Episode 30B Membenahi hati
POV Naya
“Tok … tok… tok!” Aku mengintip siapa di luar.
"Kak Titien?"
"Nay!"
"Astaga, Kak Titien?"
"Iya, ini aku... buka dong!"
Aku membuka pintu, dan menariknya masuk.
“Kak Titien, kakak gak apa-apa? Oh…” Aku langsung memeluk tubuhnya yang masih bertanya-tanya.
“Astaga, Naya lagi em el?” Kak Titien pasti kaget melihat aku masih telanjang bulat, dan di tempat tidur ada Shaun yang tidur dengan kontol yang masih tegang. Tapi aku gak perduli, kak Titien masih hidup!
“Eh, ohhhh!” “Bruk…” Shaun ketakutan melihat Titien, ia mau lompat sembunyi! Tapi kemudian jatuh dari ranjang, lalu bersembunyi di kolong.
“Shaun, ngapain?” Aku tertawa melihat kekasihku.
“Itu hantu…!” Shaun masih ketakutan.
“Ini benaran Titien, Kok? Tuh…” Aku mencubit pipi Titien sampai kesakitan. Tapi ia membiarkan aja… iseng ku cubit toketnya, Kak Titien menangkis.
“Naya? Ok deh, Kak Tien keluar dulu, mengganggu kamu sama Shaun.” Kak Titien langsung berbalik kembali ke pintu.
Aku menahan tangannya supaya jangan pergi. “Kak Tien gak ketangkap? Soalnya tadi Brenda telpon Kak Titien sudah ditembak mati!”
“Hush gak dong… Kakak gak apa-apa. Tadi waktu ke kos lama, tiba aku dikejar orang. Aku lari cepat, sempat ditembak beberapa kali, tapi gak kena. Kemudian tiba-tiba aku ditangkap orang, eh ternyata Bang Jaya, penjaga kos mu. Ia menyuruh kakak tunggu sampai gelap di salah satu safehouse. Terus barusan diantar kemari.” Kak Titien menceritakan pengalamannya. Ih, menegangkan juga… lari menghindari tembakan.
“Udah ketemu Romeo, Kak?” Aku bertanya lagi.
“Itulah Nay, kakak sedih sekali… waktu masuk aku lihat Brian ngentot dengan Btenda. Ihhh, aku langsung stress... mereka ngentot pake buka-buka pintu sih, bikin orang cemburu!” Kak Titien meremas tanganku kuat-kuat.
“Kenapa gak samperin aja langsung?” Aku memberi usul.
“Hush… Jangan bilang yah kalo kakak sudah ada. Paling tidak sampai besok pagi.” Titien meminta aku dan Shaun berjanji.
“Eh sorry sudah ganggu… lanjut aja ngentotnya… Nanti besok aku damprat cowok itu. Aku tidur di mana?” Aku tidak mau Kak Titien tidur sendiri. Apalagi baru mengalami kejadian tadi. Yah, terpaksa aku suruh Shaun keluar dan tidur di kamar sebelah.
Shaun ngomel-ngomel, stress gak sempat lepas. Aku hanya nyegir aja. Siapa suruh lama-lama. “Terus aku tidur di mana? Aku juga gak mau tidur sendiri? Eh, kita tidur bertiga aja yah? Siapa tahu Titien mau threesome”
“Huh, maunya.... tuh, di kamar sebelah, tidur sama Edo…” Aku meledeknya lagi. Shaun masih menggerutu.
“Kenapa dia?” Kak Titien berbisik.
“Belum sempat dapat, hihihi!”
“Kacian deh Dickhead... pinjam sebentar, yah Nayanya... nanti aku kasih pulang utuh..!” Kak Tien menutup sementara Shaun keluar mencari kamar lain untuk tidur.
Aku memberikan hape milik Kak Titien yang ketinggalan tadi pagi, dan segera menariknya untuk tidur sama-sama. Kembali ku pakai daster tidurku. Titien mengecek hape, pasti ia melihat banyak miss call dari Brian.
Malam itu aku cerita banyak dengan Kak Tien, mulai dari klaim Mr. Logan kematian pacar Brian sampe cowok itu pingsan berkali-kali. Aku juga cerita tentang Brian yang dapat surat Deyana di laci piano dan disuruh mencari kuburnya.
Ketika aku cerita tentang Devi yang menjadi pengkhianat, dan Boy yang menjadi ketua genk Kobe dan menjebak gadis-gadis itu, Kak Titien kelihatan marah sekali. Ia langsung berdiri marah-marah dan menyentakkan kakinya.
Akhirnya ku ceritakan tentang Della yang mati terbunuh menyelamatkan Brian... Kak Titien menangis. Ia masih menangis sampai tertidur pulas karena cape.
-----
POV Shaun
Wah Romeo dan Nerdho lagi asik ternyata. Akhirnya Romeo mau juga yah ngentot dengan Brenda… Cewek itu sampe teriak-teriak gitu. Pasti keasikan.
“Hey, Nerdho… do you want the real thing?” Aku bertanya menunjuk ke kontolku. Setelah dekat… Brenda menatapku tersenyum. Ia menarik kontolku mendekat ke mulutnya dan mengisapnya….
“Brrrrr… segar!" Kirain aku malam ini akan dibuat kentang sampe pagi oleh si jahil mungil. Brenda mengemut kontolku sementara Brian masih menusuknya dengan RPM rendah… kali ini Brenda menarik memeknya sejenak dan mengatur posisinya.
“Romeo… tusuk ke sini!” Brenda memberikan pantatnya pada Brian, setelah mengosoknya dengan handbody supaya licin. Astaga! Selama aku main dengan cewek ini, belum pernah ia mau main belakang. Ternyata diberikan kepada Brian untuk memakainya pertama kali…
Tanpa suara, kontol Brian yang besar mulai perlahan-lahan masuk… Brenda sampe kesakitan. Lobang anusnya yang masih perawan harus direnggangkan semaksimal mungkin supaya bisa menampung kontol itu.. walaupun Brenda sudah merasa kesakitan, dari tadi baru helmnya yang masuk. Analnya sempit sekali... beruntung banget cowok itu.
Brian terus masuk pelan-pelan… kali ini lobang pantat Brenda semakin mampu beradaptasi. Tiba-tiba Brian menusukkan batangnya dengan kuat dan memaksanya masuk semua! Brian aja sampe tahan nafas karena nikmat..
“Aauuuuhhhhhhh!” Brenda melolong menahan sakit… tapi kemudian ia juga mulai merasa biasa… Brian kembali diam lagi membiasakan kontolnya… berbeda dengan memek Brenda… jepitan analnya luar biasa kuat, dan terfokus di satu tempat. Apa Brian tahan yah?
“OMG… Titien, perawanmu sempit sekali!” Romeo masih belum sadar betul.
Aku menatap Brenda penuh pertanyaan, sedangkan gadis itu hanya tertawa membiarkan Brian terus berimajinasi. Kontolnya kini mulai bergerak, dari pelan-pelan… lama kelamaan makin cepat.
“Eh, Nerdho… aku pake lobang yang satu yah?” Aku mulai memasuki memeknya tanpa tunggu jawabannya. Wow double penetration, baby! Kali ini terasa lebih sempit…. Ih… enak sekali. Kontolku mulai bergerak keluar masuk mengejar orgasmeku.
Brenda makin kepayahan menerima dua kontol besar sekaligus memasuki dua lubangnya… Aku dan Romeo saling menyesuaikan kocokan kami sehingga Brenda tidak terlalu kesakitan. Dari tadi ia sudah tahan-tahan nikmat…
“Romeo, Dickhead… let it go, I cannot hold it too long!” Brenda minta cepat dikeluarkan. Ia sudah gak mampu... baru sekarang sih threesome DP dengan dua kontol dewa
Aku dan Romeo mulai mempercepat pacuan kami, Brenda sampe teriak-teriak… kami pun sudah mengejar orgasme dengan RPM tinggi… menbuat tubuh cewek itu terhentak-hentak saking nikmatnya. Dan ketika Brenda keluar, kontol kami diremas dengan cengkraman yang kuat bersamaan... ahhh, empotannya mantap
“Ahhhhhhhhh!” Kami bertiga larut dalam orgasme… huh! Sungguh dashyat… Kami berdua menyemprot sebanyaknya ke dalam dua liang Brenda.
"Romeo... Dickhead, ini seks yang paling fantastis! Aduh… luar biasa. Kontol kalian memang super! Eh, aku mau tidur dulu… Dickhead!?”
Aku tidak ijinkan cewek itu tidur… tidak sampai ia mengijinkanku keluar di pantatnya. Aku juga mau analnya dong! Masak cuma Romeo?
Sementara Romeo pergi tidur di sofa, aku terus menyambung lembur dengan Brenda. Kali ini, lewat pintu belakang!
Dan akhirnya Brenda terkapar lagi... eh bisa-bisa bulan depan langsung ambeyen tuh! Hihihi
-----
POV Titien
Wah, masih subuh, mungkin jam setengah lima pagi. Aku terbangun karena haus sekali. Eh, mungkin tadi malam terlalu banyak keluar air mata…
Begitu selesai minum, dan kembali ke kamar, aku mendengar suara cowok menangis. Astaga itu Brian… cowok itu menangis di sofa memeluk biolanya… Kayaknya ia setengah sadar… atau masih ngantuk. Brian menangis sambil ngomong sendiri. Aku mendekatinya dan cari dengar apa yang ia bilang.
“Titien… ambil aku… Titien, bawa aku juga. Aku gak bisa hidup lagi!”
“Titien… maafkan aku, aku cemburu sama Boy… aku bodoh, tidak percaya kamu. Aku gak perduli lagi kamu perawan atau tidak… aku mencintaimu…”
“Titien… aku bodoh sekali, aku ditipu oleh Devi… bilang masih perawan, eh… gak tauh pelacur. Aku bodoh sekali … sudah tahu dikasih obat perangsang, aku diam aja, sampe Devi ambil keuntungan!
Titien… di mana kamu… Kamu tinggalkan aku tanpa ngomong apa-apa, eh… kamu seperti Deyana yang tiba-tiba menghilang… Titien, aku menyesal… aku mencintaimu aku bodoh sekali…” Brian terus menerus menangis sambil menyebut-nyebut namaku.
Itu berarti ia lagi gak sadar waktu ngentot dengan Brenda tadi… atau ia pikir itu aku? Aku terhenyak… cowok ini sungguh-sungguh mencintaiku. Aku datang mendekat, tapi Brian sudah menutup mata… mungkin tertidur!
Aku mengangkat wajah Brian, dan mencium bibirnya lama dan kuat, aku menumpahkan segala rasa dalam ciuman itu… I love you, Romeo.
Brian kemudian terbangun setengah bermimpi “Deyana, apa itu kamu? Mengapa kamu meninggalkanku sendiri di Australia… kenapa kamu baru bilang sekarang? Tunjukkan di mana kuburmu… aku harus mencarimu!”
Brian tidur lagi.
‘Astaga… cowok itu masih ingat pacarnya Deyana? Apa aku hanya pelariannya? Cowok itu perlu membenahi hatinya dulu. Aku belum boleh mengganggunya’.
Tiba-tiba bayangan Nando muncul.
‘Eh, aku juga... kayaknya. Aku harus mencari tempat untuk membenahi hatiku… aku harus melupakan semuanya, buat apa yang seharusnya aku buat tahun lalu… pergi menyendiri dan menangis di kamar tidurku dan menyimpan semua foto dan barang-barang Nando yang terpajang di kamarku. Aku juga harus menjenguk di kedalaman hatiku! Aku harus melupakan ikatan-ikatan lalu sebelum move on dengan Brian’
Matahari baru terbit ketika aku selesai mandi, dan cari ojek ke terminal Malalayang untuk naik bus pagi pulang ke Modoinding.
-----
POV Brian
“Mat pagi Romeo, udah gak nangis lagi?” Brenda mendekatiku, aku baru bangun dari sofa. Ternyata aku tidur di luar, wah sudah jam 9 pagi.
“Kenapa wajahmu kusut begitu, gak tidur satu malam yah!” Aku bertanya…
“Ihhhh… kamu dan Dickhead yang buat aku begini. Eh kamu kok kuat sekali, aku sampe 7 kali keluar tadi malam, belum hitung yang anal lagi. Ihhhh, jangan bilang kamu gak ingat.” Brenda mengingatkanku lagi.
“Maaf Brenda, yang tadi malam itu seharusnya tidak terjadi… aku lagi merindukan Titien!”
“Iya, aku tahu, aku hanya pelampiasan… kamu romantis banget loh tadi malam… aku bisa merasakan besarnya cintamu.” Brenda jujur.
“Aku gak bisa tidur semalaman, terus aku pindah ke sini… aku merasa seperti Titien menciumku. Begitu nyata, aku masih ingat keharuman tubuhnya, juga kehangatannya… suaranya juga… sejak itu baru aku bisa tidur.” Aku coba jelaskan apa yang kualami dalam mimpi.
“Eh, jadi kamu sudah ketemu Kak Titien? Ihhh kemana lagi sih anak itu, pagi-pagi sudah keluyuran.” Naya tiba-tiba datang langsung ngomong aneh-aneh.
“Titien? Titien ada di sini?” Aku dan Brenda terkejut.
“Iya, Kak Titien tadi malam ia datang, diantar bang Jaya. Ia tidur dengan ku tadi malam, tapi nangis lihat kamu entot dengan Romeo…” Naya memberi sedikit harapan.
“Astaga! Titien masih hidup?” Aku merasa seperti bermimpi.
“Tuh, tanya sendiri sama Shaun….!” Kata Naya lagi.
“Benar bro, aku sampe jatuh dari tempat tidur tadi malam gara-gara Titien. Eh, sampe aku harus diusir dari kamar! Padahal tadi malam Titien yang minta-minta threesome! Ihhh kentang banget” Shaun memastikan keberadaan Titien, dan seperti biasa meledek sohibnya.
"Oh, pantas dilampiaskan ke aku?" Kata Brenda, tapi Naya cuek aja.
Jadi Titien ada disini?
Aku langsung lari keliling rumah mencari gadis itu… astaga, berarti ciumannya tadi subuh itu beneran. Tapi aku sudah cari ke mana-mana, tapi Titien gak ada. Aku bertemu dengan Bang Jaya dan menyuruhnya menceritakan apa yang terjadi dengan Titien.
Tak lama kemudian aku langsung mandi, dan ganti baju. Brenda sampe kaget melihat perubahan diriku.
“Romeo, mau ke mana pagi-pagi?”
“Cari Titien!”
“Sudah tahu mau cari kemana?” Brenda tanya lagi.
Aku kaget, tapi segera temui Naya! Aku minta alamat Titien. Gadis mungil itu memaksa aku makan dulu baru boleh dikasih alamat lengkap Titien, baik om-nya di Manado, ataupun rumahnya di Modoinding, 6 jam dari Manado. Brenda juga ikut-ikutan memaksa aku pake perlengkapan keamanan.
“Romeo, kemarin waktu aku sita telpon Boy, aku menemukan video ini. Aku Bluetooth ke HP kamu yah?” Brenda memberi informasi lagi.
“Video apa?”
“Ternyata Boy merekam waktu ia memperkosa Titien!” Aku kaget, dasar cowok tidak tahu diri. Pasti ia mau jebak Titien jadi budak seksnya… mungkin sekali ia juga sudah kasih obat perangsang ke gadis itu.
“Nerdho… Apapun yang Boy lakukan pada Titien, aku gak perduli lagi, aku tetap mencintainya!” Aku berkata mantap.
Naya memberikan alamatnya om Agus, paman Titien di Manado sini... besar kemungkinan Titien ke situ. Aku pergi menggunakan motor sewaanku, ditemani dengan biola mencari kembali cintaku.
Baru sekarang aku ngebut seperti ini, motor bebek butut ini dipaksa dengan kecepatan maksimal. Tak lama kemudian, berkat google map, aku menemukan rumah paman Titien, Om Agus.
Aku mengetuk pintu depan, tak lama kemudian pintu dibuka. Om Agus sendiri yang mempersilahkan aku masuk.
Belum sempat kuutarakan maksudku mencari Titien, aku sudah berdiri terpaku memandang foto seorang gadis yang terpampang di dinding rumah. Aku menatap foto itu lama sekali… kemudian berjalan mendekat untuk melihat lebih jelas. Astaga, benar! Itu foto Deyana, pacarku di Aussie.
Lama Aku menatap foto itu… aku butuh penjelasan, Oh my God! fate has brought me here! This is Deyana’s house.
“Om… itu foto Deyana kan? Itu pacarku dulu di Australia?”
“Kamu Romeo?”
“Iya Om, aku Romeo!”
Om Agus segera menunduk dan memelukku. Ia menangis…
“Romeo, Papa minta maaf… Kami keluarga menyesal sempat ‘menjauhkan’ Deyana dari cowoknya. Terima kasih Tuhan kami dapat kesempatan bertemu dengan kamu… Deyana terus menceritakan kebaikanmu… kamu yang membuat dia bahagia, dan begitu berpisah denganmu kesehatannya langsung drop jauh.”
Om Agus memaksa aku memanggilnya papa. Ia bercerita bagaimana pertama keluarga terhasut sehingga marah pada ku. Salah satunya karena ada orang bilang Deyana kena penyakit AIDS karena hubungannya dengan pacarnya. Tapi kemudian setelah diperiksa, Deyana mengidap kanker pankreas, salah satu penyakit kanker yang langka dan sukar dideteksi.
Kami berusaha memberi tahu kamu ... tapi kamu sudah pindah ke California. Deyana sangat mencintaimu… tiap malam cerita tentang kamu kepada sepupunya. Ia sampe maksa untuk kenalin kamu dengan sepupunya.
Aku dipaksa makan dengan keluarga, dan merasakan kembali kehangatan. Hampir semua album foto Deyana, terutama waktu di Australia dibuka kembali… dan aku terus bernostalgia kepada gadis yang pertama mengenalkan aku cinta yang sesungguhnya.
Ketika hari sudah sore, aku minta pamit. Aku kembali dengan peta kubur Deyana... Papa Agus memberiku alamat dan gambar. Ada juga nama kampung tempat Deyana dimakamkan. Dibawahnya diselip ada alamat sepupu Deyana di kampung... dan semua informasi penting itu aku taruh di dompet, sekalian save di hape-ku. Besok subuh aku akan kesana dengan bis pagi.
Papa Agus mengajakku bermalam, tapi aku menolak. Aku berjanji akan kembali menemui mereka pada akhir pekan.
-----
“Astaga, aku baru sadar! Aku lupa tanya soal Titien.”
Aku tahu apa yang harus aku buat… aku harus membenahi hatiku malam ini. Aku pergi mencari tempat untuk merenung sendiri dan mengintip di lubuk hatiku paling dalam. Tanpa ku sadari, langkahku sudah mengarah ke boulevard, pinggir pantai.
Aku duduk di spot yang sama aku dan Titien pernah berjanji. Dan diatas batu-batu yang kasar ini, aku mengambil biolaku dan memainkan lagu baru ku tepat ketika matahari mulai terbenam. Malam ini, lagu ini harus selesai, supaya besok aku akan memainkannya di kubur Deyana.
Eh ada lagi, aku membuka tweeter untuk pertama klali dalam 3 bulan terakhir. Aku menulis di statusku sebuah pesan optimisme: "Hidup lagi! Aku kira aku sudah di kubur… wait for my next song"
Tidak sampai semenit, aku dapat private message dari @Timoint, seorang followerku yang setia, dari dulu kasih dukungan ke aku. Eh, ia kasih sebuah pertanyaan. “Apa yg kau buat ketika mau membenahi hati, terlalu banyak terjadi dan sehingga cinta menjadi kabur?”
Dengan mantap aku menjawabnya… “Aku ke kubur orang yang aku tahu mencintaiku apa adanya”
-----
“Freeze, or I will shoot you down. You have no where to go, cunt!”
Tiba-tiba Mr Logan muncul dengan anak buahnya. Aku tidak bisa lari… aku hanya bisa mengangkat tanganku, melepas biolaku dan menyerah. Aku tak boleh mati, aku harus mencari Titien.
Dua anak buah Mr. Logan mengikat tanganku, dan memaksaku ikut. Mataku ditutup, ketika mereka memaksaku masuk ke mobil, dan aku tidak bisa melihat apa-apa ketika mobil itu melaju dengan kencang.
-----
POV Brian
‘Di mana ini?"
Ketika penutup mataku dibuka, aku terkejut melihat suasana sekitarku. Kayaknya aku berada di gudang diikat sebuah di tempat duduk kayu, ditengah-tengah anak buah Mr. Logan, sebanyak 6 orang. Astaga, mereka terlalu banyak… pake senjata lagi. Bagaimana aku bisa lolos?
Mr. Logan mendekatiku… belum sempat bicara apa-apa, ia sudah menamparku!
“Uhhhh!” rahangku sakit sekali…
“Uh!” Sebuah tendangan mendarat di dadaku.
“Uhhhh…” kali ini pelipisku.
“Romeo, sebelum engkau mati, katakan di mana kawanmu Brenda! Katakan sekarang supaya kamu mati dengan damai tidak perlu disiksa…!” Mr. Logan mengancamku.
Aku tidak menjawab…
Kembali beberapa pukulan mendarat ke tubuhku… kali ini aku terlempar dari kursi dan jatuh kelantai. Saking kerasnya, kursi tua itupun hancur… sakit sekali, rasanya mau pingsan. Belum sempat aku mencari kekuatan, sebuah tangan yang kuat mengangkatku berdiri. Aku hanya bisa pasrah, dijambak, ditarik dan menerima pukulan lagi. Kali ini perutku… aku jatuh lagi.
Aku merasakan ikatan di kakiku mulai longgar, tadi kakiku diikat di kursi sebelum kursinya hancur. Secara tidak kentara aku mendorong tali pengikat kakiku ke bawah, dan menginjaknya. Kakiku sudah bebas, untung ruangan ini agak remang-remang, apa lagi diluar sudah gelap. Mungkin ini kesempatanku melarikan diri.
Aku masih dihajar beberapa kali… tapi kali ini aku punya rencana… aku harus lolos.
Seorang anak buah Mr. Logan mengambil pisau dan menempelkannya ke tangan kiriku… tepat di ruas jari-jariku… Astaga, apa yang ia lakukan?
“Romeo, sebelum aku membunuhmu… aku akan pastikan kamu tidak pernah lagi main alat musik. Jari-jarimu akan kupenggal dan kubur ditempat lain, sehingga dalam kematianpun kamu tak bisa bermain.” Ancaman yang sangat ngeri. Aku mulai membayangkan hidupku tanpa jari-jari…
“Doorrr!” Sebuah tembakan jitu menembak satu-satunya lampu yang menyala. Dan tanpa diduga, pisau yang ditempel ke tanganku justru mengiris tali dan membuka ikatan tanganku dengan sekali tebas.
Anak buah Mr. Logan yang tadi kini menarikku dengan cepat untuk melarikan diri dari tempat itu… sementara keadaan sangat kacau, beberapa tembakan dilepaskan, sementara Mr. Logan sendiri marah-marah.
Tiba-tiba muncul beberapa lampu yang sangat terang mengurung tempat itu. Beberapa tembakan kini justru mengarah ke Mr. Logan. Aku terus berlari keluar tanpa memandang ke belakang…
Brenda dan pasukan Mariner tiba-tiba datang menyergap. Terjadi baku tembak, dan tepat sebelum Mr. Logan diberondong senjata, ia sempat menembak kearah ku. Satu peluru sempat dikirimkan mengarah ke punggungku.
“Ahhhhhh!” Aku kena tembakan dari belakang, tepat dibagian tengah. Rasanya punggungku sakit sekali.
-----