam posisi berdiri,Pak Herman masih memainkan payudara Kak Hafzah dari luar baju terusan yang ia kenakan. Dengan sekali tarikan, ia melepas jilbab pink yang dikenakan Kak Hafzah dan memperlihatkan rambut hitam bergelombang Kak Hafzah. Kini, mereka saling berpagutan. Dada Kak Caca kembang kempis menikmati setiap sentuhan Pak Herman pada tubuhnya.

“Kaaaaak”, suara Nadila terdengar lirih. Ia tidak percaya dengan pemandangan yang ada di hadapannya. Perempuan yang selama ini membuatnya tetap istiqamah untuk hijrah ternyata tidak lebih seperti dirinya ketika masih SMA. Seluruh ingatan Nadila tentang kenikmatan bercinta dengan Arman kembali terkuak setelah lama ia coba untuk menguburnya.

Di sebelahnya, Cecilia tidak lepas memandang mereka berdua. Ia masih ketakutan dengan kajdian dua malam lalu ketika ia tidak ingin melihat adegan panas Pak herman dan kak Hafzah, ia malah ditampar oleh Pak Herman. Hal itu begitu menghantuinya dan membuatnya tidak bisa memalingkan pandangannya sekarang. Suara desahan Kak hafzah berputar-putardi langit-langit kamar sempit itu. Memantul-mantul dan masuk ke dalam telinga dua orang yang kini sudah tahu bakal diapakan.

Meski kamar itu ber-AC, tidak ada satupun dari orang yang ada di dalamnya yang tidak berkeringat. Pak Herman masih tidak berhenti memperlihatkan adegan panas pada Cecil dan Nadila. Kini, ia sudah menyingkap baju terusan yang dikenakan Kak Hafzah dan tidak menyisakan apa-apa dari tubuh Kak Hafzah. Semuanya polos, gunung kembar Kak Hafzah terlihat bulat sempurna dan menantang siapapun yang melihatnya. Napasnya berburu dan membuat dadanya kembang kempis.

Pak Herman melepas pagutannya dengan Kak hafzah. Kini giliran leher jenjang Kak Hafzah yang menjadi sasaran mulut Pak Herman. Ia menciumnya pelan dan menjilatinya. Tangan kanan pak Herman tak henti meremas payudara Kak Hafzah dan tangan kirinya kini mulai merambah bagian paha Kak hafzah yang sesekali terdengar mendesah dengan napas yang tertahan. Sesekali, nampak Nadila menundukkan pandangannya sebelum pak Herman kembali menunjuknya dengan tatapan yang amrah. Sedangkan Cecil, hanya mampu memandangi adegan mesum tersebut dengan tatapan kosong karena tahu, ia bisa saja menggantikan posisi Kak hafzah kapan saja.

Setelah beberapa menit berdiri, Pak Herman mendudukkan Kak Hafzah di lantai. Pak Herman kini turut membuka seluruh pakaiannya. Ketika ia membuka celananya, tiba-tiba mengacunglah batang kenikmatannya yang sudah tegak-tegaknya. Tanpa basa-basi, kak Hafzah segera melahap kontol yang diajukan di hadapan wajahnya dengan penuh nafsu. Ia menjilat kepalanya perlahan-lahan. Matanya nakal menatap ke arah Pak Herman yang masih membelai mesra rambut hitam kak hafzah. Sesekali, mata Pak herman nampak mengawasi dua calon budak yang akan ia ajarkan tentang seks.

Kak Hafzah beralih ke buah zakar Pak Herman. Ia membasahi setiap mili biji Pak Herman dengan liurnya. Mata Pak Herman merem melek merasakan sensasi jilatan wanita cantik yang tak tertutupi selembar kain pun di hadapannya. Tangannya menekan kepala Kak Hafzah hendak memaksanya untuk segera menyeruput kontolnya yang sudah tegang dari tadi. Meski demikian, Kak Hafzah menahan kepalanya dengan menggunakan tangannyua yang bertumpu pada batang kenikmatan Pak Herman tersebut.

Setelah beberapa menit terus ditekan oleh Pak Herman untuk segera menyepong kontolnya, akhirnya Kak hafzah benar-benar menyerobot kontol pak Herman. Seluruh bagian kontol Pak Herman amblas di dalam mulut Kak Hafzah. Dengan perlahan, kak Hafzah mulai memundurkan kepalanya. Setelah dirasa cukup, ia lalu memajukan lagi kepalanya. Ia mengulang-ulang aksinya itu hingga kecepatannya meningkat dan tetap konstan merangsang kontol Pak Herman. Mata Pak Herman merem melek merasakan sensasi disepong oleh hafzah. Tangannya terus membimbing Kak Hafzah untuk memaju mundurkan kepalanya. Sedang dua pasang mata, tidak lepas menyaksikan aksi dua orang tersebut.

“Ooooh. Terus sayang. Lagi. Kamu emang pintar sayang”, puji Pak Herman pada Kak Hafzah.

Kak Hafzah melepas sepongannya dari kontol Pak Herman, ia memandang nakal Pak Herman dan tersenyum kepadanya. Lalu, ia melirik nakal pada Cecil dan Nadila yang nampak jijik melihatnya yang ternyata tidak lebih dari wanita penghibur untuk Pak Herman. Tangan kak Hafzah tidak melepaskan kontol Pak Herman dan terus menggoyangkannya untuk tetap berada di titik maksimal tegangnya. Kak Hafzah menelan ludahnya dan kembali menjilati kepala kontol Pak Herman. Lidahnya memutari kepala batang Pak Herman dengan teliti dan pelan. Setelah semua bagiannya telah dibasahi oleh lidahnya, kak Hafzah kembali memasukkan kontol Pak Herman ke mulutnya. Ia benar-benar terbiasa untuk melakukan aksi nakal seperti itu.

(Sebuah Gubuk di desa tempat KKN Arman)

Hemi-Thania-6.jpg

Hemi Thania

Nampak seorang lelaki sedang melepas celana panjang yang ia kenakan. Sedangkan Hemi, terbaring pasrah beralaskan sarung yang dibawa oleh si lelaki. Kemeja kuning yang dikenakan Hemi sudah terlepas semua kancingnya, sedangkan jilbabnya sudah ditanggalkan si lelaki. (Bersambung ke: Pak Herman dan Arman )
 
Terakhir diubah:
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd