Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Birahi Lelaki

Siapa yang akan menjadi Istri dari Arman


  • Total voters
    379
Status
Please reply by conversation.
Bab 14: Pak Herman dan Arman
Hemi-Thania-6.jpg

Hemi Thania

Setelah melucuti semua pakaiannya, si lelaki pun membalikkan badannya menghadap pada Hemi. Dia tersenyum pada Hemi sembari tangan kanannya memegang batang kemaluannya yang sudah sangat tengang. Hemi yang sudah terbaring pasrah, terbelalak melihat ukuran jumbo batang kenikmatan lelaki itu.

“Kenapa Hem? Kamu baru liat yang segede ini ya”, ujar lelaki itu penuh percya diri sembari memainkan juniornya.

Hemi menelan ludah.

“Hmmm. Iya Ri. Punya lo gede banget. Gw takut”, jawab Hemi

“Muat kok sayang. Ini bakal puasin kamu. Udah banyak cewek yang nikmatin sodokan gw”, jawab si lelaki membanggakan dirinya.

Pikiran Hemi berkecamuk. Ia baru pernah merasakan dua kontol saat ini. Harus ia akui, ia seperti sedikit terobsesi dengan ukuran. Sebab, ia lebih puas bercinta dengan Arman ketimbang dengan om Denis, pelanggan pertamanya, hasil ia kerja sama dengan Riana. Meski begitu, Arman sendiri mengaku sedikit kesulitan dan batang kenikmatannya terasa perih saat ia masukkan ke dalam liang kenikmatan milik Hemi.

“Ya udah Ri. Pelan-pelan aja ya”, jawab Hemi dengan pandangan sayu.

(Rumah Pak Herman)

“AAAAAHHHHHHHHH. OOUUHHH”, terdengar suara Kak Hafzah mendapat tusukan pertama untuk malam ini oleh Pak Herman.

Hafzah-Azizah-hafshahcoacoh-6.jpg

Hafzah Azizah

Pak Herman terlihat menindih tubuh polos Kak Hafzah. Tangannya menyangga tubuhnya, sedangkan Kak Hafzah telentang pasrah menghadap wajah Pak Herman. Titik titik keringat bermunculan di wajahnya. Dadanya masih kembang kempis. Uap-uap air nampak terbentuk di bawah hidung Kak Hafzah. Terdegar napasnya terengah-engah dengan mulut yang tetap menganga meski baru mendapatkan satu sodokan. Pak Herman membiarkan kontolnya berdiam di memek Kak Hafzah selama beberapa saat. Ia melirik ke arah Nadila dan Cecilia yang asyik menonton aksi mereka berdua. Meski nampak wajah Cecil masih menyimpan jijik pada seorang teladan hidupnya.

Setelah beberapa saat, Pak Herman memberikan sebuah kode pada Kak Hafzah. Pak Herman menarik sedikit batang kenikmatannya dari memek Kak Hafzah. Lalu, dengan sekali hentakan yang membuat Cecil sedikit kaget, Pak Herman menyodok memek Kak Hafzah. Dua makhluk itu pun mulai melakukan aktifitas mereka. Selama beberapa menit, pak Herman terus mempertontonkan adegan persetubuhannya dengan kak hafzah pada Cecil dan Nadila. Barangkali ini untuk pertama kalinya Cecil melihat adegan persetubuhan di depan matanya setelah kejadian malam sebelumnya. Namun, bagi Nadila, ia bahkan sudah sering berada di posisi Kak Hafzah. Meski demikian, ia tidak bisa membohongi libidonya yang bangkit karena memang telah lama ia tidak merasakan kenikmatan persetubuhan.

Pak Herman dan kak Hafzah masih berada di posisi yang sama sejak lima belas menit yang lalu. Pak herman menindih tubuh polos Kak Hafzah yang terengah-engah. Tubuhnya sudah mengkilat disiram cahaya lampu kamar. Melihat dada kak Hafzah yang naik turun, Pak Herman tidak tinggal diam. Dari posisi konvensional, ia segera melahahap toket sebelah kiri Kak Hafzah dan tangan kanannya dengan brutal meremas toket seblah kanan Kak Hafzah. Perempuan itu melenguh panjang mendapat perlakuan seperti itu. Cecil tidak melepaskan pandangannya dari adegan kedua orang di depannya. Nadila kesulitan mengatur napasnya.

Plok. Plok. Plok. Plok. Plok.

Terdengar suara sodokan Pak Herman yang tidak berkurang kecepatannya meski mulutnya sibuk menggarap payudara sebelah kiri Kak Hafzah. Tangan kanan Kak Hafzah membelai lembut kepala Pak Herman dan memacu semangat sang dosen untuk menggarap tubuh mantan mahasiswa bimbingannya tersebut. Payudara sebelah kiri Kak Hafzah seakan hendak dilahap habis Pak Herman. Wakil Dekan 3 tersebut mengenyot toket Kak Hafzah seakan-akan ingin menghabiskan setiap bagiannya. Sesegali, ia meninggalkan bekas cupangan pada dada Kak Hafzah. Perempuan itu hanya bisa berteriak kecil menahan sensasi gigitan nakal Pak Herman.

Tangan kanan Pak Herman tidak kalah nakalnya. Ia mengaduk-aduk gunung kembar Kak Hafzah seakan-akan hendak mencabutnya dari posisinya. Tubuh Kak Hafzah bergetar, tanda ia akan mencapai puncak kenikmatannya. Tubuhnya menegang, dan siraman cairan rahim kak Hafzah menyirami kontol Pak Herman seakan hendak menyemangatinya.

Mereka lalu mengganti posisi, Pak Herman meminta Kak Hafzah untuk menungging dengan pantat yang menghadap pada Pak Herman.

“Jadi. Ini namanya gaya doggy style ya Cecil. Nadila sayang”, jelas Pak Herman seakan-akan seorang dosen sedang mengajarkan tentang praktik seks kepada mahasiswanya.

Tanpa menunggu jawaban dari Cecil maupun Nadila, Pak Herman segera saja menghujam memek Kak hafzah dari belakang. Setelah ia memperbaiki posisinya, ia pun kembali mengulang kegiatan memasukan keluarkan kontolnya dari dalam liang kenikmatan milik Kak Hafzah. Tubuh wanita itu sampai bergetar mengikuti irama sodokan Pak herman yang menimbulkan bunyi. Pak Herman yang gemas melihat pantat bulat Kak Hafzah, sesekali menampar pantat Kak Hafzah.

“Hmmm. Hfffffmm . ooooh. Aaaaah”, terdengar suara Kak Hafzah yang tidak berbentuk kata.

“Ouuhh. Paling mantap emang kalau gaya begini ya sayang. Oooohhh. Memek kamu emang selalu yang paling enak”, puji Pak Herman pada Kak Hafzah yang hanya diblasa senyum tersipu Kak Hafzah.

Di tengah sodokannya, Pak Herman merasakan tubuh Kak Hafzah menegang dan bergetar kecil.

“Ooouuhh. Aku keluar lagi pak”, ujar Kak Hafzah setelah melumasi kontolPak Herman. Badannya sedikit lemas dan hampir tumbang, namun ditahan oleh tangan Pak Herman untuk memeprtahankan posisinya.

Plak!

Terdengar suara keplakan Pak Herman pada pantat bulat putih Kak Hafzah. Tanpa henti, Pak Herman terus menyodok memek Kak Hafzah dari belakang. Tanpa memedulikan Kak Hafzah yang nampaknya sudah cukup lelah menerima serangan pada area sensitifnya tersebut. Badan Kak Hafzah terus bergerak mengikuti gerakan sodokan dari Pak Herman. Terdengar desahannya yang lirih dan napasnya yang masih saling berburu. Matanya menunjukkan gurat kelelahan. Setelah beberapa saat terus menyodok kak Hafzah, Pak Herman berhenti. Sepertinya, ia telah mencapai puncaknya. Ia membalikkan tubuh Kak Hafzah lagi, membiarkannya telentang.

Pak Herman mengambil posisi, Kak Hafzah pasrah begitu saja. Badannya telentang bersiap menerima serangan terakhir dari Pak Herman. Pak Herman memposisikan kontolnya tepat di depan mulut memek Kak Hafzah. Kepala kontolnya ia biarkan bersentuhan dengan memek Kak Hafzah. Ia masukkan kepalanya terlebih dahulu. Lalu, Pak Hafzah memeluk tubuh Kak Hafzah. Ia menjilati leher jenjang Kak Hafzah. Lalu..

Plop.

Terdengar suara hentakan kasar Pak Herman ke memek Kak Hafzah. Dosen baru itu terlihat menarik napas panjang ketika Pak Herman mulai mempercepat irama sodokannya. Dapat terdengar jelas suara pertemuan dua kemaluan manusia itu. Pak herman tidak henti menjilati leher Kak Hafzah, sesekali, ia meninggalkan bekas cupangan pada leher Kak Hafzah yang menyebabkan perempuan itu mengaduh. Namun ia tetap menahan kepala Pak Herman pada posisinya.

“Oaaah. Aaah. Aaah. Aaahh. Ah. Ah”, suara Kak Hafzah menerima setiap sodokan Pak Herman.

Matanya memandang ke langit-langit, tubuhnya terus bergerak mengikuti setiap sodokan Pak Herman. Sesekali, ia menengadahkan kepalanya dan membusungkan dadanya kenikmatan yang menjalar di sekujur tubuhnya. Pak Herman makin liar. Tangan kirinya meremas kasar gunng kembar Kak Hafzah sekana hendak mencabutnya dari akarnya. Di antara remasan nakalnya, ia sesekali memilin-milin putingnya. Seakan tidak ingin membiarkan mulut Kak Hafzah menganggur, Pak Herman pun segera meraih mulut Kak Hafzah dan menutupnya dengan mulutnya.

“Hmmffffhhh. Hmmfff”, suara Kak hafzah tertahan pagutan liar Pak herman. Kedua makhluk itu semakin liar bercinta dan semakin menuju puncak permainan mereka.

Sedangkan Cecil, meski dari tadi ia berusaha menyembunyikan pandangannya, namun selalu saja ada hasrat dalam dirinya untuk tidak membiarkan pertunjukan persetubuhan dua dosen di hadapannya berlalu tanpa dapat ia saksikan. Berbeda dari malam sebelumnya, di mana cecil hanya bisa menikmati suara lenguhan dan desah kak Hafzah, malam ini ia memberanikan diri menonton adegan percintaan sepasang manusia di hadapannya. Sedangkan Nadila, meskipun sebenarnya ia masih shock melihat teladannya sedang bercinta, ia tersenyum kecil sembari membuka kembali kenangan masa lalunya bersama Arman.

“Arman. Gw kangen”, ujar lirih Nadila tanpa bisa didengar oleh Cecil.

Pak Herman menghentikan genjotannya. Ia lalu mencabut batang kenikmatannya dari memek Kak Hafzah. Ia memberi kode pada Kak Hafzah untuk berlutut di hadapannya. Pak Herman lalu berdiri diikuti oleh kak Hafzah yang mengambil posisi berlutut dan memasang wajah sayu dengan mulut yang terbuka dan lidah terjulur. Pak Herman tersenyum penuh kemenangan melihat Cecilia dan Nadila. Ia Memegang Herman junior dan mengocoknya. Ia mengarahkannya pada Kak Hafzah. Untuk sejenak, Pak Herman bertahan pada posisinya hingga akhirnya ia mengeluarkan cairan putih lengket dari kontolnya dan memuntahkannya ke mulut, gunung kembar, dan wajah Kak Hafzah. Ia lalu mengocoknya lagi untuk mencari muntahan terakhir, lalu, ia muntahkan lagi ke mulut Kak Hafzah.

Dengan wajah penuh nafsu, Kak Hafzah mengelap muntahan peju yang belepotan di wajahnya dan menjilatnya seakan-akan itu adalah sesuatu yang sangat nikmat. Pak Herman tersenyum puas melihat tingkat Kak Hafzah. Selang beberapa saat, ia segera keluar dari kamar itu. Setelah beberapa saat, ia kembali masuk dengan membawa beberapa buah pisang. Ia Lalu memberikannya pada Kak Hafzah. Setelah menerima pisang itu, Kak Hafzah melirik nakal kepada Cecil dan Nadila. Ia lalu membuka kulit pisang itu. Ia lalu menjilat ujung pisang itu dan memainkan lidahnya. Ia lalu memasukkannya seluruh bagian pisang itu ke dalam mulutnya, lalu mengeluarkannya.

“Ini untuk kalian. Lakukan seperti Caca!”, paksa Pak Herman pada Cecil dan Nadila sembari menyodorkan pada mereka berdua pisang ke mereka berdua.

(Desa tempat KKN Arman)

Arman nampak sedang mencari seseorang. Ia lalu masuk ke dalam rumah yang menjadi posko mereka. Namun segera keluar lagi. Chintia yang sedang asyik duduk di teras rumah itu sembari memainkan HPnya menegur Arman yang nampak pusing.

chindyaa-Bhlr-Pkcg-P9m.jpg

Chintia Karisma


“Kenapa lo man?”,


“Lo ngeliat Hemi ngga Chint?”, tanya Arman

“Ngga tahu sih”, jawab Chintia

“Aduh. Itu anak ke mana ya. Mana udah malem begini lagi”, Arman kembali masuk ke dalam posko

Dari dalam kamar khusus perempuan, keluar perempuan bercadar hitam. Ia nampaknya baru saja menuntaskan ibadah shalat isya. Ia nampak sedikit membetulkan jilbabnya yang sebetulnya, tidak ada masalah kok. Matanya mengikuti gerak-gerik Arman yang dari tadi bolak balik mencari Hemi.



ichaaq12-B9tk2-Hv-JX9.jpg

Selina Haerunnisa

“Kenapa Man?”, tanya Selina

“Eh. Lina. Ini nih, Hemi. Baru 2 hari di sini, udah ngilang aja tuh anak. Mana di kampung ini gelap banget lagi”, jelas Arman.

“Emangnya tadi di ke mana?”, tanya Selina.

“Ngga tahu juga”,

“Terus, anak lain kayak Fathia dan Chintia ke mana?”, tanya Selina.

“Lah, bukannya fathia ada di dalam kamar cewek?”, tanya Arman

“Siapa bilang? Di dalem cuma ada Yasmin”, balas Selina.

“Aduh. Itu dua anak. Napa malah keluyuran sih. Mana udah dibilangin jangan keluyuran malam kalau masih awal”, keluh Arman.

“Istighfar dulu Man. Siapa tahu mereka sama orang sini. Positif thinking aja. Istighfar Man”, saran Selina.

“Eh. Si Rian ke mana Man?”, tanya Selina.

“Ada di dalam kamar sih tadi. Dia katanya capek habis beberes rumah”, ujar Arman. Memang, tempat mereka adalah rumah kosong yang merupakan milik seorang penduduk kampung.

Dari luar, terdengar sayup-sayup suara yang Arman sedikit tahu. Suara Fathia. Trdengar pula Chintia yang memanggil nama Fathia. Arman segera berjalan ke teras rumah itu dan melihat Fathia sedang bersama anak pemilik rumah yang mereka tinggali, Ninda.


Shania-Sari-Handayani-2.jpg

Yuninda Shanti
amirathallya-Bqw4-K8-PAKf-A.jpg
[/IMG]
Fathia Almira

Tanpa ba bi bu, Arman segera menanyakan perihal Hemi pada Fathia. Namun, tidak tahu jawabannya. Tiba-tiba, Yuninda membalas, “Tadi aku sih lihat dia bareng Kak Salman, ketua karang taruna dan Kak Arie”. (Bersambung Ke Ketua Posko)
 
Bab 14: Pak Herman dan Arman
Hemi-Thania-6.jpg

Hemi Thania

Setelah melucuti semua pakaiannya, si lelaki pun membalikkan badannya menghadap pada Hemi. Dia tersenyum pada Hemi sembari tangan kanannya memegang batang kemaluannya yang sudah sangat tengang. Hemi yang sudah terbaring pasrah, terbelalak melihat ukuran jumbo batang kenikmatan lelaki itu.

“Kenapa Hem? Kamu baru liat yang segede ini ya”, ujar lelaki itu penuh percya diri sembari memainkan juniornya.

Hemi menelan ludah.

“Hmmm. Iya Ri. Punya lo gede banget. Gw takut”, jawab Hemi

“Muat kok sayang. Ini bakal puasin kamu. Udah banyak cewek yang nikmatin sodokan gw”, jawab si lelaki membanggakan dirinya.

Pikiran Hemi berkecamuk. Ia baru pernah merasakan dua kontol saat ini. Harus ia akui, ia seperti sedikit terobsesi dengan ukuran. Sebab, ia lebih puas bercinta dengan Arman ketimbang dengan om Denis, pelanggan pertamanya, hasil ia kerja sama dengan Riana. Meski begitu, Arman sendiri mengaku sedikit kesulitan dan batang kenikmatannya terasa perih saat ia masukkan ke dalam liang kenikmatan milik Hemi.

“Ya udah Ri. Pelan-pelan aja ya”, jawab Hemi dengan pandangan sayu.

(Rumah Pak Herman)

“AAAAAHHHHHHHHH. OOUUHHH”, terdengar suara Kak Hafzah mendapat tusukan pertama untuk malam ini oleh Pak Herman.

Hafzah-Azizah-hafshahcoacoh-6.jpg

Hafzah Azizah

Pak Herman terlihat menindih tubuh polos Kak Hafzah. Tangannya menyangga tubuhnya, sedangkan Kak Hafzah telentang pasrah menghadap wajah Pak Herman. Titik titik keringat bermunculan di wajahnya. Dadanya masih kembang kempis. Uap-uap air nampak terbentuk di bawah hidung Kak Hafzah. Terdegar napasnya terengah-engah dengan mulut yang tetap menganga meski baru mendapatkan satu sodokan. Pak Herman membiarkan kontolnya berdiam di memek Kak Hafzah selama beberapa saat. Ia melirik ke arah Nadila dan Cecilia yang asyik menonton aksi mereka berdua. Meski nampak wajah Cecil masih menyimpan jijik pada seorang teladan hidupnya.

Setelah beberapa saat, Pak Herman memberikan sebuah kode pada Kak Hafzah. Pak Herman menarik sedikit batang kenikmatannya dari memek Kak Hafzah. Lalu, dengan sekali hentakan yang membuat Cecil sedikit kaget, Pak Herman menyodok memek Kak Hafzah. Dua makhluk itu pun mulai melakukan aktifitas mereka. Selama beberapa menit, pak Herman terus mempertontonkan adegan persetubuhannya dengan kak hafzah pada Cecil dan Nadila. Barangkali ini untuk pertama kalinya Cecil melihat adegan persetubuhan di depan matanya setelah kejadian malam sebelumnya. Namun, bagi Nadila, ia bahkan sudah sering berada di posisi Kak Hafzah. Meski demikian, ia tidak bisa membohongi libidonya yang bangkit karena memang telah lama ia tidak merasakan kenikmatan persetubuhan.

Pak Herman dan kak Hafzah masih berada di posisi yang sama sejak lima belas menit yang lalu. Pak herman menindih tubuh polos Kak Hafzah yang terengah-engah. Tubuhnya sudah mengkilat disiram cahaya lampu kamar. Melihat dada kak Hafzah yang naik turun, Pak Herman tidak tinggal diam. Dari posisi konvensional, ia segera melahahap toket sebelah kiri Kak Hafzah dan tangan kanannya dengan brutal meremas toket seblah kanan Kak Hafzah. Perempuan itu melenguh panjang mendapat perlakuan seperti itu. Cecil tidak melepaskan pandangannya dari adegan kedua orang di depannya. Nadila kesulitan mengatur napasnya.

Plok. Plok. Plok. Plok. Plok.

Terdengar suara sodokan Pak Herman yang tidak berkurang kecepatannya meski mulutnya sibuk menggarap payudara sebelah kiri Kak Hafzah. Tangan kanan Kak Hafzah membelai lembut kepala Pak Herman dan memacu semangat sang dosen untuk menggarap tubuh mantan mahasiswa bimbingannya tersebut. Payudara sebelah kiri Kak Hafzah seakan hendak dilahap habis Pak Herman. Wakil Dekan 3 tersebut mengenyot toket Kak Hafzah seakan-akan ingin menghabiskan setiap bagiannya. Sesegali, ia meninggalkan bekas cupangan pada dada Kak Hafzah. Perempuan itu hanya bisa berteriak kecil menahan sensasi gigitan nakal Pak Herman.

Tangan kanan Pak Herman tidak kalah nakalnya. Ia mengaduk-aduk gunung kembar Kak Hafzah seakan-akan hendak mencabutnya dari posisinya. Tubuh Kak Hafzah bergetar, tanda ia akan mencapai puncak kenikmatannya. Tubuhnya menegang, dan siraman cairan rahim kak Hafzah menyirami kontol Pak Herman seakan hendak menyemangatinya.

Mereka lalu mengganti posisi, Pak Herman meminta Kak Hafzah untuk menungging dengan pantat yang menghadap pada Pak Herman.

“Jadi. Ini namanya gaya doggy style ya Cecil. Nadila sayang”, jelas Pak Herman seakan-akan seorang dosen sedang mengajarkan tentang praktik seks kepada mahasiswanya.

Tanpa menunggu jawaban dari Cecil maupun Nadila, Pak Herman segera saja menghujam memek Kak hafzah dari belakang. Setelah ia memperbaiki posisinya, ia pun kembali mengulang kegiatan memasukan keluarkan kontolnya dari dalam liang kenikmatan milik Kak Hafzah. Tubuh wanita itu sampai bergetar mengikuti irama sodokan Pak herman yang menimbulkan bunyi. Pak Herman yang gemas melihat pantat bulat Kak Hafzah, sesekali menampar pantat Kak Hafzah.

“Hmmm. Hfffffmm . ooooh. Aaaaah”, terdengar suara Kak Hafzah yang tidak berbentuk kata.

“Ouuhh. Paling mantap emang kalau gaya begini ya sayang. Oooohhh. Memek kamu emang selalu yang paling enak”, puji Pak Herman pada Kak Hafzah yang hanya diblasa senyum tersipu Kak Hafzah.

Di tengah sodokannya, Pak Herman merasakan tubuh Kak Hafzah menegang dan bergetar kecil.

“Ooouuhh. Aku keluar lagi pak”, ujar Kak Hafzah setelah melumasi kontolPak Herman. Badannya sedikit lemas dan hampir tumbang, namun ditahan oleh tangan Pak Herman untuk memeprtahankan posisinya.

Plak!

Terdengar suara keplakan Pak Herman pada pantat bulat putih Kak Hafzah. Tanpa henti, Pak Herman terus menyodok memek Kak Hafzah dari belakang. Tanpa memedulikan Kak Hafzah yang nampaknya sudah cukup lelah menerima serangan pada area sensitifnya tersebut. Badan Kak Hafzah terus bergerak mengikuti gerakan sodokan dari Pak Herman. Terdengar desahannya yang lirih dan napasnya yang masih saling berburu. Matanya menunjukkan gurat kelelahan. Setelah beberapa saat terus menyodok kak Hafzah, Pak Herman berhenti. Sepertinya, ia telah mencapai puncaknya. Ia membalikkan tubuh Kak Hafzah lagi, membiarkannya telentang.

Pak Herman mengambil posisi, Kak Hafzah pasrah begitu saja. Badannya telentang bersiap menerima serangan terakhir dari Pak Herman. Pak Herman memposisikan kontolnya tepat di depan mulut memek Kak Hafzah. Kepala kontolnya ia biarkan bersentuhan dengan memek Kak Hafzah. Ia masukkan kepalanya terlebih dahulu. Lalu, Pak Hafzah memeluk tubuh Kak Hafzah. Ia menjilati leher jenjang Kak Hafzah. Lalu..

Plop.

Terdengar suara hentakan kasar Pak Herman ke memek Kak Hafzah. Dosen baru itu terlihat menarik napas panjang ketika Pak Herman mulai mempercepat irama sodokannya. Dapat terdengar jelas suara pertemuan dua kemaluan manusia itu. Pak herman tidak henti menjilati leher Kak Hafzah, sesekali, ia meninggalkan bekas cupangan pada leher Kak Hafzah yang menyebabkan perempuan itu mengaduh. Namun ia tetap menahan kepala Pak Herman pada posisinya.

“Oaaah. Aaah. Aaah. Aaahh. Ah. Ah”, suara Kak Hafzah menerima setiap sodokan Pak Herman.

Matanya memandang ke langit-langit, tubuhnya terus bergerak mengikuti setiap sodokan Pak Herman. Sesekali, ia menengadahkan kepalanya dan membusungkan dadanya kenikmatan yang menjalar di sekujur tubuhnya. Pak Herman makin liar. Tangan kirinya meremas kasar gunng kembar Kak Hafzah sekana hendak mencabutnya dari akarnya. Di antara remasan nakalnya, ia sesekali memilin-milin putingnya. Seakan tidak ingin membiarkan mulut Kak Hafzah menganggur, Pak Herman pun segera meraih mulut Kak Hafzah dan menutupnya dengan mulutnya.

“Hmmffffhhh. Hmmfff”, suara Kak hafzah tertahan pagutan liar Pak herman. Kedua makhluk itu semakin liar bercinta dan semakin menuju puncak permainan mereka.

Sedangkan Cecil, meski dari tadi ia berusaha menyembunyikan pandangannya, namun selalu saja ada hasrat dalam dirinya untuk tidak membiarkan pertunjukan persetubuhan dua dosen di hadapannya berlalu tanpa dapat ia saksikan. Berbeda dari malam sebelumnya, di mana cecil hanya bisa menikmati suara lenguhan dan desah kak Hafzah, malam ini ia memberanikan diri menonton adegan percintaan sepasang manusia di hadapannya. Sedangkan Nadila, meskipun sebenarnya ia masih shock melihat teladannya sedang bercinta, ia tersenyum kecil sembari membuka kembali kenangan masa lalunya bersama Arman.

“Arman. Gw kangen”, ujar lirih Nadila tanpa bisa didengar oleh Cecil.

Pak Herman menghentikan genjotannya. Ia lalu mencabut batang kenikmatannya dari memek Kak Hafzah. Ia memberi kode pada Kak Hafzah untuk berlutut di hadapannya. Pak Herman lalu berdiri diikuti oleh kak Hafzah yang mengambil posisi berlutut dan memasang wajah sayu dengan mulut yang terbuka dan lidah terjulur. Pak Herman tersenyum penuh kemenangan melihat Cecilia dan Nadila. Ia Memegang Herman junior dan mengocoknya. Ia mengarahkannya pada Kak Hafzah. Untuk sejenak, Pak Herman bertahan pada posisinya hingga akhirnya ia mengeluarkan cairan putih lengket dari kontolnya dan memuntahkannya ke mulut, gunung kembar, dan wajah Kak Hafzah. Ia lalu mengocoknya lagi untuk mencari muntahan terakhir, lalu, ia muntahkan lagi ke mulut Kak Hafzah.

Dengan wajah penuh nafsu, Kak Hafzah mengelap muntahan peju yang belepotan di wajahnya dan menjilatnya seakan-akan itu adalah sesuatu yang sangat nikmat. Pak Herman tersenyum puas melihat tingkat Kak Hafzah. Selang beberapa saat, ia segera keluar dari kamar itu. Setelah beberapa saat, ia kembali masuk dengan membawa beberapa buah pisang. Ia Lalu memberikannya pada Kak Hafzah. Setelah menerima pisang itu, Kak Hafzah melirik nakal kepada Cecil dan Nadila. Ia lalu membuka kulit pisang itu. Ia lalu menjilat ujung pisang itu dan memainkan lidahnya. Ia lalu memasukkannya seluruh bagian pisang itu ke dalam mulutnya, lalu mengeluarkannya.

“Ini untuk kalian. Lakukan seperti Caca!”, paksa Pak Herman pada Cecil dan Nadila sembari menyodorkan pada mereka berdua pisang ke mereka berdua.

(Desa tempat KKN Arman)

Arman nampak sedang mencari seseorang. Ia lalu masuk ke dalam rumah yang menjadi posko mereka. Namun segera keluar lagi. Chintia yang sedang asyik duduk di teras rumah itu sembari memainkan HPnya menegur Arman yang nampak pusing.

chindyaa-Bhlr-Pkcg-P9m.jpg

Chintia Karisma


“Kenapa lo man?”,


“Lo ngeliat Hemi ngga Chint?”, tanya Arman

“Ngga tahu sih”, jawab Chintia

“Aduh. Itu anak ke mana ya. Mana udah malem begini lagi”, Arman kembali masuk ke dalam posko

Dari dalam kamar khusus perempuan, keluar perempuan bercadar hitam. Ia nampaknya baru saja menuntaskan ibadah shalat isya. Ia nampak sedikit membetulkan jilbabnya yang sebetulnya, tidak ada masalah kok. Matanya mengikuti gerak-gerik Arman yang dari tadi bolak balik mencari Hemi.



ichaaq12-B9tk2-Hv-JX9.jpg

Selina Haerunnisa

“Kenapa Man?”, tanya Selina

“Eh. Lina. Ini nih, Hemi. Baru 2 hari di sini, udah ngilang aja tuh anak. Mana di kampung ini gelap banget lagi”, jelas Arman.

“Emangnya tadi di ke mana?”, tanya Selina.

“Ngga tahu juga”,

“Terus, anak lain kayak Fathia dan Chintia ke mana?”, tanya Selina.

“Lah, bukannya fathia ada di dalam kamar cewek?”, tanya Arman

“Siapa bilang? Di dalem cuma ada Yasmin”, balas Selina.

“Aduh. Itu dua anak. Napa malah keluyuran sih. Mana udah dibilangin jangan keluyuran malam kalau masih awal”, keluh Arman.

“Istighfar dulu Man. Siapa tahu mereka sama orang sini. Positif thinking aja. Istighfar Man”, saran Selina.

“Eh. Si Rian ke mana Man?”, tanya Selina.

“Ada di dalam kamar sih tadi. Dia katanya capek habis beberes rumah”, ujar Arman. Memang, tempat mereka adalah rumah kosong yang merupakan milik seorang penduduk kampung.

Dari luar, terdengar sayup-sayup suara yang Arman sedikit tahu. Suara Fathia. Trdengar pula Chintia yang memanggil nama Fathia. Arman segera berjalan ke teras rumah itu dan melihat Fathia sedang bersama anak pemilik rumah yang mereka tinggali, Ninda.


Shania-Sari-Handayani-2.jpg

Yuninda Shanti
amirathallya-Bqw4-K8-PAKf-A.jpg
[/IMG]
Fathia Almira

Tanpa ba bi bu, Arman segera menanyakan perihal Hemi pada Fathia. Namun, tidak tahu jawabannya. Tiba-tiba, Yuninda membalas, “Tadi aku sih lihat dia bareng Kak Salman, ketua karang taruna dan Kak Arie”. (Bersambung Ke Ketua Posko)
Mantep om.
 
Bab 14: Pak Herman dan Arman
Hemi-Thania-6.jpg

Hemi Thania

Setelah melucuti semua pakaiannya, si lelaki pun membalikkan badannya menghadap pada Hemi. Dia tersenyum pada Hemi sembari tangan kanannya memegang batang kemaluannya yang sudah sangat tengang. Hemi yang sudah terbaring pasrah, terbelalak melihat ukuran jumbo batang kenikmatan lelaki itu.

“Kenapa Hem? Kamu baru liat yang segede ini ya”, ujar lelaki itu penuh percya diri sembari memainkan juniornya.

Hemi menelan ludah.

“Hmmm. Iya Ri. Punya lo gede banget. Gw takut”, jawab Hemi

“Muat kok sayang. Ini bakal puasin kamu. Udah banyak cewek yang nikmatin sodokan gw”, jawab si lelaki membanggakan dirinya.

Pikiran Hemi berkecamuk. Ia baru pernah merasakan dua kontol saat ini. Harus ia akui, ia seperti sedikit terobsesi dengan ukuran. Sebab, ia lebih puas bercinta dengan Arman ketimbang dengan om Denis, pelanggan pertamanya, hasil ia kerja sama dengan Riana. Meski begitu, Arman sendiri mengaku sedikit kesulitan dan batang kenikmatannya terasa perih saat ia masukkan ke dalam liang kenikmatan milik Hemi.

“Ya udah Ri. Pelan-pelan aja ya”, jawab Hemi dengan pandangan sayu.

(Rumah Pak Herman)

“AAAAAHHHHHHHHH. OOUUHHH”, terdengar suara Kak Hafzah mendapat tusukan pertama untuk malam ini oleh Pak Herman.

Hafzah-Azizah-hafshahcoacoh-6.jpg

Hafzah Azizah

Pak Herman terlihat menindih tubuh polos Kak Hafzah. Tangannya menyangga tubuhnya, sedangkan Kak Hafzah telentang pasrah menghadap wajah Pak Herman. Titik titik keringat bermunculan di wajahnya. Dadanya masih kembang kempis. Uap-uap air nampak terbentuk di bawah hidung Kak Hafzah. Terdegar napasnya terengah-engah dengan mulut yang tetap menganga meski baru mendapatkan satu sodokan. Pak Herman membiarkan kontolnya berdiam di memek Kak Hafzah selama beberapa saat. Ia melirik ke arah Nadila dan Cecilia yang asyik menonton aksi mereka berdua. Meski nampak wajah Cecil masih menyimpan jijik pada seorang teladan hidupnya.

Setelah beberapa saat, Pak Herman memberikan sebuah kode pada Kak Hafzah. Pak Herman menarik sedikit batang kenikmatannya dari memek Kak Hafzah. Lalu, dengan sekali hentakan yang membuat Cecil sedikit kaget, Pak Herman menyodok memek Kak Hafzah. Dua makhluk itu pun mulai melakukan aktifitas mereka. Selama beberapa menit, pak Herman terus mempertontonkan adegan persetubuhannya dengan kak hafzah pada Cecil dan Nadila. Barangkali ini untuk pertama kalinya Cecil melihat adegan persetubuhan di depan matanya setelah kejadian malam sebelumnya. Namun, bagi Nadila, ia bahkan sudah sering berada di posisi Kak Hafzah. Meski demikian, ia tidak bisa membohongi libidonya yang bangkit karena memang telah lama ia tidak merasakan kenikmatan persetubuhan.

Pak Herman dan kak Hafzah masih berada di posisi yang sama sejak lima belas menit yang lalu. Pak herman menindih tubuh polos Kak Hafzah yang terengah-engah. Tubuhnya sudah mengkilat disiram cahaya lampu kamar. Melihat dada kak Hafzah yang naik turun, Pak Herman tidak tinggal diam. Dari posisi konvensional, ia segera melahahap toket sebelah kiri Kak Hafzah dan tangan kanannya dengan brutal meremas toket seblah kanan Kak Hafzah. Perempuan itu melenguh panjang mendapat perlakuan seperti itu. Cecil tidak melepaskan pandangannya dari adegan kedua orang di depannya. Nadila kesulitan mengatur napasnya.

Plok. Plok. Plok. Plok. Plok.

Terdengar suara sodokan Pak Herman yang tidak berkurang kecepatannya meski mulutnya sibuk menggarap payudara sebelah kiri Kak Hafzah. Tangan kanan Kak Hafzah membelai lembut kepala Pak Herman dan memacu semangat sang dosen untuk menggarap tubuh mantan mahasiswa bimbingannya tersebut. Payudara sebelah kiri Kak Hafzah seakan hendak dilahap habis Pak Herman. Wakil Dekan 3 tersebut mengenyot toket Kak Hafzah seakan-akan ingin menghabiskan setiap bagiannya. Sesegali, ia meninggalkan bekas cupangan pada dada Kak Hafzah. Perempuan itu hanya bisa berteriak kecil menahan sensasi gigitan nakal Pak Herman.

Tangan kanan Pak Herman tidak kalah nakalnya. Ia mengaduk-aduk gunung kembar Kak Hafzah seakan-akan hendak mencabutnya dari posisinya. Tubuh Kak Hafzah bergetar, tanda ia akan mencapai puncak kenikmatannya. Tubuhnya menegang, dan siraman cairan rahim kak Hafzah menyirami kontol Pak Herman seakan hendak menyemangatinya.

Mereka lalu mengganti posisi, Pak Herman meminta Kak Hafzah untuk menungging dengan pantat yang menghadap pada Pak Herman.

“Jadi. Ini namanya gaya doggy style ya Cecil. Nadila sayang”, jelas Pak Herman seakan-akan seorang dosen sedang mengajarkan tentang praktik seks kepada mahasiswanya.

Tanpa menunggu jawaban dari Cecil maupun Nadila, Pak Herman segera saja menghujam memek Kak hafzah dari belakang. Setelah ia memperbaiki posisinya, ia pun kembali mengulang kegiatan memasukan keluarkan kontolnya dari dalam liang kenikmatan milik Kak Hafzah. Tubuh wanita itu sampai bergetar mengikuti irama sodokan Pak herman yang menimbulkan bunyi. Pak Herman yang gemas melihat pantat bulat Kak Hafzah, sesekali menampar pantat Kak Hafzah.

“Hmmm. Hfffffmm . ooooh. Aaaaah”, terdengar suara Kak Hafzah yang tidak berbentuk kata.

“Ouuhh. Paling mantap emang kalau gaya begini ya sayang. Oooohhh. Memek kamu emang selalu yang paling enak”, puji Pak Herman pada Kak Hafzah yang hanya diblasa senyum tersipu Kak Hafzah.

Di tengah sodokannya, Pak Herman merasakan tubuh Kak Hafzah menegang dan bergetar kecil.

“Ooouuhh. Aku keluar lagi pak”, ujar Kak Hafzah setelah melumasi kontolPak Herman. Badannya sedikit lemas dan hampir tumbang, namun ditahan oleh tangan Pak Herman untuk memeprtahankan posisinya.

Plak!

Terdengar suara keplakan Pak Herman pada pantat bulat putih Kak Hafzah. Tanpa henti, Pak Herman terus menyodok memek Kak Hafzah dari belakang. Tanpa memedulikan Kak Hafzah yang nampaknya sudah cukup lelah menerima serangan pada area sensitifnya tersebut. Badan Kak Hafzah terus bergerak mengikuti gerakan sodokan dari Pak Herman. Terdengar desahannya yang lirih dan napasnya yang masih saling berburu. Matanya menunjukkan gurat kelelahan. Setelah beberapa saat terus menyodok kak Hafzah, Pak Herman berhenti. Sepertinya, ia telah mencapai puncaknya. Ia membalikkan tubuh Kak Hafzah lagi, membiarkannya telentang.

Pak Herman mengambil posisi, Kak Hafzah pasrah begitu saja. Badannya telentang bersiap menerima serangan terakhir dari Pak Herman. Pak Herman memposisikan kontolnya tepat di depan mulut memek Kak Hafzah. Kepala kontolnya ia biarkan bersentuhan dengan memek Kak Hafzah. Ia masukkan kepalanya terlebih dahulu. Lalu, Pak Hafzah memeluk tubuh Kak Hafzah. Ia menjilati leher jenjang Kak Hafzah. Lalu..

Plop.

Terdengar suara hentakan kasar Pak Herman ke memek Kak Hafzah. Dosen baru itu terlihat menarik napas panjang ketika Pak Herman mulai mempercepat irama sodokannya. Dapat terdengar jelas suara pertemuan dua kemaluan manusia itu. Pak herman tidak henti menjilati leher Kak Hafzah, sesekali, ia meninggalkan bekas cupangan pada leher Kak Hafzah yang menyebabkan perempuan itu mengaduh. Namun ia tetap menahan kepala Pak Herman pada posisinya.

“Oaaah. Aaah. Aaah. Aaahh. Ah. Ah”, suara Kak Hafzah menerima setiap sodokan Pak Herman.

Matanya memandang ke langit-langit, tubuhnya terus bergerak mengikuti setiap sodokan Pak Herman. Sesekali, ia menengadahkan kepalanya dan membusungkan dadanya kenikmatan yang menjalar di sekujur tubuhnya. Pak Herman makin liar. Tangan kirinya meremas kasar gunng kembar Kak Hafzah sekana hendak mencabutnya dari akarnya. Di antara remasan nakalnya, ia sesekali memilin-milin putingnya. Seakan tidak ingin membiarkan mulut Kak Hafzah menganggur, Pak Herman pun segera meraih mulut Kak Hafzah dan menutupnya dengan mulutnya.

“Hmmffffhhh. Hmmfff”, suara Kak hafzah tertahan pagutan liar Pak herman. Kedua makhluk itu semakin liar bercinta dan semakin menuju puncak permainan mereka.

Sedangkan Cecil, meski dari tadi ia berusaha menyembunyikan pandangannya, namun selalu saja ada hasrat dalam dirinya untuk tidak membiarkan pertunjukan persetubuhan dua dosen di hadapannya berlalu tanpa dapat ia saksikan. Berbeda dari malam sebelumnya, di mana cecil hanya bisa menikmati suara lenguhan dan desah kak Hafzah, malam ini ia memberanikan diri menonton adegan percintaan sepasang manusia di hadapannya. Sedangkan Nadila, meskipun sebenarnya ia masih shock melihat teladannya sedang bercinta, ia tersenyum kecil sembari membuka kembali kenangan masa lalunya bersama Arman.

“Arman. Gw kangen”, ujar lirih Nadila tanpa bisa didengar oleh Cecil.

Pak Herman menghentikan genjotannya. Ia lalu mencabut batang kenikmatannya dari memek Kak Hafzah. Ia memberi kode pada Kak Hafzah untuk berlutut di hadapannya. Pak Herman lalu berdiri diikuti oleh kak Hafzah yang mengambil posisi berlutut dan memasang wajah sayu dengan mulut yang terbuka dan lidah terjulur. Pak Herman tersenyum penuh kemenangan melihat Cecilia dan Nadila. Ia Memegang Herman junior dan mengocoknya. Ia mengarahkannya pada Kak Hafzah. Untuk sejenak, Pak Herman bertahan pada posisinya hingga akhirnya ia mengeluarkan cairan putih lengket dari kontolnya dan memuntahkannya ke mulut, gunung kembar, dan wajah Kak Hafzah. Ia lalu mengocoknya lagi untuk mencari muntahan terakhir, lalu, ia muntahkan lagi ke mulut Kak Hafzah.

Dengan wajah penuh nafsu, Kak Hafzah mengelap muntahan peju yang belepotan di wajahnya dan menjilatnya seakan-akan itu adalah sesuatu yang sangat nikmat. Pak Herman tersenyum puas melihat tingkat Kak Hafzah. Selang beberapa saat, ia segera keluar dari kamar itu. Setelah beberapa saat, ia kembali masuk dengan membawa beberapa buah pisang. Ia Lalu memberikannya pada Kak Hafzah. Setelah menerima pisang itu, Kak Hafzah melirik nakal kepada Cecil dan Nadila. Ia lalu membuka kulit pisang itu. Ia lalu menjilat ujung pisang itu dan memainkan lidahnya. Ia lalu memasukkannya seluruh bagian pisang itu ke dalam mulutnya, lalu mengeluarkannya.

“Ini untuk kalian. Lakukan seperti Caca!”, paksa Pak Herman pada Cecil dan Nadila sembari menyodorkan pada mereka berdua pisang ke mereka berdua.

(Desa tempat KKN Arman)

Arman nampak sedang mencari seseorang. Ia lalu masuk ke dalam rumah yang menjadi posko mereka. Namun segera keluar lagi. Chintia yang sedang asyik duduk di teras rumah itu sembari memainkan HPnya menegur Arman yang nampak pusing.

chindyaa-Bhlr-Pkcg-P9m.jpg

Chintia Karisma


“Kenapa lo man?”,


“Lo ngeliat Hemi ngga Chint?”, tanya Arman

“Ngga tahu sih”, jawab Chintia

“Aduh. Itu anak ke mana ya. Mana udah malem begini lagi”, Arman kembali masuk ke dalam posko

Dari dalam kamar khusus perempuan, keluar perempuan bercadar hitam. Ia nampaknya baru saja menuntaskan ibadah shalat isya. Ia nampak sedikit membetulkan jilbabnya yang sebetulnya, tidak ada masalah kok. Matanya mengikuti gerak-gerik Arman yang dari tadi bolak balik mencari Hemi.



ichaaq12-B9tk2-Hv-JX9.jpg

Selina Haerunnisa

“Kenapa Man?”, tanya Selina

“Eh. Lina. Ini nih, Hemi. Baru 2 hari di sini, udah ngilang aja tuh anak. Mana di kampung ini gelap banget lagi”, jelas Arman.

“Emangnya tadi di ke mana?”, tanya Selina.

“Ngga tahu juga”,

“Terus, anak lain kayak Fathia dan Chintia ke mana?”, tanya Selina.

“Lah, bukannya fathia ada di dalam kamar cewek?”, tanya Arman

“Siapa bilang? Di dalem cuma ada Yasmin”, balas Selina.

“Aduh. Itu dua anak. Napa malah keluyuran sih. Mana udah dibilangin jangan keluyuran malam kalau masih awal”, keluh Arman.

“Istighfar dulu Man. Siapa tahu mereka sama orang sini. Positif thinking aja. Istighfar Man”, saran Selina.

“Eh. Si Rian ke mana Man?”, tanya Selina.

“Ada di dalam kamar sih tadi. Dia katanya capek habis beberes rumah”, ujar Arman. Memang, tempat mereka adalah rumah kosong yang merupakan milik seorang penduduk kampung.

Dari luar, terdengar sayup-sayup suara yang Arman sedikit tahu. Suara Fathia. Trdengar pula Chintia yang memanggil nama Fathia. Arman segera berjalan ke teras rumah itu dan melihat Fathia sedang bersama anak pemilik rumah yang mereka tinggali, Ninda.


Shania-Sari-Handayani-2.jpg

Yuninda Shanti
amirathallya-Bqw4-K8-PAKf-A.jpg
[/IMG]
Fathia Almira

Tanpa ba bi bu, Arman segera menanyakan perihal Hemi pada Fathia. Namun, tidak tahu jawabannya. Tiba-tiba, Yuninda membalas, “Tadi aku sih lihat dia bareng Kak Salman, ketua karang taruna dan Kak Arie”. (Bersambung Ke Ketua Posko)
Nah itu gan.. Adegan SSe bagus tuh....
Mantap updete nya
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd