Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Bimabet
CHAPTER X
DON’T DREAM IT’S OVER



November 2017



Ditemani senandung suara rintik hujan yang mengguyur sore yang sendu itu, di sebuah rumah cukup megah dengan bangunan model klasik tampak seorang wanita paruh baya sedang menimang bayi yang sedang terlelap. Tampak raut wajah wanita itu begitu penuh kasih sayang, bersenandung lembut pada makhluk tanpa dosa itu.

“Ibu kalau capek gapapa ditaruh di baby crib aja, bu,” kata seorang wanita yang sedang menikmati secangkir teh hangat itu kepada mertuanya yang sedari tadi menggendongi buah hatinya tanpa lelah.

Ndak apa-apa. Ibu ga ada capeknya nimang cucu ibuk yang ngegemesin ini… Lihat ini pipinya nyempluk. Alisnya juga tebel gini. Matanya ini keliatan juga niru kamu, Rin. Ganteng banget cucu mbah putri satu ini. Cakep kayak ibunya,” jawab sang ibu mertua panjang lebar memuja cucu yang sudah lama ia idamkan dari anak semata wayangnya yang bernama Aldi dan menantunya, Arina.

“Dulu ibu keguguran berkali-kali sebelum akhirnya dikasih Aldi, Rin. Nggak tau entah bapak atau ibu yang bermasalah. Ibu sempet khawatir bakalan nurun ke Aldi juga soalnya udah 2 tahun lebih kalian nikah kamu belum hamil-hamil. Tapi syukurlah nduk, ternyata kamu nggak senasib sama ibu. Lihat anakmu segernya kayak gini. Kemarin timbang berapa? Ibu lupa,” ucap ibu Aldi itu.

“Pas kontrol ke dokter kemarin udah 4,7 kilo aja, bu! Masa naiknya 1 kilo dari pas Arin lahiran. Neteknya kuat banget emang anaknya, bu,” jawab Arina menjelaskan dengan semangat.

“Padahal si Aldi dulu nggak gede dan cepet besar gini pas masih bayi, Rin. Kamu juga anaknya kecil gitu. Kok bisa ini gedenya kayak gini, niru siapa kamu cah bagus? Pasti dari keluargamu ini, Rin, hahaha,” kata ibunya sambil terkekeh.

“Iya kayaknya sih, Bu. Hehehe…” timpal Arina tak mau berkomentar lebih banyak.

“Tapi juga asupan gizi zaman sekarang juga beda buk sama zaman dulu,” sahut sebuah suara dari belakang Arina yang ternyata adalah suaminya yang nimbrung masuk ke ruangan tengah itu.

“Sekarang edukasi makanan bergizi udah gampang didapet. Aku juga udah rajin ingetin Arin untuk banyak makan protein. Hasilnya anak papa bakal jadi calon jagoan! Hahaha,” lanjut Aldi dengan bangga sambil berdiri di samping ibunya dan mencubit gemas hidung si bayi. Kaget dengan perlakuan itu, bayi dalam gendongan ibu Aldi itu akhirnya terbangun dan merengek.

“Aldi, gara-gara kamu anakmu bangun, piye toh?” hardik ibu Aldi pada anaknya karena membuat cucunya yang sebelumnya terlelap kini menangis. Aldi hanya tertawa terkekeh bagaikan tak bersalah.

“Gapapa, bu. Sini biar Arina kasih minum. Udah waktunya juga,” kata Arina sambil mengulurkan lengannya untuk merengkuh buah hatinya.

Setelah memposisikan dirinya duduk kembali, dengan santai Arina melepas kancing bajunya dan mengeluarkan seluruh bongkahan payudaranya yang kini makin membesar dan memberat penuh dengan ASI. Dengan penuh perhatian, Arina mendekatkan wajah buah hatinya ke arah putingnya, yang kini lebih kecoklatan dibanding sebelum kehamilannya dulu. Dengan tangkasnya mulut si bayi menemukan dan melahap puting ibunya untuk segera ia sedot dengan kuat saripati manis berisi zat gizi untuk pertumbuhannya.

“Jagoan papa minumnya lahap banget, hahaha…” gelak Aldi yang sudah duduk di samping Arina dan memperhatikan si bayi dengan lahap menyedot ASI Arina yang hanya bisa tersenyum bahagia. Mirip bapaknya, batin wanita itu.





Di bulan sebelumnya, tak lama setelah kelahiran cucu yang dinanti-nantikan, kedua mertua Arina datang dan tinggal selama dua minggu untuk menemani dan membantu Arina yang waktunya kini tersita demi buah hatinya. Tak terkira kebahagiaan mereka ketika Aldi mengabari orang tuanya tentang kelahiran Aryo. Mendekati kepulangan mereka, ibu mertua Arina tiba-tiba menyarankan Aldi sekeluarga untuk mengikuti mereka kembali ke kampung halaman. Sebentar saja, kata ibu Aldi itu. Selain menemani bapak-ibu, biar Arina juga ada yang bantu momong. Jadi ibu pertama kali itu nggak gampang.

Setelah berdiskusi panjang, akhirnya Aldi dan Arina memutuskan untuk menuruti permintaan orang tua Aldi itu. Sebelum itu, Aldi terpaksa harus mengajukan cuti selama dua minggu kepada atasannya, suatu hal yang ia sangsi akan dikabulkan atasannya. Namun begitu kaget dan leganya ia ketika atasannya itu tidak hanya mengabulkan permintaan cutinya tetapi juga memberikan cuti tambahan hingga sebulan tanpa mengurangi jatah cutinya. Sumpah, Pak Roni baik banget. Beruntung banget punya atasan kayak beliau, seru Aldi pada Arina menerima kabar itu. Tentu saja tanpa sepengetahuan suaminya, Arina telah memohon kepada Roni agar mempermudah permohonan cuti suaminya; suatu permohonan yang dengan mudah dikabulkan Roni tanpa berpikir dua kali. Dengan perasaan ringan dan kebahagiaan memuncak, pergilah mereka sekeluarga ke kota kelahiran Aldi.

Selama sebulan di kota pelajar itu, hidup Arina terasa begitu ringan. Ia bahagia telah dikaruniai buah hati tercinta yang begitu sehat, yang telah lama dinantikan oleh suaminya Aldi dan kedua mertuanya. Tak adanya pekerjaan yang mengurangi waktunya, perhatian suaminya pada Arina pun semakin bertambah. Begitu pula dengan adanya mertua Arina yang membantu mengasuh Aryo selama sebulan terakhir. Dunia ini begitu baik padaku, batin Arina.

Selama di rumah mertuanya, Arina tak luput untuk selalu diam-diam berkomunikasi dengan rekan-rekan rahasianya yang ia tinggalkan untuk sementara itu. Terutama dengan pria yang bernama Gio, kekasih gelap sekaligus ayah biologis dari putranya, Aryo. Dengan adanya suami dan mertua yang berada di dekat Arina setiap hari selama 24 jam, tentu saja komunikasi yang ia lakukan lebih banyak menggunakan pesan teks daripada telepon langsung. Namun suatu sore Arina mendapatkan celah untuk keluar rumah sendiri dengan alasan membeli keperluan wanita, meskipun masa nifasnya sudah berhenti tak lama beberapa hari lalu. Gapapa mas, pengen jalan kaki sore sendiri, udah lama nggak me-time, toh juga minimarketnya nggak jauh, kata Arina berkilah ketika suaminya menawarkan untuk menemani. Akhirnya sambil menikmati suasana sendu sore kota itu di sebuah kafe dekat rumah orang tuanya, Arina mendapat kesempatan berbicara secara jarak jauh dengan kekasih gelapnya.

“Mas Gio apa kabarnya? Lagi dimana? Kangen banget mas akutu,” sapa Arina manja pada pria di ujung telepon.

Gue baik, Arin. Ini lagi di Sabah. Sejak bulan lalu ini gue lagi sering bolak balik ke sini buat kerjaan, jawab Gio.

“Jauhnya, mas. Tumben ngga di-handle yang lain?” tanya Arina.

Iya, nih. Titah langsung dari mertua untuk ngurusin deal sama perusahaan negara tetangga. Kamu gimana kabarnya? Anak kita sehat?, tanya Gio balik.

“Syukur banget, mas, Arin sama Aryo baik. Sayang banget Aryo di rumah mertua Arin, belum bisa Arin ajak keluar,” kata Arina sedikit kecewa.

Gapapa yang penting kalian sehat aja. Bulanan juga udah mas kirim seperti biasa. Kalau pingin beli buat Arin sama Aryo tinggal pake aja, gausah nunggu dapat dari suami, kata Gio mengingatkan.

“Iya, Mas. Makasih banget ya…”

Kapan kamu balik? Gue juga kangen kamu, Arin. Sejak nungguin kamu lahiran aja Mas belum sempet lihat anak kita lagi, kata Gio lembut.

“Rencananya mungkin minggu depan sih. Pas cuti mas Aldi mau habis juga. Makasih buat Bang Roni udah ngasih libur banyak,” kata Arina.

“Arina juga kangeeen banget sama mas Gio. Apalagi udah hampir 2 bulan nggak enak-enak sama mas Gio. Pingin diangetin lagi…” lanjut Arina pelan agar tidak terdengar orang lain di kafe itu. Memang semenjak malam sebelum kelahiran buah hatinya, Arina belum melakukan hubungan seks sama sekali. Wajar karena memang ia sedang menjalani masa nifas. Tapi semenjak darah nifasnya sudah tak mengalir lagi, kebutuhan biologisnya mulai muncul kembali dan tubuhnya merindukan dekapan ayah dari buah hatinya.

Yaudah kalau udah balik bilang ya. Biar bisa gue angetin lagi, pinta Gio penuh pengertian.

“Iya, Mas. Nanti bantuin Arin cari sitter ya, Mas. Biar bisa ada yang jagain Aryo. Mas Aldi juga udah setuju,” pinta Arina.

Gampang itu, balas Gio.

“Eh, Mas, apa kabar Cynthia? Maaf ngelewatin lahirannya. Pas banget sama Arin udah ke sini. Trus juga ga banyak kabar dari Cynthia, jadinya Arin khawatir,” tanya Arin mengenai sahabatnya.

Tenang aja. Semua baik-baik aja. Nanti pas kamu pulang, gue ceritain, jawab Gio yang terdengar enggan menjelaskan melalui telepon. Terdapat jeda sebelum akhirnya Arina memecah keheningan di antara mereka.

“Jadi… Baby-nya Cynthia anak siapa, mas? Anak Mas Bima atau Mas Gio?” tanya Arina lirih pada keheningan di seberang teleponnya.



///



Di awal bulan itu, ratusan kilometer dari Arina yang sedang menjalani slow-living bersama keluarga bahagianya, terdapat suatu kejadian besar di villa milik Gio. Di akhir pekan itu, semua yang terjadi seharusnya dapat dihindari apabila saja Bima, Agam, dan Dimas mengikuti kata Cynthia atau apabila saja semua terencana dengan baik atau apabila saja takdir dari alam berkehendak lain.




Awal mulanya baik-baik saja. Kelima insan yang berada dalam sebuah kendaraan four wheel drive itu membelah jalur-jalur menanjak pegunungan menuju seuah villa mewah dengan penuh energi positif, antusiasme, dan antisipasi akan melepaskan gairah terpendam masing-masing. Mereka adalah Dimas yang memegang kemudi, Agam di sebelahnya, dan Cynthia dengan perut besarnya dalam kehamilan bulan ke-9 diapit oleh Bima dan tubuh mungil Irene di kanan kirinya.

Sebulan setelah pesta seks mereka di kediaman Aldi dan Arina, yang berujung pada persalinan Arina, akhirnya mereka berlima dapat bertemu kembali setelah disibukkan dengan kegiatan masing-masing. Tidak lengkap yang jelas. Arina sedang disibukkan dengan datangnya anggota baru dalam keluarganya, Roni disibukkan dengan pekerjaan dan keluarga, begitu pula dengan Gio yang sedang disibukkan dengan urusan bisnis di luar negeri. Namun tentu saja hal itu tidak harus menjadi penghalang bagi kelima anggota yang lain untuk bertemu. Bagi tiga lelaki dewasa lajang dan dua wanita muda yang terpisah jauh dari pasangan mereka, merupakan hal yang wajar untuk saling bertemu untuk melepas rasa kangen, menghilangkan penat, dan memenuhi kebutuhan biologis mereka setelah beberapa minggu tak bersua. Meskipun sebenarnya mereka dapat melakukan dengan orang lain bila mereka mau, namun kelompok rahasia mereka itu telah memberikan rasa aman dan nyaman bagi mereka sebagai metode pemenuhan kebutuhan biologis tanpa batasan, sehingga wajar mereka lebih memilih untuk memprioritaskan perkumpulan mereka. Maka diputuskanlah oleh mereka untuk menuju villa milik Gio yang berada cukup jauh dari jangkauan peradaban dan hiruk pikuk perkotaan, meskipun harus melalui perdebatan.

“Kenapa harus di sana sih? Kan jauh mas,” protes Cynthia pada Bima ketika beberapa hari sebelumnya menjelaskan rencananya.

“Ya kan lebih enak di sana. Tempatnya paling tenang. Lebih leluasa dan ga ada yang ganggu. Pastinya lo juga kangen gue kan, Cyn. Ga usah bohong lah. Kelihatan, haha,” timpal Bima sambil berkelakar.

“Ih mas Bima! Kangen sih kangen. Tapi kan ya ga harus sejauh itu. Cynthia hamil gede, mas. Udah deket harus lahiran. Kalau ada apa-apa, gimana coba?” debat Cynthia. Meskipun memang Bima benar, tak dapat dipungkiri libido seks nya, cukup tinggi semenjak ia memasuki trimester 3 kehamilannya, namun ia juga harus memikirkan persalinan yang dapat terjadi sewaktu-waktu.

“Udah deh percaya ama gue. Lo ngga akan kenapa, Cyn. Gue jamin semua lancar dan kita bakalan pulang pada seneng semua. Habis itu kita bisa mikirin masalah lahiran dengan tenang. Gue bakalan temenin nanti. Tapi sekarang, udah nikmatin dulu aja. Kasian itu bayi kalau mamanya uring-uringan gara-gara jarang dibelai,” kata Bima tegas memutuskan yang tidak dibantah lagi oleh Cynthia.

Setelah meminta izin dari Gio untuk menggunakan villanya untuk ajang ‘pertempuran’, yang tentu saja dikabulkan tanpa pikir panjang, Bima segera mengeksekusi rencananya dengan melibatkan Agam, Dimas, dan Irene. Gio yang sedang disibukkan dengan tuntutan sang ayah mertua untuk meloloskan sebuah business deal penting di negeri Jiran pasti memaklumi dan tak terlalu memusingkan kegiatan rekan-rekannya yang memang menjadi kebutuhan. Minta tolong biar ga ada gangguan, pinta Bima, yang dapat dimengerti oleh Gio. Segera ia tugaskan kepada penjaga villa untuk menyiapkan villa rahasianya itu dan seperti sebelum-sebelumnya menginstruksikan untuk tidak mengganggu di akhir pekan itu apapun yang terjadi.




“Bima. Lu daritadi beta perhatikan main curi start saja di belakang,” hardik Agam dari kursi penumpang di depan kepada Bima di belakangnya. Tampak dari kaca rearview, Bima perlahan melepaskan pagutan mesranya pada bibir Irene dan jarinya yang bergerilya di dalam rok Cynthia.

“Hehehe… Maaf bang. Habisnya bosen nih bang,” kata Bima terkekeh. Di sebelahnya wajah Irene tampak merah tersipu setelah bibir dan lidahnya dipecundangi oleh pria di sebelahnya itu.

“Bisakah lu sabar. Sebentar lagi sampai juga. Kasihan juga ini kawan kita yang menyetir,” perintah Agam.

“Hehehe, Bang Agam bisa aja,” sahut Dimas nimbrung sambil mengemudikan kendaraan Bima menelusuri jalanan berkelok pegunungan.. “Btw, Bang Bima, mantap kali nih 4WD. Klasik parah. Gagah. Masih mulus juga.”

“Iya nih ada temen yang lagi butuh duit. Jadi gue bantuin. Kebetulan lagi pengen 4WD. Pas banget kalau dipake ke tempat gini. Ya ga,” timpal Bima.

“Oh jelas Bang Bim. Mantap ini, hahaha. Tapi ini tangki tinggal separuh kurang, Mas. Gapapa ta?,” tanya Dimas.

“Udah gas aja, aman. Tinggal dikit doang udah sampe juga. Toh ga ada pom bensin juga. Nanti ngisi kalau pas pulang aja. Kan tinggal turunnya doang jadi selow,” kata Bima menenangkan.

Tak lama, mereka sudah memarkir kendaraan mereka di pelataran villa Gio. Villa yang lama tak mereka kunjungi semenjak tahun baru—hari pembuatan bayi Arina, yang kini telah dituai hasilnya. Irene yang baru pertama kali menapakkan kaki di tempat itu terperangah dengan bangunan minimalis yang berada di tempat cukup terpisah dengan dikelilingi pepohonan pinus. Dalam suasana sore yang syahdu itu, udara dingin dan rintik gerimis bulan November segera menyergap ujung-unjung indra perasanya.

“Meimei, bawain tas cici ya masih ada di mobil!” teriak Cynthia dari dalam rumah memecahkan lamunan Irene yang sedang meresapi hawa yang menenangkan itu.

“Ok, ci!” balas Irene berteriak lalu bergegas mengikuti keempat orang yang sudah memasuki rumah megah itu beberapa saat lalu. Ia tak menyadari bahwa pintu mobil yang belum tertutup dengan sempurna.





Dari jendela dan pintu kaca lebar ruang tengah villa itu langit tampak telah berubah gelap pekat dihiasi awan mendung yang sesekali menyala terang oleh petir. Suasana makin sendu dengan suara gerimis di luar sana. Tampak kelima insan sedang bercengkrama akrab di ruang tengah seusai menyantap makan malam mereka. Sesampainya di villa itu, segera kedua wanita mempersiapkan makan malam mereka dengan para pria berbagi tugas membantu bersih-bersih peralatan makan dan dapur dan mempersiapkan tempat yang akan mereka gunakan untuk bercinta. Setelah berdiskusi panjang, para pria akhirnya menyepakati untuk menggunakan kamar utama di lantai dua sebagai tempat peraduan mereka.

“Ssshhh… Iya itu kaki Cynthia pegel banget mas Dimas… Bang Agam… Enak banget dipijetin gini…” desah Cynthia yang sedang keenakan karena serambi menyandarkan kepalanya di pangkuan Agam, bahunya dipijat oleh pria itu, sedangkan kedua tungkai kakinya yang berada di pangkuan Dimas juga sedang dipijit.

“Mbak Cyn tambah montok aja badannya sebulan ga ketemu,” celetuk Dimas berkomentar.

“Iya lah mas Dimas. Masa mau tambah kurus. Nanti kalau udah lahiran Cynthia mau diet lagi,” ujar wanita keturunan Tionghoa itu.

“Cynthia tak perlu paksa-paksa diet. Yang natural saja,” sahut Agam pijatannya mulai merambat ke dada besar wanita itu yang kini tertopang bra ukuran 36D. Melihat seniornya mulai nakal, pijatan Dimas pun juga ikut naik ke paha Cynthia. Desahan Cynthia pun makin meningkat, entah karena rasa rileks atau birahi atau keduanya.

Di seberang sofa, Bima pun sudah kembali memaguti bibir ranum mungil milik gadis peranakan seperti yang ia lakukan di perjalanan menuju villa itu. Terasa aroma makanan malam yang baru saja mereka santap masih terasa dalam ludah dan nafas mereka yang saling berbaur. Telapak tangan Bima yang lebar membelai lembut pipi dan rambut si gadis. Diperlakukan seperti kekasih, membuat rasa hangat semakin meningkat pada area di antara kedua pahanya. Sedangkan jemari Irene berada di dada Bima lalu perlahan merambat meraih kancing baju pria itu untuk perlahan dibukanya. Mengerti kode si gadis, Bima melepas pagutannya lalu dengan sigap mengangkat tubuh mungil gadis itu dengan mudahnya bagaikan tuan putri.

“Udah, yuk, naik. Kita main di atas,” ajak Bima kepada rekan-rekannya yang segera menyetujui.

“Enaknya Irene digendongin…” celetuk Cynthia iri kepada juniornya itu yang menjulurkan lidah dari balik gendongan Bima.
“Memang lu seberat apa sih. Bulan lalu saja abang masih kuat. Sini abang gendong,” kata Agam mengambil ancang-ancang.

“Eh, tapi Cynthia beneran berat abang… AW!” pekik Cynthia yang terkejut Agam benar-benar menggendongnya seperti Bima menggendong Irene. “Hati-hati bang ya Bang Agam.” Luar biasa memang tenaga pria dari timur itu yang bisa mengangkat tubuh Cynthia yang sudah naik 8 kilo selama kehamilannya itu.

Sesampainya di kamar utama villa itu, Irene dan Cynthia direbahkan secara bersampingan di tempat tidur lebar di ruangan itu; tempat yang sama dimana Gio menanamkan benih di dalam rahim Arina yang kini telah mereka tuai buahnya. Satu persatu pakaian kedua perempuan itu dilucuti oleh ketiga pria hingga tak tersisa kain sehelaipun yang menutupi tubuh mereka; hanya cincin pernikahan yang melingkar di jari manis Cynthia dan sebuah liontin emas pemberian kekasih Irene melingkar di leher gadis itu. Setelah para wanita mereka telanjangi, giliran pria melucuti pakaian mereka sendiri.

Segera Bima mendekati Irene yang berada di sisi kiri, sedangkan Dimas mendekati Cynthia yang berada di sisi kanan. Entah memang sudah direncakan atau tidak, kedua pria itu dengan kompak meregangkan kedua tungkai kaki masing-masing wanita mereka. Di hadapan Bima, tampak sebuah mahkota kewanitaan Irene yang masih rapat dihiasi rambut pubis natural tak pernah dicukur yang kini lebih banyak dari sebelumnya, namun masih tergolong benar-benar jarang untuk usianya yang baru saja menginjak 18 tahun itu.

“Mantap gila memek kamu, sayang. Ngegemesin banget,” komentar Bima sambil menghirup aroma khas kewanitaan bercampur dengan sedikit aroma sisa keringat yang begitu menggairahkan bagi Bima. Memang setiba mereka di villa itu, tak ada yang berpikir untuk mandi—toh, mereka semua akan berkeringat lagi. Dengan lahap segera Bima menyapukan lidahnya mulai dari kerutan anus si gadis menuju klitorisnya dengan sekali jilat. Segera desahan keluar dari mulut si gadis.

Di sebelah mereka, Dimas berhadapan dengan liang peranakan basah merekah yang tak lama lagi akan dilalui jabang bayi yang dikandung Cynthia. Berbeda dengan Irene, area pubis Cynthia yang sebelumnya selalu tercukur rapi kini tampak benar-benar lebat dihiasi jembut berwarna hitam, warna asli rambut tubuhnya, kontras dengan rambut panjangnya yg diwarna coklat kemerahan. Tampak lelehan cairan kewanitaannya mengalir dari labia minora Cynthia, menggoda Dimas yang langsung menyantap hidangan lezat di depannya itu. Semerbak aroma lembab khas liang kewanitaan memenuhi indra pembau Dimas yang semakin semangat menimba sumber nektar milik Cynthia itu. Lenguhan Cynthia terdengar menyaingi.

Tiba-tiba dari arah kepala ranjang, sebuah batang kejantanan hadir di antara kepala kedua wanita yang sedang berbaring bersebelahan. Dalam lenguhan mereka, kedua wanita itu hampir bersamaan menolehkan kepala mereka untuk mendapati sebuah kejantanan hitam legam tak bersunat yang agak melengkung ke kiri, masih belum mengeras sempurna karena tampak kepala kejantanan pria itu tampak masih malu-malu mengintip dari celah kulupnya. Kejantanan Agam memang masih membuat para wanitanya terpukau kehilangan kata-kata. Namun sebagai senior, Cynthia mengambil inisiatif untuk menggenggam kontol Agam dan mengarahkannya ke dalam mulutnya. Aroma kejantanan yang sangat kuat segera merasuki indra pembauan Cynthia, membuat libidonya makin terpicu naik. Perlahan tapi pasti, batang kejantanan itu mulai berkedut makin membesar di dalam mulut Cynthia hingga akhirnya mengeras sempurna.

Setelah beberapa saat Cynthia melepaskan kulumannya dari kontol Agam dan menyodorkannya ke mulut Irene yang agak ragu namun tetap membuka mulutnya. Mulut mungilnya jelas hanya bisa mengakomodasi sebagian batang Agam, namun gadis itu berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan pelayanan yang tebaik untuk pejantannya. Dalam usahanya, mau tak mau Irene memfokuskan pandangan sayunya pada jembut ikal yang menghiasi area pubis pria itu. Perlahan tapi pasti lidah Irene menemukan celah antara kulup dan kepala kontol Agam dan segera ia sapukan lidahnya secara melingkar.

“OH! Mantap, nona!” pekik Agam memuji kemampuan Irene. Cynthia yang tak mau kalah pun menggenggam kedua zakar besar Agam yang juga dihiasi rambut ikal dan segera mengulum biji testis pria itu satu persatu. Begitulah kedua wanita itu saling bergantian atau bersamaan memanjakan kejantanan Agam. Sesekali bibir keduanya juga yang saling bersentuhan, saling mengecup, bertukar ludah atau cairan precum Agam. Tak perlu lama seluruh kontol dan zakar Agam pun terlumasi saliva kedua wanita itu. Lenguhan dan desahan pun saling bersahut-sahutan pada sesi foreplay malam itu.

Di sisi lain, dengan kegigihan Dimas dalam memberikan jilatan dan keahliannya melakukan ‘kobelan’ jari pada memek Cynthia, akhirnya pertahanan wanita itu lah yang pertama kali runtuh pada malam itu.

“Ngghh… Aahh… Mas Dimas Cynthia keluarrr!” desahnya melepaskan kulumannya pada zakar Agam. Terdengar kecipak jemari Dimas bagaikan mengait dan mengorek memek Cynthia yang membanjir. Kakinya bergetar dan cairan squirt pun menyemprot kuat membasahi wajah Dimas yang tak pernah keberatan wajahnya disemprot cairan cinta betinanya yang ia bawa ke puncaknya. Bahkan mulutnya terbuka lebar menangkap sebagian percikan cairan tersebut. Setelah pipis enaknya mereda, Dimas memandang puas wanita berbadan dua yang terengah baru saja mendapatkan orgasme pertamanya di malam itu.

“Mbak Cynthia gak pernah gak nafsuin. Hamil-hamil tambah sangean. Trus juga gampang nge-crit, hehehe,” kekeh Dimas yang wajahnya basah akibat ulah Cynthia.

Di sebelah mereka, Bima yang juga tak mau kalah akhirnya juga berhasil memaksa gadisnya menuju ambang klimaks. Terlihat kembang kempis dadanya yang menghela nafas berat dan lenguhannya yang tersumbat kontol besar Agam tiba-tiba ia lepaskan. Wajahnya yang gelisah menatap ke arah selangkangannya dengan intens, bertemu dengan tatapan Bima yang dengan telaten masih mengolah liang mungil itu dengan lidah dan bibirnya. Tak lama, akibat lidah Bima yang tak berhenti bergerak dalam liang sempitnya, akhirnya bendungan orgasme itu terbukalah sudah.

“AAAHHH!! Mas Bima… Irene nyampeee,” jerit gadis itu. Kernyitan di wajahnya semakin intens sebelum akhirnya pandangannya berubah renyah, masih menatap sayu pria yang mendapatkan keperawanannya tiga bulan lalu itu. Berbeda dengan milik Cynthia yang menyembur, cairan cinta Irene kala itu meleleh di mulut Bima yang dengan sigapnya diteguk oleh pria itu.

“WOO!! MANTAP JIWA BANG BIMA!!” seru Dimas dari samping Bima ketika melepaskan pagutan mulut ahli cunnilingus miliknya itu dari lubang basah Irene.

“BUSET SEGER PARAH!!!” balas Bima tak kalah serunya, tampak lelehan cairan cinta gadis belia itu di bibir dan dagunya.

“Resep awet muda emang. Hahaha! Lanjut Bang Biiim,” timpal Dimas melanjutkan, lalu membimbing Cynthia untuk duduk bersimpuh di lantai. Bima yang memahami ajakan Dimas itu juga membimbing Irene untuk tahap foreplayselanjutnya.

“Sayang, sekarang gantian kamu yang sepong ya,” kata Bima pada Irene yang dijawab dengan anggukan Irene.

Segera kedua wanita bersimpuh di hadapan kedua pejantan di hadapan mereka. Tanpa diperintah keduanya menggenggam kontol di hadapan mereka yang masih setengah tegang lalu mereka masukkan ke dalam mulut mereka masing-masing. Dalam mulut Cynthia, tak butuh waktu lama untuk kontol Dimas untuk segera mengeras. Batang bersunatnya yang gemuk dan sedikit melengkung ke kanan segera mengisi penuh mulut Cynthia dan dengan perlahan Dimas memajukan pinggulnya hingga seluruh kontolnya masuk sampai kepala kontol Dimas mendesak pintu kerongkongan wanita itu. Diperlakukan seperti itu otomatis wajah Cynthia pun terbenam pada rimbunan jembut milik Dimas yang aroma kejantanannya khas bercampur dengan manis dan asam keringatnya. Dengan hikmat lidah Cynthia menyapu pada seluruh permukaan kontol pejantannya; mulai dari sisi bawah, melingkari kepala kontol, hingga mempermainkan lubang keluarnya kencing dan sperma milik Dimas itu. Diperlakukan seperti itu, tak ayal, Dimas pun melenguh dan menjadi merem melek dibuatnya.

Di sebelah mereka, Bima pun mengalami nasib yang serupa. Gadisnya dengan lihai memaju mundurkan kepalanya, memberikan blowjob terbaik yang ia bisa berikan. Tak lupa apa yang dilakukannya pada Agam beberapa saat yang lalu juga ia lakukan pada Bima. Lidah mungilnya sesekali menyusup di antara lipatan kulup dan kepala kontol Bima untuk ia permaikan dengan cara memutar dan sesekali menghisap kuat. Irene dapat merasakan betapa cairan precum Bima tak henti-hentinya mengalir. Campuran aroma kejantanan dan keringat khas Bima, membuat kepalanya semakin dikabutkan birahi.

Sepuluh menit dalam sesi blowjob itu, dengan bertukar pesan dengan hanya saling pandang, Bima dan Dimas membimbing kedua tangan wanita mereka untuk berpegangan pada pinggang mereka masing-masing. Kemudian kedua pria itu menggenggam kepala wanita masing-masing dan tanpa aba-aba mengayunkan pinggang mereka dengan ayunan mantap. Diperlakukan seperti itu, secara refleks Cynthia memukul pinggang Dimas yang tak mengendurkan genjotannya pada mulut Cynthia. Sedangkan Irene hanya bisa mencengkeram lebih erat pinggang Bima dan mengerang. Kedua pejantan itu benar-benar memperlakukan mulut betina mereka masing-masing bagaikan lubang yang dapat dientot brutal dan diperlakukan asal agar mereka mencapai klimaks yang memang sudah dekat.

“AAHHH! COK! WENAK MBAK CYN! TELEN PEJUKU!” teriak Dimas sambil membenamkan seluruh batang kontolnya di mulut Cynthia dan menyemburkan cairan kejantanan penuh benih subur langsung di pintu kerongkongan Cynthia; semerbak aroma khas sperma memenuhi inderanya. Dalam sepersekian detik kerongkongan Cynthia secara refleks menelan cairan kental Dimas itu agar tidak tersedak. Setelah beberapa saat, Dimas melepaskan cengkeramannya dari kepala Cynthia yang diikuti oleh wanita itu menarik nafas panjang dan tersengal.

“Aaah! Mas Dimas kebiasaan. Sesek tauu. Mana banyak keluarnya,” protes Cynthia terengah.

“Hehehehe maaf mbak Cyn, beneran ga tahan. Udah ga dikeluarin lama,” kekeh Dimas.

Di sebelah mereka, Bima juga terdengar menggeram. Beda dengan rekannya yang membenamkan seluruh kontolnya di mulut Cynthia, Bima dengan pengertian menarik separuh batangnya sehingga kepala kontolnya kira-kira berada di mulut Irene, alih-alih di pintu kerongkongan gadis itu, agar menghindari aktivasi refleks muntah si gadis.

“AARGGGHH… FUUUCK…” desah Bima lantang. Segera menyemburlah dari kontol yang melengkung ke atas itu sebuah cairan sangat kental berisi benih-benih subur dan zat-zat penuh protein milik Bima, langsung menghantam langit-langit mulut Irene. Semerbak aroma khas sperma milik Bima yang terasa asin dan anyir bercampur menjadi satu memenuhi indera si gadis.

“Ah… Akhirnya bisa pejuin lo lagi, Rene,” engah Bima sambil mencabut kontolnya dari mulut Irene. Tampak lelehan sperma sedikit mengalir dari sudut bibir Irene akibat mulutnya yang kualahan menampung banyaknya sperma Bima. Melihat hal itu Cynthia refleks mendekati Irene dan berinsiatif membantu temannya itu.

“Sayang jangan ditelan dulu, sini cici bantu bersihin,” kata Cynthia sambil mendekatkan wajahnya ke Irene yang sedikit tertegun dengan permintaan cici-nya itu namun tak menolak. Segera Cynthia memagut bibir Irene dan secara naluriah lidah Irene mentransfer cairan kejantanan Bima dari mulutnya masuk ke mulut Cynthia. Kedua perempuan itu tampak larut saling bertaut lidah, mencumbu, dan menikmati sari pati kejantanan yang saling berbaur di antara mulut mereka hingga akhirnya mereka menelan sperma Bima. Setelah tautan bibir mereka berpisah, kedua perempuan itu saling memandang dengan tatapan sayu penuh kasih sayang. Ikatan di antara mereka tampak semakin erat sebagai sesama wanita.

“Ada dikit di dagu kamu,” kata Cynthia sambil menjilat sperma Bima dari dagu Irene.

“Buset hot banget, mbak Cyn!” seru Dimas.

“Segitu kangennya ya kalian sama peju gue,” kata Bima masih terengah namun dengan seringai lebar.

Tampak keringat tipis sudah menghiasi badan kedua pria itu, begitu pula dengan wajah kedua wanita mereka yang juga mulai dihiasi peluh akibat blowjob yang cukup intens itu. Dengan berakhirnya sesi foreplay itu, berakhir pula lah ronde pertama di malam itu. Akibat cukup lama tak menggauli wanita mereka, Bima dan Dimas memang akhirnya memutuskan untuk melepas benih mereka relatif lebih awal dari biasanya karena mereka masih memiliki rencana lain yang ingin mereka eksekusi malam itu.





“Sini nona-nona naik lah lagi ke ranjang. Marilah kitong ngentot,” ujar Agam mengagetkan mereka, yang memang sedari tadi dengan sabar menunggu di atas ranjang menonton rekan-rekannya menyalurkan sperma ke mulut kedua wanitanya. Sekarang giliran Agam membuka sesi persenggamaan mereka di malam itu, serambi memberi kesempatan Bima dan Dimas memulihkan tenaga dan keperkasaan mereka. Tanpa protes, Cynthia dan Irene pun segera naik kembali ke atas ranjang karena malam masih mereka masih ingin dipuaskan di malam itu.

“Sayang, aku duluan ya,” pinta Cynthia ke Irene yang dijawab dengan anggukan.

Tampak di atas ranjang Agam telah berbaring dengan kontol yang masih menghunus perkasa. Dengan tuntunan Irene di hadapannya, Cynthia mengangkangi selangkangan Agam. Otomatis Irene juga mengikuti mengangkangi bagian atas tubuh Agam. Perlahan Cynthia menurunkan tubuhnya, mengarahkan rekahan memeknya ke arah kepala kontol Agam. Dengan sigap Irene menggenggam kontol besar Agam agar dapat dengan mudah membelah celah kewanitaan cici-nya itu.

Perlahan tapi pasti kepala kontol Agam mulai membelah liang basah Cynthia yang diiringi desis keenakan wanita itu. Senti demi senti kontol jumbo tak bersunat itu dengan gagahnya memasuki memek Cynthia hingga akhirnya kepala kontol Agam terasa membentur sesuatu yang keras, pertanda kontolnya sudah meringsek mulut rahim yang melindungi sebuah kepala jabang bayi putri Cynthia yang tidur di baliknya.

“SSSHHH… Kontol bang Agam enak banget… Cynthia kangen banget dientot bang Agam…” desah Cynthia tak canggung mengekspresikan perasaannya dengan vulgar. Selama beberapa saat Cynthia meresapi sensasi penuh di liang peranakannya yang kini dengan sempurna menjadi tempat bersarangnya kontol terbesar dalam hidupnya. Namun Agam tak sabar segera menggerakkan pinggulnya ke atas menusuki liang Cynthia yang mulai mendesah tapi segera merespon ajakan bercinta pejantannya dengan goyangan pinggulnya.

Agam yang sedari tadi tak dapat melihat proses penetrasi Cynthia akibat terhalang selangkangan Irene di hadapannya, memutuskan untuk menarik pinggul si gadis dan segera melahap rekahan basah kewanitaan si gadis. Kedua suara merdu perempuan yang birahinya memuncak itu pun saling bersahut sahutan. Sesekali keduanya saling bercumbu dan meremas payudara masing-masing. Dapat dirasakan oleh Irene betapa penuh dan berat payudara cici-nya itu. Terkadang cairan putih mengalir dari puting Cynthia ketika diremas Irene. Karena penasaran dan gemas, Irene tiba-tiba melahap puting susu kiri Cynthia dan mengenyotnya. Benar saja, terasa manis air susu ibu Cynthia dengan lancarnya mengalir di mulut Irene. Segera Irene menjadikan kedua payudara Cynthia sebagai bulan-bulanannya.

“Mmmmhhh… Sayang geliiih…” rengek Cynthia yang tidak digubris oleh Irene.

Tak lama menunggangi kontol Agam dan menerima permainan Irene di payudaranya, nafas Cynthia mulai tak teratur menandakan ia mendekati puncaknya. Mendengarkan suara nafas Cynthia sambil menjilati memek Irene, Agam meningkatkan tempo tusukannya menyambut hentakan Cynthia. Oleh karena ulah Agam dan Irene, pertahanan Cynthia runtuh.

“SSSHHH… AAAHHHH… Ngentooot… Cynthia keluaarr…” desah Cynthia panjang merasakan orgasme pertamanya dari persenggamaan di malam itu. Tubuhnya tampak bergetar di atas tubuh Agam, dalam pelukan Irene yang menahan tubuhnya agar tak berguling. Di bawahnya, Agam yang dapat merasakan kontolnya terguyur cairan basah memek Cynthia pun menghentikan tusukannya untuk memberikan kesempatan wanitanya meresapi orgasmenya.

“Nona manis, geser lah dari wajah abang dulu. Ganti posisi,” perintah Agam yang dituruti oleh Irene yang segera menyingkir dari wajah Agam.
Tanpa melepaskan tautan kelamin mereka, Agam mengganti posisi mereka dari woman on top menjadi posisi klasik missionary agar Cynthia tidak terlalu lelah. Dengan mantap Agam kembali memacu kontolnya dalam memek Cynthia. Lenguhan keduanya pun saling bersahutan. Sesekali Agam, seperti Irene, menghisap puting payudara Cynthia secara bergantian. Cairan ASI Cynthia yang seharusnya menjadi makanan bayinya kelak itu pun dinikmati oleh Agam.

Sluurpp… Ah! Mantap sekali lu punya susu, Cynthia,” komentar Agam yang mereguk manis ASI Cynthia itu.

“Bang Agam… Geliiih…” rengek wanita itu namun tak di gubris oleh pria itu. Yang ada, gempuran kontolnya dalam memek Cynthia makin intens. Cairan cinta Cynthia pun mulai berbuih putih, tampak kontras melumuri kontol hitamnya.

“Karena abang sudah menang taruhan dari Gio, jadi antara Cynthia dan Arina, siapa selanjutnya yang mau bang Agam hamili?” tanya Agam menggoda Cynthia, namun juga serius.

“Nngghh… Nggak tau bang… Jangan dibahas sekarang… Ini… aja Cynthia belum lahirannn… Nggghh…”

“Oke nanti abang gilir saja lah kalian. Kita lihat siapa yang hamil lebih dulu, hahaha…” gelak Agam sambil makin semangat memompa liang Cynthia. Tampak tubuh keduanya bagai kontras hitam dan putih mengkilat akibat peluh yang telah membanjiri tubuh mereka.

Tak lama, bahasa tubuh Cynthia yang gelisah menandakan orgasmenya akan kembali tiba. Agam yang jelas mengetahui hal itu segera mempercepat ritme pompaannya hingga wanita itu belingsatan mencengkeram bahu kekar Agam. Dari tusukan pendek cepat, tiba-tiba pada momen yang sangat menentukan, Agam mengganti tusukan kontolnya menjadi panjang dan dalam sebanyak satu… dua… tiga…

“AAARRHHHH!!! BANG AGAM CYNTHIA DAPET LAGIIIIHHH…” teriak Cynthia yang kembali mendapatkan orgasme ketiga di malam itu; kedua dari kontol Agam. Terasa bagi Agam cairan cinta Cynthia mengalir deras mengguyur kontolnya yang masih keras perkasa menyumpal liang peranakan yang kembali berkontraksi itu. Dengan pasti cairan itu semakin membasahi tempat tidur tempat peraduan nafsu mereka. Apabila tanpa sumbatan kontolnya, Agam yakin cairan cinta beserta squirt milik Cynthia akan menyemprot deras membasahi tubuh mereka.

Dalam engahan nafasnya yang terputus-putus, Cynthia meresapi orgasme di ujung-ujung sarafnya yang sensitif, sambil menatap pejantan yang telah mempecundanginya dua kali itu dengan tatapan sayu. Ditatap seperti itu, pria berdarah Melanesia itu pun tak kuasa langsung memagut bibir wanita Chindo itu dengan mesra. Cynthia, sebagai seorang wanita yang suka diperlakukan seperti kekasih oleh pasangan bercintanya, membalas pagutan pejantannya dengan tak kalah mesra dan meresapi setiap detik kenikmatan dan rasa damai yang ia rasakan di sekujur tubuh hamilnya. Tanpa ia duga lagi, momen itu merupakan kali ketiga dalam tahun itu Cynthia dibuat baper oleh Agam. Dan Cynthia jelas tak keberatan, bahkan sangat menikmatinya. Bahkan tak menutup kemungkinan bagi Cynthia kelak untuk membuka hati, dan rahimnya, untuk pria tersebut.





“Jendelanya belum di tutup,” kata Irene lirih menyadari tirai di ruang itu terbuka lebar dan menampakkan gelapnya suasana di luar. Karena kaca jendela itu tembus pandang dua arah, dalam malam gelap di luar sana, Irene khawatir ruangan yang cukup terang itu akan tampak jelas dari luar, begitu pula seluruh kegiatan yang mereka lakukan hingga saat itu.

“Tak ada yang lihat pula di luar. Villa terdekat saja di seberang bukit,” jelas Agam sambil merengkuh tubuh Irene yang ia posisikan sedemikian rupa di tepi ranjang untuk ia gauli. Setelah bebrapa saat lalu Agam mengantarkan Cytnhia ke puncak kenikmatan dua kali, Agam memberikan kesempatan Cynthia untuk bernapas dan mengalihkan perhatiannya kepada Irene.

Perlahan Agam menekan kepala kejantanannya di celah bibir kewanitaan Irene yang raut wajahnya tampak khawatir. Bukannya tak beralasan, pria itu memang memiliki kejantanan terbesar dari semua pria yang selama ini menjamah tubuhnya. Setiap kali bercinta dengannya selama ini, kewanitaan Irene selama ini merasakan nyeri terutama pada proses adaptasi pertama kali, meskipun pada akhirnya Agam selalu dapat memberikan gadis itu kepuasan.

“SSSHHH… Bang Agam, pelan…” pinta Irene ketika kepala kontol Agam mulai menyeruak masuk memeknya. Raut wajahnya mengernyit, mengantisipasi nyeri yang akan ia rasakan.

“Tahan,” kata Agam berkonsentrasi dalam mempenetrasi sepelan mungkin untuk meminimalisir rasa sakit yang dirasakan gadis itu. Sedikit demi sedikit batang kejantanan Agam tertelan masuk celah sempit si gadis.

“Aaaa…” hanya rintihan yang keluar dari mulut Irene. Matanya terpejam menahan rasa ngilu yang menohok di perut bagian bawahnya dimana akhirnya kepala kontol Agam telah menyentuh mulut rahim si gadis.

“Jangan gerak dulu…” pinta Irene sambil memegang pinggang Agam seolah mencegahnya agar tidak bergerak. Ia perhatikan kontol Agam yang tidak sepenuhnya dapat bersarang dalam memeknya. Ia pun masih tak habis pikir bagaimana liangnya yang masih relatif rapat itu dapat mengakomodasi batang besar itu.

Melihat betinanya masih mencoba beradaptasi, Agam menuruti permintaan gadis yang usianya pantas sebagai keponakannya itu dan mencumbuinya. Ia hisap lembut kedua payudara mungilnya yang putingnya sejak tadi mengeras tak mengendur. Ia perhatikan liontin dengan inisial nama si gadis I.V. tersemat di antara gunung kembarnya. Perlahan cumbuan Agam bergerak menuju leher lembut si gadis yang berhias beberapa helaian rambut lengket akibat embun tipis keringat, membuat si gadis mendesah. Daun telinga Irene pun tak luput dari jilatan lidah Agam, membuat si gadis kegelian namun nikmat.

“Bang Agam… Geli… Hihihi…” Irene terkikik. Agam hentikan perbuatannya dan menatap wajah si gadis.

“Tapi suka kan?” tanya Agam lembut yang dijawab hanya dengan anggukan kecil si gadis. Ditatap mesra oleh seorang pria dewasa membuat gadis yang masih tergolong belia itu menjadi kikuk. Irene perhatikan raut wajah tegas Agam, keringat yang mengembun di dahinya, tatapan tajamnya bagaikan menelanjangi isi hati Irene. Reflek, jemari si gadis membelai rambut pendek pejantannya yang ikal. Gestur itu diartikan sebagai undangan bagi Agam untuk semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Irene. Tahu apa yang akan dilakukan pasangan prianya, si gadis memejamkan matanya hingga akhirnya bibir tebal Agam bertemu dengan bibir basah Irene yang mungil.

Percumbuan itu berlangsung beberapa menit dengan melibatkan pertautan hangat kedua lidah insan manusia yang terpaut jarak usia cukup jauh. Ludah dan nafas keduanya saling berbaur dan meluber terasa nikmat bagi mereka. Terasa lembut wajah dan bibir Irene oleh Agam. Begitu pula jambang Agam yang tercukur rapi terasa bagi Irene menambah sensasi kenikmatan percumbuan mereka. Kehangatan semakin instens bersumber dari relung kewanitaan Irene, begitu pula kedutan kejantanan Agam di dalamnya.

Setelah puas bercumbu, perlahan Irene dan Agam melepas pagutan basah mereka sambil terengah menarik nafas. Kembali keduanya saling menatap, meresapi chemistry mereka. Bagi gadis belia seperti Irene yang tidak banyak memiliki pengalaman berpacaran dan bercinta dengan lelaki, apa yang dilakukan Agam itu sangat membuai dirinya. Perasaan berdebar, bahagia, berbunga, dan malu bercampur menjadi satu dalam hatinya dan Irene tak tahu harus bagaimana menyikapinya. Dalam tiga bulan terakhir, Agam menjadi pria ke tiga, setelah Dimas dan Bima, yang membuatnya merasa seperti itu.

“Abang mulai ya, nona manis?” tanya Agam dengan suara beratnya, yang kembali hanya dijawab dengan anggukan kecil oleh Irene yang kehilangan kata-kata.

Awalnya rasa ngilu di perut bawahnya mencul kembali. Namun Irene tak menyampaikan bentuk protes apapun karena tak lama rasa sakit itu memudar dan digantikan dengan sejuta kenikmatan yang tak dapat dijelaskan di dalam relungnya. Desahan pun mulai keluar dari bibir manis si gadis. Cairan memek Irene juga tak kalah keluar lebih banyak dari biasanya dan melumasi kontol Agam, seolah mengerti harus bekerja ekstra karena adanya kejantanan besar yang bertamu. Keringat pun mulai bercucuran dari kedua tubuh insan yang saling kontras itu.

“Aaahh… Bang Agam…” desah Irene memanggil nama pejantannya sambil jemarinya meremas bahu kekar pria itu dan kakinya melingkar di punggungnya. Tubuh mungil Irene bergetar lembut menandakan orgasme pertamanya dari persenggamaan malam itu.

Tak diberi waktu lama meresapi klimaksnya, Agam membimbing tangan Irene untuk melingkar di lehernya lalu dengan satu gerakan mantap, Agam menegakkan tubuhnya yang sedari tadi sudah menapak di lantai di tepi ranjang, sehingga kini berdiri mengangkat tubuh mungil Irene dengan mudanya. Dengan sigap tentunya tangan Agam yang besar itu dengan kokoh menopang bongkahan pantat mungil namun bulat dan lembut milik gadis itu.

“AAA!” pekik gadis itu terkaget ketika badannya seketika terangkat di udara. Spontan lengannya ia kalungkan semakin erat di leher Agam untuk keseimbangan, namun si tubuh gadis tahu pria itu tak akan menjatuhkannya dari topangan yang begitu kokoh itu. Kemudia perlahan Irene merasakan tubuhnya berpindah di udara karena ternyata Agam berjalan ke arah pintu kaca jendela dalam keadaan kontol kerasnya yang bersarang di memek si gadis.

“Mau ke mana, bang Agaam…” tanya Irene khawatir karena dengan cekatan Agam tiba-tiba membuka pintu kaca menggunakan salah satu tangannya, dengan tangan yang lain masih menopang pantat si gadis. Kemudian Agam dengan santainya melenggang keluar menuju balkon kamar utama itu yang diterangi cahaya penerangan kekuningan seperti di dalam kamar. Terasa oleh tubuh keduanya udara malam yang dingin dan rintik gerimis yang kini sudah lebih mereda bagaikan percikan lembut.

“Ngentot di sini lah. Irene tadi khawatir kan ada yang melihat kita punya kegiatan. Abang buktikan tak akan ada yang ganggu,” jawab Agam santai.

“Tapi bang… Itu di bawah udah jalan… Kalau ada kendaraan lewat mereka bisa lihat jelas ke sin‑iiiihh… Aahh…,” protes Irene masih khawatir namun terpotong akibat ulah Agam yang tiba-tiba mulai menggerakkan pinggulnya kembali dengan kuat.

“Sudah lah jangan pedulikan yang begitu-begitu,” jawab Agam mematahkan protes Irene sambil dengan mantap memompakan kontolnya di dalam memek si gadis. Lenguhan Irene pun kini memecah sunyi dan menghiasi suasana malam syahdu di sekitar villa itu. Udara dingin pun tak menjadi gangguan bagi tubuh telanjang keduanya yang malah semakin memanas. Bahkan apabila diperhatikan dengan seksama, kedua tubuh manusia berkeringat yang bertaut itu terlihat memancarkan uap hangat di tengah dinginnya udara sekitarnya.

Irene yang tubuhnya menghadap ke arah kamar dapat melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 11 malam lewat. Namun malam masih panjang bagi mereka.





Dari atas ranjang dalam kamar pun terlihat adegan panas yang sudah berlangsung beberapa saat lalu melibatkan tiga tubuh telanjang manusia. Bima dan Dimas yang sudah pulih tenaga dan keperkasaannya kini menggumuli tubuh sintal Cynthia secara bersamaan. Setelah blowjob yang tak perlu diberikan terlalu lama untuk mengeraskan kontol mereka berdua, kini tubuh Cynthia dalam posisi anjing kawin berada di antara Dimas yang kontolnya berada di mulutnya dan Bima yang baru saja menyemayamkan kontolnya di memek basah yang baru saja selesai dipecundangi dua kali oleh Agam.

“Mbak Cyn, yaapa kabarnya kokonya?” tanya Dimas tiba-tiba membuka percakapan. “Ga pulang ta? Istrinya hamil besar udah mau lahiran gini.”

“Mmm-mmm-mmm…” hanya suara tak jelas yang keluar dari mulut Cynthia yang sedang mengulum kontol Dimas itu. Terasa getaran pada kontol Dimas akibat suara Cynthia.

“Mbak Cyn, gimana toh. Lepasen dulu lah kontolku kalau mau jawab… Hehehe,” kekeh Dimas memandang wajah wanitanya dari atas.

“Mmm-puah! Hah… Hah… Mas Dimas random banget deh tanya-tanya suami Cynthia. Dia kan sibuk ngejar S3-nya di luar negeri, mas. Nanti kalau aku udah lahiran dia baru ambil izin buat pulang bentar,” jawab Cynthia akhirnya setelah melepas kulumannya pada kontol Dimas.

“Ooh… Kirain ga bakal pulang, hehehe…”

“Udah ah mas Dimas jangan bahas-bahas suami aku kalau lagi gini. Aku gigit loh titit-nya,” balas Cynthia cemberut, langsung melahap batang Dimas kembali.

“Ah! Ok siap-siap mbak Cyn plis jangan digigit beneran ya kontolku… AH! Nanti gak bisa tak enakin lagi lho… Aaahhh… ” kata Dimas terbata karena Cynthia memberikan hisapan kuat sambil memberikan gigitan-gigitan lembut dengan gemas. Tak lupa lidahnya mempermainkan lubang kencing Dimas, semakin membuatnya merem melek.

“Aaarrgghh! Mbak Cyn… Ampun… Jangan dibuat ngecrot dulu… Aku pingin ngentotin mbak Cynthia dulu…” pinta Dimas memegang kepala Cynthia agar wanita itu berhenti mengerjainya. Perlahan Dimas menarik pinggulnya hingga kontolnya terlepas dari mulut Cynthia dengan suara PLOP yang cukup keras karena bibir si wanita yang mencengkeram kuat kontol pria itu.

“HAH… HAH… Mbak Cynthia nakal banget mbak…”

“Habisnya siapa duluan yang nyebelin,” goda Cynthia sambil tersenyum nakal menatap Dimas dari arah bawah.

“Mas Bim, aku yo pingin ngentot mas. Bosen diemut tok. Gantian yuk. Atau ayok DP lah minimal,” pinta Dimas.

“Hahaha ok-ok,” kekeh Bima sambil melepas kontolnya dari memek Arina. “Dobel memek aja yok, bro.”

“Hah? Salome, mas Bim? Barengan sama mas Bima di tempik-nya mbak Cynthia?” tanya Dimas yang memang belum pernah melakukannya.

“Iya lah. Gue jamin enak kok. Lebih ketat dari pantat, hahaha,” kata Bima terbahak.

“Mas Bima, Cynthia kan cuma pernah sekali doang waktu itu digituin sama mas Bima sama pak Gio. Ga yakin deh bisa lagi,” protes wanita Chindo itu ragu.

“Kalau sekali bisa, ya pasti bisa lagi lah, beb. Ada-ada aja alesan kamu. Lagian bagus juga kan buat kamu yang mau ngelahirin. Katanya pingin lahiran normal kayak Arina. Ya memek kamu harusnya dilatih biar bisa lancar dilewatin kepala bayi lah,” kata Bima mematahkan protes Cynthia.

“Wah bener juga kata mas Bima tuh mbak! Dilatih dulu memeknya biar ga susah nanti lahirannya,” kata Dimas ikut bersemangat membujuk.

“Tapi…”

“Udah gausah tapi-tapian. Dimas, lo yang di bawah! Lo yang masuk duluan,” perintah Bima sambil menarik tubuh Cynthia menyingkir dari tengah ranjang agar Dimas dapat leluasa memposisikan diri.

“Siap!” sahut Dimas sambil memposisikan tubuhnya sedemikian rupa agar berbaring di atas kasur dengan kepala bersandar bantal. Beruntung Agam telah mengajak Irene bercinta di balon kamar sehingga ranjang itu menjadi lebih leluasa untuk mereka bertiga.

“Sekarang kamu naikin kontol Dimas, sayang,” perintah Bima pada Cynthia.

Cynthia segera mengangkangi selangkangan Dimas sehingga memeknya memayungi kontol Dimas yang menghunus siap membelahnya. Dengan kedua tangannya bertumpu pada dada bidang Dimas yang berbulu, Cynthia menurunkan tubuh hamilnya hingga bibir memeknya terasa terbelah kepala kontol bersunat milik Dimas. Perlahan tapi pasti kejantanan gemuk dengan bentuk sedikit membengkok ke kanan itu akhirnya terbenam seluruhnya dengan lancar di dalam liang kewanitaan wanita yang sering mengakomodasi salah satu ‘tamu’ yang sudah dihafal itu. Area tulang pubis Cynthia dan Dimas yang masing-masing berhias jembut tebal kini saling menempel sangat erat, menandakan proses persatuan kelamin mereka yang sempurna. Tak ayal, klitoris Cynthia pun tergesek nikmat diantaranya.

“Mas Dimas… Enakkh…”

“Mbak Cynthia jugaah…”

“Agak nempel dikit ke Dimas, beb,” perintah Bima sambil mendorong punggung Cynthia, tak memberikan waktu untuk kedua rekannya meresapi pertautan erotis mereka.

“Sini mbak Cyn…” ucap Dimas merengkuh punggung Cynthia agar semakin mendekat dengan tubuhnya hingga perut hamil Cynthia semakin merapat pada perut Dimas yang tambun. Karena halangan perut hamil Cynthia yang besar, jelas kedua payudara montok yang tampak berat bergelantung itu tidak bisa menempel sempurna di dada Dimas.

Dari belakang, terpampang jelas bagi Bima sebuah pertautan sempurna kontol Dimas yang kecoklatan di dalam memek Cynthia. Alih-alih lubang berkerut yang tampak di atas pertautan kelamin tersebut, Bima memfokuskan perhatiannya pada tepian belakang labia minora memek Cynthia yang sebenarnya sudah rapat tersumpal kontol gemuk Dimas hingga tak tampak celah sama sekali. Namun hal itu bukanlah penghalang bagi Bima untuk mengurungkan tujuannya. Terbukti segera bagi Cynthia yang tiba-tiba merasakan tekanan benda tumpul di area perineumnya, pertanda Bima sudah memulai proses penetrasi kedua ke dalam memek wanita itu. Dengan gigih Bima menekan kepala kontolnya untuk memasuki celah rapat di antara bibir memek Cynthia dan kontol Dimas. Setelah bebera saat berlalu, desakan kuat akhirnya dirasakan oleh Dimas pada sisi bawah kontolnya yang dipaksa oleh kontol Bima untuk berbagi ruang di dalam liang peranakan Cynthia.

“Nggghhh… Mas Bimaaa… Pelan…” pinta Cynthia yang merasakan kejantanan kedua yang perlahan memaksa untuk bersarang dalam liang kawinnya yang sudah terlebih dulu disinggahi kejantanan lain itu. Namun Bima yang ingin segera menyelesaikan penetrasinya itu tak mengendurkan dorongan pinggangnya sama sekali. Hingga akhirnya terdapat sensasi rasa yang begitu penuh bercokol pada perut bawah Cynthia. Rasa sedikit ngilu dan tekanan yang intens dapat dirasakan wanita itu.

“Aaahhh… Akhirnya masuk…” desah Bima yang akhirnya berhasil memasukkan sebagian besar batang kejantanannya hingga tak dapat ia dorong lebih jauh lagi ke dalam liang Cynthia.

Cuk! Sesek pol!” sahut Bima spontan merasakan rasa penuh sesak, tekanan yang intens, dan sensasi yang lebih panas dari biasanya.

“Mas Dimas… Mas Bima… Langsung gerak gapapah…” pinta Cynthia yang sedikit mengejutkan kedua pasangan prianya. Memang, anehnya, untuk Cynthia yang walaupun merasa sangat penuh, rasa nyeri yang ia rasakan tak seintens ketika pertama kali diperlakukan seperti itu oleh Gio dan Bima.

Tak perlu menunggu lama, Bima dan Dimas mengabulkan permintaan Cynthia. Segera, terdengar sahut-sahutan suara lenguhan ketiga insan yang bertaut menjadi satu itu. Gerakan mereka secara natural pun menjadi harmonis, ketika Bima menarik kontolnya, Dimas menusukkan kontolnya lebih dalam, dan juga sebaliknya. Tak hanya itu, kedua pria itu pun kadang menyelingi ritme mereka dengan menyamakan arah tusukan kedua kontol mereka. Tak ayal hal itu membuat Cynthia belingsatan.

Disuguhi dua bongkahan padat Cynthia, Dimas tak menyia-nyiakan kesempatan untuk segera menghisap puting susu wanita itu secara bergantian. Dan keluarlah cairan ASI Cynthia masuk ke mulut yang seharusnya tidak meminum ASI itu. Dari sisi belakang, tampak oleh Bima rambut panjang Cynthia yang kini sudah basah sempurna oleh keringat menghiasi punggung wanita itu. Sesekali pria itu ikut bergantian meremasi payudara montok Cynthia yang sedang terbebas dari hisapan Dimas. Tak luput, sesekali pria itu menarik dagu wanitanya agar menoleh ke belakang untuk ia ajak bercumbu. Dalam pagutan Bima, Cynthia bagaikan tanpa kata mengkomunikasikan rasa kasih sayang dan terima kasihnya karena dibuat senikmat itu. Semua perlakuan kedua pejantannya benar-benar membuai Cynthia hingga perasaannya terasa meluap-luap tak dapat dijelaskan. Berbeda dengan pengalaman pertamanya dengan Gio dan Bima, yang mana ia dipengaruhi obat perangsang dan alkohol, kini dalam keadaan sepenuhnya sadar, Cynthia akhirnya dapat menikmati secara hakiki sensasi disetubuhi oleh dua kontol secara bersamaan di memeknya.

“MMM-muah!” Cynthia tiba-tiba melepaskan diri dari pagutan Bima untuk melenguh. “AAAHHH… MAS BIMAAHH… MAS DIMASSS… CYNTHIA KELUARRR… NGGHH…”

Tampak tubuh wanita hamil itu bergetar hebat dalam dekapan Bima dan Dimas. Tangannya mencengkram erat bahu Dimas. Kakinya yang melejang-lejang hebat direngkuh oleh Dimas. Sedangkan bahunya di topang oleh Bima agar tubuhnya tak limbung. Di bawah sana, terasa rembesan cairan yang berusaha keras keluar dari bendungannya akibat tersumpal dua kejantanan, mengalir membasahi selangkangan mereka, terutama Dimas lalu semakin membasahi ranjang tempat peraduan kasih mereka yang sudah basah akibat keringat mereka. Kedua pria yang mengerti keadaan wanita yang sedang mereka pecundangi bersamaan itu menghentikan pompaan kontol mereka di memek Cynthia. Dari bawah, dapat diperhatikan oleh Dimas secara jelas betapa renyahnya wajah khas Tionghoa milik Cynthia yang dipenuhi tetasan peluh itu. Entah karena kehamilannya atau orgasme dahsyat yang baru saja dirasakannya atau karena keduanya, wajah Cynthia itu begitu menawan dan memancarkan aura bersinar.

“Enak Mbak Cyn?” tanya Dimas pelan setelah memperhatikan orgasme Cynthia yang mulai mereda.

“Iyah mas Dimas…” jawab Cynthia sambil mengangguk dan menatap pria itu sayu. Dada besarnya tampak kembang kempis terengah.

“Lanjut ya sayang…” kata Bima mengecup bahu Cynthia dari belakang.

“Iyah Mas…”

“Dim, tuker gue yang di bawah. Lo kendali atas,” perintah Bima.

“Siap!” sahut Dimas. Akhirnya terlepaslah tautan kelamin ketiganya dengan sementara selagi mereka mengubah posisi bercinta.

Kini Bima telah berbaring terlentang di ranjang dengan kontol berkulupnya yang melengkung ke atas dan tampak mengkilap basah akibat cairan cinta Cynthia itu, telah siap untuk kembali menusuk relung terdalam memek Cynthia.

“Naik sini, sayang,” perintah Bima pada Cynthia.

“Mas Bima Cynthia hadap depan ya… Biar bisa sandaran…” pinta Cynthia yang memang tampak terengah setelah dibuat orgasme dahsyat. Bima tampak berpikir beberapa detik. Yah, dipunggungin lagi dong, batin Bima sedikit kecewa namun dia rela mengalah agar wanita yang sebentar lagi menjadi ibu itu tak kepayahan.

“Hmmm… Ok lah gapapa. Sini sandar di badan mas,” kata Bima akhirnya.

Dengan memunggungi Bima, akhirnya Cynthia kembali dibuat mengangkangi kontol berukuran di atas rata-rata, yang jelas lebih besar dari milik suaminya. Perlahan kontol yang begitu keras itu membelah rongga basahnya tanpa kesulitan hingga dirasa mendesak mulut rahim wanita itu. Desahan pun tak dapat ditahan. Tak lama pertautan kelamin dalam posisi reverse cowgirl itu begitu rapat dengan bongkahan pantat Cynthia yang menempel erat pada area pubis Bima yang bercukur rapi menggelitik celah pantat wanita itu. Segera Bima mengambil posisi setengah duduk, merapatkan tubuh kekarnya yang berkeringat pada punggung wanita itu yang tak juga bersimbah keringat agar saling menempel, bak tak memberi celah, dan agar wanita berbadan dua itu dapat bersandar dengan nyaman.

Segera Dimas meregangkan kedua tungkai Cynthia, menampakkan liang peranakan Cynthia yang berhias jembut basah cukup tebal itu telah ditaut sempurna oleh kejantanan Bima. Meskipun sedikit terhalang jembut yang dibiarkan panjang selama beberapa bulan terakhir oleh Cynthia, tampak oleh Dimas sebuah bentukan biji kelentit yang keras menonjol dari baliknya. Itilnya mbak Cynthia ngaceng banget, batin Dimas. Di bawah bentukan itu tampak lubang kecil yang tampak seperti titik saja. Lubang pipis pastinya, kata Dimas masih dalam batin. Kembali Dimas memperhatikan lebih ke bawah ke arah vulva Cynthia yang tak dapat dipungkiri sudah penuh sesak oleh kontol Bima. Ini bener ta udah penuh gini mau dimasukin satu lagi, tanya Dimas dalam hati.

“Mbak Cyn, beneran nih mas masukin ke memek?” tanya Dimas agak kikuk ke Cynthia.

“Iyah mas Dimas… Gapapah…” ujar Cynthia mengantisipasi pejantannya yang satu lagi untuk segera memasuki liang senggamanya kembali. Setelah dibuat orgasme dahsyat, Cynthia yang sudah tak merasa kesakitan sama sekali kini sudah tak canggung dan makin berani meminta untuk dipecundangi lebih jauh.

“Dimas, lo aneh-aneh aja. Ya jelas lah beneran, gue udah di dalem memek gini. Kalau mau DP dari tadi gue udah masuk ke pantat lah! Udah masukin aja. Pasti masuk kok. Dari depan harusnya lebih gampang,” tegur Bima panjang lebar.

“Hehehe… Santuy, mas Bim. Mastiin aja, hehe,” kekeh Dimas cengengesan. “Yaudah, permisi ya Mbak Cynthia, Bang Bima, maaf lagi berduaan saya ganggu… Hehehe.”

Dimas memutuskan untuk mencari jalan masuk menuju peranakan Cynthia melalu elalui celah di bawah lubang kencing dan tepian atas vulva Cynthia yang tersumpal kontol Bima. Ia bimbing kepala kontolnya untuk menekan area itu dan memaksa kontol Bima untuk memberikan ruang untuk kontolnya agar dapat masuk. Yang dilakukan Dimas serasa menggelitik saraf-saraf kemaluan Cynthia dan membuatnya menggelinjang. Tak lama tekanan kuat tiba-tiba meningkat di dalam kemaluan Cynthia yang menandakan kepala kejantanan Dimas pasti sudah masuk. Setelah itu dengan perlahan dan penuh tenaga, Dimas mendorong pinggulnya agar senti demi senti kejantanannya akhirnya bersemayam di liang vagina Cynthia.

“OH Mas Dimaasss…” desah Cynthia akibat perbuatan Dimas; kepalanya menengadah ditopang bahu Bima. Akhirnya memeknya lagi-lagi dipenuhi dua kontol tebal.

Tak perlu menunggu lama, kini sebagai pemegang komando Dimas berinisiatif untuk mulai menggerakkan kontolnya. Bima yang merasakan kejantanan rekannya mulai bergerak juga ikut menggerakkan kejantanannya hingga sekali lagi tercapai keharmonisan gerakan seperti sebelumnya. Lenguhan dan racauan kembali terdengar dari ketiga insan yang sedang disatukan bersama dalam lumpur kenikmatan.





Dari balkon terdapat sepasang mata gadis muda yang melihat seluruh adegan panas yang terjadi di dalam kamar; sepasang mata yang sudah sayu karena tubuhnya telah dipaksa mencapai orgasme dua kali semenjak digagahi pria yang menggendongnya, namun tak dapat mengalihkan perhatiannya dari apa yang sedang dialami cicinya di dalam kamar. Ia terenyak memperhatikan bagaimana tubuh hamil cicinya itu dihimpit oleh dua pria secara bersamaan. Semenjak mengikuti perkumpulan pemuja nikmat itu, jelas gadis yang masih tergolong relatif polos dalam masalah seks itu telah beberapa kali dikagetkan dengan perilaku seksual pria-pria yang memang jauh lebih dewasa dan berpengalaman darinya. Ia menjadi paham bahwa seorang wanita dapat digauli secara bersamaan oleh lebih dari satu lelaki. Ia jelas telah melihat kedua teman wanitanya yang lebih dewasa darinya disenggamai bersamaan di vagina dan anus mereka. Namun baru di malam itu, berkat tumpukan tubuh Bima, Cynthia, dan Dimas yang memunggungi jendela kamar, Irene dapat melihat dengan jelas bahwa kejantanan kedua pria itu secara bersamaan bersemayam dalam liang kewanitaan cicinya itu. Gimana rasanya ya jadi cici… Apa nggak sakit, tanya Irene dalam benaknya.

Betapa takjubnya gadis itu melihat pemandangan cicinya menerima semua itu tanpa perlawanan dan, walaupun awalnya tak dapat melihat ekspresi Cynthia, namun sebagai sesama perempuan ia dapat memperhatikan bahasa tubuh cicinya itu yang tampaknya malah menikmati, alih-alih kesakitan. Kesimpulan itu diperkuat ketika Irene melihat keluarnya cairan deras dari titik pertautan kelamin mereka dan tubuh Cynthia yang tampak bergetar hebat. Pemandangan yang sangat erotis itu juga meningkatkan libido Irene dan membantunya menggapai orgasmenya dengan mudah dan akan ia gapai lagi dalam gendongan Agam. Kini tampak oleh Irene ketiga manusia di dalam kamar telah berganti posisi, dengan tubuh Cynthia yang dihimpit Dimas di atasnya dan Bima di bawahnya telah menghadap ke jendela sehingga ekspresi cicinya itu kini tampak jelas. Terpampang nyata bahwa dalam raut wajah Cynthia tak tampak sama sekali adanya penolakan dan rasa tak nyaman, malah tampak sangat bahagia dan menikmati diperlakukan seperti itu oleh Dimas dan Bima. Pasti penuh banget, Irene hanya bisa membatin. Namun Irene tak bisa terus memikirkan Cynthia saja ketika nasibnya pun sama-sama disiksa birahi oleh seorang pejantan perkasa yang tak kenal lelah mempecundangi tubuhnya dalam gendongan.

“AAAAHHH… Bang Agaammhh… Ampuunn… Nggghhh…” teriak Irene untuk kesian kali karena kembali dibuat orgasme oleh Agam. Cairan cintanya makin membanjir dan berbuih melapisi batang kejantanan Agam.

“Ngempot terus, nona. Hah… Hah…” kata Agam terengah, tak mengendurkan genjotannya. mulai menunjukkan tanda-tanda menuju klimaks.

“Ssshhh… Salah siapa coba… Hah… Hah…” rintih Irene juga terengah, menyandarkan kepalanya di bahu Agam sambil meresapi letupan kenikmatan yang bersumber dari selangkangannya.

Dari posisi itu, Irene dapat mencium aroma khas keringat Agam semakin menguar, terasa begitu jantan. Sebaliknya, wajah Agam yang juga menempel rambut basah Irene juga dapat mencium campuran aroma manis asam lembabnya keringat yang telah menyamarkan parfum yang sempat si gadis kenakan pagi itu. Begitu basahnya kedua tubuh yang bersatu itu akibat banjirnya keringat hingga tampak berkilau diterpa cahaya temaram. Udara malam yang tergolong dingin itu pun tak meredupkan panasnya nafsu membara yang bagai berkobar dari tubuh mereka.

Tak dibiarkan meresapi orgasmenya, saraf-saraf kemaluan Irene yang masih sensitif pun bagaikan tergelitik dan dipicu menerima rangsangan. Terang saja Irene bagaikan belingsatan tak karuan. Kepalanya yang ia benamkan di antara bahu dan leher Agam itu hanya menggeleng-geleng mengiringi rintihannya yang tak kunjung berhenti. Jari-jemari mungilnya, Nafasnya pun kembali memburu padahal baru beberapa saat lalu ia mencapai klimaks. Gadis itu tak tahu apa yang terjadi pada dirinya karena itu pertama kalinya ia dibuat seperti itu oleh seorang lelaki.

“Bang Agammhh… Bang Agammmh…” selain desahan, rintihan itu saja yang keluar dari mulutnya karena kepalanya sudah bagaikan kosong, seluruh kata-kata telah hilang. Agam mengerti dengan betul apa yang terjadi pada gadis itu. Saraf kemaluannya yang sudah oversensitive dan overload itu akan mengantarkan si gadis menuju multiorgasme.

“Nona cantik, lihat wajah abang sini,” pinta Agam dengan suara berat dan dengusan. Ia pun sudah mendekati ambang batas ketahanannya.

Menuruti permintaan Agam, si gadis mengangkat kepalanya dari sisi kepala pria itu. Dengan kedua lengan yang masih melingkar erat di leher lelakinya, tubuh si gadis jelas menempel erat pada tubuh kekar pria itu. Wajah Irene pun berada tepat di hadapan wajah Agam, begitu dekat hingga keduanya dapat saling menghirup dengusan nafas yang keluar dari bibir masing-masing. Sepasang mata sayu Irene menatap sayu kedua mata tajam Agam yang penuh nafsu. Kemudian Agam memagut lembut bibir Irene yang disambut mesra oleh gadis itu. Kembali mereka saling bercumbu mesra seperti yang mereka lakukan beberapa saat lalu di dalam kamar. Dua insan berselisih usia 19 tahun itu sudah tampak seperti sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara dan birahi.

“AAAAAHHHH… Bang Agaaaammhh… AAHHH…”

Tak lama bercumbu, Irene menjadi pertama melepaskan pertautan lidah mereka karena ia harus melepaskan sebuah teriakan membahana memecah malam. Kepala dan leher Agam ia peluk dengan erat. Kaki dan tubuhnya mengejang di udara. Seluruh otot-otot tubuhnya seolah berkontraksi, terutama otot-otot memeknya yang memeras kontol besar yang bersarang di dalamnya dengan sangat kuat seolah meminta benda perkasa itu segera mengeluarkan apa yang sejak tadi dinanti. Rembesan cairan kewanitaan Irene pun semakin meluber keluar.

Mengerti sinyal yang diberikan tubuh betinanya, pertahanan kontol sang pejantan yang diremas kuat itu akhirnya menyerah. Dengan satu hentakan kuat seolah mengunci pertautan erat kepala kontol dan mulut rahim, otot-otot pelvis sang pejantan berkontraksi membuat kontolnya berkedut hebat dan mengeluarkan cairan putih kental berisikan ratusan juta benih-benih kehidupan yang sangat subur, menyemprot telak di pintu rahim si betina sebelum gaya gravitasi memaksa cairan itu turun melewati celah sempit di antara diding memek dan batang kontol hingga akhirnya keluar dari liang yang telah penuh dengan berbagai cairan itu dan menetes-netes di lantai balkon tempat mereka memadu kasih.

“GAAHH… HMMMFFFHH…” geram Agam dengan suara beratnya.

Pandangan Agam yang penuh nafsu menatap wajah renyah gadis yang sedang dilanda badai kenikmatan hakiki. Dalam dekapannya tubuh Irene tak henti-hentinya mengejang, menandakan ledakan-ledakan kenikmatan datang silih bersusulan di sistem sarafnya, lagi dan lagi. Sebagai pejantan, egonya melambung. Dan itu masih belum akhir dari malam panjang mereka.





Desahan, lenguhan, rintihan, dan keluh kesah tak henti-hentinya keluar dari bibir ranum milik seorang wanita hamil yang terhimpit badan besar dua pria perkasa yang telah mengantarkan tubuhnya orgasme beberapa kali semenjak mereka berganti posisi. Setiap orgasme yang datang berjarak semakin pendek dari yang sebelumnya. Dua batang kejantanan bergerak bagaikan tak mengenal lelah dalam liang kewanitaan yang sudah tak karuan beceknya.

“Mas Dimass… Mas Bimahh… Cynthia capek…” rintih wanita itu memelas, berharap agar kedua pejantannya segera menumpahkan cairan kejantanan mereka. Cynthia tak habis pikir bagaimana stamina mereka bertahan lama dalam pertautan sepenuh itu di dalam memeknya, meskipun mereka memang dalam ereksi kedua. Tenaga Cynthia serasa sudah terkuras namun ia tahu dirinya akan kembali diantarkan pada titik puncak untuk kesekian kalinya.

“Gue bentar lagi nyampe, sayang… Tahan…” kata Bima dari belakang tubuh Cynthia. Pria itu tak henti-hentinya menjahili kedua payudara dan putingnya dari belakang. Tak lupa kedua telinga, leher, dan bahu wanita itu juga menjadi bulan-bulanannya.

“Saya juga mbak Cyn…” sahut Dimas di hadapannya yang kembali memagut bibirnya untuk kesekian kalinya. Semenjak berpindah posisi sehingga Dimas menyetubuhi Cynthia dalam posisi berhadapan, keduanya menjadi sering terlibat adu bibir dan lidah berkali-kali dengan mesra. Bagian tubuh yang menjadi salah satu pemilik ujung saraf terbanyak itu memang menjadi saluran yang digunakan dua insan yang sedang bercinta untuk mengkomunikasikan rasa sayang secara non-verbal, menginduksi keluarnya hormon cinta yang semakin membuncah terutama pada tubuh betinanya.

Tak lama, percumbuan Dimas dan Cynthia tiba-tiba terpisah akibat tubuh Bima yang tiba-tiba tumbang dari setengah duduk menjadi berbaring. Tautan ludah tampak yang menghubungkan bibir Dimas dan Cynthia yang dipaksa terlepas tiba-tiba pun menjuntai.

“NNGHHHH… FUCK! GUE KELUAR SAYANG… AAARRGGHHH…” Geraman keras keluar dari mulut Bima diikuti keluarnya cairan kental yang begitu banyak mengisi liang peranakan Cynthia yang sudah sempit itu.

Merasakan cairan panas yang juga membasahi batang kontolnya, Dimas pun memompa dengan kuat kejantanannya itu hingga akhirnya ia dorong tubuhnya ke depan bagai ingin menggencet tubuh Cynthia. Perut tambunnya yang padat pun mendesak perut hamil Cynthia hingga pria itu bisa merasakan jabang bayi bergerak aktif di dalam rahim wanita itu.

“MBAK CYN AKU JUGA KELUAR… GAKUAT… AAHHHH…” teriak Dimas yang kontolnya berkedut hebat mengeluarkan benih-benih suburnya yang banyak dan kental di dalam memek Cynthia yang sudah tak dapat menampung lagi. Campuran cairan peju Bima dan Dimas pun segera meleleh keluar.

“SSHHH… AAAAHHH…” desah Cynthia yang pun badannya kembali bergetar, menandakan tubuhnya kembali mendapatkan orgasme. Seluruh cairan kejantanan yang berhambur di depan mulut rahimnya bagaikan memicu serangkaian proses kimia dalam tubuhnya dan mengantarkannya kembali pada puncak kenikmatan. Bahkan ia dapat merasakan buah hatinya di dalam sana aktif menendang-nendang dinding rahimnya. Beruntung bagi Dimas, yang walaupun sedang kepayahan mengeluarkan benih kejantanan, tapi dapat mengamati wajah cantik wanita Chindo itu tampak sangat renyah hingga kedua bola matanya bergulir ke atas hingga sebagian besar menampakkan bagian putihnya saja.

Setelah beberapa saat, ruangan itu pun hening. Yang terdengar hanya deru nafas dari tiga insan manusia tak terikat status pernikahan itu, bagaikan mencoba mengumpulkan nyawa. Dimas sebagai ‘lapisan sandwich’ teratas dengan pengertian mulai menjauhkan diri hingga kontolnya yang kini menjadi setengah keras itu terlepas dari tautannya. Lebih banyak lelehan sperma yang keluar dari memek Cynthia mengalir turun melalui buah zakar Bima. Kemudian dengan bantuan Dimas, Cynthia akhirnya melepaskan tautan kontol terakhir dari memeknya dan merebahkan diri di samping Bima. Begitu pula Dimas yang berbaring mengikuti Cynthia di sebelahnya. Tak ada kata-kata yang keluar dari mulut mereka. Dengan mata terpejam mereka meresapi sebuah persetubuhan sempurna yang baru saja mereka lakukan.

Setelah momen yang terasa lama bagi mereka bertiga, tiba-tiba Cynthia membuka matanya dan memecah keheningan.

“Mas Dimas, Mas Bima, ngga mau aku bersihin tititnya?” tanya Cynthia tiba-tiba diikuti tawa dua pria di sampingnya.

Segera, kedua pria itu beranjak dari pembaringan mereka dan menyodorkan kontol mereka yang berlumur cairan putih kental di seluruh permukaannya kepada mulut Cynthia dari sisi kanan dan kiri. Tanpa canggung Cynthia melahap batang-batang berlumur sperma itu, mulai dari milik Dimas lalu milik Bima secara bergantian. Tak lupa lidah wanita itu membersihkan area lipatan kulup Bima yang mulai mengkerut menutupi kepala kontolnya, juga permukaan zakar Bima yang sempat dilalui lelehan peju. Aroma khas sperma, juga rasa asin manis anyir getir, aroma keringat kelelakian, dan cairan kewanitaannya bercampur menjadi satu dirasakan oleh Cynthia.

“Ini namanya kontol, Mbak Cyn. Bukan titit. Hahaha…” kata Dimas mengoreksi Cynthia.

“Bener tuh Dimas, beb. Kalau punya suami kamu mungkin baru namanya titit. Ya gak Dim?” timpal Bima.

“Yoi.”

“Iya deh iya. Makasih ya kontol-kontol cakep udah enakin aku…” ucap Cynthia sambil memberi kecupan lembut pada kedua kejantanan yang telah dibersihkannya itu. Kejantanan yang mengobati rasa rindunya setelah tubuh betinanya tak dijamah pejantan beberapa minggu terakhir.

Namun momen itu bukan akhir dari cerita panjang di malam itu.





Hormon oksitosin merupakan suatu senyawa kimia organik dalam tubuh yang diproduksi oleh otak dan memiliki peran yang sangat penting. Hormon tersebut berperan penting dalam kontraksi otot-otot polos. Salah satu organ yang terbuat dari otot polos adalah rahim. Hormon yang sering disebut ‘hormon cinta’ oleh karena berperan penting dalam proses bonding seorang betina dengan pejantannya ini diproduksi dalam konsentrasi tinggi saat berhubungan seksual, terutama saat wanita mengalami orgasme. Selain hormon oksitosin, terdapat senyawa lain yang tak kalah pentingnya yaitu Prostaglandin. Senyawa ini berperan dalam mekanisme timbulnya nyeri dan proses peradangan. Seperti halnya oksitosin, prostaglandin memiliki peran besar dalam kontraksi otot polos, salah satunya yaitu rahim. Ketika rahim wanita yang sedang mengandung bayi telah mencapai cukup bulan, konsentrasi hormon oksitosin dan prostaglandin di dalam darah pun memuncak yang berujung pada berkontraksinya rahim dan pecahnya ketuban. Selain diproduksi langsung dari tubuh wanitasendiri, terdapat suatu sumber lain dimana konsentrasi prostaglandin tergolong cukup tinggi, yaitu cairan ejakulasi pria.

Di malam itu, Cynthia, seorang wanita yang kehamilannya sudah mencapai bulan ke-9, mereguk kenikmatan seksual yang memang menjadi kebutuhan biologisnya sebagai insan manusia dengan bantuan tiga rekan prianya. Di malam itu, pria-pria yang menggauli tubuhnya itu begitu memanjakan dan memperhatikan kebutuhan tubuhnya dan berhasil mengantarkan tubuh hamilnya merengkuh orgasme berkali-kali. Selain itu, pria-pria yang tidak pernah menyia-nyiakan sperma mereka untuk keluar di luar tubuh wanita itu berkali-kali pula menumpahkan cairan berisi benih kesuburan mereka di dalam liang peranakan milik Cynthia, telak di pintu rahimnya. Maka dari itu dapat diasumsikan bahwa hormon oksitosin dan prostaglandin di dalam tubuh wanita hamil itu memuncak secara drastis di malam itu, bahkan mungkin tertinggi dalam kehidupannya. Dalam kondisi sedemikian rupa, sebuah hal yang wajar dan natural jika rahim wanita itu akhirnya berkontraksi, menandakan bahwa buah hati yang tumbuh sembilan bulan di dalamnya telah siap untuk dituai.

Sebelum fajar tiba, tak lama setelah selesainya pergumulan panas kelima insan di villa itu, tiba-tiba Cynthia dibangunkan dengan rasa nyeri hebat di perutnya. Teriakannya cukup membahana hingga membangunkan seluruh orang di villa itu. Bima dan Dimas yang tidur di kedua sisi Cynthia bagaikan penjaganya pun terbangun dan mendapati ranjang di bawah tubuh wanita itu telah ternoda cairan bening dengan bercak-bercak darah, menandakan selaput ketuban wanita itu telah pecah dan mengeluarkan airnya. Terasa oleh Cynthia betapa perutnya terasa bagai keram hebat yang berarti kontraksi rahimnya muncul dan semakin meningkat seiring waktu, mulai meregangkan mulut rahimnya sedikit demi sedikit, guna mengeluarkan si jabang bayi. Cynthia akhirnya mengalami proses melahirkan.

Sedikit panik, Bima segera memutar otak untuk mengatasi situasi tersebut. Berada di tengah pegunungan jauh dari ibukota, jelas berharap mencapai rumah sakit di ibukota bukanlah hal yang mungkin dilakukan dengan mudah dan kemungkinan akan membahayakan jiwa Cynthia. Fasilitas pelayanan kesehatan kesehatan terdekat menjadi pilihan paling masuk akal saat ini, walaupun pria itu belum tahu tepatnya dimana. Dengan sigap Bima segera membimbing Cynthia agar dapat bersiap-siap.

“Maaass… Perut Cynthia sakiiit…” rintih wanita yang enggan beranjak dari tempat tidur.

“Ya tapi kan harus ke rumah sakit, sayang. Ditahan dulu, ya,” pinta Bima membujuk wanitanya. Kepada Dimas ia segera memberi perintah, “Dimas, lo siap-siap cepetan gih panasin mobil.”

“Siap!” Dimas segera bergerak dengan sigap keluar kamar dan berpapasan dengan Irene dan Agam yang masuk ke dalam kamar tanpa sehelai benang yang menutupi tubuh mereka. Oleh karena ranjang kamar utama tak cukup untuk tempat mereka beristirahat, akhirnya pasangan itu pun tidur di kamar lain.

“Cici tahan ya ciii… Ayo Irene juga bantu,” kata Irene setelah berada di samping Cynthia mencoba memapah cicinya itu.

Belum sampai Cynthia menuruni ranjang, Dimas telah tergopoh-gopoh kembali memasuk kamar dengan wajah panik.

“Gawat. Mas Bim, mobilnya gak bisa nyala sama sekali. Kayaknya akinya mati. Aku cek kemungkinan gara-gara ada yang ga rapet nutup pintu jadinya lampunya nyala terus dari kemarin sore,” jelasi Dimas cepat sambil terengah.

Irene yang mendengar itu, sontak kaget dan menampakkan wajah cemas.

“EH? Kayaknya itu gara-gara Irene deh… Irene yang terakhir tutup pintu mobilnya. Aduuuh. Maaf banget Cici… Irene teledor banget,” kata Irene mengakui kesalahannya. Wajahnya tampak penuh penyesalan menatap Cynthia yang wajahnya mulai bersimbah keringat.

“Udah, gapapa sayang. Udah terlanjur,” jawab Cynthia lemah.

“Ya udah, Dimas, kalo gitu lo cari bengkel kek gimana kek,” perintah Bima tak dapat berpikir lurus.
“Yah kan jauh, bang! Masa mau jalan?” protes Dimas.

Lengkap sudah cobaan Cynthia. Mendengar itu semua tubuhnya semakin tak ada tenaga untuk beranjak dari tempat tidur. Inilah mengapa dirinya sempat keberatan untuk berada jauh dari rumah ketika ia jelas-jelas dalam keadaan hamil besar. Seharusnya ia dapat lebih meneguhkan pendiriannya ketika berargumen dengan Bima tentang hal itu. Namun semuanya sudah terlanjur.

“Kalau begitu bagaimana kalau kita orang panggil dokter kemari. Bima, lu hubungi itu Gio punya teman yang namanya Satria. Buat dia datang ke sini,” perintah Agam yang masih berkepala dingin.

Dengan cekatan Bima menghubungi Gio terlebih dahulu karena ia tak memiliki kontak sang dokter kandungan. Beruntung Gio segera mengangkat telepon mengingat di negeri tetangga tempatnya berada saat itu matahari mungkin baru saja terbit. Setelah menerima ceramah dari Gio tentang betapa cerobohnya teman sekaligus bawahannya itu, Gio segera menutup telepon Bima dan menghubungi orang-orang yang sekiranya dapat membantu rekan-rekannya.

Setelah beberapa saat, Gio menghubungi Bima kembali dengan penjelasan panjang lebar. Akibat permintaannya jauh hari kepada penjaga villa untuk tidak mengganggu mereka, si penjaga telah pulang kampung sehingga tak dapat membantu mereka saat itu juga untuk mencarikan teknisi mobil maupun tenaga kesehatan yang dapat membantu. Mengingat Cynthia yang terkesan tidak memiliki tenaga untuk bergerak, akhirnya Gio memutuskan untuk menghubungi Satria, dokter kandungan sahabatnya, dengan harapan dapat segera datang membantu Cynthia bersalin di villa, tentu saja dengan kompensasi lebih. Beruntung bagi mereka, Satria yang sedang berada di kediaman asalnya di kota hujan di akhir pekan itu, berada dalam jarak kurang dari 2 jam dari villa Gio. Meskipun awalnya dokter itu enggan karena memang persalinan di luar fasilitas kesehatan adalah hal yang sangat berisiko, namun dengan kompensasi yang ditawarkan Gio, Satria akhirnya menyanggupi dengan syarat ia tak akan dibebani tanggung jawab dengan risiko apapun yang akan mungkin terjadi pada si ibu dan anaknya.





Waktu menunjukkan hampir pukul 9 pagi ketika Satria tiba di villa rahasia milik temannya itu. Akibat persiapan yang harus ia lakukan dan hujan yang turun di pagi itu, Satria harus ekstra hati-hati dalam perjalanan menuju tempat itu. Namun sebelumnya ia sudah menginstruksikan agar si ibu untuk tetap rileks dan tidak panik. Seorang wanita yang baru pertama kali melahirkan akan membutuhkan waktu paling cepat 8 jam sebelum terjadinya pembukaan lengkap. Selama itu, asupan nutrisi terutama cairan harus tetap terjaga. Selain itu dokter kandungan itu juga menginstruksikan untuk memberi stimulasi pada puting susu si ibu untuk meningkatkan hormon oksitosin dalam darah, guna semakin memperlancar jalannya persalinan.

Dengan begitu Bima, Dimas, Agam, dan Irene secara bergantian menjaga wanita yang sebentar lagi diharapkan menjadi ibu itu. Keempat orang itu bergantian memastikan Cynthia dalam keadaan nyaman dalam kamar, temperatur AC terjaga optimal walaupun sulit membendung keringat yang keluar akibat rasa nyeri kontraksi, dan sesekali menyuapkan makanan dan minuman agar nutrisi wanita itu terjaga. Sesuai instruksi Satria, keempatnya juga secara aktif bergantian memberikan stimulasi kepada kedua putting payudara Cynthia, dengan permainan atau remasan jari, maupun dengan kuluman bibir dan permainan lidah. Perlakuan itu membantu mengurangi rasa nyeri kontraksi rahim yang semakin lama muncul semakin sering.

Ketika memasuki kamar, Satria ternyak memperhatikan Cynthia berbaring di tengah ranjang. Pasalnya, kontras dengan keempat orang lain di dalam ruangan itu yang mengenakan pakaian, wanita muda itu terbaring dengan keadaan tak tertutup sehelai benang pun. Bukannya salah—tak ada yang salah sama sekali dengan wanita melahirkan dalam keadaan telanjang—malah disarankan, yang membuatnya tertegun adalah wanita yang menjadi pasien langganannya itu tampak sangat menawan dalam kondisi tersebut. Tubuh berusia 22 tahun itu tampak sintal berisi oleh karena kehamilannya, rambut panjangnya tergerai bebas di ranjang, wajah khas orientalnya tampak sayu namun bersinar, kedua payudaranya tampak kencang dan berat, perutnya yang membulat besar dengan jabang bayi di dalamnya yang hendak ia bantu untuk keluar melalui liang peranakan yang dihiasi rambut kemaluan yang cukup lebat. Pantesan dikekepin terus sama si Gio, sampe niat banget bikin anak haram, batin Satria yang tak lama menepis pikirannya sambil memasang sarung tangan guna memeriksa wanita itu.

“Mbak Cynthia dibuka lebih lebar ya pahanya, saya mau periksa dalam dulu,” kata Satria menginstruksikan.

Wanita itu segera menuruti perintah dokter kepercayaannya itu hingga makin terkuak lah liang peranakannya yang sedari basah akibat cairan ketuban dan sedikit bercak darah. Segera dengan perlahan Satria memasukkan jari telunjuk dan tengahnya memasuki liang peranakan yang sesaat lagi akan dilalui bayi itu. Terasa sangat hangat dan basah bagi jemarinya. Dengan jari-jarinya, dokter itu dengan mudah menemukan mulut rahim Cynthia yang kini sudah terbuka cukup lebar. Di tengahnya, jari-jari Satria dapat merasakan bentukan keras berambut yang merupakan kepala si jabang bayi.

“Wah kemungkinan ini udah pembukaan 8 sentimeter sih, mbak Cynthia. Bentaran lagi paling udah bukaan lengkap ke 10 senti. Stimulasinya bagus ini,” kata Satria.

“Iya dok, ada yang bantuin,” jawab Cynthia lemah dan tersipu.

“Pasti rajin juga ya selama ini seksnya. Kalau kebutuhan seksnya tercukupi dan dinikmati dengan baik, kemunkinan lancar ini bersalinnya,” komentar Satria lebih lanjut yang diikuti kekehan kecil Dimas dan Agam. Cynthia yang hanya bisa tersipu malu tak menjawab komentar itu.





Sesuai dengan perkiraan, selewat tengah hari, mulut rahim Cynthia akhitnya terbuka sempurna. Satria menginstruksikan agar Cynthia mengejan ketika kontraksi otot-otot rahimnya tiba; kontraksi yang makin sering muncul dan intens. Dari kanan dan kiri Cynthia, sesuai arahan Satria, Dimas dan Irene menstimulasi puting wanita itu dengan jari mereka. Sedangkan Satria sendiri, lengkap dengan peralatannya bersiap di depan liang peranakan Cynthia.

Perlahan tapi pasti kepala si bayi menuruni saluran vagina Cynthia. Sebagai wanita yang baru pertama kalinya melahirkan bayi itu, tentu saja liang peranakannya masih tergolong masing sempit. Namun berkat bantuan kelima pejantan yang rajin menyetubuhinya selama hamil, terutama kontol Agam yang besar dan perlakuan Dimas dan Bima dalam sesi Double Vaginal Penetration semalam, kepala bayinya dapat turun hingga bibir vulvanya dengan lancar.

Tak lama, Satria dapat melihat sebuah bentukan bulat keras berambut hitam menguak lebar bibir memek Cynthia, menandakan terjadinya proses crowning kepala bayi. Sigap, Satria menahan perineum wanita itu sebagai manuver untuk menjaga agar tidak terjadi robekan perieneum, sambil bersiap menangkap kepala bayi ketika keluar. Pada kontraksi berikutnya, Cynthia menjerit dan mengejan dengan sepenuh hatinya hingga kepala bayinya akhirnya keluar dari vulvanya seutuhnya. Pada kontraksi setelah itu, ikutlah bahu serta seluruh badan si bayi dari liang peranakan Cynthia diikuti jerit tangis si buah hati, menyaingi tangis lega ibunya yang akhirnya berhasil melahirkannya ke dunia.

Dengan sigap si dokter kandungan memotong tali pusar dan membersihkan tubuh si bayi sebelum diposisikan di dekapan dada Cynthia agar ibu dan anak itu dapat melakukan inisiasi menyusui dini dan bonding. Cynthia memperhatikan buah hatinya yang membulat menggemaskan dengan kulit masih berwarna merah, bibir lebar, mata sesipit matanya, dan batas alis tegas yang tampak menarik perhatian. Seluruh perasaan membuncah di dalam benak Cynthia. Putriku yang tersayang, selamat datang di dunia ini, akhirnya mama ketemu sama kamu, sehat-sehat ya anakku, jadi anak yang hebat, doa Cynthia dalam hati. Sementara itu, Satria yang sedari tadi masih sibuk di selangkangan Cynthia, akhirnya berhasil mengeluarkan plasenta si bayi dengan baik. Dengan begitu berakhirlah proses kelahiran yang seorang bayi perempuan tanpa dosa hasil pembuahan terlarang sel telur ibunya oleh sperma salah satu pria yang belum diketahui siapa pastinya.





Di sore itu, hujan yang seharian turun kini mulai mereda hingga menjadi rintik. Tampak Satria dan Bima sedang berbincang di ruang depan.

“Sebelum gue balik, nih lo swab pipi bagian dalam pake ini,” kata Satria pada Bima sambil menyodorkan sebuah tabung berisi alat yang tampak seperti cotton bud yang cukup besar.

“Buat apaan?” tanya Bima.

“Rikues dari Gio. Dia minta sekalian tes DNA. Tadi udah gue ambil sampel dari bayinya Cynthia. Sekarang giliran lo. Nanti Gio nyusul. Lo penasaran dong itu bayi lo atau bukan,” kata Satria santai.

Segera Bima menuruti instruksi Satria lalu mengembalikan tabung pemeriksaan yang telah berisi sampel jaringan tubuhnya untuk dibawa oleh dokter itu meninggalkan villa tersebut.


///


“Jadi… Baby-nya Cynthia anak siapa, mas? Anak mas Bima atau mas Gio?” tanya Arina lirih pada keheningan di seberang teleponnya. Setelah beberapa saat, akhirnya Gio bersuara.

Anak gue, Rin, kata Gio singkat.

Deg. Mendengar itu, Arina tiba-tiba merasakan sebuah perasaan yang tak dapat dijelaskan. Cemburu? Entah. Segera Arina tepis perasaan tak bernama itu. Seharusnya ia tak merasakan itu. Arina tahu kalau seharusnya ia tak seyogyanya melibatkan perasaan dalam api yang ia mainkan, yang mana all is fair, all is possible. Ia pun sudah menyadari dari cerita Cynthia, kemungkinan fifty-fifty kehamilan sahabatnya itu diakibatkan oleh Gio, lelaki yang ia pilih terlebih dahulu untuk memberikannya buah hati. Sebagai wanita Arina juga mengingatkan dirinya kalau bukan salah Cynthia ia dihamili. Pejantan-pejantannya lah yang membuat dirinya hamil diluar rencananya. Cynthia pernah mengaku pada Arina, sempat terbesit untuk mengakhiri kandungannya. Namun hatinya yang lembut dan kesanggupan Gio maupun Bima saat itu untuk membiayai si calon anak, membuat Cynthia mengurungkan niatnya dan memilih menikahi kekasihnya, Steven. Dengan mengingat semua itu, Arina memutuskan untuk menepis perasaan tak bernama yang ia rasakan dan memilih lanjut mengarungi arus hidupnya, entah kemana ia akan terbawa.

“Oh. Yaudah, gapapa. Makasih infonya ya mas. Ucapin selamat buat Cynthia kalau ketemu. Moga kita bisa ketemu bentar lagi ya, mas Gio. Muah,” kata Arina terdengar terlalu ceria dari sebelumnya, lalu mengakhiri panggilannya.

Arina membayar minuman yang ia pesan lalu meninggalkan kafe itu. Suasana di luar sudah mulai berganti dari sore menuju petang. Arina langkahkan kakinya kembali menuju buah hatinya.

———

End of Chapter 10.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd