Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Dema dan Dunia Zombie

Bimabet
B. Puncak Kenikmatan di Puncak Jawa

Aku pun akhirnya lulus SMA dengan nilai yang memuaskan. Ya, kemampuan akademikku memang bisa dibilang mengagumkan, di mana dari SD sampai SMA aku tidak pernah keluar dari ranking 3 besar.

Selanjutnya aku pun mengobrol dengan orang tuaku saat makan malam. Makan malam kali ini dihadiri lengkap oleh keluargaku karena kak Derry mengambil cuti dan pulang ke rumah bersama Kak Berli.

"Sayang, kamu nanti ngikutin kakak kamu ya kuliah ekonomi, ambil manajemen bisnis aja biar kamu gampang nanti belajarnya," mamaku membuka obrolan. "Hmmm belum tau ma, Dema gak cocok di ekonomi. Gak tau deh gak sreg aja," balasku. "Yaudah kamu mau ambil apa? Papa sih pengennya kamu ke teknik mesin aja, sama kayak papa," Papaku menyela. Kisah papaku memang cukup unik, beliau hanya lulus STM jurusan mesin waktu itu tapi kemampuan engineeringnya luar biasa hingga akhirnya direkrut perusahaan minyak kala itu. Papaku pun dikuliahkan engineering sampe lulus. Tak puas, papaku juga mengambil jurusan bahasa Inggris karena ingin memperlancar bahasa Inggrisnya. "Hah nggak pah, gak banget kalo ke mesin," aku menolak. "Yaudah gini, kamu tuh gak kayak mas kamu ini lho, plek papanya banget," Papaku mulai membandingkanku dengan kak Derry. "Dema kan beda pah sam kak Derry, jangan nyuruh ikan buat manjat pohon pah, selamanya dia akan merasa bodoh," aku membalas papaku dengan perumpamaan. "Ah kamu ini, paling bisa njawab papa, untung papa sayang sama kamu. Yaudah gini aja, papa minta kamu ambil bahasa Inggris ya, kan lebih general, kali ini jangan nolak ya nak permintaan papa," papaku memohon. "Yaudah iya pah, tapi Dema ke sastra Inggrisnya ya, jangan bahasanya, terlalu simpel," ucapku. "Yaudah iya boleh, kamu daftar ke kampus kakakmu gih. "Kak bantu adekmu buat daftar ke kampus ya, pokoknya arahin sampe dia keterima," ucap papaku ke kak Denisa. "Oke pah beres," Denisa menjawab singkat.

Aku pun akhirnya ikut seleksi penerimaan mahasiswa baru, tanpa kesulitan berarti aku pun diterima di salah satu universitas terbaik di Indonesia dengan jurusan sastra Inggris.

*Masa kuliah*

Masa kuliahku selama dua semester cenderung biasa saja, tak ada perubahan signifikan dalam diriku, termasuk pacar, aku masih saja belum kepikiran punya pacar. Ah iya, mungkin memang karena faktor Ajeng. Ya mungkin kemudahanku dalam mendapatkan akses memek membuatku malas punya pacar. Ngapain juga pacaran, toh kalo sange tinggal telepon Ajeng, beres, pikirku saat itu. Ketika ku masuk kuliah, kak Denisa dan Ajeng memang sudah memasuki semester akhir, makanya Ajeng sering datang ke rumah. Aku sering ngentotin Ajeng sesukaku, bahkan ketika mereka sedang menggarap skripsi, aku yang kala itu udah horny bertanya kepada kak Denisa, "Kak udah belum tugasnya? Lama amat udah malem lho ini tidur," ucapku. "Halah bilang aja kamu mau ngentotin Ajeng, pake alesan nyuruh aku tidur," ucap Kakakku agak ketus. "Ya gimana kak udah gak tahan aku," ucapku. "Yaudah ngentot aja di sini dek, beb nungging beb," kak Denisa menyuruh Ajeng untuk menungging. "Eh gapapa beb di sini?" ujar Ajeng. "Eh kakak suka ngaco deh," ucapku. "Udah gapapa lagian kan sering juga kakak liat kalian ngentot, kamu rese abisnya kalo lagi sange," gerutu kak Denisa. "Hehe makasi kak, pengertian banget deh sama adeknya," aku pun menciun pipi kak Denisa. Lalu ku remas payudara Ajeng dari belakang, Ajeng saat itu hanya mengenakan daster tanpa daleman, dan ia pun tidak sedang memakai hijab, karena ya cuma kita bertiga yang ada di rumah. Aku pun langsung menyingkap dasternya Ajeng dalam posisi nungging, kujilati memeknya sebentar, lalu kuentoti Ajeng dalam posisi doggy di depan kak Denisa yang nampaknya serius mengerjakan tugas. "Aaaaah shhhhs cepetan ya sayang keluarin nanti abis tugas kamu boleh entotin aku lagi sayang aaaaah," Aku pun sebenarnya tak tega mengganggu mereka, namun berahiku sudah terlanjur meninggi. Aku percepat saja genjotanku sampai akhirnya, "Crooot...crooot...crooot," spermaku memenuhi pantat dan sebagian mengenai dasternya yang hanya kusingkap tadi. "Aaaaah makasih kak Ajeng," " Iya sayang, nanti puasin aku ya sebelum bobo, belum ngecrot nih aku kentang banget hehe." Aku pun berlalu dan langsung ke kamar mandi, sementara Ajeng, tanpa membersihkan tumpahan spermaku di pantatnya, cuek saja kembali duduk mengerjakan tugasnya dengan kak Denisa di ruang tengah. Setelah mereka nugas, aku ngentot lagi dengan Ajeng di kamarnya kak Denisa. Ya, ini kulakukan atas permintaan kak Denisa sendiri, ia takut kalo di kamar sendirian katanya, akhirnya aku pun ngentot dengan Ajeng di kamarnya kakakku. Ya, kehidupan seksku semakin gila dengan Ajeng, bahkan ketika papa dan mama ada di rumah pun, aku tak segan untuk ngewe dengan Ajeng. Seperti biasa aku menyelinap ke kamarnya kak Denisa dan langsung ngentotin Ajeng di sebelah kakakku, pas dia lagi tidur atau pun pas rebahan main hape, dia cuek aja karena memang sudah terbiasa melihatku dan Ajeng ngewe.

Hubunganku dan Ajeng akhirnya berakhir setelah Ajeng lulus dan keterima kerja di salah satu bank BUMN. Ajeng dipersunting salah satu direksi Bank di kantor cabangnya bekerja. Ia akhirnya diboyong ke Surabaya ke kampung halaman suaminya. Meskipun begitu, sesekali aku tetap meminta jatah ngewe ke Ajeng kalo dia sedang pulang ke Jakarta, dan ya, dia dengan senang hati memberiku jatah.

Kak Denisa pun begitu, setelah putus dengan Rey dan setahun bekerja, sementara aku memasuki semester ke-3, ia dipersunting pacarnya yang asli Korea bernama Kim Jung-suk, seorang senior manager bank tersebut di kawasan Asia-pasifik. Lalu ia pun diboyong suaminya ke Korea dan bekerja di sana. Kini, di rumah hanya tinggal bertiga, aku, papa dan mamaku. Oiya, perlu diketahui keluargaku memang tak memakai jasa pembantu, semua diurus sendiri, lagian rumah kita kecil, sambil olahraga lah, ucap papaku suatu ketika. Di semester 3 ini, aku mulai menjalin persahabatan dengan Matthew, Matthew pula yang mengajakku untuk ngekos juga karena rumah kami sama-sama jauh dari kampus. "Nyet ngekos aja yuk, abis badan gua kalo motoran tiap hari Kemang-Depok. "Apa kabar gue nyet, gue Kebon Jeruk-Depok" balasku tak mau kalah. Aku dan Matthew sebenernya punya mobil, namun ya gila aja kalo harus menempuh perjalanan ke Depok, naik mobil pula, bisa tua di jalan! "Yaudah makanya ngekos dah yuk, gak sehat lama-lama gini terus. Aku pun menyetujui usulan Matthew lalu meminta persetujuan papa. Meski pun papa dan mamaku awalnya agak berat melepasku karena tak ada lagi yang jaga rumah kalo mereka sedang pergi, akhirnya setelah kubujuk, mereka menyetujui usulanku. "Boleh ya pa, aku kan kuliah sampe jumat doang, sabtu minggu pulang kok pasti," "Yaudah deh, nanti papa hire satu orang buat bantuin ngurusin rumah ini," ucap papaku. "Hehe oke pah makasih ya,"balasku.

Aku pun mulai semester 3 ngekost bareng Matthew. "nyet lu ikut Mapala ya, gue daftarin, sebulan lagi kita ada pendakian ke gunung S*****" Matthew membuka obrolan, "Hah apaan? Kagak-kagak, mending gua di kost nonton bola daripada ngedaki," balasku menolak. "yeeee dibilangin, asal lo tau ya, anak mapala cantik-cantik anying, apalagi ada Mia, beeeeuh!" Matthew mengiming-imingiku dengan wanita agar mau bergabung di Mapala. "Bodo amat! mau Mia kek, Mae kek, B O D O A M A T!," aku menolak mentah-mentah ajakan Matthew. "badan lo oke, lu futsal sama renang kan, gak bakal kesulitan dah ngedaki, gue jamin itu," Matthew kembali meyakinkanku. "Hah bodo ah nyet, gue mau nonton emyu dulu," Aku pun tak menggubris permintaan Matthew untuk gabung di Mapala. "Hah nyesel lu ntar gak bisa deket-deket sama Mia," ujar Matthew yang masih berusaha meyakinkanku.

Aku memang menjaga kebugaran tubuhku dengan main futsal, renang, dan sesekali nge-gym, dan aku rasa gak akan kesulitan kalau mendaki gunung, tapi aku malas karena memang gak punya passion di situ aja. Seminggu kemudian setelah jam kuliah berakhir, aku mencari Matthew yang tak ikut jam terakhir, kutelepon Matthew, "Nyet di mane? Kok matkul Pak Handoyo gak ngikut sih lu? makan yok di kantin biasa." ajakku di telepon, "Gue lagi di sekre nyet, lagi briefing persiapan ngedaki, lu sini dah ke sekre, ada Mia lho," Matthew kembali menyebut Mia. Aku pun sebenarnya agak penasaran dengan sosok Mia. Matthew yang berkali-kali menyebut namanya dengan decak kagum membuatku penasaran juga. "Yaudah gue ke situ deh," "Oke." jawab Matthew singkat.

Di sekre sudah ada Mia, Anissa, Kanaya, Matthew dan Satrio sedang meeting dalam rangka persiapan ngedaki. "Eh kita cuma berlima aja jadinya? Anjar, Rocky, sama Bunga gak jadi ikut ya?" Kanaya membuka obrolan. "Kita sebenernya gak boleh ganjil sih kalo ngedaki, nanti gue cari temen satu lagi deh, mudah-mudahan mau," Ujar Satrio. "Eh temen gue aja BangSat, dia mau ikut, dia lagi menuju ke sini," Ujar Matthew yang langsung merekomendasikanku. Sialan emang, padahal aku tentu akan menolak. "Oh syukur deh kalo ada temen Matt, kita jadi berenam," Mia akhirnya buka suara. "Oh oke kalo gitu, kita gak usah pusing mikirin orang lagi kalo gitu," ucap Satrio.

Satrio, orang-orang sekre lebih suka menyebutnya BangSat, adalah leader Mapala di kampus ini, dia sudah berpengalaman menaklukkan berbagai medan, sosoknya berambut gondrong sebahu, kumis dan janggut yang jarang, pokoknya ciri khas anak gunung.

Oke kita kenalan dulu dengan wanita-wanita cantik di bawah ini:




Mia Helvetia Soegono

Mia Helvetia Soegono adalah anak rektor kampus, Bapak Ary Soegono, ia merupakan mahasiswi semester akhir manajemen bisnis tapi senang dengan alam, di saat wanita-wanita anak orang tajir sepertinya lebih suka party dan hedon, Mia memilih untuk mendekatkan dirinya kepada alam. Wajahnya yang cantik dan seksi membuat dirinya diperebutkan semua cowok di kampus, namun tak satu pun digubrisnya, ia lebih memilih fokus belajar saja. Ibunya, Maya Soegono, adalah anggota Dewan yang terhormat.


Kanaya Puteri Kardiman

Kanaya alias aya, ia punya akronim nama KPK. Entah disengaja atau tidak, ayahnya memang mantan pimpinan KPK yang sekarang menjadi komisaris perusahaan plat merah yang bergerak di bidang telekomunikasi. Ia berkuliah semester akhir di manajemen bisnis. Sama seperti Mia, ia pun memilih hidup dengan mencintai alam di tengah wanita-wanita anak orang tajir lain yang memilih gaya hidup hedonis.


Annisa Herfiza

Gadis berhijab yang lucu ini adalah anak seorang pengusaha furnitur yang cukup terkenal di Bandung, ia merantau untuk berkuliah di kampus dan satu komplek kos denganku dan Matthew di sekitar kampus. Annisa juga berkuliah di jurusan sastra Inggris dan satu angkatan, namun berbeda kelas denganku dan Matthew. Dia diincer lama sama Satrio tapi kayaknya tidak digubris. Kasian juga BangSat.

Demikian perkenalannya dengan wanita-wanita cantik yang akan ikut mendaki ke gunung S*****.

Tak lama kemudian, aku pun sampai di sekre. "Nah ini temen gue yang mau ikut ngedaki BangSat," ucap Matthew dengan pedenya. "Wah oke bro, gue Satrio, lo boleh panggil gue BangSat, gue anak filsafat semester akhir " Ucap Satrio sambil menjulurkan tangannya kepadaku. "Eh...eeee iya BangSat, gue Dema, temennya Matthew," Aku agak terkejut mendengar pernyataan Matthew. Ingin kumaki saja monyet sialan satu ini, namun masih dapat kutahan. "Hai Dema, aku Mia," Mia dengan senyuman manisnya menjulurkan tangannya pertama kali. "Oh jadi kamu yang namanya Mia," ucapku. "Iya Dem, kok nanya begitu?" "Nih Matthew sering ngomongin kamu Mi," aku kali ini menjebak Matthew hingga ia malu. "Eh apaan taik siapa yang ngomongin," omongan Matthew memecah tawa di sekre sore itu. Mia pun hanya tertawa kecil, disusul yang lain. "Hai Dem, aku Kanaya, panggil aja aya ya," "Hai aya, gue Dema, salam kenal ya," ucapku. "Hai Dem, gue Annisa," Dema," ucapku singkat sambil tersenyum sopan. "Oke Dem lu pernah naik ke mana aja sebelumnya? Perlu diketahui ya, kita akan mendaki puncak tertinggi di Jawa, jadi selain fisik, pengalaman pun dibutuhkan," Ujar Satrio. "Eeeee..." "Wah Dema mah udah ke mana-mana BangSat, terakhir ama gue ke D****, terus pernah ke R****** juga kok, aman lah BangSat," Matthew dengan culasnya memotong pembicaraanku. Aku pun yang terlanjur terpojok akhirnya mengiyakan perkataan si monyet satu ini. Heuh awas aja lu di kosan gue bejeg lu, batinku saat itu. "Oke, baguslah, aman berati ya, fix kita berenam yang berangkat, inget ya, tinggal 3 minggu lagi, persiapin fisik dan mental kalian sebaik-baiknya, jangan lupa list peralatan yang sekiranya penting untuk kita bawa, dan buang yang tidak perlu, biar beban kita gak terlalu berat nantinya," Ujar Satrio yang tampak sangat berpengalaman, terlihat dan terdengar dari gaya dan nada bicaranya yang meyakinkan. "Oke siap BangSat," yang lain serempak menjawab. Akhirnya sore itu semua pulang ke tempat masing-masing.

"Anjing lo nyet ngapa bawa-bawa gua dah taik," sambil menggerutu kuketok kepalanya Matthew saat kami berjalan ke kantin kampus. "Aaaaw sakit taik, ahelah sok menolak lo nyet tadi gue liat tatapan lo ke Mia kok, lo suka kan ama dia?," ejek Matthew. "Sok tau lu nyet, dah ah gak usah dibahas, laper gue," kami pun duduk di meja kantin dan memesan makanan.
 
Terakhir diubah:
Saran aja suhu kalok bisa tek nya di susun lagi di rapihin pebempatan dialok dan di kasih jeda jangan jadi satu memanjang, jadi bacanya agak bingung dan susah di lihat, dan kesan bagi pembaca jadi dapet. Kadang suka salah baca atau sakit mata.
Ini cuman saran aja suhu, saha harap jangan terseging.
Tapi untuk ceritanya bagus kok cuman harus di rapihin dan sabar aja nyusun nya heheheh
 
**
Aku pun dan Matthew makan gudeg favorit kami di kantin. "Nyet kalo gue gebet aya dia mau gak ya?," Matthew yang memang naksir Kanaya bertanya hal tersebut kepadaku.

"Ya tergantung effort lu lah nyet, gue lihat tipe cewek kek Mia, Aya sama Annisa gak mandang harta deh, penampilan mereka juga gak hedon kan, gak kayak cewek lain," balasku.

"Iya kali ya, gue sih udah dapet Pin BBM-nya, gue juga punya pinnya Mia, mau gak lu?" Matthew menawariku pin BBnya Mia.

"Udah gak usah, gue bisa dapetin itu sendiri," jawabku.

"Halah SHOMBONG amat," Matthew berbicara ala-ala scene Mandra di sinetron Si Doel.

Kami pun pulang kembali ke kosan lalu di perjalanan bertemu Annisa di depan kosannya, saat itu ia sedang tidak memakai hijabnya, ia memakai hotpants dan tshirt putih ketat, memperlihatkan lekuk tubuhnya.

"Hai ca," Matthew memanggil Ica yang merupakan panggilan dari Annisa.

"Eh kalian, abis dari mana kok baru pulang?, balas ica.

"Eh lo di sini juga ca, gue gak ngeuh sumpah, pantes kok pas pertama kali liat lo di sekre kayak gak asing mukanya," jawabku.

"Hehe iya dem, kamu gak ngeuh aja kali, kalo aku sih ngeuh pas liat kamu pertama kali, eh mampir-mampir, tuh ada martabak," Ica menawariku dan Matthew untuk mampir ke kosannya.

"Hehe enggak ca gak usah, kita kenyang banget daritadi, kita pamit ya," jawabku sambil langsung melangkah ke arah tangga.

Sekadar info, kosanku dan Matthew berada di lantai atas, sementara ica di lantai bawah. Kosan di sini memang kosan campur, dan bebas. Diisi oleh mahasiswa-mahasiswa kampusku. Saking bebasnya, kami sampai bosan mendengar desahan pasangan mahasiswa yang sedang ngewe, saking biasanya karena aku dan Matthew sering keberisikkan, kugedor saja tembok kamar mereka yang sedang ngentot, tak lupa kuucapkan, "WOY BERISIK!," sambil kugedor temboknya.

"Anying ini kosan udah mirip rumah bordil aja, pada berisik banget ngewenya," ucapku sesampainya di kamar.

"Hah gua mah biasa, dah gak peduli nyet, percuma digedor juga tar gitu lagi, udah biarin aja dah biar mereka gak gedor juga kalo nanti gua atau lu bawa cewek," jawab Matthew.

Seminggu menjelang keberangkatan, aku pun membeli perlengkapan untuk mendaki di sebuah brand toko yang terkenal menjual alat-alat khusus mendaki. Aku jalan sendiri karena Matthew sedang ada acara keluarga di rumahnya. Hari itu pun aku pergi dengan menggunakan mobil kebanggaan papaku. Sebuah mobil BMW 318i keluaran tahun 90. Aku pun sampai di toko tersebut dan membeli perlengkapan seperti carrier, sepatu gunung, sarung tangan, topi dan lain-lain. Ketika aku sedang memilih perlengkapan, aku dikejutkan oleh sebuah tepukan lembut di bahuku. "Hai, Dema ya?,"
Ternyata Mia yang menepukku.

"Eh, Mia, hai mi," balasku.

"Sendirian aja Dem? Matthew ke mana?" tanya Mia.

"Dia lagi ada acara keluarga mi, jadinya aku sendiri," balasku

"Banyak banget belanjanya, kenapa gak pake peralatan yang lama aja Dem? Sayang lho uangnya," Mia yang memang bergaya hidup sederhana sepertiku menanyakanku perihal kenapa aku membeli banyak perlengkapan, setahu Mia memang aku udah sering ngedaki padahal ini adalah akal-akalan si bajingan Matthew biar aku di-acc BangSat untuk ikut.

"Eeee kebetulan yang lama udah pada rusak mi, terus terpaksa deh beli baru," ucapku ngeles.

"Oh gitu," Mia manggut-manggut

Hari itu Mia tampil cantik sekali memakai tshirt putih ketat dan celana jeans hitam, tak lupa juga ia memakai jaket jeans favoritnya.



"Eh kamu sendiri mi? Terus beli apa aja?" tanyaku.

"Iya dem, udah biasa sendiri kok, hehe, tapi nanti ada driver yang jemput kok, ini aku beli carrier aja Dem, udah pada sobek" ucap Mia.

Setelah belanja, aku menunggu Mia yang sedang menunggu kedatangan drivernya di depan toko, namun tiba-tiba hujan deras, aku dan Mia pun menepi kembali.

"Mi, driver kamu masih di mana?," tanyaku

"Belum tau Dem, ini aku telepon juga gak diangkat," balas Mia

"Aku anterin, mau?," Aku menawarkan

"Hehe gak usah Dem, aku gak mau ngerepotin, hehe" senyum Mia.

"Gapapa mi, driver kamu juga belum jelas kan, ujan kan pasti bikin macet," tawarku

"Hmmmm makasih ya Dem, coba aku telepon lagi driverku ya," ucap Mia.

Mia pun kembali menelepon drivernya, kali ini teleponnya diangkat, "Hallo Pak Puji, Pak masih di mana?" ucap Mia.

"Maaf non saya kejebak macet, di jalan depan Indomaret yang biasa kita lewatin banjir, mungkin masih sejam lagi karena harus muter balik," ucap drivernya.

"hmmm yaudah gak usah jemput ya Pak, pulang lagi aja, saya bareng temen saya aja," ucap Mia

"Baik non, maaf ya non,"

Mia pun menutup teleponnya. "Kamu gapapa Dem anterin aku? Kita beda arah lho hehe," ucap Mia

"Gapapa kok mi, aman hehe. Eh btw laper gak? Makan dulu yuk," Aku menunjuk McD yang persis di sebelah toko perlengkapan mendaki.

"Eh boleh deh Dem, kebetulan laper banget aku hehe," balas Mia.

Aku dan Mia pun akhirnya makan di McD, sambil menikmati hujan rintik-rintik yang menemani kebersamaan kita hari itu.

Setelah selesai makan, aku pun mengantar Mia menuju rumahnya di kawasan Jakarta Pusat. "Kamu kuliah pulang pergi, mi?" aku memulai percakapan.

"Hehe nggak dari sini kok dem, papaku kan dikasih rumah dinas deket kampus, aku tinggal di situ sama aya berdua," jawab Mia.

"Oh sama aya ya," jawabku

"Iya dem, rumah dia kan lumayan juga agak jauh dari kampus, makanya kuajak aja," ucap Mia.

Sepanjang perjalanan, kami pun mengobrol banyak, tentang hobi, keluarga dan lain-lain. Akhirnya aku pun sampai di rumah Mia. Sebuah rumah yang luar biasa mewah, yang didominasi warna putih, memang tajir banget ni cewek, pikirku.

"Dem makasih ya udah nganterin aku," ucap Mia

"Sama-sama ya mi," balasku

"Mau mampir dulu gak dem? Masih ujan deres lho," Mia menawariku untuk mampir.

"Enggak mi gak usah, aku harus pulang ke rumah soalnya mama papaku mau dinas ke luar kota lagi, jadi aku mau antar mereka ke airport," balasku.

"Oh gitu yaudah makasih ya Dema, oiya aku boleh minta nomor kamu?" Mia tiba-tiba meminta nomorku.

"Oh boleh mi, sama pin bb sekalian juga boleh," candaku.

Aku pun bertukar kontak dengan Mia lalu pulang ke rumah.

"Hati-hati Dem, see you when I see you," senyuman Mia yang lembut di depan pintu mengantarkanku pulang.

"Ah, manis sekali senyumnya," batinku saat itu.

**

Hari pendakian pun tiba, setelah sehari sebelumnya kita kumpul di sekre akhirnya kami pun berangkat, disepakati titik keberangkatan dari rumah Mia, karena rumahnya terbilang cukup dekat ke stasiun Gambir. Sekitar jam 5 sore, kami berenam sudah berkumpul di rumah Mia, lalu kami diantar naik mobil Mia ke stasiun.

Mia tampil menawan dengan tshirt cokelat ketat dan jeansnya, senada dengan Aya, sementara ica memakai baju hitam lengan panjang dan celana jeans.

Jam 6 kami sudah tiba di stasiun, jalanan cukup lengang karena bertepatan di hari minggu, kami pun lalu naik kereta eksekutif Gajayana menuju stasiun Malang. Perjalanan memakan waktu sekitar 13 jam, jam 9 pagi kami pun sudah sampai di Malang, lalu berlanjut dengan naik mobil travel menuju lokasi kaki gunung. Sesampainya di sana, kami pun mengisi simaksi dan Satrio mengurus surat izin dan yang lain. Setelah itu, perjalanan dimulai.

Perjalanan kami cukup lancar dari pos 1 menuju pos 2, suasana pendakian agak cenderung sepi karena memang kami sengaja memilih weekdays dan bukan hari libur, sehingga suasana nanti pas di puncak tidak terlalu ramai.

Sore hari kami pun sampai di pos 3, tampak Annissa dan Matthew terlihat kelelahan, bahkan Annisa sampe harus dibopong, dan dengan cepat si BangSat berinisiatif membopongnya. Ya karena selain leader, si BangSat pun suka sama ica, jadi ya lebih ke modus aja. "Ca kamu gapapa, masih kuatkah?," Satrio bertanya dengan nada khawatir

"Masih kuat kok bang, tapi kita istirahat du lu sebentar di sini ya," ucap ica.

Matthew pun begitu, ia terlihat sangat lelah, sementara aku, biasa saja, ternyata mendaki gunung menyenangkan juga, pikirku.

"Kenapa lu nyet, giliran kemaren aja paling semangat, sekarang kok loyo begini lu?" ejekku.

"Gila, gila udah lama banget gua gak naek, lu belom pernah daki tapi kuat banget fisik lu," Matthew keceplosan bilang bahwa aku tak pernah mendaki sebelumnya.

Satrio yang mendengar hal tersebut langsung bereaksi, "Hah yang bener lu Dem belum pernah ngedaki? Tapi salut sih fisik lo kejaga banget, apalagi ini pertama kali dan langsung ke puncak tertinggi," Satrio memujiku.

Terlihat Mia, Aya dan Annisa pun tampak kagum kepadaku, mereka memuji fisik dan kebugaranku.

"Gimana ca? Udah kuat jalan? Kalo nggak aku gendong ya? Kita gak mungkin gelar tenda di sini, terlalu berisiko karena masih lumayan banyak hewan liar, nanti kita gelar tenda seperti rencana awal kita ok?" Jelas Satrio.

"udah mendingan kok bang, yuk jalan lagi," ucap ica menolak halus tawaran Satrio

Kami pun berjalan lagi sekitar 1 jam dan akhirnya sampailah ke pos 4, kami pun menggelar tenda.

Sore itu masih cukup terang, Satrio kemudian membagi tugas, "Guys siapa yang mau nyari kayu bakar?," ucap Satrio.

"Gue aja bang, biar yang lain gelar tenda," ucapku

"Aku ikut ya Dem, kamu kan belum pernah ke sini sebelumnya, nanti biar aku arahin," sahut Mia

Satrio pun tanpa berdebat panjang menyetujui usulanku dengan Mia. Aku pun menyiapkan kapak, sementara Mia membawa tas kecil dan sebuah yoga mat. Aku pun bingung kenapa dia membawa yoga mat. "Nanti kamu tau sendiri kok gunanya," ucap Mia singkat sambil tersenyum lembut.

Kami berdua pun agak masuk ke area hutan, kebetulan di pos ini pun terhampar danau indah yang cukup luas, sehingga sepanjang perjalanan kami disajikan pemandangan danau yang indah.

Mia berjalan di depanku, tak lupa kami menandai jalan agar tidak tersesat, setelah agak lama berjalan, tiba-tiba Mia tersungkur karena sepatunya tersangkut patahan ranting yang cukup banyak, sehingga betisnya sedikit tergores ranting dan berdarah.

"Aaaaaaw," lirih Mia. Aku pun bereaksi cepat dengan menghampirinya, "Mi kamu gapapa? Apanya yang luka?," ucapku panik.

Mia pun menunjuk betisnya yang tergores sampai merobek jeansnya. Aku pun yang untungnya membawa kotak P3K, segera mengobatinya.

"Oh jadi ini ya mi fungsinya yoga mat, kamu bisa meramal juga ya, hebat hehe," aku mencoba mengubah suasana untuk menenangkan Mia yang sudah dalam posisi duduk selonjoran di yoga mat, kakinya memanjang di hadapanku yang duduk bersila.

"Hahaha bisa aja kamu Dem, btw makasih ya udah nolongin aku," Mia menatapku dengan lembut, aku pun balas menatapnya, lumayan lama kami saling bertatapan saling melempar senyum, lalu "Do you know what I brought this things for?" sambil menunjuk yoga mat ia melemparkan pertanyaan kepadaku.

"What's that?," tanyaku

Mia tersenyum, lalu medekatkan diri kepadaku, semakin dekat....dan "Cuuuuup," sebuah kecupan hangat ia berikan padaku, aku hanya tersenyum, lalu kubalas ciumannya, pelan-pelan, kumainkan lidahku, ia pun meladeni permainan lidahku. Tanganku mulai berjalan menggerayangi payudaranya yang padat, kusentuh dengan lembut sambil mempertahankan ciumanku. Mia pun melepaskan ciumannya dan tersenyum beberapa detik padaku, lalu "It seems like we are in love, isn't it?" secepat itu Mia bertanya seperti itu, aku pun terbawa suasana, "So we are now official?," ucapku. Kulihat senyum Mia sangat bahagia, lalu kembali menciumku, aku pun begitu, "Maybe she is the one, or already she is," batinku. Permainan berlanjut, kali ini aku yang sudah dikuasai napsu melumat bibir sensualnya dengan lembut, Mia pun semakin terbawa suasana, lalu tangannya turun meraba kontolku yang sudah menegang di balik jeansku. Aku pun kemudian melingkarkan tanganku ke punggungnya, lalu melepas pengait beha. Setelah pengait lepas, Mia pun meluruskan tangannya ke atas, aku yang sudah mengerti langsung melepas t-shirtnya, terpampanglah payudara indah dan montok wanita idaman semua pria di kampusku, tanpa menunggu lama, kupilin putingnya hingga ia mendesah sambil terus mempertahankan ciumannya denganku. Aku pun berdiri, kemudian Mia mencium kontolku yang masih terbungkus celana jeans. perlahan ia menurunkan celanaku, dan terpampanglah kontolku yang sudah menegang di depan wajahnya Mia, tanpa menunggu waktu, Mia pun langsung menyepongku, dimainkannya lubang kencingku oleh tarian lidahnya. "Aaaaah yes baby just like that," aku pun keenakan menerima sepongannya Mia. Aku dan Mia pun menyadari bahwa kami tak bisa bermain terlalu lama karena takut membuat yang lain curiga, Mia pun berdiri, dan memintaku untuk melepas jeansnya, setelah kulepaskan jeansnya, Mia pun meraih tanganku dan memasukkan jariku ke dalam mulutnya, setelah jari tanganku basah, ia mengarahkannya ke memeknya, kumainkan sebentar klitorisnya dengan jariku, lalu.."Blesss" kepala kontolku sudah memasuki liang kenikmatannya Mia, Mia dalam posisi doggy dan bersandar ke pohon, kumaju mundurkan kontolku membuatnya meracau keenakan, "Yes yes yes yes baby just like that, fuck me aaaaaah aaaaaah."

Setelah puas dalam posisi doggy, aku pun membaringkan Mia di yoga mat, lalu kutindih tubuhnya dan "blessss" kumasukan lagi kontolku ke dalam memek basahnya, setelah 3 menit, Mia pun squirt dan membasahi yoga matnya. "Aaaaaah hah ahaaaa shhhhs god yes yes yes," Mia terus meracau. Aku pun teus mengentotnya dengan posisi missionary.

Aku sebetulnya agak takut berhubungan badan di gunung, karena banyak denger cerita serem, tapi, siapa sih yang bisa nolak Mia, pikirku.

Pergumulanku dan Mia tak berlangsung lama, karena kami harus menyiapkan kayu bakar juga, setelah 10 menit aku pun keluar, kutumpahkan sperma ku di atas tubuh dan payudara indahnya. "Aaaaaah fuuuuck baby.." Aku pun akhirnya orgasme, Mia menatapku dengan senyum sambil membersihkan tumpahan spermaku dengan jarinya, lalu ia jilati jarinya sampe spermaku bersih. Aku pun kembali menindihnya. "You are mine," ucapku sambil menciumnya dengan lembut.

"I love you Dema Dermawan," Mia menatapku dengan tatapan penuh cinta.

Kami meneruskan ciuman lembut karena masih terbawa suasana, lalu kemudian, "Hmmmm...hmmmm...hmmmm" 3 kali suara orang berdehem mengagetkanku dan Mia, Mia pun agak panik lalu mendorongku yang masih menindihnya. Cepat-cepat ia membersihkan tubuhnya dengan tisu basah yang ia bawa, tak lupa ia membersihkan sisa sperma di kontolku.

"Honey, siapa ya itu?" Mia langsung memanggilku honey, padahal baru beberapa menit yang lalu kita pacaran. 😂

Aku pun tenang karena sudah mengenali suara deheman itu, "Hehe calm down baby, I know that voice," ucapku tersenyum.

"Who's that honey?," Mia bertanya.

"Matthew." jawabku singkat.

"It's ok baby, he is my close friend, we are safe." ujarku menenangkan.

"Hmmmh oke then, aman ya," ucap Mia.

Aku pun memakai baju celana, kemudian tak sampai 10 menit, sudah kutebangi beberapa batang kayu untuk keperluan memasak dan lain-lain.

POV Matthew

Instingku memang tajam kalo tentang perlendiran, aku sudah curiga ketika Mia membawa yoga mat dan mau menemani Dema mencari kayu bakar, apalagi sudah 30 menit Dema dan Mia belum kembali.

"Dema sama Mia kok lama ya cari kayu bakarnya, bukannya gak terlalu jauh dari sini?," Aya membuka obrolan.

"Coba gue susul deh, takutnya ada apa-apa," BangSat menanggapi.

Eh BangSat BangSat, biar gue aja yang nyari Dema sama Mia, gue udah beberapa kali ke sini kok, lo jaga cewek-cewek ya," aku berinisiatif untuk mencari Dema dan Mia.

"Ok hati-hati Matt," jawab Satrio singkat.

"Wah feeling gue kuat biasanya nih kalo masalah perlendiran, anjing emang si monyet, kayaknya udah berhasil dia ngentotin Mia.", gumamku sendiri dalam hati

Aku pun lalu berjalan agak ke hutan ke tempat biasanya para pendaki menebang kayu, dan benar saja kulihat Dema sedang menindih tubuh Mia. "Anjing bener kan feeling gue, monyet emang si Dema,"ucapku.


"ehemmmmm.. Eheeeem...eheeeem," ku berdehem dengan kencang, membuat Dema dan Mia terkaget, aku pun terkekeh lalu kembali ke tenda.

"Matt udah ketemu mereka?," Satrio menanyaiku.

"udah BangSat, bentar lagi mereka balik, kapaknya udah tumpul jadi agak susah," ucapku ngasal

"Syukurlah kalo gitu," ucap Satrio singkat sambil memijiti kakinya ica.

POV DEMA
Setelah mendapatkan kayu bakar yang cukup, aku dan Mia akhirnya kembali ke tenda.

"Dem akhirnya lu sampe juga, tadi sampe dicariin Matthew lu, takut nyasar aja gue," ujar Satrio

"Sorry BangSat, eeeee tadi kapaknya tumpul agak susah jadinya," ucapku

Ajaib! Alasanku sama dengan Matthew padahal kapaknya nasih cukup tajam. Itulah namanya best friend hehehe.

"IYA TUMPUL TERUS SUSAH DICABUT YA NYET KAPAK TUMPULNYA?" Matthew dengan intonasi mengejek menanggapi.

Aku dan Mia saling bertatapan setelah mendengar ejekan Matthew, lalu kami berdua tertawa kecil.
"Bener kan, sayang, tadi tuh dia?," ucapku berbisik pelan kepada Mia.

"Hihihi iya honey," Mia menyahuti.
 
Terakhir diubah:
Keren suhu.. Heheh jadi bagus dan bacanya juga enak. Maksih udh mau dengerin saran nya hu. Semangat...
 
ijin baca ceritanya
 
"Guys, bisa minta waktunya sebentar?," Satrio meminta kami semua untuk berkumpul merapat ke arah dia bicara.



"Oke jadi tenda ada 3, sebelah kiri pojok Dema sama Matthew, yang tengah cewek-cewek, terus yang pojok sana gue dan semua barang bawaan kita. Clear ya?," buka Satrio



"Oke BangSat," semua menjawab serempak.



Kami semua pun memindahkan semua barang-barang bawaan ke tenda Satrio, lalu setelah itu aku dan Matthew menyiapkan kayu bakar, sementara para wanita menyiapkan bahan makanan untuk memasak.



Para wanita pun memasak mie instan, bakso, telur dan sosis. Setelah kurang lebih 30 menit, para wanita pun selesai masak dan kami semua pun makan.



"Wah seger nih bakso, gede-gede lagi baksonya, iya kan mi?" Matthew melontarkan candaan seksis ke arah Mia, yang hanya ditanggapi oleh senyum yang sedikit memaksa.



Kami pun memakan makanan dengan lahap. Waktu sudah menunjukkan jam 7 malam, kami lalu menyalakan api unggun di depan tenda tengah.



"Guys, kita udah sampe pos terakhir sebelum menuju puncak, kalian masih sanggup kan melanjutkan perjalanan? Soalnya dari pos 4 ke pos terakhir ini adalah perjalanan terpanjang, jadi harus siap-siap ya," ucap Satrio.



"Harus sanggup BangSat, kita udah jalan sejauh ini, yuk semangat yuk semua," balas Matthew



Di antara kami berenam, hanya Satrio, Mia, dan Matthew yang sudah pernah ke puncak gunung ini, sementara yang lain baru pertama kali. Aku? Lah ini aja baru pertama kali naik gunung langsung ke gunung tertinggi.



"Aya, Mia ama BangSat kan udah mau lulus tuh, kalian mau ngapain selanjutnya?," Matthew membuka topik obrolan.



"Gue belum tau matt dan belum berencana lulus juga," Satrio menjawab sambil menyalakan rokok kreteknya.



"Lah gimana maksudnya bang?" Matthew penasaran



"Hahaha gue belum tau aja mau ke mana matt, sebenernya temen gue udah nawarin gue jadi tour guide sih di perusahaan travel dia, tapi gue belom nanggepin," balas Satrio



"Anak filsafat emang kayak lo gini semua bang, lulusnya lama-lama?," balas Matthew.



"Hahaha gak juga lah, tergantung individu, tapi rata-rata memang iya sih, anak filsafat itu pengennya free, gak disuruh-suruh, free thinker lah istilahnya," Satrio menambahkan.



Matthew pun manggut-manggut mendengar penjelasan Satrio. "Kalo aya sama Mia gimana?" Matthew bertanya ke aya dan Mia.



"Aku belum tau matt, sempet ngobrol sama Aya sih mau buka coffeshop gitu, kayaknya prospeknya bagus," ujar Mia.



"Hehe iya sih, nanti customer segmen kita ya anak-anak milenial gitu pokoknya," Aya menambahkan.



Tak terasa waktu pun sudah hampir menunjukkan jam 9 malam, Satrio pun meminta semuanya untuk masuk ke tenda masing-masing.



"Guys istirahat yuk, biar jam 3 kita semua udah jalan," ajak Satrio.



Aku dan yang lain pun masuk ke tenda masing-masing.

**

"Nyet kira-kira gue bisa gak ya ngedate ama Aya?" buka Matthew di dalam tenda

"Ya bisa aja nyet, tergantung effort lu lah." jawabku sekenanya

"Gimana ya nyet caranya biar gue bisa deket sama aya?" balas Matthew

"Lu udah pernah coba chat dia belum? Pelan pelan aja, atau lu komenin status FBnya dia, like dah tuh semua fotonya, terus lu iseng aja BBM dia, kasih perhatian lah, cewek tu kalo diperhatikan terus-menerus seneng kok, asal takarannya pas aja," ucapku panjang

"Halah lu aja belum dapat pin BBnya Mia tapi udah ngewe aja, taik lu Dem, Mia itu susah lho, lu kayak gampang banget dapetin dia," sungut Matthew

"Kata siapa, seminggu sebelum ngedaki kan gue jalan ama dia nyet, pas lu ada acara keluarga," balasku.

"Oya? Kok bisa."

"Ya kebetulan sih sebenernya, gue ketemu dia di toko peralatan buat ngedaki, yaudah gue ajak makan terus gue anterin pulang, terus yaudah seminggu kemaren gue intens chat sama teleponan," ujarku

"Oh pantes lu seminggu ini ceria mulu, tapi lu beneran suka nyet ama dia?" tanya Matthew penasaran

"Haha gue udah pacaran kok ama Mia, nyet." jawabku

"Ah belaga gila lu! Kapan nembaknya anjir," Matthew terkejut dengan ucapanku

"Ya tadi sore pas kita ngewe, malah dia yang nembak duluan, mungkin karena gue enak kali, hahahaha" ujarku bangga

"Anjing emang lu nyet, kontol lo ada peletnya kali ya, Ajeng aja yang udah punya laki gak bisa lepas dari lu, gila-gila," Matthew memujiku

"Haha gak juga lah, tetep perlu perjuangan nyet, yang penting cewek yang lo suka lo treatment dengan baik lah, kasih perhatian, kasih space juga, jangan lu tiap jam ngechatin juga sih, malah risih nanti," jawabku

"Percuma nyet kalo gak good looking, lu enak ganteng, lah gua?," Matthew mulai pesimistis dengan kesempatannya mendapatkan aya

"Ya gak juga, pokoknya gini, lo coba terus kasih perhatian ke aya, tar gue monitor ya, kira-kira progressnya bagus apa nggaknya, terus langkah-langkah yang perlu lo ambil tar gue bantu," jawabku meyakinkan.

"Oke dah nyet, gue percaya lu. Mia aja cuma kenal seminggu lo udah bisa dapetin memeknya, gua berguru dah sama suhu Dema," ujar Matthew

Tak terasa sudah 2 jam kami mengobrol masalah keluh kesah Matthew yang ingin menggebet aya

"Haha taik ah! Dah gue ngantuk mau istirahat, tidur juga lu nyet udah jam 11," jawabku sambil merebahkan dan memiringkan badan ke arah berlawanan dengan posisi Matthew berada

"Iya tar dah, gue keluar dulu ya, belom ngantuk, terus ni mulut pait banget, mau nyebat dulu," Matthew pun berlalu keluar tenda

Di luar, Matthew pun menyalakkan rokoknya, tak lama kemudian ia melihat sesuatu yang mencurigakan di tenda pojok, ya tendanya Satrio.

Matthew pun mendekat untuk memastikan, lalu benar saja, Matthew melihat siluet dua orang yang sedang bersenggama, Matthew bisa melihat siluet dengan jelas karena warna tenda berwarna kuning dan lampu tenda dinyalakan, sehingga terlihat jelas gerakan di dalam. Matthew pun semakin mendekat memastikan kalo ini memang Satrio, tapi pertanyaannya, sama siapa dia ngewe? Pikir Matthew.

"Ah yeeeees shhhh ehhhm ah ah," suara wanita tersebut pelan dan agak tertahan karena takut terdengar keluar, namun Matthew bisa mendengarnya karena jaraknya hanya beberapa senti dari bibir tenda.

"Siapa ya? Apa mungkin aya? Ah masa sih aya mau sama Satrio?," Matthew masih dilanda kebingungan. "Oh iya gue liat aja ke tenda cewek kalo salah satu ilang berati ya dia," Matthew mendapatkan ide.

Matthew pun berjalan mengendap ke tenda tengah untuk melihat siapa cewek yang tak berada di dalam sana, Matthew pun dengan pelan membuka bibir tenda, lalu hanya menemukan Mia dan Aya yang sedang terlelap.

"Anjing berati ica dong?" Matthew yang belum seratus persen yakin masih bertanya dalam hatinya, ia pun kembali mendekati tenda pojok.

"Gila juga si BangSat udah berhasil ngentot sama ica, tinggal gue dong nih?," Matthew masih terus bergumam dalam hati

"Aaaah yes yes enak sayang ahhhh," wanita dalam tenda tersebut kembali mendesah keenakan.

Matthew pun kembali ke tenda di mana aku sedang tidur dan berusaha membangunkanku.

"Nyet....monyet...bangun," Matthew membangunkanku sambil menggoyangkan badanku.

Aku pun bangun dengan perasaan cukup kesal, "Apa sik taik ah ganggu aja lu," ucapku kesal

"Ica lagi dientot sama BangSat di tenda pojok," Balas Matthew

"Hah? Yang bener lu? Masa sih?," aku kaget mendengar ucapan Matthew.

"Iya nyet masa gua boong, ayo kita liat ke luar," Matthew mengajakku keluar sambil membawa kamera dan tripod yang rupanya sengaja tidak ia simpan di tenda penyimpanan barang.

Aku dan Matthew pun mengendap ke luar dari tenda.

"Noh lu liat sendiri dah, noh jelas kan," ucap Matthew sambil berjalan ke belakang tenda pojok. Ia pun memasang tripod dan kamera untuk mengabadikan peristiwa tersebut.

Aku pun mengikuti Matthew ke arah belakang tenda pojok. "Ngapain lu rekam anying gak ada kerjaan," aku pun menoyor kepalanya Matthew

"Art bro, this is art, bagus aja liat siluet lagi ngewe hahaha," ucap Matthew sambil tertawa.

"Tapi lu kok bisa nyimpulin itu ica?," jawabku penasaran

"Soalnya gua cek ke tenda cewek cuma ada Mia sama Aya nyet," ucap Matthew yakin

"Wah wah bisa juga si BangSat dapetin ica, malu-maluin lu masa kalah ama dia," ejekku

"Liat aja nanti di puncak gue bakalan bisa ngentotin aya," ujar Matthew yakin

"Plok..plok..plok..plok.." Satrio mengencangkan hentakan kontolnya menghajar memek ica sehingga selangkangan mereka yang beradu cukup terdengar jelas ke luar.

"Aaaah aku keluar sayang aaaah," Satrio meracau

"Iya sayang jangan di dalem sayaaaang ah," racau ica

"Aaaaah sshhhh," Satrio mencabut kontolnya dari memek Ica lalu "crooot crooot crooot," satrio pun memuncratkan spermanya di pantat dan selangkangan ica

"Eh eh ayo masuk lagi anying tar ketauan," aku mengajak Matthew untuk segera kembali ke tenda karena terlihat Satrio sepertinya sedang memakai pakaiannya.

Sementara itu di tenda pojok, ica kembali memakai pakaiannya dan bersih-bersih.

"Makasih ya ca, aku seneng banget bisa memiliki tubuhmu malam ini, semoga tubuhmu bisa menjadi milikku seterusnya," Satrio memegang tangan ica sambil menatap matanya.

"Sebelumnya makasih ya bang, abang udah baik banget dari pos 3 udah nolongin dan mijitin aku, tapi maaf ya bang, aku udah punya pacar," jawab ica

"Oya? Siapa ca? Anak kampuskah?" Satrio agak kecewa mendengar kenyataan bahwa ica sudah punya pacar namun masih penasaran

"Iya bang, temen sekelasku," Ica menjawab singkat

"Huuuuuh baiklah, aku harus berusaha ikhlas menerima kenyataan ini," ucap Satrio pelan

"Maafin aku ya bang," Ica menjawab pelan

"Iya ca , gapapa. Tapi kalo aku lagi pengen, please kamu jangan nolak aku ca, aku janji gak akan ganggu hubungan kamu dengan pacarmu," ucap Satrio memohon

"Aku ngasih tubuhku ke abang karena abang baik banget sama aku, udah care sama aku, ini sebagai tanda terima kasihku sama abang, tapi maaf ya bang, cukup sekali aja, aku masih menghargai pacarku." ujar ica bijak

"Hmmm baiklah, aku tidak akan memaksa, tapi aku harus jujur sama kamu, kamu adalah wanita paling enak dari semua wanita yang pernah kunikmati tubuhnya," balas Satrio sambil tersenyum

"Hehe makasih ya BangSat pujiannya, aku kembali ke tenda ya," ica pun kembali ke tendanya

Ica kembali ke tenda, lalu ia melihat aya sedang terbangun sambil mengucek matanya.

"Ca abis dari mana?" tanya aya

"Abis pipis ay," balas ica

"Pipis enak ya? hahaha abis lo berantakan gitu, itu rambut lo keluar-keluar dari hijab" ucap aya sambil terkekeh

"Eh Hahaha mana ada ay, pengen sih pipis enak tapi pacarku lagi gak ada," ujar ica sambil membetulkan posisi hijabnya

"Hahahaha masih jaman aja ena-ena mesti sama pacar, coba yang lain lah ca biar gak boring," balas aya

Aya tidak tahu saja kalo ica habis ena-ena sama Satrio.

"Hahaha bisa aja kamu, dah ah yuk tidur lagi," ajak ica

Mereka pun kembali tidur.
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd