Epilog
POV Titien
New York hampir 5 bulan kemudian
“Astaga… it is happening!” Aku girang banget. Ini kali pertama aku berangkat keluar negeri, dan kali ini naik pesawat Emirates, Kali pertama aku duduk di kelas business! Romeo sih... Aku hanya kaget saja ternyata tiket yang dibeli agen adalah kelas bisnis. Untunglah aku ditemani oleh Shaun yang juga kaget kalo tiketnya di upgrade ke kelas bisnis.
Ini kali pertama aku dekat sekali dengan Shaun. Sejak perpisahan dengan Brian, aku mulai menjaga jarak dengan cowok itu. Bukan karena aku gak mau dengan dengannya, Shaun adalah sahabat yang baik. Tapi aku hanya merasa gak enak karena jauh dengan Brian. Apalagi aku tahu Shaun terus mengincar tubuhku… ihhh masak pagar makan tanaman.
“Eh, Titien… ini perjalanan jauh lho… nanti kalo kamu bosan gak tahu buat apa, bilang aja!” Shaun mulai memancing cerita.
“Eh, kalo aku butuh apa-apa kan cukup tekan tombol?” Aku tersenyum.
“Untuk makan dan minum sih iya, siapa tahu kamu butuh yang lain?” Shaun main mata, tapi aku hanya tertawa. Ihhhh gemesin…
“Emangnya Shaun bisa apa?” Aku meledeknya.
“Pasti bikin kamu puas… kalo makan minum kan yang puas hanya mulut yang atas? Tapi kalo mulut bawah, aku bisa bantu isi, lho…” Shaun mulai menjurus.
“Hahaha… Masih stress dari dua bulan lalu?” Aku meledek lagi.
“Jangan bilang kalo kamu lagi haid lagi!” Shaun tertawa.
“Hahaha…! Apa kamu pikir aku waktu itu aku sungguhan lagi haid?”
“Huh? Tapi kan…” Shaun kaget
“Hahahaha…” Aku hanya tertawa dan kembali menutup mataku sambil menidurkan kursiku. Cowok itu masih bengong.
Ingatanku terbayang ke peristiwa dua bulan lalu.
Waktu itu pas selesai ujian mid, aku dipanggil Naya ke kos dan bercerita sambil main kartu sampe mabuk. Aku sudah minta-minta pulang dari tadi tapi dibujuk nginap di kos Naya. Waktu itu kami hanya bertiga, yaitu Naya dan Darla. Sesuai kesepakatan, yang kalah harus bersedia digrepe-grepe.
Sebenarnya aku sudah protes, tapi karena sudah agak mabuk aku biarkan saja. Apalagi Darla sudah sangat dekat dengan Aku. Kedua gadis itu berulang kali kalah melulu, sementara aku lolos terus. Terakhir waktu Darla kalah, matanya ditutup dan digrepe. Huh, toketnya kencang sekali… sekal, cuma masih kecil, masih bertumbuh. Gadis itu hanya keenakan tapi tak berdaya ketika bagian-bagian intim tubuhnya diremas dan dipilin. Naya nakal sih, baju dan bra Darla sampe dibuka menampilkan toket yang panjang dan padat.
Astaga! Untuk pertama kali aku kalah. Tanganku pake diikat segala, sementara mataku ditutup dengan kain. Naya dan Darla benar-benar jahil, kali ini seluruh pakaianku dibuka, kecuali kain segitiga yang masih dibiarkan. Ih… ternyata mereka bukan hanya grepe, tapi pake jilat dan lumat segala.
Eh.. ini kayaknya mencurigakan. Kayaknya lama sekali, masak aku sudah minta berhenti dari tadi gak dikasih. Masak kedua pentilku sampe dilumat tanpa ampun. Aku sudah kegelian. Nafsuku sudah sampai ke ubun-ubun… ihhhh! Bikin stress orang aja. Mana Brian lagi gak ada, kalo aku jadi menuntut dipuaskan gimana? Aku coba memberontak dan gerakanku mampu menyibak kain penutup mata dengan lenganku. Dan ketika aku melihat kebawah, aku jadi kaget luar biasa!
“Astaga! Shaun? Edo?” Ih… jahil sekali, masak aku dijebak oleh dua gadis nakal ini. Ternyata Naya dan Darla masih berada disampingku juga ikutan telanjang. Wah… bahaya ini.
Aku ingat rencana Naya mau balas dendam kepada perbuatanku menjebak ia sampe ML dengan Brian. Kok Darla sampe mau ikutan? Pasti dibujuk Edo. Aku ingat ledekan Darla kepada Edo bilang Shaun menggodanya. Edo hanya bilang ada syaratnya… apa ini yah!
Lumatan Edo dan Shaun secara bersamaan membuat nafsuku langsung bangkit. Sudah tauh toketku adalah wilayah sensitifku… Aku mendesah dan tubuhku bergetar. Aku terus meraung nikmat. Akhirnya setelah berminggu-minggu aku menjemput kembali orgasme ku.
“Aahhhhhh! Ahhhhhhhhhhhhh! aduh, sudah dong!” Aku menarik nafas panjang berulang-ulang. Aku menahan diri untuk tidak kentut. Mukaku jagi merah.
“Nay, buka dong! Kakak ke kamar mandi dulu…” Aku menatapnya memohon.
“Boleh aja, tapi Kak Tien harus janji siap melayani dua cowok yang terus merengek-rengek minta entot itu malam ini. Kak Titien gak bisa lari lagi, gimana!” Naya mengancamku. Aku harus mencari jalan keluar. Mujurlah mereka tidak memperhatikan HP-ku yang ditaruh di kursi, aku bisa meraihnya cepat-cepat waktu ke kamar mandi.
“Gini aja, Naya kan bisa menyimpan bajuku… gak mungkin lah Kakak lari telanjang gini!” Aku terus berpikir mencari solusi. Mujurlah Naya lupa kalo aku belum berjanji.
Akhirnya tanganku dibebas dan aku dikawal sampai ke pintu kamar mandi. Segera aku masuk dan mengunci pintu sambil mengeluarkan kentut khasku. Naya yang mendengarnya sayup-sayup hanya bisa menahan tawa.
Astaga! Apa yang harus aku buat. Aku harus lolos. Memang sih aku tadi sudah terbuai… pasti kalo dientot dua cowok itu pasti aku akan orgasme berkali-kali. Ih… aku sebenarnya sudah rindu kontol. Brian pasti mengerti, karena dia yang membuat aku jadi begini. Apa aku biarkan saja? Toh aku gak rugi apa-apa…
Setelah berpikir seksama, aku memutuskan untuk mencegah masalah. Bukannya aku gak mau dua kontol besar itu, tapi aku tahu Naya dan Darla di lubuk hati mereka enggan mengijinkan cowok-cowoknya tidur denganku. Mereka pasti takut kalo cowok-cowoknya ketagihan dengan tubuhku… pasti mereka cemburu, lihat aja tatapan Darla tadi setelah ujung toketku dipilin-pilin jari Edo.
Eh belum lagi kalo aku sudah biarkan, nanti besok-besok aku gak bisa lari lagi. Pasti dua cowok itu minta jatah terus! Mana keduanya teman Brian lagi. Aku gak mau diriku diledek didepan cowokku… “Romeo, cewekmu aku buat sampe terkentut-kentut, lho!” Hihihi, malu dong… eh, padahal kontol Shaun besar lho.. beringas lagi kelihatannya. Sedangkan tadi kontol Edo kelihatan sangat keras lagi besar kepalanya. Ihhh persis kayak orangnya.
Akhirnya setelah membuka-buka kotak obat Naya, aku mendapatkan ide. Pembalut baru dan obat merah mungkin menjadi alat di mana aku masih bisa mempertahankan harga diriku. Hehehe… sekarang tinggal sandiwara saja.
Aku kembali merenungkan rencanaku. Yang paling berat adalah bagaimana menetapkan hati, pasti mereka tidak akan mengijinkan aku lolos semudah itu. Apa aku mampu menahan gairah menghadapi dua kontol istimewa itu? Tepat sebelum Naya mengetok minta cepat, aku sempat sms Om Agus minta meneleponku 15 menit lagi, dan suruh aku kerumah karena alasan emergensi. Pasti pamanku yg sangat dekat denganku itu mengerti.
-----
JFK Airport sore ini kelihatan rame, pengunjung dari berbagai negara menempati tempat itu.
“Brian, ih! Apa-apan?” Aku hanya bisa tertawa melihat cowokku memegang kertas kecil di bandara. Tulisannya pake bahasa Indonesia, ada dua baris, dan isinya lucu banget…
"Titien"
Aku rindu ….. kamu!
Dan diatas titik-titik ada disisip tulisan toket yang coret dan ditulis memek disebelahnya… ihhhh ada-ada aja.
Begitu dekat aku langsung memeluknya, dan kedua tanganku otomatis mencubitnya kuat-kuat. Ihhhh… bikin malu, coba kalo ada penumpang Indonesia yang baca. Ini kan airport… Cowok itu mengaduh terus setelah menerima cubitanku, kasihan juga sih. Salahnya sendiri!
Brian memutar kertasnya menampilkan tulisan lain yang mungkin dibuat duluan. Isinya hampir sama, hanya yang beda ada kata cubitan. “Aku rindu cubitan kamu”! Aku hanya bisa tertawa melihat kreativitas cowok itu.
Tak menunggu lama bibirku sudah menempel di bibirnya dalam ciuman yang sangat membiuskan. Bibir kami hanya lepas sedikit tanpa menyadari kami sudah berada di mobil menuju apartementnya di Queens, New York City.
Brian belum lama di tempat ini, tepatnya baru sebulan. Begitu menyelesaikan pendidikan, ia mendapat pekerjaan di Juliard School of music di uptown Manhattan. Selain itu ia juga diterima sebagai anggota kehormatan NY Philharmonic dan selalu aktif dalam konser. Kali ini ia lebih menekuni bidang musical scores untuk perfilman, dan memiliki beberapa kontrak kerja dengan sutradara-sutradara terkenal.
Sementara menunggu rumahnya direnovasi, Brian tinggal di apartemen studio kecil. Luasnya hanya sekitar 6 x 10, tanpa kamar ataupun ruangan apa-apa. Brian biasanya hanya tidur di sofa, dasar cowok. Tapi rencana minggu depan rumahnya sudah selesai dan siap ditempati.
Sedangkan aku sendiri akan melanjutkan studi di Teachers College, University of Collumbia di New York city. Untuk sementara aku tinggal di guesthouse sekolah yg dekat dengan apartemen studio milik Brian di Queens. Aku merasa gak enak, gak mungkin kan mereka serumah bertiga dengan Shaun di studio. Aku sendiri mendapat scholarship unggulan dengan stipend sekitar $5000 per bulan, termasuk yang paling tinggi. Ia harus siap-siap, karena bulan depan sudah waktu pendaftaran.
Malam ini setelah cek in di guesthouse, Brian membawa aku dan Shaun keliling kota New York, dimulai dengan sebuah tempat yang Titien request khusus, di puncak Empire state building. Udara dingin tak dihiraukan lagi, karena mereka sudah larut dalam ciuman yang panas.
Besoknya sehari penuh kami keliling kota New York, dan kali ini banyak waktu yang dihabiskan di MMoA, museum yang berada di dekat central park. Sorenya kami berjalan-jalan di battery park, di ujung selatan Manhattan. Ketiganya terus bercanda melihat keindahan kota…
“Yuk, kita ke ground zero?” Ajak ku.
“Emangnya apa itu ground zero?” Tanya Shaun. Ia sudah berkali-kali ke New York tapi baru kali ini mendengar tentang itu.
“Itu… museum peringatan 9/11, yang pas di lokasi twin tower WTC runtuh ditabrak pesawat!” Aku mencoba menjelaskan. Brian sendiri kaget…
“Aku sudah dengar-dengar sih, tapi belum pernah ke situ. Dari mana kamu tauh?” Kata Brian.
“Kamu lupa yah kalo aku tour guide?” Aku hanya tersenyum. Brian mulai kembali mengingat apa yang membuatnya tertarik kepada gadis cantik ini.
Dan seperti yang lalu-lalu, aku menjadi guide mereka tentang museum itu. Sedangkan malamnya justru giliran Brian yang menjadi guide mengenai Times Square dan Rockefeller center.
“Capek banget! Eh, besok kita ke statue of liberty yah? Tapi aku juga ingin ke Liberty park di New Jersey dan Ellis Island! Terus ke Grand Central terminal, Trinity Church, St. Patrick Cathedral… eh juga ke UN headquarter, foto di Wall street bull, naik Chrysler tower, terus ambil foto di Flatiron building dan Brooklyn Bridge park dan malam ikut tour di Hudson river, dan satu lagi tapi pasti kamu suka… Lincoln center!” Kata ku bersemangat. New York city penuh dengan tempat-tempat indah.
“Astaga! Susah yah kalo pacaran sama tour guide!” Kata Brian. Sementara Shaun sudah tertawa-tawa, padahal hampir setengah yang disebutkan ia gak tahu.
-----
Sudah seminggu hari aku di New York sini tapi aku merasa sesuatu sudah berubah… Soal Romeo. Masak selama ini ia belum pernah menyentuhku lagi… Eh, tangannya sih sempat nakal meraba toketku waktu aku masak di apartemennya… terus pantatku berapa kali ditabrak oleh kontolnya. Tapi…. Aku kan sudah lama gak dibelai! Hehehe… masak sudah dekat cowok sendiri masih terasa jablay? Apa Romeo sudah berubah yah?
Memang sih pandangan mata terus menyatakan cinta dan kehangatan. Tapi aku kan mau lebih! Aku sudah kasih tanda-tanda, seperti buka pintu waktu mandi, malam hanya pake lingerie atau pake baju seksi waktu Shaun keluar. Eh, orangnya malah cuek. Padahal hitung-hitung ada waktu loh untuk sejam ato dua jam. Apa benar ia masih rindu toket dan memekku?
Ah mungkin ia masih cape? Atau ada apa-apanya! Awas kamu Romeo, aku sudah jauh-jauh datang kesini. Apa sebaiknya aku perkosa aja yah? Hehehe… wah, bisa masuk surat kabar tuh, artis yang diperkosa fans nya!
Tadi pagi aku diberikan private tour ke Lincoln center, eh ternyata kantornya disitu… gak heran sih. Ia pantas berada di pusat seni kota ini. Malau ini kita akan nonton Konser Bogaert di Broadway Opera House. Bogaert the King yang selalu dianggap Romeo sebagai gurunya, adalah Maestro-nya classical music, dengan belasan grammy awards! Eh, Romeo justru adalah apprentice-nya, the Prince.
Baru kali ini aku jalan bareng Romeo dengan balutan gaun malam. Cowok itu tampan sekali kalo pake tuxedo. Ihhh… rasanya seperti selebrity. Mana kita lewat red-carpet segala, dan sempat di minta foto oleh beberapa reporter. Aku merasa sangat bangga menggandeng tangan pacarku.
Selama dua jam kami menikmati konser yang indah, betul-betul music yang harmonis dan menggugah hati. Kami berdua duduk di kursi kehormatan, sehingga dapat melihat pertunjukan dengan indah. Tepat pada penghujung acara, Bogeart melihat kearah kami dan meminta satu permainan solo khusus dari Ryno Marcello. Dengan segera Romeo berdiri dan tampil di panggung. Aku jadi kaget, surprise banget.
Romeo membawakan potongan singkat dari music yang dia susun, agaknya hanya berupa teaser selama satu menit lebih sedikit. Begitu selesai tampak keduanya langsung berpelukan dengan akrabnya disertai tepuk tangan penonton. Mereka sahabat karib.
“Eh, Romeo.. perkenalkan dulu pacarmu?” Ryno meminta. Sedangkan cowok itu kelihatan garuk kepala, dan menunjuk kearahku.
‘Astaga! Bogeart memanggilku ke pangung! OMG!’ Aku hampir pingsan. Gawat ini, sedangkan Romeo mendekat dan mengajakku berdiri. Malah penonton bertepuk tangan meminta aku tampil. Tanpa dapat dicegah, mukaku langsung merah padam…Ihhhhhh….
Kayaknya aku tidak lagi berjalan, tapi mungkin melayang diantar Romeo ke panggung dan berjabat tangan serta cipika cipiki dengan Bogeart. Tiba-tiba aku mendengar penonton semakin riuh, sementara aku bercakap-cakap dengan Bogeart. Aku bingung, tapi ketika balik belakang langsung tahu penyebabnya.
Brian sementara jatuh berlutut sambil memegang sebuah benda, eh…. Itu sebuah cincin berlian. OMG Romeo propose aku di depan umum?
Aku masih menarik nafas… ini sih bikin pingsan orang namanya. Aku gak tahu mau buat apa, sementara penonton sudah teriak suruh aku terima. Aku menatapnya dan ia menatapku dengan mata penuh cinta. Astaga!
“Sayang cepat dong, terima. Kakiku sudah kram!” Brian berbisik.
“Emangnya kalo aku terima, lalu apa?”
“Kalo kamu terima, yah aku akan mengentotmu sampe di rumah. Udah gak tahan sejak kamu datang!”
“Kenapa selama ini gak minta?” Aku masih memancingnya.
“Ih aku butuh kepastian dulu, aku hanya mau bersama dengan orang yang mau bagi masa depan denganku!’
Dengan senyum akhirnya aku memberikan jariku untuk dipasangkan cincin. Setelah itu aku hanya bisa tutup mata ketika bibirnya menangkap bibirku dalam ciuman yang panjang.
“Eh, sayang! tahu gak? Yang tadi itu disiarkan lamgsung di channel youtube! Naya dan teman-teman pasti lihat!” Bisik Brian ditelingaku.
Aku hanya memeluknya erat dengan perasaan bahagia. I love you, Romeo!
-----
“Eh, kita bukan mengarah ke apartemen mu?” Aku bertanya ketika kita berada di jalan pulang.
“Ini lagi dalam perjalanan ke rumahku di Hoboken. Tuh, sudah selesai di renovasi, tinggal pindah-pindah barang. Eh, tapi kamar kamar kok sudah lengkap kok!” Brian mengedip dengan mata kanannya.
Aku hanya bisa tersipu malu. Pasti cowok itu mau menghindar dari Shaun… akhirnya penantian ku selama berbulan-bulan akan habis juga. Sebentar lagi aku akan dipuaskan oleh kontol dewa milik cowokku, eh tunanganku.
Aku iseng membuka ritsliting celananya di mobil dan merogoh kedalam mencari Brian Jr. Cowok itu hanya tersenyum… Sayang, nanti dong kalo sudah di rumah. Aku maklum, karena jalan cukup ramai walau tak macet, apalagi kita melewati Lincoln Tunnel yang sempit. Aku hanya meremasnya dikit dan menarik tanganku kembali
Eh, ternyata rumahnya hanya dekat, tepatnya hanya 2 menit setelah melewati Hudson River. Ternyata walaupun ia tinggal di New Jersey, tapi dekat sekali dengan Manhattan. Pastesan cowok itu mati-matian beli rumah di tempat ini walau mahal.
Begitu tiba aku jadi kagum. Rumah bergaya Victoria itu cukup luas dengan 2 lantai, 4 kamar tidur dan dua garasi mobil. Letaknya di atas bukit, sehingga memberikan view pencakar langit, upper Manhattan yang sangat indah. Malam ini terasa sangat romantis dengan lampu-lampu kota yang membayangkan bahwa kota itu terus ramai walaupun sudah larut. It is the city that never sleeps.
Begitu masuk aku kembali terpesona dengan rumah yang indah, sederhana tapi elegan. Ternyata kebanyakan perabot sudah ditempatnya, tinggal beberapa barang yang belum ada. Aku menyukai warna wallpaper dan curtain yang dipadu dengan indah. This is a dream house.
Setelah berkeliling melihat rumah, Romeo membawaku ke lantai dua. Ternyata selain kamar tidur, ada juga ruang nonton untuk keluarga tepat didepan pintu. Ada tiga kamar di bagian atas ini, dan ketiganya sementara terbuka hanya dihalangi oleh curtain yang senada. Kami berdiri depat didepan tiga kamar tersebut yang saling berhadapan.
Sebelum menariknya ke kamar, aku memeluk tubuh Romeo dari belakang. Cowok itu segera balik badan dan menghadapku. Kami saling menatap lama… memberikan isyarat-isyarat rindu yang dalam.
“Sayang, kita kawin aja yah minggu depan, habis pindah rumah?” Brian tiba-tiba bicara. Ihhh… maunya.
Aku hanya menatapnya sambil tertawa bahagia.
“Aku serius!” Brian meyakinkanku.
“Mau kawin? sekarang aja kalo berani…!” Tanpa ia duga, aku langsung membuka bajuku didepannya dan melemparnya ke kamar. Aku sudah bergairah dari tadi.
Aku membuka gaun malamku dan hanya menyisahkan g-string tipis yang seksi. Mana bisa ia tahan, aku tersenyum melihat reaksinya.
“Hah? Eh sayang….” Brian masih tercekat melihat kenekadanku.
“Ayo? Katanya mau?” Aku menantangnya sambil memamerkan toket sekalku. Brian masih bergumul, ia sudah mau sekali tapi masih menahan.
“Tapi? Maksudku kawin beneran!” Brian masih bertahan, padahal tangannya sudah kutempelkan ke toketku… tubuhku mulai bergoyang sensual memberikan sedikit tarian panas kepadanya.
“Sayang gak usah pura-pura. Aku sudah rindu kontol besarmu sejak aku tiba. Brian gak bisa mengelak lagi. Sekarang juga harus mengentotku! Ayo dong, remas toketku!” Kata-kataku jadi vulgar setelah menggodanya dengan tarian.
“Ih, dasar!… orang ngomong beneran… Sayang jawab dulu, mau kan kawin dengan ku?” Romeo menuntut jawabanku.
“Aku mau banget, sayang! Udah telanjang gini gak percaya? Siapa suruh sejak aku tiba Brian gak em el. Kamu masih cinta, gak?” Aku gak sabar.
“Masak tanya itu lagi, kan aku sudah propose. Kita kawin minggu depan yah?” Brian mendesak keinginannya. Ih, hebat juga cowok itu menahan nafsu.
“Gak mau!... aku mau sekarang. Ayo ke kamar dong! Minggu depan aja resepsinya... kawinnya sekarang!” Aku menantang.
“Tapi kamu setuju kan minggu depan?” Brian minta kepastian lagi.
“Ih aku kan sudah bilang yes tadi di umum. Apalagi sekarang sudah bugil di depanmu. Kurang apa lagi... hayo!”
“Hehehe... aku bahagia loh. Orang tuaku sudah penasaran ketemu kamu!” Brian nyengir.
“Orang tua?”
“Iya, sayang! Tuh, kenalin mama dan papaku!” Kata Brian menunjuk dua sosok yang sudah dari tadi menguping di belakang layar. Ketika tersingkap, tampaklah kedua orang tua Brian sementara menatapku dengan tertawa.
“Oh my God!” Aku malu sekali, lagi telanjang berkenalan dengan Mama dan Papanya Brian. Tapi mereka cuek aja dan cowok itu menahan tanganku gak bisa lari.
Mereka memelukku dan bercerita denganku sementara Brian tertawa-tawa lucu dibelakang mereka. Dan sepanjang 10 menit bercakap-cakap aku gak bisa konsentrasi karena masih memamerkan ketelanjanganku. Untunglah mereka hanya tertawa, menganggap hal itu biasa.
Begitu orang tua Brian kembali masuk kamar, aku langsung ingat satu hal! Aku harus ngomong soal perkawinan dengan orang tuaku juga. Astaga! Kok terburu-buru, mana belum tahu kalo mereka setuju lagi.
“Romeo, eh aku harus ngomong dulu dengan orang tuaku!”
“Eh, menurut Om Agus sih mereka setuju sekali kita kawin minggu depan!” Kata Romeo sambil main mata.
“Om Agus?” Pasti itu pamanku, ayahnya Deyana.
Brian membuka curtain di kamar yang satunya lagi dan tampaklah sosok yang aku kenal sekali. Om Agus sama Doni, adikku. Aku langsung menghambur memeluk mereka dengan erat.
“Mama dan papamu malam ini tiba kok, palingan 2 jam lagi, lagi dijemput Shaun!” Kata Om Agus. Aku hanya senyum.
“Eh, Kak Titien kok telanjang! Huy… seksi banget!” Teriakan Doni membuat aku tersentak kaget. Om Agus, Doni dan Romeo langsung tertawa-tawa, sementara aku langsung mencoba menutup toketku dengan kedua tanganku.
“Ahhhh…!” Aku baru sadar lagi telanjang. Ihhh malu sekali. Aku harus menghindar. Aku segera lari turun tangga bersembunyi di lantai bawah. Dengan cepat aku tiba di ruang makan sambil menarik nafas dan mengusap dada. Aku masih menutup wajah saking malunya. Tetapi kemudian aku kaget mendengar ada cowok-cowok yang sementara berteriak kagum sambil bertepuk tangan.
“Eh siapa?” Aku kaget, ada enam cowok yang sementara menatapku tanpa berkedip. Kelihatannya mereka orang-orang yang lagi pindah barang. Keenam orang itu barusan mengangkat piano dan meletakannya ke ruangan ini. Keenamnya lagi senyum-senyum … pasti kaget melihat gadis telanjang. Astaga! Aku baru sadar bahwa selama ini aku pamer toket didepan mereka. Ihhhhh..
Terpaksa aku teriak dan lari lagi balik ke ruang atas. Kali ini aku cuek aja dilihat Om Agus dan Doni yang masih bengong. Aku kembali menyambar pakaianku dan menutup tubuhku seadahnya. Om Agus hanya bisa tertawa-tawa melihat kelakuan ponakan tercintanya.
Brian lalu menarikku masuk ke sebuah kamar yang lain, dan menutup pintu. Aku langsung memeluknya kuat-kuat… ihhhh malu sekali. Syukurlah sudah aman! Ini semua salah Brian.
“Sayang! kok gak bilang-bilang! Aku malu sekali tahu!” Aku mencubitnya kuat-kuat.
“Titien sih, gak pake tanya-tanya langsung buka baju!” Romeo mengingatkanku.
Kali ini aku tidak perduli lagi dengan gaun yang tak sempai ku pakai, dan segera menarik cowok itu ke tempat tidur, sambil membuka semua bajunya. Tidak sampai satu menit, kita berdua sudah telanjang bulat di tempat tidur.
“Sayang! kita hanya punya satu jam, sebentar lagi ortu kamu tiba disini!” Kata Brian sambil mulai jilmek dan remas toket. Aku segera membalas… Huh, akhirnya kerinduanku selama ini pupus juga, kontol dewa ini kembali berada di mulutku. Hmmmm…. Mudah-mudahan pesawatnya mama dan papa terlambat.
-----
Setelah berenang dalam lautan nafsu yang sangat dashyat, aku dan Brian akhirnya bangun juga dan segera siap-siap menyambut Mama Papa. Kali ini kami bercakap-cakap dengan om Agus dan Doni di ruang tamu. Aku malu sekali menjadi bahan ejekan mereka… tapi untunglah Om Agus sudah janji gak akan bilang-bilang Mama Papa.
Menurut rencana minggu depan akan dibuat acara tunangan antara Aku dan Romeo di Madison Square Garden, New York. Sesudah itu acara perkawinan, yang mungkin akan di buat di Indonesia, tergantung Mama dan Papa. Aku sih gak masalah di mana saja, asal bersama kekasihku.
“Eh, tunggu! Romeo, itukan pianoku yang dari Manado?” Aku baru memperhatikan piano
“Hehehe…. Kan sudah di kasih ke aku!” Cowok itu hanya nyengir.
“Terus biolanya? Masih ada?” Aku penasaran. Dari minggu lalu aku gak melihat biola itu.
“Sudah kujual sayang… mumpung ada yang mau beli!”
“huh?”
“Ku jual untuk beli rumah ini!” Romeo hanya nyengir.
“Astaga, emangnya laku berapa?” Aku kaget.
“Sekitar 5 juta dollar…!” Romeo masih tertawa. Astaga… kok mahal sekali. Aku baru ingat ia bilang mengenai biola klasik.
“Eh, uangku 50 persen lho…!” Aku tertawa sambil menuntut janjinya.
“Iya ini rumah kamu kok!” Romeo menatapku.
“Emangnya gak ada sisa lagi?” Aku penasaran.
“Udah di bayar… scholarship kamu ke Columbia!” Kata Romeo menjelaskan.
“Apa? Jadi scholarship yg aku menangkan itu uangku?” Astaga, aku ditipu lagi. Pantesan ia desak-desak aku apply, katanya aku pasti dapat.
“Aku tanya-tanya di imigrasi, kalo claim kamu pacarku berapa lama baru bisa diboyong, katanya hampir 2 tahun… aku gak bisa tunggu. Yah, suruh aja kamu kuliah disini. Aku gak mau pisah lagi. Jadi suruh aja kamu kuliah sini, buat scholarship fund khusus untuk kamu.” Romeo mengaku. Ih, jahat sekali sudah atur-atur gak pake tanya-tanya. Tapi aku juga mau kok.
“Eh, Doni juga mau kuliah katanya. Tapi harus ikut ujian masuk dulu…!” Kata Brian. Wah, ternyata mereka dua sudah sekongkol.
“Jadi kamu sudah rencanakan yah! Kalo aku bilang gak mau?” Aku mengancam.
“Yah… rugi dong, paling aku uangkan semuanya dan nyusul ke Indo, buka usaha tur guide!”
“Hehehe…”
-----
Setengah jam kemudian kami sudah duduk-duduk bercakap bersama Mama, Papa, Om Agus, Shaun, Doni, serta orang tua dari Brian. Aku langsung senang sekali telah mendapat restu dari orang tua.
Eh, sepupu Brian katanya akan datang. Cewek yang cantik masih SMA, katanya akan ikutan sekolah di sini. Pasti Romeo sudah rencana untuk dikenalin dengan Doni.
Dihadapan semua orang aku memaksa cowok itu main piano. Mungkin, Brian gugup, karena nadanya kedengaran false. Eh, ternyata bukan. Ada sebuah bungkusan menyelip di bagian dalam piano. Setelah dibuka, ternyata hadiah dari Naya.
Ternyata sebuah Album. Semua orang penasaran dan suruh buka. Ternyata foto-foto kita waktu di Manado. Naya sudah atur lengkap pake caption.
Foto pertama berlokasi Airport Manado, perjumpaan pertama aku dan Romeo saling berpelukan sambil menatap tajam… Love at the first sight.
Foto berikutnya ciuman di Bukit Kasih. Terus ada lagi foto aku dan Brian berpelukan di tempat yang berbeda-beda. Pasti Shaun yang ambil, bagus sekali penataannya. Ada foto mandi di telaga, jalan di sepeda, mandi di kolam air panas, foto cabut kacang di kebun Modoinding, juga foto di depan kos dan di villa di Danau Moat. Aku tertawa ketika buka ada foto dapat hadiah karena pake kaos couple.
Tetapi ketika foto terakhir dibuka semua orang sampai berteriak kaget. Foto Brian telanjang bulat di atas tempat tidur dengan mata tertutup dan tangan terikat, sementara aku mendekat dengan gaun mini transparan tanpa dalaman.
Astaga difoto yah?
-----
Thanks for semua yang comment dan like yang menambah semangat aku menulis cerita ini. Moga cerita ringan ini memberikan hiburan.
Nantikan cerita selanjutnya dari
C4th13
(Rencana release bulan depan)