Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY Cewek Liar

Status
Please reply by conversation.
Chap. 1. Goda-gado

‘Pagi sayang, jalan yuk’ tiba-tiba masuk sebuah chat dari pacar yang membangunkanku.
Sudah 2 bulan kami berpacaran. Dia adalah seorang mahasiswa bernama Andi di universitas ternama di kotaku ini. Selayaknya mahasiswa umumnya yang merantau dan rajin mengikuti kuliah, dia merupakan pacar ‘biasa’, dengan sikap peduli dan loyalnya kepadaku.
Memang kami tidak sering bertemu. Setidaknya 1 kali seminggu kami jalan bersama. Seperti chat barusan yang dia kirim padaku.
‘Iya kak. Mau jalan kemana?’ balasku menanggapi ajakan Andi.
‘Nonton yuk, di XXI.’ balasnya cepat dan simpel.
Tidak banyak kejadian unik selama kami berpacaran. Seperti pasangan-pasangan pada umumnya, kami kami hanya sering berjalan-jalan, berbelanja, menonton, dll. Memang cukup membosankan, tetapi kusetujui saja ajakan Andi tadi.
Sambil berbalas chat dan mencoba beranjak dari kasur, “Dari siapa say?” terbangun sorang yang ada di sebelahku sambil menarik tanganku untuk kembali terbaring dalam dekapannya.
“Andi, pak.” jawabku sambil tersenyum padanya.
Ya, yang barusan bertanya adalah orang yang lebih tua, bahkan lebih tua daripada ayahku.
‘Cuphhh’ “Yahh, gak bisa berduan seharian sama saya nih, padahal bapak-ibu lagi keluar kota.” Kecupnya pada bibirku secara tiba-tiba sambil mengeluh.
“Emang semalem masih kurang, pak?” balasku.
“Jelas kurang lah.. Nona seksi gini, pengennya bapak entot terus. Hehe.” ucapnya sambil terkekeh.
“Asshhh... Ohhhss... pak...” desahku merasakan tangan hitamnya meremas salah satu payudaraku yang berada di balik selimut kami. Birahikupun ikut naik atas rangsangan yang diberikan pak Yono.
Tiba tiba pak Yono membuka selimut kami dan menindih badanku. “Ck ck ck... perasaan tambah montok aja toketnya, non...” ucapnya terpesona.
“Masa sih pak? Salahin tangan bapak tuh.” candaku.
“Terima kasih, wahai tangan nakal.” katanya kepada tangannya sendiri.
“Tapi tetek aku masih bagus kan, pak?” tanyaku sambil meremas kedua payudaraku untuk menggodanya.
“Bagus kok non, masih muda tapi teteknya montok. Hehe.” pujinya
“Kalo gitu tiup lagi biar tambah montok dong, pak.”
‘Cuphhh... cuphhh... ashhhss... ahhss... ohhh...’ suara desahku bercampur seiring cupangannya pada salah satu payudara kananku sambil tangannya meremas yang kanan. Bergantian dia mempermainkan kedua payudaraku.
“Cupang yang banyak, pak... ahhhss... ohhh...”
Pak Yono menghentikan hisapannya, “Kalo ketahuan pacarnya gimana, non?”
“Biarin... shhhh...” balasku memaksa kepalanya mendekat lagi ke payudaraku, supaya dia terus menjilat, menghisap, dan meremasnya.
Tak lama kamipun berciuman dengan panasnya. ‘Cuphhh... cupphhhh... shhhh...’ Cukup lama kami berciuman sambil tangan pak Yono terus bekerja, berkeliaran di tubuhku, dari atas sampai bawah.
Hingga tangannya mencapai pangkal pahaku, “Asshhhh... pak... sshhhh...” desahku saat jarinya mencolek-colek vaginaku.
“Basah banget, non. Udah napsu ya. Hehe.” godanya lagi.
“Colek terus, pak... Masukin... ssshhh...” desahku saat merasakan satu jarinya menerobos liang vaginaku. Dipermainkannya bagian dalam vaginaku dengan jarinya.
“Asshhhh... Terus, pak... Sasa mau keluar... ssshhh...” dengan patuh, tangan pak Yono semakin cepat memainkan jarinya di dalam vaginaku.
‘Ooooooossshhh... aaaaaaahhhh... Cccrrrrrr.... cccccrrrrr... crrrr...’ menyemprotlah cairan vaginaku hingga kasur kami basah untuk kesekian kalinya sejak semalam.
“Pagi-pagi udah ngecrit banyak amat, non. Haha.” kuhiraukan tawa pak Yono.
Sambil mengatur nafas, kugapai penis pak Yono dengan tangan kiriku. Kukocok perlahan penis besarnya itu.
Namun, tidak lama, dengan gontai akupun bangkit meninggalkan pak Yono.
“Non...” panggilnya dengan nada bingung.
“Mandi yuk pak.” ajakku sambil tersenyum padanya.
Seperti kerbau yang dicocok hidungnya, pak Yono langsung berlali menggendongku ke kamar mandi yang ada di dalam kamarku ini.
‘Serrrr... Cuphhh... cuphhh... Asshhhh...’ di bawah guyuran shower, lagi-lagi kami berciuman dengan mesranya. Namun kali itu tidak lama, karena perlahan kuturunkan kepalaku menjilati leher, dada bidang, perut, hingga sampailah pada penis pak Yono.
Sambil memasang wajah binalku pada pak Yono dari bawah, mula-mula kukocok penisnya. Mulai dari perlahan sampai dia mengerang keenakan.
“Ahhh... Terus, non... Emut dong, non...” pintanya sambil mendesah.
Tidak langsung kuturuti permintaanya. Namun kumulai dengan mengecup beberapa bagian dari penisnya, dari bulu lebatnya, testis, batang, hingga helmnya.
“Oohhh... non...” desahnya bertambah ketika perlahan kumasukkan penis besarnya ke dalam mulutku. Memang terlalu besar hingga hanya sebagian saya yang mampu kuhisap.
Mulai kumaju-mundurkan kepalaku, memainkan penis pak Yono dalam mulut mungilku. Semakin lama semakin cepat. ‘sleb... sleb... clokk... cpokkk...’ kurelakan mulutku layaknya sedang disenggamai.
“Ahhhh... non... osshhh...” desah pak Yono semakin keras.
Sebenarnya aku berusaha sekuat tenaga supaya pak Yono orgasme. Tapi sungguh, meski sudah tua, kutahu stamina pak Yono tidak mudah habis. Hal ini tentu, sebuah kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang penjaga, seperti pak Yono ini.
Hingga akhirnya, “Ahhh... ohhh... mmhhh... Kok masih kuat sih, pak?” bukanya orgasme, justru aku yang tidak kuat berlama-lama menghisap penis pak Yono.
“Haha, kasihan non Sasa.” ucapnya sambil mengangkat badanku.
‘Cupphhh... cuphhh...’ lagi-lagi kami berciuman. Namun perlahan kurasakan tangan mengangkat paha kiriku. Pak Yono mempermainkan birahiku dengan menggesekkan penisnya pada lubang vaginaku.
“Uhhhh... pak... entotin Sasa... sshhhh...” pintaku padanya.
Tidak lama, kurasakan kepala penisnya mulai membelah liang vaginaku. Meski sudah berkali-kali vaginaku diobrak-abrik oleh penisnya, namun rasanya tetap saja mendebarkan. Terlebih, penis pak Yono lebih besar daripada penis lain yang pernah kurasakan.
‘sleb... sleb...’ perlahan tapi pasti, kepala penis pak Yono mentok hingga rahimku.
“Ahh... masih sempit aja memek non Sasa... Ssshhhh...” desah pak Yono sambil meresapi penisnya yang terjepit di dalam vaginaku.
“Kontol bapak paling besar sih... Aaahhhh... ooossshhhh...” jawabku sambil merasakan genjotan penis pak Yono.
“Emang udah berapa kontol yang udah pernah ngentotin non Sasa?” tanyanya curiga sambil terus menggoyang penisnya keluar-masuk.
“Rahasia dong, pak... Ssshhh... aahhh...” jawabku menggodanya.
Seolah marah, pak Yono mempercepat genjotannya pada vaginaku. “Aaahhhh... ooohhhsss... Terus pak... lebih kenceng... ooohhhhh...” Hinggga tak lama, lagi-lagi aku orgasme. ‘Crrrr... currrr... crrrr...’ cairan cintaku membasahi penisnya.
Mengerti keadaanku, pak Yono menghentikan genjotannya sejenak namun penisnya tetap menancap dalam vaginaku.
“Asshhh... ssshhh... Ayo genjot lagi, pak... Hamilin Sasa... Ssshhh...” desahku mengatur napas sambil menggodanya.
Meskipun terlihat kekar dan bersatamina banyak, tetap saja pak Yono adalah seorang yang memiliki rasa takut. Termasuk pada keluargaku, atau majikannya. Karena itulah, aku tahu mengapa dia tidak pernah sekalipun menyemprotkan spermanya ke dalam vaginaku.
Sedikit bingung, dilepasnya paha kiriku dari tangannya. Lalu kudorongnya hingga terduduk di closet yang ada dibelakangnya. Sambil kugoda dia, kugesekkan kepala penisnya pada vaginaku di atasnya.
“Non...” ucapnya, yang kutahu seolah menolak untuk menghamiliku.
Namun kepalang tanggung, birahikupun tak kunjung tuntas. Maka kumasukkanlah penis besar pak Yono itu ke dalam vaginaku.
“Asshhhh... Nikmatin aja ya, pak... Ssshhhh... oosshh...” Kali ini kugenjot penis pak Yono dalam vaginaku.
Dengan binalnya kogoyang badanku naik-turun di atas paha pak Yono. Tak terasa, badan kami mulai berkeringat, karena closet yang kami duduki tidak terguyur oleh shower.
Hingga hampir 10 menit aku bersusah payah berolahraga di atas paha pak Yono, tiba-tiba, “Udah non... lepas... bapak mau keluar... Ssshhh... Asshhh...” Dia mendesah sambil berusaha mengangkat badanku supaya kelamin kami terlepas. Namun di sisi lain, aku juga berusaha keras memeluk dan menekan badannya supaya kami tidak terlepas.
‘Cupphhh... cuupphhh...’ kubungkam mulut pak Yono dengan cumbuan mesra.
Sampai tak lama kemudian kurasakan penisnya bergetar di dalam vaginaku. Tak lama kemudian, sambil terus kugoyang badanku, kususul spermanya dengan cairan cintaku.
“Aaasshhhh... ooosshhh... ssshhhh... hangat pak... Shhh...” desahku puas, karena setidaknya berhasil mengalahkan penis pak Yono.
“Non Sasa yakin mau punya anak sama saya?” tanya pak Yono di antara desahan kami, masih dengan sedikit nada ketakutan.
“Emang bapak gak mau?” tanyaku manja.
“Bukan gitu, non. Tapi kan...”
“Kalo gak mau yaudah. Keluar sana pak!” Sergahku dengan paksa melepas pelukan dan tautan kelamin kami.
“Non...” panggilnya saat aku berpaling menuju shower.
“Keluar!” sekali lagi kubentak pak Yono.
Lalu dengan katakutan, pak Yono keluar dari kamar mandiku.
Setelahnya, akupun melanjutkan acara mandiku, hingga berdandan mempersiapkan kegiatanku menonton film bersama Andi yang sebentar lagi akan menjemputku.
- - - - -
‘Ting tong...’ terdengar bunyi bel rumahku.
Akupun segera menuju pagar rumah, membukakannya untuk Andi. Saat itu dia tercengang dengan penampilanku. “Tunggu sebentar ya, kak.” perintahku padanya untuk menunggu di teras rumah.
Aupun kembali masuk ke dalam rumah, menuju kamar belakang, tempat pak Yono berada.
Di depan pintunya yang terbuka, kusapa pak Yono yang sedang menonton televisi tabung di depannya. Saat itu aku hanya mengenakan kaos longgar denga dada rendah, dan rok pendek, tanpa bra. Seperti tatapan Andi tadi, pak Yono terpaku dengan penampilanku saat ini.
“Gimana pak? Sasa cantik gak?” tanyaku pada pak Yono.
“C... cantik, non...” jawabnya
“Kayaknya lebih seksi kalo gak pakai ini ya, pak?” tanyaku sambil sekejap mempelorotkan celana dalamku dan melemparkan hingga mendarat di muka pak Yono.
“Hah, non...” pak Yono terkaget.
Namun dengan segera, kutinggalkan pak Yono dengan kekagetannya. “Tolong dicuciin sekalian bersihin kamar Sasa ya, pak.” ucapku meninggalkannya menuju teras rumah hingga meninggalkan rumah bersama Andi, pacarku yang tidak tahu apapun.
Mantap om karya nya. Mohon dilanjut 😁
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Toni, Target Operasi

Pagi itupun aku dan Andi pergi menonton di bioskop.
“Hari ini kamu cantik banget, yang.” puji Andi saat kami berada di mobilnya.
“Jalan-jalan sama pacar harus cantik dong.” jawabku sambil tersenyum padanya.
“Bisa aja kamu, yang.” katanya sambil mengecup tanganku.
Meskipun Andi berperangai lembut dan cenderung kuper, kutahu dia sesekali melirik pahaku. Berkali-kali dia mencuri pandang pada tonjolan puting dan pahaku yang tersibak di balik rok. Namun aku diam dan biasa saja, membiarkannya.
Mungkin bisa kalian bilang, bahwa aneh sekali perempuan muda menyukai hal eksibisionis seperti ini. Namun sejak merasakan nikmatnya bercinta, nafsuku serasa tidak terbendung. Seolah aku suka, ketika banyak pria yang menatapku dengan nanar. Bahkan atas nafsuku sendiri, vaginaku telah merasakan beberapa penis, salah satunya bercinta dengan penjaga di rumahku sendiri, pak Yono.
Selama berjalan-jalan dengan Andi, tentu banyak mata yang memandangku, terutama para pria. Beberapa pria memandangku nanar, namun aku cuek saja. Akupun tahu, beberapa kali pacarku mendapati tatapan-tatapan mesum pria pada tubuhku, namun dia seolah tidak mampu berbuat lebih dan hanya menutupi pandangan pria lain sebisanya.
“Yang, kok bapak itu lihatin kamu segitunya sih? Kamu kenal?” tanya Andi di telingaku.
“Kayaknya engga deh.” jawabku. “Atau pakaianku ada yang salah?” tanyaku balik.
“E.. em, gak ada yang salah kok yang.” jawabnya dengan memandangku sekilas.
Andi tidak pernah mempermasalahan pakaianku. Mungkin dia tidak berani untuk mengaturku, atau justru senang dengan penampilanku dan bangga bahwa pacarnya ini seksi hingga dapat dipamerkan pada orang lain. Akupun tidak peduli dengan hal tersebut. Yang ada hanya bahwa dengan memiliki pacar, aku merasa aman bereksibisionis ria tanpa sepengetahuannya.
- - - - -​
Hingga selesai menontonpun, tidak terjadi hal menarik yang bisa kuceritakan. Lalu kami makan siang di restoran sekitar mall tempat kami menonton.
‘Jangan lupa, ntar sore ke kosan gue! Ngerjain tugas kelompok!’ tiba-tiba ada chat masuk di ponselku.
Andi yang mengetahuinya lalu bertanya, “Siapa, yang?”
“Ini si Ratna ngingetin. Habis ini anterin aku ke kosannya ya, yang. Ada tugas kelompok buat besok.” jawabku.
“Oke sayang. Pulangnya mau dijemput gak?” tawarnya
“Gausah deh, yang. Aku nebeng Vivi aja.” tolakku pada tawaran Andi. Diapun menyetujuinya.
- - - - -​
Tak lama, sore itupun kencan kami berakhir. Saat itu aku sudah diantar Andi ke depan kosan Ratna. Kamipun berpisah di sana.
Akupun segera menuju kamar Ratna ‘ceklek.’ “Hei, guys. Maaf gue telat.” Ucapku sambil membuka kamar Ratna. Kulihat di dalam kamarnya ada teman sekelasku, Jenny, Vivi, Andre, Toni, serta Ratna.
“Ngapain aja nih, yang habis kencan?” goda Jenny padaku.
“Nonton doang di XXI.” jawabku bergabung dengan mereka berempat.
Kulihat para pria di ruangan ini terpaku pada penampilanku. Beruntung Andre, dipelototin oleh pacarnya sendiri, yakni Vivi. Rasanya ingin ketawa aku melihatnya. Otomatis tingga Toni saja yang leluasa memandangiku. Namun kutahu dia cukup canggung, jadi akupun biasa saja.
Kamipun mulai mengerjakan tugas supaya kami bisa presentasi besok. Beruntung saat itu Jenny telah membuat draf yang hanya perlu kami atur saja. Sehingga tugaspun cepat selesai.
“Sipdeh, tinggal dirapihin aja.” kata Jenny memastikan.
“Viv, elo sama Andre yang finishing yak! Kita berempat kan udah nyelesein banyak.” perintah Ratna karena melihat mereka berdua bermesraan terus sejak tadi.
“Siap bosku.” jawabnya sambil bercanda.
“Diselesein yak, jangan berduaan aja lo berdua!” tambah Jenny.
“Iya... Ntar kita selesein sambil pangkuan kan ya, say. Cuph...” jawab Andre sekenanya, sambil mencumbu Vivi.
“Bangke kalian! Hush, cari kamar sana!” usir Jenny pada pasangan tersebut.
“Iya-iya. Pulang yuk, yang.” ajak Vivi pada Andre.
Segera aku mencegah mereka karena ingin sekalian menumpang untuk pulang. “Eh, Viv, Ndre, gue nebeng dong!”
“Oke, yuk Sa. Kita boncengan bertiga.” jawab Andre bercanda, hingga kutahu mereka naik motor.
“Yah, tumbenan kalian naik motor? Terus gue sama siapa dong pulangnya? Jen?” tanyaku sambil menatap memohon bantuan Jenny.
“Minta jemput kak Andi sana! Gue udah pesen ojek barusan.” jawab Jenny.
“Andi tadi udah gue suruh kagak usah jemput, Jen. Seneng amat lu dempetan sama kang ojek!” ejekku pada Jenny.
“Ya kan gue punya tukang ojek pribadi di rumah.” jawabnya sambil menekankan kata ‘pribadi’. “Sama Toni tuh. Diem aja dari tadi lihatin elo, Sa.” saranya menambahkan.
Memang sejak tadi, Toni tidak banyak bicara. Sesekali kami bertatapan, hingga kutahu dia sering mencuri pandang ke arah dada dan pahaku.
Sejak tadipun aku tahu, dan beberapa kali mencari kesempatan untuk sengaja menggodanya. Beberapa kali aku sedikit menunduk memperlihatkan belahan dadaku padanya. Tentu Andre juga beberapa kali tidak sengaja mengetahuinya. Namun karena ada Vivi, dia tidak berani menatapku.
“Yaudah, gue nebeng boleh, Ton?” pintaku pada Toni.
“B... boleh, Sa. Yuk.” jawabnya sedikit canggung.
“Grogi amat lu, Ton. Pelan-pelan aja di mobil. Puas-puasin.” goda Andre pada Toni.
“Eh, kang ojek gue udah di depan. Gue duluan yak.” ucap Jenny sekaligus kami pergi meninggalkan kos Ratna.
“Yaudah sana. Hati-hati, guys. See you tommorow.” ucap Ratna sambil meng-kiss bye kami semua.
- - - - -
Tak lama akupun berada di mobil Toni dalam perjalanan pulang. Masih dengan sikap lugunya, kali ini dia sesekali menatap tubuhku.
Sesungguhnya sejak tadi pagi, saat bersama Andipun aku sudah merasa cukup jengah dengan tatapan-tatapan para pria di sekitarku. Meskipun memang itulah yang kumau. Hehe.
Namun kali ini, kejengahaku seperti tidak tertahan lagi. Akupun mencoba memulai berbicara dengan Toni. “Lirik apa sih, Ton? Dari tadi juga. Awas nabrak lho.” ucapku berpura-pura sedikit membetulkan posisi rokku yang sedikit naik.
“Eh, s.. sorry, Sa. Gue gak sengaja.” jawabnya.
Tiba-tiba Toni menghentikan laju mobil karena berada di lampu merah.
Akupun berniat menggodanya dengan sedikit mendekatinya. “Gak sengaja lihat apa?” tanyaku dengan nada lembut sambil menatapnya menggoda.
Sambil menoleh, dia terpaku pada belahan dadaku yang tepat berada di depan matanya. “T.. toket. M.. maksudnya muka kamu, Sa.” jawabnya keceplosan.
“Ohhh, emang mukaku kenapa?” ucapku kembali duduk pada posisi semula sambil membuka cermin yang ada di balik sun visor.
“Eh, gapapa kok Sa. Kamu cantik” ucapnya seperti mulai berani memujiku.
Mendengarnya, kucubit lembut pahanya. “Gak perlu boong deh, Ton. Paling juga tetek aku yang cantik kan?” ucapku to the point seolah marah padanya, walaupun aku sebenarnya hanya berpura-pura.
Diapun hanya diam mendengar perkataanku barusan.
“Udah hijau, Ton.” ucapku menyadarkannya. Dan kamipun saling diam selama perjalanan.
- - - - -​
Tak lama kami sampai di depan rumahku. “Mampir dulu yuk, Ton.” ajakku saat kami berhenti.
“E.. engga deh, Sa. Gak enak, udah kesorean.” tolaknya.
Dengan sekejap, lagi-lagi kudekatkan mukaku padanya. “Kamu gak mau lihat toket aku lagi, Ton?” bisikku padanya.
“S.. sa?” ucapnya tegang.
“Masuk yuk, Ton. Sepi kok.” ajakku sambil memegang tangannya.
Seperti terhipnotis, Tonipun mengangguk. Kuarahkan dia untuk memarkirkan mobilnya. Hingga kuajak dia untuk masuk ke rumahku.
- - - - -​
Di dalam rumah, kupersilahkan Toni duduk di ruang tamu. “Duduk dulu, Ton. Gue ambilin minum.”
“Eh.. iya, Sa.” jawabnya. Akupun menuju dapur mengambil minum untuknya.
Pada saat meyuguhnya, akupun menunduk di depannya, hingga kuyakin Toni dapat melihat putingku. “Minum dulu, Ton.” Kulihat selangkangannya menggembung.
“I.. iya, Sa.” jawabnya lalu meminum beberapa teguk air susu yang kusajikan.
Selanjutnya aku duduk mendekat di sebelahnya. “Gimana susunya, Ton? Enak?” tanyaku.
“E.. enak, Sa.” jawabnya
“Tegang amat sih, Ton? Mau coba susu yang asli?” godaku sambil menyentuh tangannya. Tonipun kaget terperanjat karena sentuhanku. “Gitu aja kaget, Ton. Haha.” tawaku.
Pada saat itu dia berdiri di sebelahku. Akupun tidak tahan, dan langsung mengelus selangkangannya yang berada sejajar dengan mukaku. Kuremas penis Toni dari luar celananya.
“Eh... Sa...” Toni semakin kaget. Dia berusaha melepas tanganku pada penisnya. Namun kurasa usahanya tidak sepenuh hati, karena meski tanganku dipegang olehnya, telapak tanganku justru tetap leluasa meremas penisnya.
“Lihat tetek aja sampe ngegembung banget kontol elu, Ton.” ucapku menggodanya.
Perlahan Toni melepas tanganku. Akupun mulai berusaha melepas kait dan menurunkan resleting celananya. Dengan mudah kupelorotkan celananya hingga ke lantai. Semakin kulihat bahwa penis Toni berdiri tegak di balik celana dalamnya yang menjadi sedikit tidak muat. “Waow, helmnya kelihatan, Ton.” ucapku terpana menyaksikan bahwa kepala penisnya sedikit mencuat keluar.
Sekejap Toni penutupi penisnya dengan tangan. “Ih, masih malu-malu aja lu, Ton!” ucapku.
“S.. sorry, Sa.” jawabnya.
“Yaudah, gue buka kaos gue, tapi elu harus lepas celana dalem. Oke!” perintahku.
Dengan gerak perlahan seolah sedang striptis, aku berdiri membelakanginya. Perlahan kuangkat dan kulepas kaosku. Sebelum berbalik kututupi kedua payudaraku dengan tangan. Kini tentu dia dapat menyaksikan kedua gundukan payudaraku yang hanya tertutup oleh lengan kiriku. Tatapannya semakin nanar seolah tidak percaya.
“Ih, kok belum dilepas sih, Ton? Gak adil, lo. Ayo lepas celana dalem elo!” ucapku membuatnya tersadar. Namun dia masih malu-malu dan tidak segera menuruti perintahku.
Lalu semakin kudekati dirinya. Kugapai kepala penisnya dengan tangan kananku. Diapun kaget dan memegang tangaku tersebut.
Akupun berbisik di telinganya, “Gak perlu malu, Ton.” Lalu kulepas tangan kiriku menutupi kedua putingku. Kugapai tangan kanannya untuk mendarat di payudara kiriku.
“Bukannya tetek gue cantik, ya?” ucapku di telinganya.
“I... Iya, Sa.” jawabnya terbata.
“Mainin dong... ssshhhh...” ucapku sambil membantu tangannya untuk meremas payudaraku.
Perlahan-lahan Toni mulai meremas payudaraku atas insting nafsunya sendiri. “Asshhh... iyahhh... terusshhh... Ton...” desahku.
Kini dia benar-benar meremas payudaraku dengan sendirinya, meskipun hanya yang sebelah kiri. Dan karena aku sudah sangat bernafsu, mulai kugoda lagi kepala penisnya dengan tangan kananku. Tanpa Toni sadari, penisnya semakin membesar di balik celana dalamnya.
Kuelus-elus penisnya dari luar celana dalamnya, hingga kurasakan kini benda itu sudah tegang maksimal.
Kuhentikan remasan tangannya di payudaraku, dan kutatap wajahnya dengan penuh nafsu. “Boleh gue buka?” tanyaku meminta izin. Mungkin terasa aneh ketika umumnya para pria yang memninta izin untuk menelanjangi perempuan, namun kini yang ada justru sebaliknya.
Toni pun hanya menjawab dengan anggukan. Dengan segera, kuturunkan celana dalamnya, hingga terlihat penisnya yang ereksi penuh menghadap mukaku.
“Kontol tegang gini aja, pake malu-malu lo!” ucapku yang kini mampu mengelus batang penis Toni secara langsung.
“Sshh.. Ssaaa...” erangnya sedikit tertahan.
Aku yang sudah sangat terbawa birahi, justru mempercepat gerakan tanganku mengocok penis Toni. Hingga kudengar desahannya semakin nyaring, dan sesekali menyebut namaku, “Asshhh... Saaa...” Akupun merasa bangga dan menatapnya binal.
Tak lama, penisnya sedikit mengeluarkan cairan pre-cum. Kujilatnya cairan tersebut. Entah apa yang dirasakan Toni hingga desahannya semakin keras, “Ashh... Sa... sa... oshhh...”
Terus kupermainkan penis Toni dengan lidah dan mulutku. Sesekali kutatap mukanya dari bawah sini dengan binalnya. “Suka gak, Ton?” tanyaku menghentikan emutanku pada pensinya.
Tiba-tiba Toni memegang kepalaku, “Enak banget.. Saa...” Lalu dipaksanya aku untuk mengemut penisnya lagi. Namun kali ini dia yang memaju-mundurkan kepalaku dengan kasarnya. Sepertinya dia tidak tahan lagi dengan nafsunya sampai menggila seperti ini.
‘Emmhh... emmhhh... clookk... cloggg...’ suara mulutku yang gelagapan tertahan penisnya.
“Ossshhh... Saa.... shhhh... aahhhh” erangnya tiba-tiba dia semprotkan spermanya ke dalam mulutku sambil menekan kepalaku.
Kurasakan tembakan spermanya hingga kerongkonganku. Meskipun atas paksaan, tapi aku tidak jijik pada rasa sperma. Tonipun melepas pegangannya pada kepalaku, hingga aku dapat melepas kulumanku pada penisnya. Dia menyaksikan, bagaimana aku membersihkan ceceran spermanya yang ada di ujung bibirku dengan jari. Akupun menatapnya marah.
“M.. maaf, Sa, g.. gue kelepasan.” ucap Toni.
“Gapapa, Ton. Makasih ya. Tapi elu sekarang mesti gantian puasin gue!” ucapku sambil kembali berdiri dan mendorongnya terduduk ke sofa.
“Hah.. m.. maksu...” sebelum selesai bicara, lalu kucium Toni dengan binalnya.
 
Terakhir diubah:
Lanjutttt huuu, btw ada beastiality? Ntr ada kesana hu ceritanya?
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd