Diary Seorang istri Season 2
Part 27
“Kenapa lu tolak tawaran rumah itu To?” Tanya Muklis sambil meletakkan plastik berisi pakaian kotor Anto.
Anto tak menjawab pertanyaan temannya itu, dia berjalan perlahan menuju sebuah kursi, kakinya masih terasa nyeri untuk digerakkan. Muklis dan Anto baru saja meninggalkan rumah sakit, mereka pulang diantar oleh supir suruhan Dahlia.
“Gua bingung ama lu, tampang lu kayaknya pas-pasan, maksud gua gan ganteng-ganteng amat, tapi kok banyak cewek yang bertekuk lutut ama lu, mana ceweknya cakep-cakep dan tajir juga, lu punya pegangan pelet ya To? Bagi-bagi napa, siapa tau gua bisa dapet tante bohay yang ngempanin gua hehehehe..” Ujar Muklis sambil duduk selonjoran di lantai.
“Permisi, ini kopinya mas..” Seorang pria paruh baya datang membawa baki yang berisi dua gelas kopi, “Sudah sembuh mas Anto?” Tanya Bapak itu.
“Alhamdulillah pak, oh ya jadi berapa pak?” Tanya Anto.
“Udah nanti aja gampang, minum aja dulu, permisi ya saya balik ke warung dulu lagi rame..” Jawab Bapak itu lagi.
“Ohh ya udah, dicatat aja pak..makasih ya..” ucap Anto.
Bapak itu menganggukkan kepala dan meninggalkan rumah Anto, “Bang, nih kopinya…” ucap Anto pada Muklis.
Muklis berdiri dan mengambil kopinya, dan kembali duduk di lantai, dinyalakan rokoknya, Muklis menawarkan rokok pada Anto, namun Anto menolaknya, Muklis bersandar di dinding sambil menghisap rokoknya dalam-dalam.
“Bang, gua terima kasih banyak nih, udah bantu gua selama ini..sori bang gua nyusahin lu..” Ucap Anto.
“Apaan sih lu, ya wajarlah gua berbuat gitu, kalau giliran gua yang ngalamin, apa lu gak mau bantuin gua?” Tanya Muklis.
“Ya bener juga bang..” Jawab Anto sambil tersenyum.
“Terus To, gimana kelanjutannya..” Tanya Muklis sambil meniup-niup kopinya yang panas.
“Maksud lu bang?” Anto malah balas bertanya.
“Ya soal cewek itu, siapa namanya Dahlia..” Lanjut Muklis.
Anto menghela napasnya, dia juga meniup-niup kopinya yang panas, di hirupnya sedikit, dan diletakkan kembali kopi itu, “Gak tau gua bang…bingung juga gua..” Ucap Anto.
“Dahlia kan cakep, malah cakep banget menurut gua, kulitnya bersih, wajahnya juga manis To, apa lu gak suka?” Tanya Muklis lagi.
“Bukan soal itu bang…” Anto kembali menghe;a napasnya.
“Apa lu masih cinta sama si Maya itu? Ngapain juga lu masih suka ama cewek itu, dia kan bini orang To, lu hancur kaya gini kan karena lu main-main ama bini orang! Sori kalau lu tersinggung..” Ujar Muklis.
“Lu dulu punya lapak parkir yang bagus, punya pacar yang cakep dan royal ama lu, dan lu main-main ama bini orang terus malah suka beneran, liat lu ancur, hilang semua yang lu punya selama ini, bahkan si Maya juga menghilang gak tau kemana, dan lu masih ngarepin cewek itu? Apa lu udah gila?” Lanjut Muklis berapi-api.
Anto hanya diam, apa yang dikatakan temannya itu benar, dia telah kehilangan segalanya memang, tapi bukan karena Maya, perempuan itu tak salah apa-apa, Anto menyalahkan dirinya sendiri yang memulai permainan ini, Anto malah terjebak dengan perasaannya sendiri, Muklis benar, Maya adalah istri orang, namun Anto tak kuasa untuk menghentikan perasaannya ini, semakin dia mencoba melupakan Maya, dia malah semakin merindukan perempuan itu, Mengenal Maya merupakan awal kehancuran hidupnya, namun Anto tak bisa memungkiri kalau Maya adalah hal terbaik yang pernah terjadi padanya.
“Kayaknya si Dahlia itu suka ama lu To, dan inget dahlia itu bukan cewek biasa, lu liat kan siapa keluarganya, gua ngeri To liat bokapnya.” Ujar Muklis.
“Maksud gua, kalau emang lu gak suka, ya mending hindarin aja To, kita di kampung orang, gua gak mau lu nanti kelibat masalah kaya dulu, kalau ini bisa bahaya To…” Lanjut Muklis.
Anto memandang temannya itu, apa yang dikatakannya memang masuk akal, tapi Anto juga bingung dan dilematis dengan semua ini.
“Ya udah To, gua balik ke kontrakan dulu, cucian gua udah numpuk, kalau ada apa-apa, lu telpon gua aja, Gua cabut dulu To.” Muklis beranjak dan meletakkan gelas kopinya yang kosong ke atas meja, Anto mencoba bangun untuk mengantar temannya, namun Muklis memintanya duduk, “Udah lu disitu aja, istirahat aja yang banyak, biar lekas pulih, oh ya tuh obat dari dokter di plastik itu, baju lu gua bawa, biar sekalian gua cuciin..” Ujar Muklis sambil memindahkan pakaian kotor Anto ke plastik lain.
“Waduh, biarin aja bang, gak usah repot-repot..” Ucap Anto.
“Gak masalah bro…dah ya gua cabut..” Balas Muklis.
“Makasih bang, atas bantuan lu..” Ucap Anto, Muklis hanya mengibaskan tangannya lalu berpamitan keluar rumah.
Anto beranjak dari tempat duduknya, dia bergerak cukup hati-hati, langkahnya terasa berat, karena rasa nyeri yang masih terasa di kakinya, Anto membuka kaosnya, dan mengambil remote Tv, dia mengambil bantal dan berbaring menonton televisi.
“Pemirsa…perkembangan terbaru kasus penusukan yang terjadi beberapa hari lalu, kami telah mendapatkan video rekaman CCTV yang berisi detik-detik terjadi penusukan terhadap Korban, kita simak bersama.”
Gambar di televisi menayangkan angle video dari atas, seorang pria bergerak cepat menabrak seorang wanita, tak lama pria tersebut terlihat berpelukan dengan pria lain, pria yang menabrak wanita tadi tiba-tiba melorot dan terjatuh bersimpuh sambil memegang perutnya, wanita yang tertabrak tadi menoleh ke arah pria satunya, tak lama oarang-orang berdatangan..”
Anto tiba-tiba duduk, matanya melotot, bukan peristiwa penusukan tadi yang menarik perhatiannya, tapi wajah wanita yang menoleh di CCTV itu membuat matanya melotot. Anto segera mencari hpnya, dia buka Youtube, dia lalu menuliskan sesuatu di kolom search, Anto memilih salah satu video yang serupa dengan yang baru saja di saksikannya, dengan tangan gemetar dia menekan tombol play, matanya begitu awas menyaksikan adegan demi adegan dalam video itu, saat sampai pada adegan wanita itu menoleh, anto segera mempause video tersebut, Anto menzoom gambar tersebut, wajahnya seperti melihat Hantu, mulutnya menganga, ”Maya….” Gumamnya.
***
Teguh mengibaskan tangannya saat melihat orang yang ditunggunya datang, Maya tersenyum ke arahnya, teguh berdiri menyambut Maya, diulurkan tangannya, Maya menyalami Teguh, “silahkan duduk mbak Maya..” Ujar Teguh.
Maya duduk di hadapan lelaki itu, “Maaf mbak Maya, saya tahu nomor hp Mbak Maya dari data di kepolisian, mohon maaf juga sudah meminta Mbak Maya untuk datang ke tempat ini secara tiba-tiba.” Lanjut Teguh.
“Gak apa pak, saya tadi bingung ada nomor tak dikenal, rupanya nomor bapak, kebetulan saya sebentar lagi mau ke rumah sakit untuk menjemput seseorang.” Balas Maya.
“Ohh siapa yang sakit?” Tanya Teguh.
“Bukan sakit, tapi abis melahirkan, istri pak Adam yang semalam.” Jawab Maya.
Kening Teguh berkerut mendengar jawaban Maya, “Hmm maaf, bukannya mbak Maya istri pak Adam?” Tanya teguh dengan nada bngung.
“Ehh..ohh ya….ya..” Maya menyadari kalau dia telah kelepasan bicara yang membingungkan.
Teguh memandang Maya, dia menyangka Maya masih merasa shock dengan insiden yang terjadi kemarin malam, “Oh ya pak Teguh sendiri kenapa ada di Jakarta?” Tanya Maya berusaha mengalihkan pembicaraan.
“Saya ada urusan mbak.” Jawab Teguh singkat.
“Ohhh…” ucap Maya.
Mereka berdua kemudian terlibat pembicaraan ringan, Maya mengatakan cukup senang mengetahui Amira mendaftar di sekolah tempatnya mengajar, pembicaraan yang sifatnya basa-basi, “Mbak Maya, saya meminta Mbak Maya datang karena ada suatu hal yang saya ingin katakan.”
Maya terdiam dan menunggu apa yang hendak dibicarakan pria ini, “Soal peristiwa yang terjadi malam itu, saya tahu ini bukan wilayah wewenang saya, namun saat saya merasakan suatu bahaya, maka saya harus bertemu dengan Mbak Maya.”
“Bahaya? Maksudnya apa?” tanya Maya bingung.
“Saya lihat rekaman CCTV insiden itu, dari CCTV gak terlalu jelas terlihat pelakunya, berdasarkan pengalaman saya, sepertinya pelaku tahu lokasi CCTV gedung itu, dan lagi, saya sendiri bingung kenapa pelaku bisa membawa senjata tajam ke dalam area yang telah steril.” Jawab Teguh agak gugup saat melihat Maya fokus memperhatikan dirinya, sesaat Teguh terpesona melihat kecantikan Maya dari jarak dekat, “Ya Allah cantik banget perempuan ini…” Ujar Teguh dalam hati.
“Terus pak..” Tanya Maya mengagetkan lamunan Teguh.
“Ini off the record mbak..” Teguh berhenti sejenak, dia menoleh ke sekelilingnya seolah takut pembicaraannya didengar orang, “Belati yang digunakan oleh pelaku, belati yang unik, dan harganya juga mahal, sepertinya bukan buatan dalam negeri.” Lanjut Teguh.
Maya mengernyitkan kening, penjelasan Teguh malah membuatnya bertambah bingung, “Lalu bahaya untuk saya apa pak?” Tanya Maya dengan polos.
“Sepertinya…ada pihak kami yang ikut terlibat dalam insiden itu.” Ujar Teguh, suaranya begitu pelan sehingga terdengar seperti berbisik.
“Maksud bapak, polisi terlibat juga?” tanya Maya, Teguh memberikan simbol telunjuk di bibirnya, meminta Maya tak bicara terlalu keras.
Teguh menganggukan kepalanya, “sekarang saksi kunci adalah Mbak Maya, karena mbak Maya satu-satunya yang melihat wajah pelaku..” Ujar Teguh.
“Saya tidak melihat pak, pelakunya mengenakan masker, saya hanya sekilas melihat wajahnya saat korban mencoba membuka masker pelaku, namun yang saya ingat matanya sipit pak.” Ucap Maya.
“Mbak Maya sudah mengatakan hal itu pada penyidik?” Tanya Teguh.
Maya diam sejenak, dia mencoba mengingat apa yang dikatakannya malam itu di depan penyidik, “Sepertinya belum pak, penyidik hanya meminta biodata saya dan suami saya saja malam itu, mereka merasa kita belum siap untuk di mintai keterangan.” Jawab Maya.
Teguh terlihat mengangguk-angguk, “Jadi menurut bapak, apa saya perlu memberitahu penyidik soal itu?” Tanya Maya.
“Ya, berikan saja keterangan sesuai yang mbak Maya tahu, saya yakin mereka profesional, saya sih gak mencurigai penyidik, tapi saya yakin ada seseoarang atau sekelompok orang dari pihak kami yang terlibat, namun saya merasa mereka juga gak tahu apa yang mereka perbuat.” Jawab Teguh.
Maya semakin bingung, Teguh hanya tersenyum, “Mbak Maya gak usah khawatir, nanti saya akan cari tahu lebih lanjut, saya akan lindungin Mbak Maya, maksud saya…maaf…maksud saya Mbak Maya tenang saja, kalau ada apa-apa hubungi saya saja.” Lanjut Teguh.
Maya hanya diam, dalam hatinya Maya merasa apa yang dikatakan Teguh sangat masuk akal, bagaimana pelaku bisa membawa senjata tajam kalau tidak ada kerjasama orang dalam, tiba-tiba Maya merasa agak takut.
***
Anto telah berulang-ulang menonton video peristiwa penusukan itu, bukan peristiwa itu yang menarik perhatiannya, namun seseorang yang pernah singgah dihatinya berada disana, Anto mengelus gambar Maya yang dia screen shoot, “Maya…begitu lama aku mencarimu, tiba-tiba aku melihat dirimu lagi…aku sangat merindukanmu..” Ujar Anto dalam hati.
Anto tiba-tiba terkejut, wajahnya berubah tegang, dia mencari artikel tentang peristiwa penusukan itu, semua berita online memuat peristiwa itu sebagai headline, “Murad? Kenapa nama itu gak asing ya..” Anto berusha mencari penampakan Murad, akhirnya dia menemukan foto korban penusukan itu semasa hidup.
“Korban bernama Murad, dia adalah seorang pengawal salah satu pengusaha yang menjadi tamu acara amal tersebut, Polisi belum memberikan keterangan valid apa yang menyebabkan korban ditusuk oleh pelaku, namun spekulasi diluar menyebutkan kalau peristiwa ini adalah pertempuran antara dua gangster yang memperebutkan wilayah kekuasaan, namun pihak kepolisian belum mengkonfirmasi kebenaran berita tersebut.”
“Murad? Jadi orang ini bernama Murad?” Anto ingat benar dengan Murad, karena orang ini, Anto kehilangan semua uangnya, seluruh saldo rekeningnya Dikuras semua oleh bajingan ini, tak ada yang disisakan olehnya, apalagi dia juga memprovokasi Olivia hingga Olivia memutuskan meninggalkannya dan mengambil semua yang telah diberikannya, “Ternyata karma itu ada, mampus luh bangsat!!” Maki Anto geram.
“Maya…ternyata Maya ada di Jakarta, tapi kenapa Maya kok ada dekat si bajingan itu, ohhh ya aku lupa, bos si Murad kan teman akrab suami Maya, berarti Maya masih bersama suaminya, sepertinya suaminya telah memaafkan perbuatan Maya, hmmmmmmm..” Anto menghela napas, disatu sisi dia senang karena bisa melihat Maya lagi, disisi lain dia sedikit kecewa, karena dia berharap Maya berpisah dengan suaminya, namun harapannya kini kandas, namun anto juga merasa bahagia melihat Maya, “Pasti kamu sudah bahagia dengan suamimu ya, aku kira kamu sungguh-sungguh ingin berpisah darinya, tapi gak apa, aku senang melihat kamu lagi, kamu terlihat agak berisi, tandanya kamu bahagia, mulai sekarang aku akan melupakanmu, terima kasih atas semua kenangan indah yang pernah kita punya..” Anto tersenyum sambil mengelus gambar Maya, air matanya menitik, air mata pertanda Anto telah melepaskan keinginannya bersama Maya…
***
Bersambung