Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY feTish

Bimabet
Part 8

Sekitar 30 menit kemudian aku mendengar suara klakson mobil dari luar gerbang. Sebenarnya, aku agak malas, aku tidak terlalu suka jika harus berurusan dengan orang lain. Terlebih lagi aku baru saja mengenalnya, sebenarnya aku juga sedikit penasaran dengan hal penting yang Ayana maksud.


"Masuk, Ka.", hanya persekian detik setelah aku menyambutnya kini Ayana dengan santainya sudah duduk di sofa dengan santai. Bahkan bisa dibilang ia kelewat santai, di rumah orang yang baru dikenal ia sudah berani merebahkan dirinya disitu.


"Ki, minum dong. Yang dingin.", perintah Ayana.
Aku hanya bisa menggaruk tengkuk ku yang tak gatal dan segera menuruti perintahnya.


"Nih, Kak.", ucapku sembari menyodorkan segelas air putih dingin kepadanya.
"Dih, bening.", sindirnya, namun tangannya tetap menerima gelas itu.
"Belum belanja, Kak.", jawabku yang kini tengah memperhatikan Ayana yang minum dengan tergesa-gesa. Terlihat beberapa tetes air yang mengalir dari sela gelas dan bibirnya jatuh membasahi leher dadanya. Dan itu sukses membuat ku menelah ludah.


​

"Haaaaah. Seger. Thanks.", ucapnya seraya menaruh gelas di atas meja di depannya.
"Jadi kesini ada apa kak?", tanyaku pensaran.
"Kalem sih, gue masih cape nih. Tadi abis lari-larian"
"Lah bukannya tadi naik mobil?"
"Ya kan ke parkiran ambil mobilnya sambil lari."
"Ooh.", jawabku seraya mengangguk.


Setelah bisa mengatur nafasnya, kini Ayana membenarkan duduknya. Ia terduduk dan mulai menatapku.


"Sini, biar enak ngobrolnya.", ucap Ayana sambil menepuk sisi sofa yang kosong disebelahnya. Aku pun segera duduk di situ.


"Aku udah denger dari denger dari Kak Melody sama Kak Kinal soal penawaran kamu."
"Aku mau bilang makasih. Makasih banget malah."


"Kok makasih ke aku? Kan mereka belum setuju. Katanya masih ada yang dibahas sama manajer yang lainnya.", tanyaku heran.


"Iya aku tau, aku mau bilang kalo pun ini cuma wacana dan gagal. Aku tetep mau bilang makasih. Setidaknya kamu udah ngasih harapan buat kita dan kamu bikin kalo perjuangan kita selama ini tuh ga sia-sia. Makasih loh.", jelas Ayana, tatapannya tajam mengarah kepadaku, entah sejak kapan ia sudah menggenggam tanganku.


"Ehehe. Maaf kak kalo misalnya aku cuma baru bisa ngasih harapan. Tapi jujur, aku lakuin ini semua bukan buat kalian. Aku lakuin ini semua cuma buat ambisi pribadi ku aja. Maaf kalo aku nantinya cuma gunain kalian sebagai alat.", kutarik tanganku perlahan. Mataku tak sanggup lagi menatap matanya. Ya, setidaknya aku harus mengatakan hal ini terlebih dahulu, aku takut jika suatu saat nanti mereka berekspetasi tinggi kepadaku namun hanya kekecewaan yang nantinya mereka dapatkan.


"Aku bilang sekali lagi. Aku ga peduli. Mungkin ambisi kita beda, tapi tujuan kita sama. Untuk membuktikan bahwa penilaian orang selama ini salah! Kamu tau saking bahagianya, jantung aku tuh dari tadi terus berdegup kenceng banget. Coba kamu rasain.", tanpa sadar Ayana menarik tanganku dan menaruhnya tepat didadanya.


Aku bisa merasakan degup jantungnya yang begitu cepat dan tentu saja, aku juga bisa merasakan payudaranya yang empuk. Bahkan tanpa sadar aku mulai meremasnya lembut.


Dengan cepat aku menarik tanganku, kepalaku tertunduk. Namun Ayana malah terheran karena sikapku. Sampai akhirnya, "Maaf, Kak.", ucapku.


Ya, perkataan itulah yang membuat Ayana menyadari apa yang terjadi. Ku melirik dari ujung mata, wajah Ayana mulai memerah karena malu.


"Maaf ga sadar.", ucap Ayana pelan.
"Eh, iya aku yang minta maaf malah kurang ajar.", jawabku.


​

Kami berdua tertunduk menatap meja di depan kami. Dengan posisi kedua tangan diatas lutut. Sungguh ini adalah momen tercanggung yang pernah aku alami.


Kami terdiam mematung dalam beberapa saat.
"Menurut kamu gimana?", tanya Ayana yang memecah keheningan.
"Eh, apanya?", tanyaku yang terheran.
"Itu aku."
"Apanya kak?", kali ini aku mengarahkan pandanganku ke Ayana.
"Dada aku?", ucap Ayana pelan, bahkan hampir tidak terdengar.
"Hah? Apaan kak?", aku medekatkan kepalaku kearahnya agar suaranya semakin terdengar.


Ayana kini memandangku, "Dada aku. Menurut kamu gimana?", kali ini aku bisa mendengar jelas apa yang ia katakan dan ini sukses membuatku terkejut.


Dengan cepat kutarik tubuhku menjauh, "Kak, mending kita lupain aja."


"Ki, aku tanya. Ga sopan kalo kamu ga jawab.", sialnya Ayana kini memandangku dengan tatapan puppy eyes yang membuatku luluh.
"Ya, gitu. Empuk. Hehe.", sebisa mungkin aku menghindari tatapan langsung dengannya. Mengarahkan asal pandanganku.
"Suka?"
"Kak, beneran deh. Mending kita lupain aja.", aku bangkit dari duduk ku, namun tanganku kini berhasil ia raih. Genggamannya terasa sangat kuat, seakan tidak membiarkanku untuk beranjak.
"Jawab!"
"Ya, su... Suka lah kak. Namanya juga co...", aku tak berhasil menyelesaikan kalimatku.


Dengan tenaga yang cukup kuat, ia menarik tanganku sehingga kini aku menindihnya. Ayana melumat bibirku dengan begitu ganasnya. Butuh beberapa saat aku mencerna apa yang terjadi, sampai akhirnya aku malah meladeni ciumannya.


Bibir kami terus beradu, dan kini lidah kami pun saling bersentuhan. Saliva saling bertukar, lidah saling bercengkrama dan tentunya lenguhan demi lenguhan semakin terdengar.


Ayana yang mulai kehabisan nafas melepaskan ciumannya. Kami berdua berusaha mengatur nafas kami yang mulai tersengal.


"Ka..."
"Sssst...", telunjuk Ayana menempel di bibirku.


Perlahan Ayana merebahkan ku di sofa, tangannya menarik turun celanaku. Dari tatapan ku, wajah Ayana terhalang oleh penis ku yang sudah menengang. Mata Ayana yang sayu makin membuat diriku tak mampu lagi menahan libido yang memuncak.


"Uhmmm, besar yaaa.", komentar Ayana sambil memegang penisku, seraya mengocoknya dengan lembut.


Ayana mulai menjilati penisku, mulai dari kepala sampai ke pangkal. Bahkan buah zakar dan panggkal pahaku pun basah oleh liurnya. Lidahnya dengan terampil bermain di lubang kencing ku. Sungguh kenikmatan yang sangat luar biasa dikala itu.


"Kaaaaakh... Geli ihhhh~~", lenguhku.


Sialnya, Ayana hanya meresepon dengan senyuman kecil yang menggoda. Kini penisku sudah masuk ke dalam mulut Ayana. Ia memajumundurkan kepalanya, begitu lihai dan sangat menikmati. Sesekali Ayana menghisap bagian kepala penisku, bahkan cairan precum ku pun ia telan.


Aku yang mulai merasa kegerahan kini membuka baju dan melemparnya sembarang. Dengan jahil, tangan Ayana malah bermain dengan putingku yang ikut menengang. Aku yang sudah merasa ingin mencapai klimaks kini memegang kepalanya. Ku percepatan gerakan kepalanya, semakin mendekati klimaks semakin cepat.


"Aaaaaaaaaarghhhhhhh~~~~", lenguhku panjang bersamaan dengan spermaku yang mengalir kencang di dalam mulutnya. Bahkan sebelum keluar, aku memaksakan deep throat kepada Ayana.


Wajahnya merah sambil terbatuk, sebagian spermaku ia telan dan sebagian lagi mengalir melalui sela-sela bibirnya.


"Kii, gila loh. Uhuuk.... Uhukk... Lo mau bunuh gue ya?", omel Ayana
"Maaf, kak. Enak banget soalnya."
"Tapi jangan gitu lah, kalo gue mati lu juga yang repotkan."
"Hehe."
"Ih ngeselin malah ketawa."


Aku bangkit, tanganku memegang baju Ayana dan melepaskannya. Malam itu, Ayana menggunakan baju terusan, sehingga saat kubuka hanya tertinggal bra dan celana dalamnya saja.


Kini aku yang mendorong Ayana pelan untuk berbaring. Tanganku menangkup kedua pipinya, dan kembali menciuminnya dengan ganas. Perlahan ciuman ku turun, dagu, leher, pundak dan menuju dadanya. Kedua cup branya ku turunkan, aku menciumi payudaranya tanpa menyentuh putingnya yang sudah menegang. Ayana hanya dapat mendongangkan kepalanya, dan terus mengelurkan suara lenguhan serta desahan yang sungguh erotis.


Tanganku menyusuri punggungnya, mencari pengait bra dan kemudian melepaskannya. Kini dengan sangat leluasa ku menciumi setiap sudut dari payudaranya. Aku yang sudah tak sanggup menahan diri pun mulai menghisap puting berwarna coklat muda miliknya, sesekali ku hisap dengan kuat. Satu tanganku kini bermain di payudara satunya, meremasnya, putingnya pun ku pilin, bahkan karena saking gemasnya aku pun menarik putingnya.


Tanganku satunya bahkan sudah berada di area vaginanya. Menggesek-gesek kelentitnya dari luar celana dalam warna kuning. Tempo permainan ku tingkatkan, semakin Ayana mendesah, maka semakin aku bersemangat untuk mengerjainya. Vagina miliknya semakin lembab, bahkan celana dalamnya pun sudah semakin basah. Aku meurunkan ciumanku dan mengarahkannya ke vagina Ayana. Ku sapukan lidahku pada vaginanya yang ditutupi bulu-bulu tipis. Vaginanya begitu sungguh indah dan memukau, membuat nafsuku semakin meningkat.


Ku paksakan lidahku masuk ke liang senggama milikknya, Ayana semakin belingsatan.


"Aaaaaaaaaagrh, Kiiih~~~ Yang cepeeeeeeeth... Iyyyaaaaaaaaaaaah diisituuuuuu... Teruuuuuush... Kenceeeeeengiiiiiin~~~", racau Ayana sambil terus memainkan keduan tangannya di kedua payudara miliknya.


Desahan Ayana semakin kencang, nampaknya ia akan segara mendapatkan orgasme pertamanya, terlihat dari semakin seringnya ia mengangkat pinggul dan tangannya kini mulai menahan kepalaku agar tetap berada disana. Tak butuh waktu lama, Ayana mengalami orgasme yang cukup panjang.


"Sluuuuurp~~ Sluuuuuurph~~~", aku menghisap cairan vaginanya yang begitu banyak, bahkan aku menelannya. Ya rasanya begitu asin, namun entah mengapa aku sangat menyukainya.


Aku kembali mencium bibirnya, lidah kami pun saling mengikat. Kumasukan dua jari tangan kananku ke vaginanya, sementara ibu jariku bermain di klitoris miliknya. Aku melepaskan ciumanku, kedua dahi kami saling menempel, mata kami saling memandang. Kedua tangan Ayana dilingkarkan di leherku.


"Nghhhhh~~ Nghhhhhh~~ Ngghhhhh~~"


Ayana terus mengeluarkan desahannya, sementara tanganku pun semakin cepat bermain di vaginanya. Ayana kembali menciumku, nampaknya kini ia sudah mengalami orgasme kedua kalinya. Ciuman kami pun terlepas, memberikan momen untuk kami berdua bernafas. Entah kenapa kami berdua tersenyum begitu lepas, bahkan sampai tertawa.


"Enak ya, kak? Sampe dua kali gitu?", godaku saat kedua dahi kami saling bersentuhan. Saat ini kami sedang berpelukkan, tangannya masih melingkar di leherku. Aku mengangkat tubuhnya ke pangkuanku.


"Heh, kayak yang tadi ga keluar banyak aja.", kami kembali berciuman ringan, hanya sesekali menempel.


"Lanjut ga?", lagi-lagi aku menggodanya.


"Emang masih kuat?"


"Masih lah. Nih liat.", jawabku sambil mendenyutkan penisku sehingga menyentuh bibir vaginanya.


"Meme, gimana?", tanya Ayana.


"Kak, lagi berdua gini kenapa bawa-bawa Meme sih? Ngerusak momen deh.", aku yang kesal membalas kata-katanya itu dengan meremas kedua bongkah pantatnya.


"Ih... Iseng deh.", tanganku pun ditepis olehnya.


"Jadi lanjut ga nih?"


Ayana tidak menjawab, melainkan kembali melumat bibirku. Aku merebahkan badanku, kini ia berada tepat diatasku. Tanganku tak berhenti meremas pantatnya yang kenyal. Ayana melepaskan diri dari tanganku, setengah berdiri melepaskan celana dalam miliknya. Mulutnya kembali mengulum penisku, hanya beberapa saat saja agar membuatnya basah.


Kini Ayana mengarahkan penisku ke arah vagina milikny. Sensasi yang begitu nikmat begitu terasa, vaginanya cukup sempit walaupun sudah tidak perawan. Terlihat Ayana menggigit bibir bawahnya seakan menahan sesuatu. Mungkin ia sedang membiarkn vaginanya agar terbiasa dengan ukuran penisku.


"Penuuh banget iishhh...", keluhnya tentang ukuran penisku.


Namun selang sesaat kini Ayana mulai menggoyangkan pinggulnya. Ke kanan, kiri, depan, belakang, bahkan sesekali berputar, gerakannya sukses membuat penisku terasa cukup linu.


Perlahan badan Ayana dicondongkan ke arah ku, cukup dengan sehingga tanganku mampu untuk meraih pipinya. Kudekatkan wajahnya dan kembali mencium bibirnya. Aku dan Ayana menjadi sering bertukar pandang, dan tersenyum. Terasa hubungan kami begitu sangat intim, padahal hanya baru 3 kali saja kami bertemu.


Pinggul Ayana kini bergerak naik dan turun. Ritmenya cukup cepat untuk orang yang sudah 2 kali mengalami orgasme. Tangan kananku kembali meremas pantatnya, sesekali memukul karena gemas.


"Hgggghhhh... Nggghhhh.... Kiih..", ceracau Ayana


Gerakan pinggulnya makin cepat. Ayana menegakkan tubuhnya. Tangan kananya bertumpu pada perutku, sedangkan satunya lagi meremas payudaranya sediri.


"Aaaaaarghhhh~~~ Penuuuuuurgh bangeeeet, Kiiih..."


Gerakannya semakin cepat, semakin tidak terkendali. Aku sangat menikmati pemandangan Ayana yang begitu menggairahkan. Peluhnya kini sudah membasahi seluruh tubuh Ayana. Kedua payudaranya yang tergantung ikut berguncang mengikuti gerakan tubuhnya.


"Kiiiih~~~ Akuuuuuh... Mau keluaaaaarrrghhh~~~"


"Aaaaaargh, barengan Kaaaa~~ Aku jugaaaa udaaaaah mau sampeeeeeh~~"


"Jangaaaaaan dicabuuuuth yaaaaaah~~ Keluaaaarin didalem ajaaaaaaah..."


Ku gerakkan pinggulku, seritme dengan gerakannya. Semakin mendekati orgasme semakin cepat gerakan kami berdua. Suara benturan dari kedua kelamin kami sudah memenuhi ruang tamuku.


"Teruuuushh~~ Teruuuuuush~~ Teruuuuuuuuush~~"


"Kaaaaaaaakh~~ Aaaaaaaaarghh~~~"


"Kiiiiiih~~"


Akhirnya kami berdua klimaks di waktu yang hampir bersamaan. Liang vaginanya sudah dipenuhi dengan spermaku, dan penisku pun basah oleh cairan miliknya.


Ayana pun terjatuh, tepat diatas dadaku. "Ki, makasih yaaa".


"Aku yang terima kasih."


"Jangan salahin aku, kalo aku mulai nyaman sama kamu ya.", itulah kalimat terakhir dari Ayana sebelum akhirnya ia tertidur karena kelelahan di atas tubuhku.


Ku cium puncak kepalanya, tanganku mengelus lembut rambut Ayana.


"Maafin aku ya, Me.", batinku.


Dan akhirnya kami tertidur di ruang tamu dalam keadaan telanjang bulat dan penisku yang masih menancap pada vaginanya.
 
Mawantap 👍 Ayana bergoyang lagi hhee, semoga di chapter berikutnya member yang lain di ikut sertakan dalam esex2nya 😁 Fidly sama Kyla boleh tu dicoba hhee.
 
Halah blom diupdate jga kirain udh update
 
Part 9

Sekitar pukul 8 pagi aku terbangun dengan kepala yang cukup berat dan berkunang, ya mungkin kelelahan akibat permainan semalam dengana Ayana. Terlebih lagi ia tertidur diatas badanku yang tentu saja membuat ku kesulitan untuk bernafas, menjadikan otakku kekurangan oksigen. Aku menggeser tubuh Ayana dan mengubah posisi ku untuk duduk mencoba untuk menetralkan keadaan kepalaku. Sekitar 2 menit, kepalaku sudah normal dan nyeri yang tadi terasapun sudah hilang.


Aku melihat Ayana yang masih tertidur dalam keadaan bugil. Ia tertidur cukup pulas nampaknya, terdengar dari dengkuran pelan yang keluar dari mulutnya. Merasa bertanggung jawab tentang apa yang terjadi kepadanya aku pun memutuskan untuk memindahkannya ke salah satu kamar yang berada di dekat ruang tamu.


Badannya memang kecil, namun tetap saja berat. Tidak lupa ku pindahkan semua barang-barang miliknya ke kamar itu. Aku pun memakai celana ku saja tanpa kaos, lalu membereskan sisa-sisa kekacauan semalam. Setelah semuanya lebih rapih aku pun memutuskan untuk mandi di kamar ku yang berada di lantai 2.


Seusai mandi dan memakai pakaian, aku mengecek telepon seluler milikku. Terlihat ada beberapa notifikasi dari Melati. Tidak ada yang penting, hanya menanyakan kabarku dan mengapa aku masih belum menjawab pesan darinya. Tanpa pikir panjang aku memutuskan untuk meneleponnya.


"Hallo, Ki.", jawab Melati sesaat setelah aku meneleponnya.


"Hallo, Me. Maaf ya baru ngabarin, aku baru bangun."


"Iyah gapapa, abis ngapain emang?"


"Kemarin abis nata ulang ruangan aja, terus biasa lah urusin adminitrasi ke ketua RT.", jawabku berbohong, ya mana mungkin aku menceritakan kejadian kemarin malam tentang bagaimana dahsyatnya aku dan kak Ayana saling menyalurkan nafsu kami.


"Kamu hari ini ada rencana ga?"


"Hmmm, kayaknya belum ada. Kenapa?"


"Anterin aku latihan mau ga?"


"Boleh boleh, jam berapa?"


"Jam 4 kamu udah di rumah aku ya, bisa?"


Aku pun melirik ke arah jam dinding yang berada di salah satu sudut ruangan, masih 4 jam lagi. "Oke, Me. Tar aku jemput ya."


"Makasih ya Ki, jangan lupa sarapan ya. Muaaah, sayang kamu.", itulah pesan darinya sebelum memutuskan panggilan telepon dariku.


Kalau dipikir benar juga, aku belum makan. Apalagi pertempuran semalam cukup menguras tenaga ku. Akupun menuju dapur dan memeriksa kelengkapan persediaan makanan milikku, sayangnya hanya ada roti dan selai. Ya, aku belum sempat belanja semenjak pulang dari rumah Melati. Mau tidak mau aku tetap memakan roti tersebut, tidak lupa ku sediakan 1 porsi untuk Ayana.


Aku menikmati 2 helai roti milikku sambil menonton acara yang ada di televisi. Kalau dipikir-pikir lagi sudah beberapa tahun terakhir ini aku jarang sekali menonton acara TV lokal, ya selain karena isinya kurang berbobot dan terlalu banyak kejadian yang kesannya dipaksakan. Tidak cuma FTV atau sinetronnya, tapi juga acara reality show yang jauh dari kesan realistis. Aku masih terus menekan-nekan tombol pada remote tv, masih berusaha mencari acara yang cukup berkualitas. Sampai akhirnya ada 1 acara infotaiment yang menayangkan berita tentang JKT48, tepatnya tentang "Pemilihan Member Single ke-20 JKT48", dimana peringkat 1-nya diraih oleh Cindy Yuvia, gadis loli yang sangat lucu dan menggemaskan, ya itulah kesan awal ku saat melihatnya dari layar kaca.


Penasaran dengan peringkat yabg di raih Melati, aku pun mencari tau tentang hal itu melalui ponselku, ternyata Melati meraih peringkat ke-20, dan aku pun menonton video ucapan terima kasihnya. Sangat natural sekali apa yang Melati ucapkan saat itu, sungguh gadis yang benar-benar penyanyang. Apalagi diakhir speechnya, Melati mengatakan bahwa dia amat menyayangi Team T, tim dimana dirinya berada saat ini. Dan sangat berharap ke pada manajemen atau JOT, untuk tida memisahkan mereka.


Setelah mendengar apa yang Melati katakan itu, semakin membuatku bersemangat untuk sesegera mungkin ikut turun langsung dan menjadi bagian dari Team T JKT48, ya tentunya bukan sebagai member.


Aku menghabiskan roti sambil melihat lihat foto member-member dari peringkat terendah hingga tertinggi, akupun memutuskan untuk membeli makanan di mini market. Sepulangnya, aku cukup terkejut ketika melihat ada mobil yang tak asing tengah parkir tepat di depan pagar rumah ku.


"Loh Kak Mel, Kak Kinal ada apa kesini?"

"Kirain masih tidur Ki ditelfon ga diangkat, ada yang mau Kinal dan aku bicarain soal permintaan kamu kemarin."

"Oh iya kak, hpnya ga aku bawa. Yaudah ngobrol di dalem aja kak."


Aku pun membukakan gerbang, Melody memarkirkan mobilnya, sementara Kinal yang berada di sebelahku hanya diam dan menatap sebuah mobil yang berada di sebelah mobil Melody.

"Kenapa kak?", tanyaku pada Kinal.

"Itu mobil siapa, Ki? Kok kayak ga asing ya?", tanyanya.

"Ah itu, mo... mobil te... tetangga. Ah iyaa, mobil tetangga Kak, nitip dia. Hehe", jawabku panik dengan senyum yang dipaksakan. Aku lupa kalo Ayana masih ada di rumahku, semoga saja tidak ada hal-hal yang buruk terjadi.

"Jadi gimana, Kak?", tanyaku ke Melody setelah menaruh 2 cangkir teh manis untuk kedua tamu ku tersebut.

"Penawaran kamu terkait dengan inventasi untuk team T bisa dibilang 90% disetujui, namun kita gatau itu kapan bakal terjadi. Ya semoga bisa secepatnya juga.", jelas Melody

"Syukurlah."

"Dan mulai minggu depan, kamu udah bisa bekerja dengan kami sebagai bagian dari JKT48 Operation Team. Bahkan untuk jabatannya sendiri, mungkin sementara kamu akan jadi asisten manajer tim, tapi kedepannya mungkin kamu bisa jadi manajer team.", lanjutnya.


Kami pun melanjutkan pembicaraan ini ke arah yang lebih serius, namun terkesan santai. Aku bertanya tentang keadaan Team T saat ini, baik itu siapa saja membernya dan bagaimana pandangan fans terhadap mereka. Mungkin selama ini yang aku tahu hanya berdasarkan yang ada di internet saja, maka bukankah lebih adil jika mendapatkan penjelasan langsung dari sisi internalnya langsung. Apalagi Melody pernah menjabat sebagai kapten team T sebelum Ayana.


Di saat asik mengobrol tiba-tiba pintu kamar dekat ruang tamu terbuka, Ayana dengan muka bantal nya keluar dengan hanya memakai selimut.


"Kii, lap--, eh Kak Melody, eh Kak kinal.", ya, hanya itu yang keluar dari mulut Ayana yang cukup terkejut karena melihat keberadaan Melody dan Kinal.

"Kii?? Jadi ini tetangganya?", sindir Kinal. Aku hanya bisa menutup wajahku dengan kedua tangan, sementara Melody hanya menggeleng sambil meminum teh yang aku buat untuk menenangkan pikirannya.


Ayana yang terlanjur malu pun kemudian kembali masuk ke dalam kamar, entah apa yang dilakukannya. Namun beberapa menit kemudian dia keluar dengan wajah yang lebih segar dan pakaian yang semalam ia gunakan.


"Yasudah ya, Ki. Detail terkait kerjaan kamu mungkin akan aku email saja. Oh iya, Ayana nanti ada latihan kan? Jangan pake alasan kecapean ya.", ucap Melody dengan nada tegas.

"Hehehe iya, Teh. Abis ini aku pulang terus siap-siap buat latihan kok.", jawab Ayana

"Yaudah aku sama Kinal balik dulu, Ki."

"Iya, Kak.", jawabku.

"Lain kali, tetangganya gausah disuruh nginep ya.", sindir Kinal pelan di telingaku.


Keduanya telah pergi, aku pun kembali ke ruang tamu dan duduk disebelah Ayana yang tengah menyantap roti yang sebelumnya telah aku buat.


"Ay, kok kamu santai aja sih. Aku masih ga enak sama mereka, takut dituduh macem-macem.", ucapku mengutarakan keresahanku.

"Santai aja, Ki. Mereka udah paham kok, selama kita masih profesional dengan kerjaan, mereka ga kan usik tentang masalah pribadi.", jawabnya dengan senyuman tanpa dosa.


Setelah menyelesaikan makannya, Ayana pun bangkit dan berpamitan kepada ku.


"Ki sekali lagi makasih ya, soal Teh Imel sama Kak Kinal tadi gausah terlalu di pikirin, tenang aja", katanya sambil menjabat tanganku.


"Iya ay sama-sama, btw nanti kedepannya mohon bantuannya juga ya" jawabku, lalu tiba-tiba ia memelukku erat dan mengucap terimakasih lalu mengecup bibirku lembut.


Aku melihat jam sudah pukul setengah 3 sore, kemudian dengan cepat bersiap menjemput melati untuk mengantar nya ke tempat latihan nya. Sampai di depan rumah Melati aku meneleponnya, tidak lama Melati pun keluar dari rumahnya dan masuk ke mobilku.


Setelah tahu dimana alamat tempat latihan berada, aku segera menjalankan mobilku. Radio sengaja ku nyalakan agar tidak terlalu sunyi selama perjalanan.

"Kamu udah makan belum ki?"

Aku menggeleng, "Baru makan roti doang."

"pas banget nih, mamah tadi masak trus katanya sekalian buat kamu, hebat juga insting mamah. Aku suapin ya."

"Ntar aja, Me. Kan aku lagi nyetir."

"Kalo makannya nanti kamu keburu sakit tuh maag kamu. Dah jangan bawel.", jawabnya, aku sendiri heran, sejak kapan aku punya penyakit maag.

"Iyaa, deh iya. Suapin tapi.", jawabku karena tidak mau ambil pusing.

"Iya bentar, kan lagi dibuka dulu ini plastiknya.", terlihat Melati pun sibuk dengan kotak makan miliknya.

"Sini, Ki. Buka mulutnya, aaaa...", lanjutnya.

Aku menerima suapannya.

"Mmmm, enak ya, Me." dengan mulut yang masih penuh aku mencoba berbicara.

"Hehe iya dong siapa dulu yang masak.", dengan nada bangga.

"Kamu?", tanyaku.

"Ya, mamah lah hahaha.", Melati pun tertawa.

"Yeu kirain kamu. Lagi dong, Me."

"Nih, tadi aja sok-sokan gamau.", saat tengah menyuapiku tiba-tiba mobil ku menghantam lubang dan alhasil makanannya jatuh tepat di atas perutku dan mengotori baju serta celanaku.

"Yaaah ki, maaf maaf.", Melati menutup kotak makannya.

"Gapapa Me, aku yang salah, ga liat lubang tadi.", Melati lalu mengambil tisu dan membersihkan sisa makan yang jatuh di baju dan juga celanaku.

"Kok jadi keras, Ki?", tanya Melati yang kini tangannya tengah meremas-remas penisku.

"Me, jangan iseng deh, tanggung jawab ya kalo aku pengen." jawabku.

"Iya iya ngga.", meskipun menjawab tidak, namun Melati masih dengan sengaja terus meremas penisku dibalik celana.

"Aaaarrgghh, Me.", teriakku kesal karena nafsu ku mulai bangkit.

"Hehe udah ah.", tanpa perasaan bersalah ia menghentikan aktifitasnya tadi, aku yang kesal pun membuka celana dan menarik celana dalamku.

"Tuh kan berdiri, tanggung jawab pokoknya" tangan kiriku menarik tangannya dan menaruhnya lagi di penisku.

"Ihh gamau ah.", Melati mencoba menolak, namun tangannya masih tidak mau beranjak dari penisku.

"Tolong dong, Me. Kan aku udah peringatin tapi kamunya ngeyel. Atau aku ngambek nih." ucapku sambil mengembungkan kedua pipiku.

"Ih ngambekan, kayak anak kecil aja. Iya iya aku tanggung jawab nih." ia pun mendekat kan kepalanya dan mulai menjilat penisku, lalu mengulumnya

"Aarrghh, Me.", tangan kiriku mencoba meraba payudaranya yang dari luar pakaiannya dan membuat ia sedikit mendesah.


Melati mulai mempercepat tempo nya, aku pun mulai meraba payudara nya dan memasukkan tangan ku ke dalam bra nya lalu memainkan putingnya. Cukup sulit bagiku yang sedang menyetir, dan terpaksa aku menghentikan mobilku di bahu jalan, untungnya sudah memasuki kawasan perumahan tempat latihan. Kini tangan kananku memegang kepala Melati agar mempercepat gerakannya, selang beberapa menit aku merasakan orgasmeku akan segera sampai.


"Aaaaaah, Me! Aku keluar, Me!", Melati mempercepat tempo permainannya, saat spermaku menyembur keluar, ku tahan kepala Melati selama beberapa detik dan hampir membuatnya tersedak.

"Kiiii! Kebiasaan banget! Mau bunuh aku ya?", omel Melati.

"Maaf, Me. Keenakan aku tuh.", jawabku yang masih mengatur nafas.

"Kebiasaan.", Melati membersihkan sisa sperma di mulutnya dengan tisu, akupun juga merapihkan celanaku.

Kami pun menlanjutkan perjalanan menuju tempat latihan.

"Ini kemana lagi, Me?", tanya ku.

"Itu depan belok kiri."
"Nah lurus trus abis itu ke kanan, nanti tempat latihannya di kanan.", lanjutnya

"Ini tempat latihan nya?" tanya ku sambil menunjuk ke rumah besar bertingkat dengan pagar coklat

"Iya, Ki, kamu mau balik atau mampir?"
 
Akhirny update jga wkwkwkw setelah sekian lama bertapa wkwk
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd