Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Bumil Fucker Season 3

Alur ngentot bumil paling enak yang apa nih dari season 1-3?


  • Total voters
    168
Season 3 Episode 18


Aku dan Sekar memutuskan untuk tinggal bersama di sebuah rumah susun sampai Sekar melahirkan. Aku biayai sewa rumah sekaligus biaya lahirannya, dengan syarat tentunya dia harus melayaniku kapanpun dimanapun. Kami pindah selangkah dan bertahap. Awalnya dia pindah duluan. Kemudian aku menyusul, aku pindah sementara dengan alasan agar dekat dengan tempat kerja, sehingga ibu kos tetap menyimpan barang-barangku di kos. Aku takut apabila nanti ketahuan dan diusir dari kos saat kami mengendap-endap untuk bermain. Sehingga sekalian saja pindah untuk sementara waktu.

Saat ini aku tetap bekerja di kantor media seperti biasa. Durasi kontrak kerjaku ditambah satu tahun oleh kantor. Ditambah gaijku naik sekitar 1 jutaan. Sehingga perlu bagiku untuk tinggal sementara waktu ini dengan Sekar di satu tempat. Apalagi dia sudah memasuki waktu HPL, usia kandungannya sudah 39 minggu. Aku hanya perlu menjaganya sesuai kesepakatan. Sekar sendiri akan pulang ke rumah orang tuanya sebulan setelah melahirkan.​

.....................

Hari ini aku bekerja seperti biasa. Saat beristirahat di ruang kerja, ponselku berdering. Aku lihat segera bahwa Wida yang menelpon. Segera aku angkat teleponnya.​

“Assalamualaikum Bram”

“Waalaikumsalam Wid, ada apa ?“

“Aku udah di kota, nanti mampir ke hotel ya”

“Okey, hotelnya yang mana ?”

“Nanti ketemu aku di taman depan hotel aja, taman kota”

“Oke, jam berapa ?”

“Jam 9 aja ya. Aku tunggu. Wassalamualaikum”

“Waalaikumsalam”

Kini aku tinggal menunggu jam pulang kerja. Tak terasa sudah tiga bulan sejak kami bertemu di hotel. Aku ingat dia sedang hamil 5 bulan saat itu. Dan kami sepakat bertemu 3 bulan kemudian agar suaminya tidak curiga. Aku lalu menelpon Sekar kalau aku ngga pulang malam ini. Aku kemudian kembali ke pekerjaanku.​

...................

21.05 WIB

Aku telah sampai di Taman kota. Aku coba lihat dimana kah hotel tempatnya menginap. Yang terlihat hanyalah satu hotel di belakang taman. Wida datang 10 menit kemudian. Wida memakai Jilbab dan gamis berwarna merah muda. Sedangkan cadarnya berwarna hitam. Dari cara dia berjalan, sudah terlihat dia begitu kepayahan saat hamil tua. Apabila dulu dia hamil 5 bulan, saat ini dia sudah 8 bulan. Kami bertemu dan bersapa sebentar, lalu mulai berjalan bersama menuju hotel. Dia berkata tidak membawa anak kembarnya dan tetap dititipkan ke suami dan mertuanya di rumah.
Kami berjalan menuju hotel tempat Wida menginap, sambil berbincang ringan disertai senda gurau menikmati suasana malam kota di wilayah Metropolitan ini.​

Tidak sampai lima belas menit, kami sudah sampai di depan pintu kamar. Wida mengeluarkan kunci elektronik dari dompetnya dan menempelkannya di atas gagang pintu kamar. Setelah lampu warna hijau menyala, Wida pun membuka pintu dan masuk terlebih dahulu.​
“Masuk Bram”, sahutnya.

Aku pun segera untuk menyusulnya masuk ke dalam kamar.

“Tolong sekalian tutup pintunya ya”, pinta Wida.

Ruangan kamarnya cukup luas, sekitar enam meter kali enam meter. Begitu masuk kamar, langsung terlihat sofa yang cukup untuk diduduki tiga orang, menghadap langsung ke arah pintu, dan di dinding sebelah kiri terpasang televisi ukuran empat puluh dua inchi yang di bawahnya menempel meja ukuran setengah meter kali tiga meter yang terdapat beberapa cangkir, water heater dan makanan ringan lainnya. Di sebelah kiri pintu, terdapat lemari untuk menggantung pakaian dan terdapat kotak penyimpanan barang berharga. Sedangkan kamar mandinya di sebelah kanan pintu masuk, tepat berhadapan dengan lemari terdapat kamar mandi ukuran dua setengah meter kali empat meter. Tempat tidurnya ada di sisi kanan kamar setelah kamar mandi, dengan ukuran queen size dengan meja kecil di sisi kanan dan kirinya.​

“Sebentar gue ke toilet dulu. Udah kebelet”, ujarnya sambil meringis.

“Elo duduk aja dulu”, ujarnya lagi.

Aku langsung menuju sofa, mengambil posisi duduk di tengah-tengah sofa, karena di sisi kanan sofa terdapat tas koper Wida yang dalam posisi terbuka, sedangkan kalau duduk di sisi kiri, aku akan kesulitan menonton televisi.

Posisi koper Wida sekarang ada di sisi kiriku. Terlihat dari dalam koper susunan pakaiannya sudah tidak rapih lagi. Rupanya isinya sebagian sudah dikeluarkan dan memang terlihat di lemari terdapat beberapa baju Wida yang sudah dalam posisi tergantung rapih. Yang membuat aku penasaran, di dalam koper itu terdapat pakaian dalam, baik itu celana dalam maupun bra milik Wida.

Aku pun iseng melihat dan mengambil bra yang berwarna hitam untuk mencari berapa ukurannya. Dan memang benar dugaanku, ukuran bra Wida 34 C. Bra dan celana dalam yang dibawa Wida mayoritas berwarna hitam, sesuai dengan sifatnya yang berani dan ambisius. Kemudian aku melihat-lihat celana dalam yang ada di koper. Di lihat dari modelnya, celana dalam yang ada hampir seluruhnya model mini, yang apabila dipakai hanya sampai pinggul, kecuali satu celana dalam yang membuat aku sedikit terkejut, yaitu celana dalam model g-string warna hitam. Sekilas aku membayangkan Wida menggunakan celana dalam itu.

Ceklek, pintu kamar mandi terbuka. Buru-buru aku letakkan kembali g-string Wida ke tempat semula.

“Bram, kalau mau minum ambil sendiri ya. Itu ada teh sama kopi kalo mau bikin”, ucapnya dengan posisi masih di depan pintu kamar mandi.

“Iya , gampang”, jawabku pura-pura sedang memainkan ponselku dengan tangan kanan, sambil sedikit menggeser posisi dudukku ke kanan menjauhi koper.

Wida berjalan menghampiri sofa yang aku duduki. Aku tidak terlalu memperhatikan sikapnya karena aku pura-pura sibuk bermain ponsel dengan menyandarkan kepalaku di sandaran sofa. Semula aku berpikir Wida mau mengambil pakaiannya yang ada di koper.

Alangkah kagetnya aku tiba-tiba Wida sudah berada di depanku. Tindakan dia selanjutnya yang membuat aku gugup gelagapan. Dia ternyata sudah melepas cadarnya. Lalu ditepisnya sedikit tangan kanan ku ke arah kanan, Widariknya sedikit roknya ke atas, lalu ditempatkan lututnya di samping kanan dan kiri pahaku, kemudian menempatkan pantatnya yang hangat di pahaku. Lalu Wida mendekatkan wajahnya ke wajahku sambil kedua tangannya berada di sandaran sofa samping kanan dan kiri kepalaku.

“Kenapa? Kaget ya?”, tanya Wida diiringi senyuman menggodanya.

“I, i, iya, ga biasanya gue disodorin tetek sama bumil”, jawabku gugup.

“Gue tau dari tadi elo penasaran sama ini kan?”, sahutnya sembari mengambil tangan kiriku dengan tangan kanannya dan menempatkannya di perutnya. Rupanya dia memperhatikanku curi-curi pandang ke perutnya. Namun saat ini tubuhku masih kaku, bingung untuk berbuat apa. Posisi jidatnya sekarang sudah bersentuhan jidatku. Nafas Wida sudah mulai memburu. Hidungnya pun sudah bersentuhan denganku. Aku yang masih terkejut, masih belum melakukan tindakan apa-apa.

“Cium gue”, perintah Wida disertai bibirnya menyasar bibirku. Aku perlahan-lahan bisa menguasai tubuhku. Ciuman Wida pun mulai aku tanggapi. Dimulai dengan kecupan-kecupan ringan dan dilanjutkan dengan pagutan-pagutan bibirnya dengan bibirku.

Tanganku pun tidak mau ketinggalan. Keletakan ponselku yang daritadi aku genggam. Kemudian tangan kananku mulai meremas-remas payudara kiri Wida yang masih ditutupi bra dan bajunya. Sedangkan tangan kiriku memeluk punggungnya dengan mengusap-usap punggung Wida. Remasan pertamaku di payudara kirinya cukup membuat Wida tersentak keenakan. Pantatnya sedikit terangkat dari pahaku. Ciumannya pun semakin mengganas. Lidah kami mulai bertarung satu sama lain, berebut untuk bermain di rongga mulut lawan jenisnya.​

Tangan kananku terus meremas-remas payudara kirinya. Tampaknya Wida memakai bra yang tipis khusus untuk tidur, karena terasa di telapak tangan kananku kalau putingnya sudah mulai mengeras. Remasan tanganku pun berganti menjadi usapan-usapan di sekitar putingnya yang masih terlindungi baju dan bra-nya. Dia pun mulai mendesah semakin berat.
Puas bermain dengan payudaranya, kedua tanganku pun turun ke bongkahan pantatnya. Aku sedikit kaget, karena pada saat tanganku turun dari punggung ke arah pantatnya, aku tidak menemukan adanya tonjolan garis kain celana dalamnya.​

“Nyari celana dalam gue ya? Udah gue copot kok. Basah”, sahutnya dengan nafas tidak teratur, menjawab kebingunganku. Wida pun kembali menciumi bibirku dan tangan kanannya mengusap-usap puting kiriku.
Mendapat jawaban seperti itu, nafsu birahiku pun semakin tinggi. Aku angkat sedikit bongkahan pantatnya sambil kuremas. Kemudian aku tarik ujung bawah rok Wida sampai dengan pinggulnya, sehingga kulit pantatnya sekarang langsung bersentuhan dengan celanaku.

Plak.. aku tampar pantatnya dengan tangan kananku. Kemudian aku remas-remas kedua bongkahan pantatnya dengan kedua tanganku. Kuusap-usap perut buncitnya yang berisi anakku. Perlahan-lahan jari tengah tangan kananku mulai bermain di sekitar dan di permukaan lubang anusnya. Mendapat sentuhan seperti itu, pantatnya mulai bergerak-gerak, bulu-bulu halus di pahanya pun mulai meremang. Ciumannya ke bibirku mulai tertahan.

“Geli, Bram. Sshh hhahh”, desahnya. Tidak sampai di situ, jari tengahku merambah ke area vaginanya. Kuusap-usap dengan sentuhan ringan ke paha bagian dalam Wida. Kumainkan jari tengahku ke ruang antara lubang vagina dan lubang anusnya. Di area itu kurasakan sudah basah, bukan basah karena air akibat Wida cebok tadi, tapi basah oleh cairan lendir sedikit lengket yang keluar dari lubang vaginanya.

Kulanjutkan aktifitasku dengan menusukkan satu ruas jari tengahku ke dalam lubang vaginanya yang sudah basah dan licin. Efeknya cukup membuat Wida kembali tersentak dan memekik tertahan serta menghentikan ciumannya ke bibirku. Perlahan-lahan aku mulai menggerakkan jari tengah ku keluar masuk lubang vaginanya tapi hanya sebatas satu ruas jari dengan tempo yang bervariasi.

“Terus, Bram. Ssshh haahh”, desahannya semakin kencang.

Aku lumat bibir Wida yang masih menganga. Kutempatkan tangan kiriku di lehernya, menahan agar wajahnya tidak menjauhiku sehingga aku bisa tetap melumat bibirnya. Wida juga tidak tinggal diam, tangan kirinya mulai meremas-remas batang kenikmatanku yang sudah mengeras tapi masih diselimuti celanaku dan celana dalamku.

Kemudian jari jemarinya mulai berusaha untuk membuka kancing dan resleting celanaku. Usahanya pun berhasil, kancing dan resliting telah terbuka sehingga tangan kiri Wida dapat masuk ke dalam celana dalamku. Tangannya pun dengan bebasnya melanjutkan aktifitas meremas-remas batang penisku, tapi kali ini jarinya yang lembut langsung menyentuh batang penisku.

Jari tengah tangan kananku masih setia bermain di lubang vagina Wida. Kali ini jariku juga mencari klitoris Wida. Kudorongkan jariku ke arah klitorisnya dengan posisi satu ruas jari masih di dalam vagina. Dorongan jariku berakhir di klitoris Wida, lalu kumainkan klitorisnya yang sudah mengeras itu dengan ujung jariku. Kugerakkan ujung jariku berputar-putar ke segala arah dengan tempo yang acak. Hal ini sukses membuat Wida sedikit mengejang.

Tangan kiriku membelai dan mengusap punggung Wida, tapi dalam posisi menelusup ke dalam bajunya, berusaha untuk mencari dan melepaskan kait penyangga payudaranya. Mengerti akan maksud dan tujuanku, Wida mengangkat kedua tangannya ke atas. Kuhentikan sementara aktifitas tangan kananku di vaginanya, dan ikut membantu tangan kiriku untuk melepaskan baju dan sekaligus bra yang masih dikenakan Wida. Dengan satu tarikan, terbebaslah kedua payudara dari tempat persembunyiannya.

“Wow”, refleks bibirku berbicara sebagai apresiasi kekagumanku atas payudara Wida.

“Udah pasti gedean punya gue lah ya”, tanggapannya sambil mengedipkan mata kirinya.

Terpampang jelas di hadapanku dua bongkahan bulat besar berukuran 34 C berwarna kecoklatan, dihiasi bulu-bulu halus dengan areola berwarna coklat gelap dan puting seukuran ujung jari kelingkingku.

Kusergap kembali bibir Wida dan kucium dengan ganas diiringi permainan tangan kananku yang meremas-remas dan memilin-milin puting kirinya. Ciumanku bergeser menuju pipi kirinya, kemudian ke arah bawah telinga kirinya, berlanjut ke leher bagian kirinya. Tangan kiriku berada di punggungnya menahan tubuhnya agar tidak terdorong jatuh ke belakang, sementara tangan kananku masih dengan asyiknya memilin dan meremas payudara kiri Wida.

Posisi duduknya sudah tidak di atas pahaku lagi, melainkan sudah di pangkal pahaku. Vaginanya tepat berada di penisku yang masih terbalut celana dalam dengan kepala penis sudah sedikit keluar dari bungkusnya. Pinggul Wida mulai bergoyang untuk menggesek-gesekkan vaginanya pada batang penisku. Cairan vaginanya membasahi celana dalamku dan kepala penisku.

Wida mengerang saat puting kanannya kukulum dengan ganasnya. Jari tengah tangan kananku pun beraksi lagi menusuk-nusuk lubang kenikmatannya, membuat gesekannya semakin cepat dan liar.
“Terus Bram, teruussh...”, racaunya.

“Aach aach aach”, desahan Wida diiringi gerakan pinggulnya semakin cepat. Kupercepat tusukan jari tengahku. Dan​

“aaacchh...”, jerit Wida tertahan. Badannya pun mengejang, tangan kanannya menjambak rambutku membenamkan kepalaku dalam payudaranya, tangan kirinya menarik tangan kananku dari area vaginanya.

“Leph phashhin.. ghe liih”, suaranya terbata-bata. Begitu jariku lepas dari lubang kenikmatannya, terasa cairan vaginanya mengucur keluar membasahi tanganku dan celana yang masih aku pakai.​

“Gile, bisa squirts”, tanyaku takjub. Wida hanya tersenyum, menikmati orgasmenya. Tubuhnya masih kaku mengejang dengan tangan kanannya masih tetap menjambak rambutku.
Tubuh Wida perlahan mulai melemas. Disentuhnya kedua pipiku dengan kedua tangannya. Diciumnya bibirku.

“Jago juga tangan elo ya”, sahutnya.

“Buka baju elo, gantian”, sahutnya lagi.
Tangan kanan Wida kemudian mengusap-usap dadaku. Aku pun melepaskan kaos yang kupakai dan melemparkannya ke tempat tidur. Kedua tangannya kini mengusap-usap tubuh bagian depanku. Mengusap dadaku dan memainkan puting kananku dengan tangan kirinya.
Wida mencium bibirku kembali. Melumat bibir atas dan bawahku berulang kali. Perlahan ciumannya berubah menjadi kecupan. Kecupannya bergeser ke pipi kiriku, beralih ke leherku. Seiring aktifitas Wida itu, posisi duduknya juga mulai bergeser dengan menempatkan bokongnya di ujung kedua pahaku dekat lutut. Bibir Wida sudah berada di dadaku memberikan kecupan-kecupan erotisnya. Lalu dijilati lah puting kiriku, dikulumlah putingku dengan bibirnya yang basah sambil lidahnya bermain di putingku.

Kuarahkan kepalanya dengan tangan kananku ke arah dadaku sebelah kanan. Putingku sebelah kanan merupakan titik yang paling sensitif di bandingkan puting kiriku. Wida pun memperlakukan puting kananku seperti halnya terhadap puting kiriku, memainkan ujung lidahnya di putingku dan mengulumnya lembut.

Mendapat perlakuan seperti itu, nafsu birahiku semakin bergejolak. Kumainkan payudara kanan Wida dengan tangan kiriku. Keremas-remas dan kupilin-pilin puting kanan Wida. Sementara itu, tangan kananku tetap berada di tengkuknya.

Rangsangan demi rangsangan yang diberikan Wida kepadaku terus dilakukan. Kecupannya juga menjalar ke arah perutku. Lalu Wida menurunkan kaki kirinya dari sofa dan meletakannya di antara kedua kakiku. Dibukanya kaki kanan dan kiriku, kemudian diturunkan kaki kanannya, sehingga sekarang kedua kakinya berada di lantai di antara kedua kaki dengan menjadikan kedua lututnya sebagai tumpuan badannya.

Dilorotkannya celanaku sekaligus celana dalamku sampai sebatas pahaku dengan kedua tangannya. Batang kemaluanku yang telah mengeras kaku pun langsung mencuat menunjuk tegak ke atas begitu terbebas dari himpitan celana dalamku.​

“mantap bener kontol lo”, sahutnya mengusik harga diriku.

“Jangan lihat ukurannya, tapi lihat kemampuannya, yang udah bikin perut lu buncit sekarang siapa”, sahutku tidak mau kalah. Dia pun terkekeh mendengar ucapanku.

Dipegangnya batang kemaluanku dengan kedua tangannya yang halus. Dikocoknya perlahan-lahan batang penisku. Matanya terlihat sayu melihat penisku. Ukuran penisku memang tidak berbeda dengan pria Indonesia pada umumnya. Tetapi bentuknya yang unik telah sukses membuat para wanita hamil yang pernah merasakannya menjadi tergila-gila. Pada saat ereksi kepala penisku yang besar dan mengembang seperti kapala jamur, mengecil dan seperti ada sekat di leher penis, kemudian membesar di batang penis, dan mengecil kembali di pangkal penis. Tapi yang menjadi istimewa adalah urat-urat menonjol pada batang penisku yang membuat para wanita menggelinjang nikmat.

Wida mendekatkan wajahnya ke penisku. Melirik ke arahku sebelum akhirnya ujung lidahnya mulai menjilati lubang kencingku. Dimainkan ujung lidahnya di kepala penisku. Dimasukkannya kepala kemaluanku ke dalam mulutnya. Dihisapnya dengan kuat. Lalu Wida memainkan kepala penisku dengan lidahnya sambil tetap kepala penisku berada dalam mulutnya. Digigit-gigit kecilnya kepala kemaluanku.​

Dia melanjutkan dengan menjilati seluruh batang penisku. Menjilati pangkal penisku. Lalu didorongkannya penisku hingga menyentuh perutku. Dijilatinya permukaan bawah penisku, kemudian turun ke bawah dan dijilatinya buah zakar. Dihisap dan dikulumnya buah zakarku satu per satu. Dimainkannya pangkal buah zakarku dengan ujung lidahnya. Wida mencoba mengangkat kedua kakiku dengan memegang bagian belakang lututku dengan kedua tangannya. Aku pun ikut membantunya dengan mengangkat kedua kakiku dan menekuknya seperti posisi setengah jongkok. Setelah Wida puas bermain, diturunkannya kembali kedua kakiku. Lidahnya pun mulai merambat menyapu buah zakarku menuju kepala penisku.

Kutempatkan tangan kananku di kepala Wida. Sambil ku usap rambutnya yang lurus sebatas bahu. Mulutnya mulai menelan penisku. Tidak sampai seluruhnya, mulutnya terlihat kesulitan saat mencapai pertengahan batang kemaluanku yang menggemuk. Terus dia berulang kali memasukkan dan mengeluarkan penisku dalam mulutnya.

Aku ingin sedikit memberikan pelajaran kepadanya. Kutahan kepalanya pada saat dia akan mengeluarkan penisku dari mulutnya. Kutekan kepalanya sampai batas maksimal tenggorokkannya.

“Grokh grokh grokh”, terdengar dari mulutnya dan matanya pun melirik ke arahku seolah-olah berkata “anjir, diapain nih gue”.

“Kenapa? Enakkan?”, tanyaku menantangnya. Hanya terdengar suara “grokh grokh grokh”, dari mulutnya. Matanya pun sudah mulai berair, air liurnya keluar tanpa terkontrol dari mulutnya sudah membanjiri batang penisku, menetes sampai pangkal penisku.

Kulonggarkan tekanan tanganku di kepalanya, dia pun kembali mengocok penisku dengan mulutnya. Semakin cepat dia mengocok penisku. Hingga aku merasakan penisku mulai berkedut, menandakan sebentar lagi aku akan mencapai klimaks. Segera kuangkat kepala Wida untuk melepaskan mulutnya dari penisku. Lalu kutarik tubuhnya untuk kembali berada di pangkuanku. Wida dalam posisi setengah berdiri. Kedua kakinya mengangkangi kedua kakiku yang sudah aku rapatkan. Badannya condong ke depan dengan bibir kami saling berciuman dengan ganasnya. Tangan kanannya masih memegang batang penisku.

Tangan kanannya mencoba mengarahkan penisku ke vaginanya. Kutahan badannya agar tidak mendekati batang kemaluanku. “Nanti dulu, gue pengen ngerasain meki lo”, sahutku. Selanjutnya aku mendudukkan Wida ke samping kiriku. Aku pun bangkit dari dudukku. Mengerti apa yang akan aku lakukan, Wida membuka lebar-lebar selangkangannya.

Sekarang terlihat jelas pemandangan indah dari tubuh Wida. Payudaranya yang besar dan perutnya yang membesar hamil 8 bulan. Vagina Wida yang berwarna coklat sedikit gelap itu nyaris gundul seluruhnya, hanya ada bulu kemaluan yang sedikit lebat di bagian atas vaginanya, sedangkan kanan kiri bibir vaginanya bersih dari bulu, pantas saja aku tadi tidak merasakan adanya rambut-rambut halus pada saat memainkan vaginanya dari belakang.

Aku memposisikan diri di depan vaginanya dengan berdiri dengan kedua lututku, kemudian duduk di ataa kedua tumitku. Mulai kuciumi paha bagian dalam paha kirinya menuju pangkal pahanya. Kucium dan kukecup perlahan-lahan hingga rambut-rambut halus pahanya berdiri merinding. Sudah tercium bau khas milik kemaluan seorang vanita. Kujilati pangkal paha sebelah kiri Wida. Kumainkan dengan ujung lidahku. Terlihat vagina Wida yang kembali basah oleh cairan kenikmatannya. Desahannya pun kembali terdengar jelas.​

“Cepet Bram, jilat meki gue, gue udah ngga tahan”, ucapnya sambil mengarahkan kepalaku dengan tangan kanannya menuju vaginanya.
Aku tidak langsung menuruti permintaannya. Kali ini kumainkan pangkal pahanya sebelah kanan dengan ujung lidahku. Aku sengaja membuatnya sedikit penasaran sehingga nafsunya akan semakin meledak. Kembali kukecup dan kucium paha kanannya bagian dalam, kujilati garis-garis halus selulit Wida dan balik perlahan mengecup pangkal pahanya sebelah kanan. Lalu lidahku pun mulai bergeser ke permukaan vaginanya, dan menyapu permukaan vagina Wida.

Kulingkarkan kedua tanganku melewati kedua pahanya, sehingga kedua paha Wida berada di atas lenganku dan kedua tanganku bisa dengan leluasa memainkan kedua payudara Wida. Kutarik pantat Wida supaya lebih mendekati wajahku. Kumainkan klitorisnya dengan ujung lidahku. Kutekan-tekan dan kusapu dengan ujung lidah. Kulanjutkan dengan sapuan dari bawah ke atas vaginanya. Kulakukan beberapa kali hingga bibir vaginanya yang basah oleh cairan vaginanya dan air liurku, menjadi sedikit terbuka.

Terlihat sedikit mulut vagina Wida yang telah terbuka berwarna merah sedikit kecoklatan. Kumasukkan lidahku ke dalam lubang kenikmatannya yang sudah basah kuyup itu disertai remasan dan pilinan kedua tanganku di kedua payudaranya. Dia pun meremang sedikit mengangkat pantatnya. Tangan kanannya menja rambutku, menahan agar kepalaku tetap berada di vaginanya, tidak mengizinkanku untuk mengehentikan aktifitasku di vaginanya.

Terus dan terus kusapu bagian dalam lubang vaginanya dengan sesekali kuhisap bibir vaginanya dan sedikit kutarik keluar dengan menggunakan mulutku. Kumainkan juga ujung hidungku menekan-tekan klitorisnnya mengikuti irama permainan lidahku, hingga membuat Vagina Wida semakin basah. Kuhisap cairan kenimatan yang keluar dari vaginanya.

“Sshh hhaahh, enak banget Bram”, desahnya. Aku terus memainkan dengan buasnya vagina Wida. Kombinasi tusukan dan gerakan lidah memutar di dalam lubang vaginanya membuatnya beberapa kali tersentak dan mengangkat pantatnya.

“Udah Bram, meki gue makin gatel, masukin kontol lo.. sshhh haahh”, pintanya. Aku menuruti permintaannya, karena aku pun sudah tidak tahan ingin merasakan penisku di dalam lubang kenikmatannya.

Aku kembali berdiri dengan kedua lututku, dan mendekatkan penisku ke vagina Wida. Aku pegang penisku dengan tangan kananku, lalu aku usap-usap bibir vagina dan klitoris Wida dengan kepala penisku. Perlahan kudorong penisku untuk masuk ke dalam liang kenikmatannya. Kepala penisku pun berhasil masuk seluruhnya. Kutahan sebentar posisi ini dan sedikit demi sedikit kugerakkan pinggulku maju mundur membuat Wida mengeluarkan desahan-desahan dari bibir mungilnya.

Semakin lama semakin dalam kudorong batang kemaluanku ke lubang vaginanya, yang saat ini sudah setengah batang penisku ditelan vagina Wida. Aku masih sedikit kesulitan memasukkan seluruh batang penisku. Tangan kanan Wida berada di bawah perutku, menahan goyanganku supaya penisku tidak masuk lebih dalam lagi.

“Pelan-pelan Bram, ini kayanya udah full banget. Inget dedeknya udah mau lahir”, rintihnya.

Kulakukan terus goyanganku yang mendorong dan menarik penisku ke vagina Wida yang semakin lama dinding vaginanya semakin licin. Dengan satu dorongan kuat, kumasukkan seluruh penisku ke dalam liang vaginanya. Duk, kepala penisku terasa menubruk sesuatu, diiringi jeritan dari mulut Wida.

“Aacchh.. anjiirr mentok, Bram. Hati-hati sama dedeknya”, jeritnya disertai remasan kuat tangan kirinya di lengan kananku.​

“Sorry..”, ujarku sambil nyengir.

Kudiamkan dulu posisi ini, biar vaginanya terbiasa dengan penisku. Penisku tidak seluruhnya ditelan vaginanya, masih sekitar tiga sentimeter lagi dari pangkal penis yang berada di luar vaginanya. Setelah beberapa saat, kugoyangkan perlahan maju mundur penisku. Vagina Wida menjepit rapat penisku. Terlihat Wida sudah menikmati vaginanya dipompa oleh penisku, dia mendesah setiap gerakan penisku di vaginanya. Tangan kanannya sekarang berada di putingku, mengusap-ngusap dan memilin-milin puting kiriku.

Kupercepat tempo goyanganku dengan kecepatan sedang, dan desahannya pun menjadi semakin kencang.

“Ach ach ach.. Bram, itu ada apaan di kontol lo?”, racaunya saat merasakan pangkal kepala penisku dan tonjolan urat-urat di batang penisku menggaruk-garuk dinding dan bibir vaginanya. Matanya menatapku sayu, menikmati tusukkan demi tusukkan penisku di lubang kenikmatannya.

Kulingkarkan tangan kananku melalui bawah lututnya kemudian kuremas-remas payudara kirinya dan kupilin-pilin puting kiri Wida. Lalu kutundukkan badanku dan kedekatkan wajahku ke wajahnya untuk mencium bibirnya dengan tumpuan tangan kiriku di sofa samping kanan tubuhnya. Terus kucium bibirnya, kumainkan payudara kirinya, kutusuk vaginanya bertubi-tubi.

“Gantian, gue yang di atas”, pintanya.



Kami pun berganti posisi. Aku yang duduk di sofa, Wida di pangkuanku dengan melipat kakinya di kanan kiri pahaku. Di arahkannya penisku ke bibir lubang kenikmatannya dengan tangan kirinya. Kubantu dia dengan memegang pangkal penisku. Dengan hati-hati Wida memasukkan penisku ke vaginanya. Sudah seperdelapan penisku amblas ditelan vaginanya. Digerak-gerakkan pantatnya mencari posisi yang paling nyaman bagi dirinya.

“Duuh.. mentok nih”, sahutnya. Dia pun menahan agar penisku tidak masuk seluruhnya dengan menopang pantatnya di kedua tumitnya. Dirangkulnya leherku dengan kedua tangannya. Diciumnya bibirku dengan penuh gairah, disertai dengan gerakan naik turun pantatnya secara perlahan. Aku pun kembali memainkan payudara kanannya, meremas dan memilin putingnya, sedangkan tangan kananku berada di tengkuknya menahan agar aku tetap dapat mencium bibirnya.

“Sshh haahh”, suara desahannya kembali terdengar, seiring goyangannya yang tidak lagi naik turun melainkan menjadi kombinasi maju mundur disertai memutarkan pinggulnya, membuat penisku terasa seperti mengaduk-aduk liang kenikmatannya yang semakin lama kembali licin oleh cairan vaginanya.
Kulepaskan ciumanku, dan beralih ke arah payudara kirinya. Kuhisap dan kukulum puting kiri Wida.

“Ach ach ach”, desahannya tidak terputus dari mulutnya. Goyangan Wida semakin liar, kecepatannya pun semakin bertambah, dan semakin lama interval goyangannya semakin pendek. Vaginanya terasa semakin basah dan berkedut-berkedut. Jepitan vaginanya pun semakin kencang. Dan kemudian

“aaacchhh..”, pekiknya keras seiring badannya yang mengejang, dijambaknya rambutku sambil didekapnya kepalaku ke payudaranya dengan posisi setengah duduk sehingga penisku terlepas dari lubang vaginanya, disertai semprotan cairan vaginanya yang menyiram penisku yang masih tegak kokoh berdiri.

“dapetttttt”, racaunya sambil tetap tidak membiarkanku lepas dari dekapannya. Aku menikmati momen seperti ini, suatu kesuksesan dalam bercinta bila bisa membuat pasangan kita mencapai klimaksnya.

“Udah belum ? Ngga bisa nafas nih hehehe”, ucapku. Dilepaskannya aku dari dekapannya. Dia pun kembali duduk di pangkuanku dengan vaginanya menempel pada bagian bawah batang penisku. Digesek-gesekkannya perlahan-lahan vaginanya, diciumnya berkali-kali bibirku.

“Sekarang giliran gue. Doggy ya”, pintaku padanya. Dia pun bangkit dari pangkuanku, disusul aku pun berdiri dari sofa. Lalu Wida mengambil posisi nungging ke arah sofa bagian kanan, dengan bertumpu dengan kedua lututnya dan kedua tangannya berada di lengan sofa bagian kanan. Terlihat bongkahan pantatnya yang bohai dengan lobang anus dan vaginanya yang basah kuyup oleh cairan vaginanya. Bibir vaginanya yang merah kecoklatan sudah dalam keadaan terbuka setelah menerima tusukan bertubi-tubi dari penisku.

Aku memposisikan diri di belakangnya. Kunaikkan kaki kananku di sofa di sebelah paha kanannya dengan kaki kiriku tetap berada di lantai. Kuarahkan batang penisku ke vaginanya.​

“Jangan dalem-dalem Bram. Ada anak kita disana, walaupun enak tapi sakit”, pinta Wida. Aku pun menuruti kemauan Wida, kumasukkan penisku tujuh per delapan panjang penisku. Lalu mulai kugoyangkan pinggulku maju mundur dibantu kedua tanganku yang berada di pinggulnya, dan sesekali kutampar dan kuremas bongkahan pantatnya. Kupercepat tusukkan penisku ke vaginanya. Payudaranya dan perutnya yang besar pun turut bergelayutan ke sana kemari sesuai irama goyanganku. Membuatku semakin bernafsu untuk terus mengocok vaginanya dengan penisku.

Penisku sudah berkedut-kedut, sebentar lagi aku akan mencapai klimaks. Kupercepat ayunan pinggulku.

“Uuch enak banget meki lo ”, sahutku. Dan aku pun mendapatkan orgasmeku. Kutusuk dalam-dalam penisku di vaginanya, Wida sedikit tersentak. Kusemprotkan cairan spermaku dalam-dalam di lubang vaginanya. Lebih dari lima kali aku menyemprotkan spermaku. Kupeluk tubuh Wida dari belakang, dia pun membalasnya dengan mengusap kepalaku dengan tangan kirinya.​

“Banyak banget kayanya”, ucap Wida.

“Iya, biar lahirnya lancar”, candaku dibalas dengan cubitan tangan kirinya di pinggangku.

Aku cabut penisku dari vagina Wida, lalu aku pun duduk bersandar kelelahan di sofa. Wida mengambil posisi duduk di pangkuanku dengan membelakangiku. Dia mengambil kedua tanganku dan melingkarkannya di pinggangnya, sementara kepalanya direbahkan di bahu kiriku.​

“Elo nginep di sini kan?”, tanya Wida.

“Emang kalo gue nginep, gue dapet apaan?”, godaku.

“Dapet ini nih”, sahutnya sambil mengelus perutnya yang membuncit itu.

“Aduh duh , jangan, nanti kecepetan brojol. Kalo brojol sekarang kan nanti laporan ke suami lu gimana hehehe”, jawabku.

“Gampang, itu urusanku” sambil dibalasnya dengan cubitan-cubitan di pinggangku.

“Ke kamar mandi yuk, abis itu kita tidur. Udah ngantuk gue”, ajak Wida sambil bangkit dan menarik tanganku untuk bersamanya menuju kamar mandi. Setelah bersih-bersih kami pun pergi ke tempat tidur dan tidur dalam keadaan sama-sama telanjang, dan Wida meminta untuk tidur dengan dipeluk dari belakang olehku. Lalu kami pun tertidur dengan senyum puas tersungging dari bibir masing-masing.​
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd