Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Cewek Liar (Lanjut)

Ikutan memantau neng Sasa :vampire:
semoga makin binal. hehe :konak:
 
Back Again

“Ih, bapak onani ya?” tanyaku pada pak Yono setibanya aku kembali ke dalam mobil.
Kulihat beberapa tisu berceceran di bawah kursinya. Ternyata pak Yono merekam aksiku dengan pelayan tadi. Hal ini kuketahui karena ponselnya yang diletakkan di konsol tengah mobil masih memperlihatkan rekaman tersebut.
“Hehe, iya tadi sempet saya rekam, non.” jawabnya.
Bukannya marah, aku hanya mengambil ponselnya. “Terserah lah, pak. Yuk pulang. Udah kesorean.” perintahku.
Aku asik memainkan ponsel pak Yono, sehingga kami tidak banyak berbicara selama melanjutkan perjalanan.
“Ih, kok banyak foto sama video Sasa sih, pak.” ucapku saat membuka galeri ponselnya.
Di sana kutemukan beberapa foto kemarin malam saat aku tertidur tanpa busana, ada pula beberapa video rekaman CCTV saat kami besenggama di ruang tengah beberapa waktu lalu, dan masih ada beberapa lainnya.
“Buat hiburan saya aja kok, non. Jangan dihapus.” pintanya.
“Dasar gak ada puas-puasnya bapak, ih.” ejekku.
Aku memang tidak bermaksud menghapusnya. Sebaliknya, aku mengedit rekaman aksiku barusan di McD. Kusensor mukaku, lalu kukirimkan video tersebut pada pelayan tadi. Semoga dia tidak kaget saat membukanya, pikirku.
- - - - -
Sesampainya di rumah, kutahu bahwa orangtuaku sudah pulang. Beberapa hari ini, mereka akan berada di rumah dan akan pergi meninggalkanku lagi di kemudian hari, layaknya para orangtua kaya lainnya yang sibuk bekerja. Sebenarnya aku sudah terbiasa dengan lah ini sejak kecil, dan tidak terlalu mempedulikannya, lagipula ada pak Yono yang selalu berada di rumah. Namun tetap saja, ibuku tentu akan mengomeli pakaianku saat ini.
Namun ternyata aku tidak terlalu beruntung. Kulihat ayah sedang menongkrong di teras rumah.
“Hai papa.” sapaku setelah turun dari mobil.
Sebenarnya ayahku bukanlah seorang yang galak. Bisa dibilang, aku lebih bisa bermanja-manja dengannya dibandingkan dengan ibu. Beberapa kali kami bercengrama dan bercanda, namun ayah tidak pernah mengomel mengenai penampilanku. Pada hal ini, dia lebih menyerahkannya pada ibuku. Sehingga ibu lebih sering mengomel mengenai berbagai sikap burukku, seperti halnya berpakaian minim.
“Eh, anak papa udah pulang.” balas ayahku.
Aku berlari mendekat dan memeluk ayah, tak peduli bahwa saat ini aku sedang tidak memakai BH. Semoga ayah tidak meyadarinya, meski beberapa saat kutahu dia menyaksikan belahan payudaraku dari luar seragam cheers yang kupakai.
“Kamu bau. Mandi, ganti baju dulu sana!” perintah ayah sambil bercanda.
“Iya, pah. Mama mana?” jawabku sambil berlalu, masuk ke dalam rumah.
“Kayaknya di dapur.” jawab ayah setelah aku meninggalkannya. Setelahnya, sayup-sayup kudengar ayah berbicara dengan pak Yono. Tapi aku tidak mempedulikannya.
“Hai mama, Sasa pulang.” sapaku pada ibu yang berada di dapur.
“Aduh sayang, sudah berapa kali mama bilang. Kok gak ganti baju atau pake jaket aja, sih. Masa anak gadis kok pakaiannya seperti itu.” bukanya balas menyapa, tapi dia justru mengomeli pakaianku.
“Sasa gak bawa jaket, mah. Lagian ini tadi habis latihan cheersnya, sekolah udah sepi kok, mah. Hehe.” rajukku pada ibu, sambil memeluknya.
“Tetep aja nggak pantes, sayang. Sebagai anak gadis kamu harus perhatiin penampilan. Bukannya pamer badan begini, sayang. Kalo ada cowok yang lihat gimana?” tegur ibu.
“Memang siapa yang lihat, sih, mah? Di sini kan ada pak Yono yang jaga.” belaku.
“Pak Yono itu juga cowok, sayang. Malu dong. Kalo pak Yono khilaf gimana? Udah sana, mandi, ganti baju!” perintah ibuku.
“Iya mamah.” balasku dengan cemberut, lalu meninggalkannya.
Seolah mengabaikan nasihat ibu, sesampainya di kamar, langsung kulucuti semua aksesoris dan pakaian yang kukenakan. Sebenarnya aku bukannya tidak suka, tetapi nasihat ibu barusan hanya kuanggap angin lalu. Aku harus bersikap seolah patuh, meskipun di belakangnya, aku tidak terlalu memperhatikannya. Aku hanya tidak ingin menjadi anak yang durhaka. Toh, ayah dan ibuku masih menyayangiku meski tidak dapat selalu berada di dekatku.
Memang bertolak belakang, tapi kurasa inilah yang kuinginkan. Sejak keperawananku direnggut Brian, sumbat yang menahan kebinalanku seolah hilang. Hal ini semakin kusadari, ketika aku mulai mencoba menggoda pak Yono.
- - - - -
“Halo pak, emmhhh...” ucapku menelepon pak Yono.
“Iya, non Sasa?” jawabnya.
“Ossshhh... jemput Sasa di rumah Jenny, ya. Ssshhh...” ucapku sambil mendesah.
Sore ini aku masih berada di rumah Jenny. Sejak kupasrahkan perawanku kemarin, seharian aku, Jenny, dan Ratna berpesta melayani nafsu Brian dan pak Rudi. Atau memang kami yang merelakan keinginan mereka? Kami tak peduli. Nafsu telah menguasai pikiran kami sepanjang hari. Terlebih lagi, ketiadaan penghuni lain selain kami di sini, seolah meleluasakan kegilaan ini.
“Non Sasa gak apa-apa kan?” tanya pak Yono di balik telepon.
Bukannya memelankan sodokannya, pak Rudi justru semakin kuat menggenjot vaginaku dari belakang.
"Emmhhh... gapapa pak. Sshhh..." jawabku mengakhiri telepon dan meletakkan ponsel supaya aku dapat berpegangan pada pinggiran meja, mengfokuskan diri menahan terjangan penis pak Rudi di vaginaku.
Pak Rudi terus memompa vaginaku dari belakang. Di pantulan cermin kulihat Brian, Jenny, dan Ratna sedang threesome di balkon kamar. Ratna kini sedang didoggy Brian, sedangkan Jenny asik mencium bibir pacarnya tersebut, seolah memberi semangat.
Kuakui mereka sangat nekat, meskipun sebagian tubuh bawah mereka tertutup tembok balkon, tetap saja bagian atas tubuh mereka dapat terlihat dari luar rumah. Beruntung kompleks di rumah Jenny sepi dengan jarak rumah di depan cukup jauh.
“Ah... oh... sshhh...” sesekali kudengar desahan Ratna menerima sodokan penis Brian. Akupun ikut semakin bernafsu mendengarnya. Tanpa sadar aku kini juga menggoyang tubuhku maju mundur seakan ingin memperdalam tusukan penis pak Rudi.
“Emmhhh... kok berhenti, pak? Sshhh...” Pak Rudi menggodaku dengan menghentikan goyangannya.
Tanpa menjawab, pak Rudi memegang pantatku dan menggerakkannya maju dan mundur. “Bapak mau Sasa yang goyang?” tanyaku. Pak Rudi hanya mengangguk menjawabnya.
Mengerti keinginannya, aku langsung menggoyang pantatku maju dan mundur, menghayati penis pak Rudi di dalam vaginaku. “Ah... ah... oh... sshhh...” desahku keenakan.
Beberapa kali kudengar juga desahan Ratna dari luar. Ternyata kini Ratna sedang digendong Brian, menempel tembok balkon, sedangkan Jenny asik mencumbu mereka berdua secara bergantian. Brian berusaha keras memompa penisnya di dalam vagina Ratna.
- - - - -
Aku terus bergoyang. Tak lupa, pak Rudi juga mempermainkan payudaraku dari belakang. Hal tersebut membuatku semakin tidak tahan. “Pak, emmhhh... Sasa gak tahan... ooohhh...” ‘crrr... crrrr...’ cairan orgasmeku tertahan oleh penis pak Rudi.
Kuakui, meski pak Rudi sudah berumur, tetapi staminanya masih sangat terjaga. Semalam, setelah berhasil membuat Jenny terkapar, pak Rudi masih sanggup melayani nafsu Ratna. Kinipun aku terkulai lemas setelah memacu penis pak Rudi hampir selama 15 menit. Orgasmeku seolah membuktikan kegagahan penis pak Rudi.
Kusandarkan kepalaku di meja, sambil melihat kegiatan Brian, Jenny, dan Ratna di balkon. Brian semakin keras memompa Ratna. Sebenarnya dia hanya perlu mengangkat dan menopang kaki Ratna, dan membiarkan gravitasi membuat tubuh Ratna turun dengan sendirinya hingga menumbuk penisnya semakin dalam ke liang vagina Ratna.
“Terus Bri... Ssshhh... Gue mau nyampe... oosshhh...” desah Ratna. Kulihat Brian semakin kuat memompa Ratna.
Hingga beberapa saat, akhirnya Brian memperlambat gerakannya. Sepertinya mereka telah mencapai puncak. Brian menurunkan Ratna melepas tautan kelamin mereka. Terlihat lelehan sperma Brian meluber dari vagina Ratna.
‘Teng... tong...’ tiba-tiba terdengar suara bel berbunyi. Brian, Jenny, dan Ratna kaget dan langsung menunduk bersembunyi di balik tembok balkon. Akupun juga kaget, namun pak Rudi tetap menahanku, supaya tautan kelamin kami tidak lepas.
“Mungkin supirnya Sasa. Udah gue aja yang ke depan.” ucap Ratna dengan santai.
Mendengarnya, Jenny justru menjilat sisa sperma di penis pacarnya yang kini duduk di kursi balkon. Sebenarnya aku juga khawatir kalau yang ada di depan adalah pak Yono, tapi Pak Rudi justru mulai menggoyangku lagi, mempermainkan putingku, membuat nafsuku naik lagi.
Kini kulihat Ratna telah memakai handuk untuk menutupi tubuh telanjangnya. “Kalo bener pak Yono, ntar gue kasih tau.” ucap Ratna sambil bercermin merapikan rambutnya di samping pak Rudi yang asik menusukku.

Sepeninggal Ratna, seolah tidak mempedulikan Ratna, kami berempat kembali memuaskan birahi masing-masing. Aku mulai hilang akal merasakan nikmatnya penis pak Rudi di dalam vaginaku. Beberapa saat kami melakukan gerakan maju-mundur bersama-sama untuk meningkatkan kepuasan kami.
“Ohhhss... aaashhh... pak... eemmmhhh...” desahku merasakan rangsangan tangan pak Rudi di payudaraku.
“Jangan keras-keras non, kalo kedengeran supirnya non, loh.” ucap pak Rudi mengingatkanku sambil.
Kulihat ternyata Ratna tidak menutup pintu kamar dengan benar. Akupun berusaha menahan desahan nikmatku menerima sodokan pak Rudi. Tak lama, akupun merasa sudah mencapai batasku. Mungkin pak Rudi merasakannya juga, karena kini dia menggoyangku semakin kencang.
Sambil meresapi kenikmatan yang kurasakan, ‘Crrr... cccrrrr...’ orgasmeku pun menyiram batang penis pak Rudi. Seolah tidak diperbolehkan untuk berhenti orgasme, pak Rudi terus menggenjotku. Saat mulai reda, tiba-tiba pak Rudi melepas tautan kelamin kami. ‘Crottt... crottt...’ kulihat ke belakang, ternyata pak Rudi menyemprotkan spermanya ke punggungku.
Selain itu, kulihat juga ternyata Jenny iseng merekam persenggamaanku dengan pak Rudi barusan. Dengan malu, kututupi mukaku, tapi aku tidak menghindar ataupun mencegahnya. Aku hanya membiarkannya saja, karena aku sungguh kelelahan.
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd