Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

MISTERI HISTORY OF AXEL

Bimabet
Bukannya undarage y? SMA kelas 1.
 
AXEL #7 SOUND LIKE A PLAN


Di hari yang sama…

Seorang pria berbadan tegap dengan rambut cepak ala militer turun dari Innova, setelah memarkirkan mobilnya halaman ruko yang memiliki 4 pintu, dimana ada 1 pintu ruko yang tertutup dan terpasang banner di depannya, DISEWAKAN.

“Pak Ahok ya?” sambut seseorang pria berumur 40an tahun begitu melihat pria tegap tersebut turun dari mobil.

Pria bernama Ahok tersebut tersenyum dan mengulurkan tangan menjabat tangan pria yang mendatanginya. “Iya saya, Pak Wahyu kan ya?”

“Iya Pak saya sendiri. Dari rumah ya Pak?”

“Iya. Menyambung obrolan di telepon, hari ini saya bisa lihat bagian dalam rukonya Pak?”

“Bisa-bisa tentu saja bisa Pak, mari Pak,” ujar Pak Wahyu yang mengeluarkan satu renteng kunci untuk membuka pintu ruko.

“Ini dulu bekas toko sepatu pak, jadinya di bagian depannya masih ada pintu kaca,” terang Pak Wahyu kepada Pak Ahok.

Lalu Pak Wahyu menunjukkan bagian dalam yang sudah bersih plong dan mempunyai dua lantai. Tiap lantainya punya satu kamar mandi. Pokoknya tempat ini masih terlihat bagus, dindingnya juga masih bagus putih bersih tidak kusam. Listrik dan PDAM juga tidak ada masalah. Pak Ahok pun langsung klop dengan tempat ini. Setelah puas lihat-lihat, Pak Wahyu mengajak Pak Ahok ngopi dulu di kedai kopi persis di samping ruko.

“Kalau boleh tahu, rencananya ruko ini kalau fix Pak Ahok ambil, mau di jadikan apa ya Pak?” tanya Pak Wahyu sambil menyeruput kopi.

“Mau saya jadikan tempat usaha Pak, untuk tempat makan bakso, mie ayam dan es cendol. Pak Wahyu tahu rumah makan Bakso Cendol di Jalan Trigana?”

“Oh iya-iya tahu saya Pak.”

“Pak Wahyu pernah nyoba makan di situ ?”

“Wah bukan nyoba lagi, sering saya Pak sama istri ke situ, bakso urat dan es cendol nangkanya mantap. Eh sebentar-sebentar itu Bakso Cendol, punya Pak Ahok?”

Pak Ahok tersenyum. “Iya itu punya saya tetapi yang ngatur operasional, turun ke dapur istri saya. Saya cuma seksi repot.”

“Ah Pak Ahok merendah sekali, itu kan tempat Bapak ramai terus Pak. Oia kok saya jarang atau kayaknya gak pernah lihat Pak Ahok ya di warung ya?”

“Saya ada kerjaan lain Pak, urusan warung semua istri yang pegang.”

“Oh, kerja dimana Pak?”

“Saya sekurity di salah satu rumah di Nirvana Raya.”

“Wah itu kan cluster rumah-rumah mewah milik para pejabat nih. Atau jangan-jangan Pak Ahok ini bukan cuma sekurity tapi ajudan nih haha.”

“Pak Wahyu bisa saja.Ya boleh di bilang dari rumah bos saya itu di bangun, saya yang jaga.”

“Oh gitu.” Setelah di rasa cukup basa-basi, Pak Wahyu langsung mengarah ke kesepakatan sewa.

“Saya yakin cabang Bakso Cendol di sini, tidak akan kalah ramainya Pak dengan yang di Jalan Trigana. Karena ruko punya saya ini lokasinya Pak Ahok sudah tahu sendiri, sangat strategis. Belum lagi di area ruko sudah ada Bank BRI, FIF dan Toko Elektronik. Perkantoran juga banyak, di seberang jalan juga ada sekolah negeri favorit. Pokoknya banyak customer yang akan makan di Bakso Cendol cabang sini Pak. Area parkir luas, rame yakin saya Pak,” ujar Pak Wahyu mengeluarkan jurus marketingnya.

Pak Ahok meneguk cepat kopi panasnya.

“Saya memang berminat dan cocok dengan lokasi sini Pak. Dan asal Pak Wahyu tahu, saya tidak akan buka cabang Bakso Cendol di sini, melainkan warung saya yang di Jalan Trigana, rencana akan pindah ke sini.”

“Loh kenapa Pak? Saya pikir ini lokasi untuk buka cabang.”

Pak Ahok menggeleng.

“Di sepanjang jalan Trigana bulan depan sudah di mulai pembangunan fly over. Itu sudah pasti areanya akan luar biasa macet, di tutup setengah badan jalan untuk pembangunan. Sungguh tidak nyaman dan kurang bagus untuk usaha. Kebetulan juga lokasi yang di Jalan Trigana statusnya sewa dan habis bulan depan. Daripada berbulan-bulan warung saya sepi karena pengunjung malas mampir karena jalan tutup sana-sini sebagian, daripada saya perpanjang tapi resikonya kurang bagus, ya mending saya pindah sekalian ke sini, ehm, kalau harganya cocok sih,” terang Pak Ahok sambil berdehem.

“Hahaha tenang Pak Ahok, untuk harga sewa gak akan jauh beda sama yang kita bicarakan di awal. 200 juta setahun.”

“Gak ada diskon ini Pak?”

“Karena ruko saya ini mau di pake sama Bakso Cendol yang mau boyongan kesini dan saya sekeluarga penikmat kuliner, tentu saya kasih diskon. 195 setahun, gimana Pak? Ini ruko saya jauh lebih luas lho pak di banding ruko di Jalan Trigana. Bisa muat sekitar 20 meja,jauh lebih banyak daya tampungnya di banding yang sekarang. Di lantai dua bisa untuk tempat tinggal karyawannya.”

“190 juta setahun + Pak Wahyu sekeluarga bisa makan bakso dan es cendol sepuasnya di warung saya. Gimana Pak hehehe?”

Pak Wahyu terkekeh. “Ah kena saya, ini saya gak bisa saya tolak. Deal ?”kata Pak Wahyu sambil menyodorkan jabat tangan dan tentu saja segera di sambut Pak Ahok.

“Deal.”

“Pak Wahyu, apakah besok siang sudah bisa serah terima kunci berikut tanda tangan perjanjian sewa? Maaf nih kalau agak buru-buru, karena saya mau nyicil mindahin beberapa perabotan. Kalau besok bisa, ini saya transfer 150, yang 40 besok pagi. Gimana Pak?”

“Wuidih gerak cepat nih, bisa-bisa Pak Ahok! Malam ini saya bisa minta orang saya untuk bersih-bersih rukonya karena tadi masih banyak debu. Nanti Pak Ahok bisa WA ke saya foto KTP Pak Ahok dan Istri untuk di masukkan ke data penyewa. Untuk tanda tangan perjanjian dan serah terima kunci besok bisa di rumah saya jam 11 siang dan urusan ijin usaha dan lain-lain beres saya yang atur. gimana Pak Ahok?”

“Luar biasa Pak Wahyu,” kata Pak Ahok.

Kemudian Pak Ahok mentranfer ke rekening Pak Wahyu sebesar 150 juta sebagai tanda jadi berikut mengirim foto KTP dirinya serta istrinya. Pak Wahyu pun puas dan merasa senang dengan kesepakatan ini. Pak Ahok tidak merasa khawatir karena Pak Wahyu adalah salah satu lurah di daerah sini, sehingga kredibilitasnya tidak perlu di ragukan dan sangat bisa di percaya.

Kemudian Pak Ahok mohon diri karena ada urusan lain. Saat sedang menyalakan mobil, ponselnya bergetar-getar, setelah melihat nama penelepon, Pak Ahok mengangkatnya.

“Selamat sore Mas Axel. Sudah sampai bandara Mas?”

“Sudah. Gimana urusan Bang?”

“Lancar mas, lancar, sudah deal, besok serah terima kuncinya.”

“Hahah beres. Nanti parkir mobilnya dulu saja bang, gue tunggu di Starfuck.”

“Baik Mas, saya sekarang otw ke bandara. 30 menit.”

“Seep.”

Ahok segera melajukan mobilnya menuju Bandara Kota RRR, menjemput sang majikan kecil yang baru saja sampai dari Kota Surabaya. Sesampai di parkiran Bandara Kota RRR yang lumayan padat karena ini weekend, Ahok segera menuju di Starfuck yang ada di dekat pintu terminal kedatangan. Ia melihat Axel sedang ngobrol dengan cewek cantik. Ahok agak segan mendekat tapi Axel melihat kedatangan Ahok dan memanggilnya,

“Sini bang!”

Ahok pun mendekat dan si cewek kemudian pergi menenteng koper. “Jangan lupa kontak-kontak yah.”

“Pesan minum dulu sana Bang,” kata Axel sambil menaruh selembar uang 100 ribu rupiah di atas di meja saat Ahok hendak duduk. Ahok yang udah paham sama Axel, udah gak bisa lagi merasa segan dan mengambil uang tersebut untuk membeli minuman. Wah ngopi lagi ini, batin Ahok karena ia baru saja ngopi sama Pak Wahyu.

“Kembaliannya simpan buat parkir Bang,” kata Axel saat Ahok duduk dan merogoh kantung kemeja.

“Oke.”

“Mana minumannya?”

“Masih di siapin,” kata Ahok.

Axel kemudian berdiri dan berteriak ke arah para barista Starfuck. “Tolong nanti minuman pesanan ajudan gue ini di antar ke sini.”

Axel yang berteriak dengan suara lantang tentu saja bukan hanya mengagetkan para barista di balik counter tetapi juga pengunjung lainnya.

“Oi bocah, ini di kafe ! bukan warung burjo ! gak usah teriak-teriak!” sahut salah satu pengunjung yang sedang sebelumnya sedang serius menatap ke layar laptop, menegur Axel karena sudah teriak-teriak.

Gawat, batin Ahok. Axel itu orangnya asyik tapi, loyal tetapi kalau lagi jiwa berandalannya keluar, ia tidak segan ribut sama orang. Ahok kadang heran, ia punya postur dan fisik gagah ala tentara tetapi pernah sewaktu melerai Axel saat ribut sama orang di jalan karena senggolan mobil, bisa kewalahan meredam emosi majikan kecilnya ini. Fisiknya biasa tetapi luar biasa tenaganya. Saat Ahok khawatir terjadi keributan di sini, tindakan Axel selanjutnya justru membuat ia kaget.

“Oh maaf bang, maaf. Maklum gue orang kampung,” kata Axel sambil berdiri dan menangkupkan tangan ke arah orang yang sudah menegur Axel.

Orang yang menegur Axel pada akhirnya diam karena remaja yang ia tegur sudah minta maaf dan ia pun kembali mengerjakan sesuatu di laptopnya. Bahkan Axel kemudian yang mendatangi barista dan membawakan Vietnam Drip yang Ahok pesan.

Kesambet apa ini bocah, bisa jinak dan baik banget gini, pikir Ahok.

“Nih Bang minumannya,” kata Axel sambil meletakkan minuman pesanan Ahok, sekuriti di rumahnya.

“Aduh jadi gak enak gini mas ngrepotin, terimakasih Mas.”

“Yoi santai, gue lagi good mood, jadi woles ini.”

“Wuih lagi senang nih, oia kabar Pak Hamka sehat mas?” tanya Ahok yang tahu

“Beliau sehat dan sibuk seperti biasanya.”

“Syukurlah. Dah lama beliau gak nengok rumah di sini.”

“Ya gitu dah.”

“Oia, saya pikir mas Axel ke Surabaya sendirian tetapi rupanya bareng sama cewek cakep ya. Luar biasa memag stok cewek cakep-nya Mas Axel. Kagak ada habisnya haha.”

“Eh cewek yang mana? gue sendirian ke Surabaya.” jawab Axel lempeng.

“Lah yang tadi, yang pas saya datang terus cewek yang duduk semeja sama Mas Axel pergi nenteng koper.”

“Oh dia, gue baru kenalan tadi sih di sini, tadi waktu gue kesini, semua meja penuh. Karena itu cewek duduk sendirian, jadi ya gue deketin duduk semeja. Namanya Irma atau Rima gitu lah, lupa gue. Tar gue cek dulu dah, kalau Bang Ahok minat, gue share no ponselnya, Bang Ahok spik-spik sendiri bisa.”

Ahok ketawa. “Hahaha enggak lah Mas, saya istri satu saja gak habis-habis.”

“Gimana bang tadi, deal di angka berapa itu ruko?”

“190 Bang.”

“Wuih mayan juga tuh bisa nego turun 10. Padahal gue tahu benar, 200 tanpa nego pun banyak yang mau karena lokasinya jos bener. Untung Bang Ahok cepat kontak dan yang punya gak rese.”

“Iya Mas, beruntung banget. Dan kebetulan Pak Wahyu yang punya ruko adalah pelanggan Bakso Cendol. Jadi bisa kena kebungkus di angka 190 karena plus makan gratis sepuasnya di Bakso Cendol.”

“Haha mantull. Kalau sudah jodoh mah gak kemana. Gue yakin usaha kuliner Bakso Cendol bang Ahok sama istri makin ramai di sana.”

“Ah itu semua berkat Mas Axel. Kalau Mas Axel gak nawarin bantuan, mana kepikiran saya mindahin tempat jualan dari Jalan Trigana ke Jalan Taman Siswa. Padahal istri juga udah khawatir karena warung bakalan sepi karena proses pembangunan flyover deket sama ruko. Pengen pindah tapi ya itu, lokasi bagus tapi pasti harga sewanya gak terjangkau sama saya. Mas Axel, saya janji akan bayar uang 150 juta yang sudah Mas Axel pinjamkan ke saya, tapi harap maklum ya Mas kalau nanti nyicil. Tapi saya yakin dengan prospek tempat yang sangat oke, dalam jangka waktu setahun saya bisa lunasin,” kata Ahok serius dengan nada tegas.

Axel tersenyum senang. Uang tidak pernah jadi masalah buat Axel. “Santai saja Bang, gue selow kok. Gue cuma kasihan kalau usaha kuliner abang dan istri jadi seret karena lokasinya deketan sama pembangunan flyover. Dan kebetulan gue tahu lokasi yang bagus dan punya sedikit uang atau ya modal untuk abang mindahin Bakso Cendol.”

“Rencana mulai pindah kapan?”

“Ya….setelah Mas Axel selesai pakai.”

“Gue cuma pakai sehari doang kok Bang, hari Selasa. Besok setelah dapat kunci dan kelar urusan tanda-tangan perjanjian sewa, kuncinya abang duplikat. Gue pinjam yang duplikatnya.”

Ahok tergelitik sebenarnya ingin bertanya mau di pakai satu hari buat apaan coba, itu ruko masih kosong. Yang ada di pikiran Ahok cuma satu, itu ruko mau di pakai untuk senang-senang Axel. Senang-senang di sini, Ahok udah tahu benar dah, gak jauh-jauh dari urusan ma cewek. Tapi aneh juga, ngapain Axel bawa cewek ke ruko untuk senang-senang, padahal bisa aja buka kamar hotel bintang lima juga bisa. Ah entahlah. Yang penting berkat kebaikan Axel, ia punya jalan keluar untuk usaha kulinernya. Jalan keluar yang tidak akan ketemu tanpa campur tangan Axel.

Padahal ”kebaikan” Axel kepada Ahok itu adalah bagian dari skenario yang di susun Axel.

Setelah selesai menghabiskan minuman, keduanya menyudahi melewatkan sore dengan bersantai di kafe. Axel merasa capek hari ini, ia ingin segera tidur begitu sampai rumah. Meski ia baru saja menghabiskan satu shot espresso, tetap tidak bisa menghilangkan rasa lelahnya. Dua hari yang cukup melelahkan.

“Bang, mobil parkir dimana?”

“Di titik F mas. Kenapa?”

“Tunggu di mobil saja, gue mau ke kamar mandi bentar, mo kencing. Nitip tas,” kata Axel sembari menyerahkan tas punggungnya saat mereka berdua sudah di halaman terminal kedatangan.

“Oke mas, saya bawa Innova.”

Axel lalu menuju ke toilet yang agak jauh di pojokan. Axel bersiul-siul saat melihat situasi toilet sepi hanya ada dia dan pemuda yang tadi menegurnya di dalam cafe Starfuck. Axel sengaja kencing persis di samping pemuda tersebut sambil bersiul-siul. Hal ini membuat pemuda tersebut menoleh dan mengenali remaja yang di sebelahnya adalah remaja blasteran yang ia tegur cukup keras.

Axel menoleh dan tersenyum karena pemuda tersebut menatapnya. Si pemuda tersebut bersikap biasa saja karena merasa tidak ada masalah dengan Axel.

Hanya saja, si bule ini masih menyimpan rasa dendam karena di tegur saat di Starfuck. Sebelumnya tadi Axel melihat si pemuda juga keluar dari Starfuck dan menuju ke toilet. Axel melihat kesempatan untuk membalas teguran si pemuda.

Si pemuda ini risih sebenarnya karena Axel senyum-senyum dan seakan mengikutinya. Axel bahkan sengaja mencuci tangannya di wastafel persis samping si pemuda. Karena kesal, si pemuda pun bertany ke Axel.

“Lo ngikutin gue?”

Axel tersenyum dan menjawab singkat. “Anjing ******.”

Tentu saja si pemuda ini tersinggung mendengar ucapan Axel. Namun belum sempat ia membalas perkataan Axel, satu tonjokan dari samping mengenai pipi kanannya. Ia terhempas ke dinding sambil mengerang. Axel kemudian menginjak-injak wajah si pemuda yang meringkuk tak berdaya.

BUGH ! BUGH !BUGH ! BUGH !BUGH ! BUGH !BUGH ! BUGH !

“ELO SIAPA? BERANINYA NEGUR GUE ANJING!!” umpat Axel.

Axel baru berhenti dan nafasnya terengah-engah saat orang yang ia hajarnya pingsan dengan muka berdarah-darah. Axel kemudian menyeret si pemuda masuk ke dalam salah satu bilik di pojok. Ia mendudukan si pemuda di atas toilet. Kepalanya tergolek ke dinding di belakangnya. Setelah menutup pintunya, Axel melihat tulisan aklirik “RUSAK” di atas box peralatan petugas CS. Aklirik ia gantung persis di depan bilik pintu yang berisi si pemuda yang Axel hajar tanpa ampun. Noda darah yang ada di lantai ia lap denga tisu yang di ambil dari bilik toilet, tisu yang penuh darah ia flush ke dalam salah satu toilet. Kemudian Axel menegakkan hoddie jaketnya dan melangah keluar dengan santai seperti tidak terjadi apa-apa.

“Sori lama bang, perut mules,” kata Axel saat ia masuk ke dalam mobil.

“Iya Mas.”

Kemudian Innova yang di kemudikan Ahok melaju dengan tenang menuju ke rumah.

***

Axel terbangun saat ia merasa lapar. Ia melihat jam dinding di kamar, pukul 12.51. Berarti ia sempat tertidur selama empat jam karena ia tadi sampai rumah jam 7 malam kemudian langsung tidur. Saat keluar kamar, keaadan rumah benar-benar sepi dan gelap gulita. Mungkin untuk orang yang baru tinggal di sini, akan ketakutan karena rumah sedemikian besar, praktis hanya sendirian di rumah. Kamar para pembantu ada di belakang terpisah dari bangunan utama. Tapi buat Axel, yang sudah terbiasa tinggal sendiri di rumah, ia merasa biasa saja.

Axel menuju dapur dan menyalakan lampu hingga terang benderang. Ia membuka lemari makan dan melihat satu mangkuk ada opor ayam serta telur bulet dan sambal merah yang semakin menggugah selera makannya. Axel tinggal memanaskan lauknya dan menyalakan rice cooker. Setelah lima menit, lauk dan nasi sudah mengepul panas. Axel pun makan dengan lahap.

Sementara itu Dewi yang belum tidur dan sedang keluar kamar untuk membuang sampah yang ada di dalam kamarnya, melihat lampu dapur menyala. Karena tirai dapur tidak di tutup ia bisa melihat Axel sedang berkutat di dapur. Dewi mendengar suara kompor di nyalakan.

“Sepertinya Mas Axel terbangun dan kelaparan,” gumam Dewi. Dewi sempat ragu sih antara ia membantu Axel menyiapkan makan atau langsung kembali ke kamar karena Axel sepertinya tidak tahu Dewi sedang memperhatikan dirinya. Dewi masih agak canggung setelah peristiwa kemarin, masturbasi di atas tempat tidur Axel sambil menjilati bercak sperma Axel benar-benar membuat Dewi jadi gampang naik libidonya. Namun karena kasihan sama Axel yang kelihatannya kelaparan karena tadi setelah sampai rumah langsung masuk kamar dan tertidur, Dewi memutuskan menghampiri Axel.

“Selamat malam Mas, mau Dewi buatkan teh hangat?” sapa Dewi pelan karena ia tidak ingin membuat Axel kaget dengan kedatangannya. Axel sebelumnya sedang asyik menyantap makan malam yang kemalaman.

“Eh halo selamat malam. Boleh deh, teh manis Tong Tjie saja,” jawab Axel. Meski Dewi menyapanya pelan dan tidak muncul tiba-tiba, Axel tetap saja sedikit kaget karena ia lupa sama-sekali dengan keberadaaan Dewi, ART baru di rumahnya.

“Baik Mas,” kata Dewi lalu mengecek air panas di dalam termos. Airnya meski tidak lagi panas, tapi masih bisa untuk membuat teh hangat.

Sambil makan, Axel memperhatikan Dewi yang sedang membelakanginya. Dewi mengenakan celana pendek hitam yang ketat, memperlihatkan lekukan bokong serta pinggulnya yang meliuk indah. Paha Dewi yang montok terlihat putih sekal, sangat mulus. Rambut hitamnya di biarkan tergerai. Kaos yang di kenakan Dewi juga berbahan tipis dan pas badan sehingga semakin memperjelas keindahan lekuk badan serta payudaranya yang besar.

Axel mulai tergugah nafsunya.

“Dew, buat tehnya dua gelas sekalian, lo temenin gue ngeteh,” kata Axel yang sudah licin tandas menghabiskan makanannya.

Dewi menoleh ke belakang dan mengiyakan. Dewi baru menyadari kalau penampilannya agak seksi, ia lupa untuk ganti celana dan baju yang lebih sopan. Sehingga Axel kini bisa melihat dirinya dari arah belakang karena ia sedang menyiapkan teh. Awalnya Dewi merasa malu namun lama-lama ia terbiasa dan malah bangga bisa “memamerkan” bodinya kepada Axel. Ya hitung-hitung gantianlah, setelah Axel memamerkan penisnya tempo hari. Meski tidak membalasnya dengan telanjang bulat, dengan penampilan seperti ini saja, cowok manapun akan ngiler dengan bodinya.

“Ini mas tehnya,” kata Dewi sembari menaruh gelas teh untuk Axel dan satu gelas lagi untuk dirinya.

“Makasih.”

Karena Dewi masih canggung dan tidak tahu mesti mengobrol apa dengan Axel, Dewi hendak mengambil piring kotor bekas Axel makan. Namun Axel memintanya untuk duduk. “Udah nanti saja cuci piringnya,” kata Axel.

Dewi pun mau gak mau menurut dan duduk meminum pelan tehnya.

“Kok belum tidur?” tanya Axel kepada Dewi.

“Belum mas, tadi Dewi lagi jemur pakaian Dewi di luar. Terus saya lihat Mas Axel di dapur, yaudah Dewi kesini, bantu siapin minuman.”

“Wah baiknya hehe,” puji Axel.

Dewi tersipu malu.

“Tumben masakan opor Mbak Anies agak beda,” komen Axel tentang opor ayam yang barusan ia santap.

“Eh gak enak ya Mas opor ayamnya? Maaf Itu Dewi yang masak tadi sore,”ujar Dewi meminta maaf.

“Oh lo yang masak? Mantapp!”

“Eh kok mantap?”

“Opor ayam buatan lo enak ! malah lebih enak buata lo dari yang biasa Mbak Anies masak. Opor ayam buatan Mbak Anies itu enak, mungkin karena udah terbiasa makan, jadi begitu ada opor ayam yang cita rasanya berbeda namun tetap enak, gurih plus sambol tomatnya wuih klop jos banget dah,” puji Axel.

Dewi lega luar biasa karena Axel menyukai masakannya.

“Kok tumben elo yang masak makan malam?” tanya Axel.

“Mbak Anies tadi sore pergi ke rumah kerabat kami, ya terhitung saudara jauh, ada yang meninggal. Besok pagi sudah balik Mas. Mbak Anies belum ijin ke Mas Axel?”

Axel teringat ada banyak WA di ponsel yang belum sempat ia buka, mungkin salah satunya dari Mbak Anies. “Oh sepertinya ada WA dari Mbak Anies tapi belum sempat gue buka,” terang Axel.

Di benak langsung tergambar sesuatu.

Mbak Anies lagi melayat di rumah kerabatnya. Ahok yang tugas jaga malam hari ini ijin karena anaknya sedang demam dan perlu ke dokter.

Satu ART dan satu sekuritI juga tidak pernah nginep di sini, jadi otomatis saat ini di rumah cuma ada dia dan Dewi.

Senyum Axel terkembang sempurna.

XXX *** XXX

 
Yah pada ributin umur


Kenapa gak sekalian di report rame2 masalah umur underage?
biar TSnya kena banned!
ceritanya hilang...

beres kan kalo gitu



DISCLAIMER USIA KARAKTER DALAM XXX UNIVERSE VERSI TS.

SMA KELAS 1 = 116 Tahun.

SMA KELAS 2 = 117 Tahun.

SMA KELAS 3 = 118 Tahun.

****
UNDERAGE ??


:cool:

padahal jelas2 TSnya udah kasih penjelasan di page depan
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd