MorgueVanguard
Semprot Kecil
- Daftar
- 18 Jan 2020
- Post
- 83
- Like diterima
- 2.033
AXEL #1 PLAY THE GAME
Sambil mengunyah permen karet, Axel dengan santai membuka pintu gerbang yang tidak terkunci dan kemudian melenggang masuk masuk ke pekarangan rumah. Sesekali permen karet Axel tiup membentuk satu gelembung yang kemudian pecah ketika sudah semakin membesar. Axel mengamati halaman rumah, tidak ada siapapun. Sepi sekali area perumahan ini. Sesuatu yang Axel tidak herankan.
Axel tersenyum dan menggumam singkat, "Gothca.." saat melihat satu mobil Terios Hitam terparkir di dalam garasi yang hanya tertutup separuh. Axel membuka iPhone-nya dan membaca pesan WA yang berisi sebuah foto. Lebih tepatnya foto denah rumah yang di gambar di atas kertas putih. Axel tertawa karena garis-garis yang tergambar mleyot-mleyot alias tidak lurus dan secara susah payah membentuk persegi-persegi yang diberikan imbuhan keterangan seperti garasi, ruang tengah, ruang tamu, dapur, dua kamar utama di lantai satu serta tanda panah yang menunjukkan tangga menuju lantai dua. Lalu di foto kedua, adalah denah rumah yang ada di lantai dua. Lalu satu lingkaran besar melingkari satu kamar yang menghadap ke balkon.
Lingkaran besar ini di lengkapi dengan tanda Love.
Haha.
Oke, mudah di hafal karena tidak terlalu sulit. Masih lebih besar mansion tempat gue tingga, pikir Axell. Setelah mengantungi iPhone ke saku celana, Axel lalu masuk ke dalam rumah melalui pintu yang ada di garasi. Tanpa rasa khawatir akan ada orang di rumah ini yang memergoki, karena semuanya sudah ia perhitungkan, Axel berjalan begitu saja di dalam rumah yang baru kali ini ia masukin. Rumah ini mewah tetapi tidak ada lagi kemewahan materi di dunia ini yang bisa membuat Axel terpukau, sehingga ia terus naik menuju lantai dua melalu anak tangga dari marmer yang membentuk putaran menuju ke atas.
Kamar yang hendak ia tuju langsung terlihat ketika Axel sudah berada di lantai dua. Samar-samar terdengar suara musik dari dalam kamar tersebut.Wah ada meja bilyard juga di sini, batin Axel saat melihat di lantai dua ada satu meja bilyard. Axel menghampiri meja dan tersenyum saat melihat stik biliard model sambungan tergeletak di atas meja.
“Boleh juga pilihan stiknya,” gumam Axel.
Axel kemudian mengambil sambungan stik bagian bawah yang lebih tebal dan sambil mengunyah permen karet yang sudah hilang flavournya, Axel kini sudah berdiri di depan pintu kamar targetnya.
Saat Axel hendak mengetuk pintu, Axel teringat sesuatu, ia membuka hoodie jaket yang menutupi kepalanya. Axel ingin orang yang berada di dalam kamar tahu siapa dirinya begitu ia membuka pintu.
TOK…TOK…TOK…TOK…TOK…TOK…TOK…TOK…
Axel mengetuk pintu kamar cukup keras dengan ujung sambung stik biliard yang ia tenteng. Karena ketokan yang menyerupai gedoran cukup keras, membuat orang yang berada di dalam kamar risau, terganggu.
“Kurang ajar benar itu pembantu baru ! ngetuk pintu gak sopan ! mesti gue tempeleng biar sopan !” gumam si pemilik kamar yang sebelumnya sedang asyik main game di laptop sambil memutar musik di kamar.
“HEH !! LU KALAU KERJA……” hardikan Hendri, si pemilik kamar langsung terputus saat ia melihat siapa yang sudah berdiri di depan kamarnya sambil memegang sambungan stik biliard serta dari mulutnya, terbentuk satu gelembung permen karet yang di tiup hingga.
Plop!
Gelembung permen karet tersebut pecah dan orang yang sedang mengunyah permen karet yang sudah memutih tersebut, kini menyunggingkan senyum ke arahnya. Axel manggut-manggut mendengar lagu Extacy dari DJ Tiesto mengalun cukup kencang dari kamar target.
“Axel ?….kok lo-”
Pertanyaan Hendri yang penuh keheranan terputus saat setelah Axel mengucapkan, “Hello,” Axel menendang perut Hendri dan di susul sodokan ujung sambungan stik biliard yang berbentuk lingkaran dengan diameter cukup besar, menghantam tepat di kening Hendri yang terdorong jatuh di lantai kamarnya. Sodokan di bagian kening yang Hendri terima membuatnya meraung kesakitan dan sudah pasti meninggalkan bekas.
Sakitnya sungguh tak tertahankan !
Axel menggunakan kesempatan itu untuk melangkah masuk ke dalam kamar Hendri lalu mengunci pintu kamar dari dalam. Agar tidak menarik perhatian orang luar, Axel membesarkan volumenya speakernya.
Dengan begini, jika ada pembantu Hendri yang melintas di depan kamar, tidak akan mendengar kegaduhan aneh dari dalam kamar. Karena tersamar lagu kencang dari dalam kamar.
BUGH !!
Axel sedikit terkejut karena ia mendapat satu pukulan dari Hendri yang bisa cepat pulih dari serangan tiba-tiba.
“Bajingan !!” umpat Hendri marah. Ia sudah tidak berniat untuk bertanya lagi, insting Hendri mengatakan, ia mesti segera melumpuhkan orang asing yang ia tahu bernama Axel yang entah gimana ceritanya bisa muncul dan menyerang dirinya, di rumah serta kamar Hendri !! dan yang lebih mengkhawatirkan Axel membawa senjata.
Rasal kesal sekaligus rasa sakit membuat Hendri mengamuk! Ia menghujani pukulan ke arah pundak, punggung serta wajah samping Axel. Axel menyunggingkan senyum. Hendri memang bukan bajingan kaleng-kaleng, satu pukulan Hendri membuat bibirnya berdarah. Axel lalu dengan sengaja meletakkan sambungan stik biliard dan mengepalkan kedua tangannya.
“Asyikkk uga berantem sambil ajojing,” kata Axel sambil menggerak-gerakkan kepalanya menikmati musik progresive house kesukaannya.
“Bangsat lu !” pekik Hendri sembari mengayunkan tendangan. Karena Hendri perawakannya tinggi, tendangannya sejajar dengan kepala Axel.
BAGH!
“Tidak semudah itu fergusso,” kata Axel saat menepis tendangan Hendri dengan lengan kirinya.
Axel membalas dengan satu pukulan ke wajah Hendri, namun Hendri masih tegak berdiri dan bisa membalas pukulan Axel. Wajah Axel terdongak ke atas saat jab kiri Hendri mengenai wajahnya. Bukan kebetulan belaka jika Hendri jadi top dog SMA SWASTA RRR, batin Axel senang karena dapat lawan main yang cukup alot.
Hendri kemudian menerjang badan Axel hingga Axel terdorong ke dinding, Axel masih sempat memiting leher Hendri dari atas, Axel yang menang dalam hal tenaga lalu membalik badan Hendri, memiting lehernya dari belakang.
“Uarrghhhh..” desis Hendri dan secara reflek memegangi lengan Axel yang kokoh, namun selain kalah tenaga, jepitan yang ia terima makin ketat.
Axel melihat di dekatnya ada kabel charger ponsel yang berlapis logam terpasang di stop kontak, kabel tersebut cukup panjang. Axel punya ide! Axel mengambil kabel tersebut lalu dengan gerakan yang gesit, kini Axel mencekik leher Hendri dengan seutas kabel charger yang ia lilitkan di leher dimana kedua ujungnya Axel tarik kuat-kuat, membuat kabel dengan lapisan logam tidak bisa Hendri tarik karena sudah nyaris melesak ke kulit leher.
“OEEEEEEEKKKKKGGHHHHHH!” Hendri mengeluarkan suara yang tertahan karena lilitan di lehernya. Hendri berusaha memberontak dengan cara menyikut-nyikut perut Axel. Tetapi lambat laun sikutan tersebut nyaris tidak bertenaga seiiring dengan dengan pasukan oksigen yang berkurang drastis. Pandangan Hendri mulai kabur. Ia bahkan sudah jatuh berlutut, Hendri sudah berpikir ia akan mati di tangan Axel di kamarnya sendiri.
Axel kemudian melepas pegangan kabel hingga Hendri ambruk dan megap-megap berusaha mengambil oksigen sebanyak mungkin. Jika Axel menahan lima detik lebih lama, nyawa Hendri akan melayang. Namun membunuh Hendri bukanlah tujuannya.
Menciptakan teror, ketakutan adalah tujuannya. Hendri adalah satu dari sekian banyak bidak catur yang sedang Axel susun.
Hendri merasa takut, karena baru kali ini merasakan dirinya hanya berjarak lima detik dengan akhirat. Axel bisa saja membunuhnya. Axel lalu menendang perut Hendri lalu menginjak-injak punggung Hendri.
“Segini doang ternyata kemampuan bajingan yang di takuti anak-anak dari sekolahan gue?” come on man! Berdiri ayo! Give me a good damn match!” ejek Axel yang kemudian duduk di pinggir kasur Hendri.
Hendri yang masih dikuasai rasa takut, merasa semua badannya sakit tak kepalang. Ia berusaha berdiri sambil merambat di meja. Lalu Hendri ingat, ia punya pisau lipat di laci.
Hendri pun sudah gelap mata, ia membuka laci paling bawah dan menghunus pisau tersebut sambil menerjang ke arah Axel.
“MAMPUUUSSSS LUUUU !!” teriak Hendri.
Axel yang sempat melihat Hendri mengambil sesuatu kemudian menyambar satu bantal tebal dan melindungi badannya dari tusukan Hendri. Bantal tebal tersebut dengan sukses menahan tusukannya Hendri. Axel lalu berguling ke belakang sambil tertawa.
Hendri dan Axel berdiri saling menatap, di antara mereka ada satu ranjang besar.
“Ayo serang lagi atuh,” Axel mencoba memprovokasi Hendri. Hendri yang kemakan provokasi Axel menerjang dengan naik ke atas kasurnya.
“Polos sekali,” gumam Axel sambil menjegal kaki Hendri hingga ia jatuh terduduk di kasur. Hendri menusukkan pisau ke arah Axel yang berada di dekatnya. Axel dengan mudah mengelak dan di saat yang sama memuntir pergelangan tangan kanan Hendri yang memegang pisau. Puntiran di pergelangan membuat pergelangan tersebut terkilir dan pisau yang di pegang Hendri terjatuh ke lantai. Axel menendang pisau tersebut ke kolong kasur, Axel kurang menyukai pisau atau benda tajam lainnya ketika berkelahi.
Axel kemudian menyeret turun Hendri dari kasur dan kemudian memegang kerah baju Hendri.
BUAGH !! BUAGH !!
Axel menandukkan kepalanya ke arah dagu serta dahi Hendri yang sudah benjol akibat sodokan stik biliard. Axel lalu memukul rahang Hendri hingga badan Hendri terjengkang ke belakang sisi kasur. Axel kemudian menyambar laptop MSI yang menyala di atas meja dan kemudian…
BRAKKKK !!!
Bagian layar laptop langsung pecah dan rusak nyaris lepas saat Axel memukulkannya ke arah kepala Hendri saat ia sedang berusaha untuk kembali berdiri.
“Arggggggggggghhhhhhh !” Hendri jelas melolong kesakitan saat kepalanya di hantam dengan layar laptop miliknya. Saking kerasnya pukulan, membuat tepat di atas kening Hendri perlahan mengucur darah segar.
“Wuihhh darahhh,” kata Axel girang.
Namun Axel yang belum puas, kembali memukul kening ala Hendri dengan laptop, kali dengan bodi laptop yang agak sedikit berat.
BUAGHH !!
Saking kerasnya sampai batere laptop terlepas dan jatuh, sementara Hendri sudah terkapar menyamping di lantai dengan kening benjol sekaligus sobek. Darahnya? Jangan tanya. Banyak mengucur. Axel belum puas, ia lalu menendang muka Hendri tepat ke arah hidung sehingga kedua lubang hidung Hendri mengalir darah segar. Hendri masih sadar tetapi batas kesadarannya sudah tersisa setengahnya. Badan Hendri mengigil pertanda rasa sakit yang bertubi-tubi ia derita.
Axel membuang laptop yang sudah rusak tersebut ke lantai dan kemudian Axel berjongkok di samping Hendri.
“Gue mesti melakukan ini karena elo adalah bajingan nomor satu di sekolah yang jadi musuh sekolahan gue SMA NEGERI RRR. Dan gue sebagai bajingan yang pegang SMA NEGERI RRR, gue mesti kasih tahu lu siapa yang lebih kuat di antara kita berdua. Sekarang gue kasih penawaran ke elo, penawaran pertama, lu dan semua bajingan dari sekolahan elo jadi anjing gue atau penawaran kedua, kalau lo gak mau tunduk sama gue…”
Hendri terbatuk-batuk dan kemudian tanpa Axel sangka, Hendri meludahi muka Axel dengan ludah bercampur darah.
“Fuck…you…cunt…. Gue gak akan tunduk sama elo !” umpat Hendri dengan suara parau. Sisi bajingan dalam diri Hendri membuat egonya terlalu tinggi untuk menunduk di depan Axel, padahal Hendri ia tahu benar, keadaannya sekarang berada dalam situasi genting.
Axel menggeleng tertawa sambil menyeka wajahnya yang kena ludah Hendri.
“Sudah kuduga elo akan menjawab seperti itu namun sayangnya itu jawaban yang tidak mau gue dengar.”
BUGH !! BUGH !!
Axel meninju muka Hendri dua kali karena ia tidak ingin Hendri pingsan dulu. Axel kemudian memegang satu kaki Hendri dan menyeretnya hingga ia keluar kamar lebih tepatnya berada di balkon kamar lantai dua. Agar Hendri tidak berteriak, Axel membungkam mulut Hendri dengan menyumpalkan kaus kaki yang ada di kamar Hendri. Saat Hendri hendak melawan dengan mengambil sumpalan di mulutnya, sekali lagi Axel meninju wajah Hendri hingga kesadaran Hendri makin menipis. Axel kemudian memasukkan kedua kaki Hendri di sela-sela teralis pagar yang terbuat dari besi. Axel sengaja memasukan satu kaki kanan Hendri di sela teralis yang agak tinggi sehingga kaki kanan Hendri kini terangkat dengan sudut 45 derajat.
Hendri meski nyaris pingsan menggelengkan kepala, ia mengerang namun ia tidak bisa bersuara akibat sumpalan kaus kaki busuk miliknya sendiri di dalam mulut. Apapun yang akan Axel lakukan, mental Hendri sudah jatuh ke titik nadir. Selama ini ia meremehkan Axel, bahwa segala berita yang ia dengar tentang keberingasan Axel terlalu di besar-besarkan. Ketika Hendri lengah, tiba-tiba Axel sudah berdiri di depan kamarnya dan menyerangnya habis-habisan.
Axel mengeluarkan sebatang rokok miliknya dan menyalakannya. Dengan santai Axel merokok dan saat abu rokok sudah banyak, Axel menyundutkan ujung rokok yang masih menyala ke pipi Hendri yang jelas langsung mengerang kesakitan. Bekas sundutan rokok menimbulkan bekas merah di pipi Hendri. Dan Axel terus melakukannya, membuat muka Hendri jadi asbak hidup. Saat rokok sudah habis, ada 5-6 bekas luka sundutan memghiasi pipi Hendri.
“Dengar Hen, gue gak ada dendam sama elo, asli. Cuma elo berada di jalur yang mesti gue lewati. Peran lo gak sembarangan, elo akan memegang peran penting dalam perang antara kedua sekolah kita, tidak lama lagi. Meski yah, elo gak akan bisa ikut serta karena……”
Krak !!!
“HUMMMPPHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH!”
Teriakan Hendri teredam oleh kaus kakinya sendiri di sertai dengan kedua mata Hendri terbelalak, memancarkan rasa sakit yang luar biasa di saat Axel berdiri lalu memukul dengan sambungan stik biliard ke arah pergelangan kaki kanan Hendri.
Memang hanya satu kali pukulan tetapi Axel mengerahkan pukulannya dengan sekuat tenaga ke bagian pergelangan kaki kanan Hendri.
Telapak Kaki kanan Hendri langsung merosot ke bawah dengan kondisi lunglai karena patah di persendian.
Axel tersenyum puas melihat keadaan Hendri yang di rasa Axel masih tergolong “tidak terlalu parah.” Saat Axel hendak menghajar tempurung lutut kiri Hendri, Hendri sudah tidak sanggup menjaga kesadarannya akibat rasa sakit yang baru kali ini ia rasakan dan tergolek pingsan.
Melihat Hendri sudah pingsan duluan, Axel mengurungkan untuk menghajar tempurung lutut Hendri. Axel kemudian menyeret Hendri masuk kembali ke dalam kamar dan membiarkannya terlentang di lantai. Axel cukup puas dengan pekerjaannya kali ini. Sebelum Axel pergi, ia sempat mengambil beberapa foto Hendri karena ia ingin menunjukkannya kepada seseorang.
Sama halnya saat Axel bisa melenggang masuk ke rumah Hendri yang sedang sendirian karena orang tuanya masih bekerja dan dua pembantu Hendri sedang sibuk di dapur serta halaman belakang, Axel melenggang keluar dari kamar Hendri hingga akhirnya bisa keluar dari gerbang rumahnya dengan santai tanpa berpapasan dengan siapapun.
Ini semua berkat bantuan Bertha, yang sudah dengan baik menceritakan waktu--waktu dimana ia bisa dengan bebas keluar masuk rumah Hendri tanpa bertemu dengan para penghuni rumah. Axel berjalan dengan bersiu-siul serta tidak lupa menegakkan kembali hoodienya.
Axel sama sekali tidak khawatir bahwa tindakannya barusan sudah termasuk kriminal atau melanggar hukum, karena di belakang Axel, sosok Ayahnya yang sangat berkuasa, membuat siapapun tidak ingin memiliki urusan dengan keluarga Ary Sidartha, apalagi urusan yang sifatnya menjatuhkan reputasi maupun nama baik Sidharta beserta anak bungsunya si Axel Sidharta.
Setelah sepuluh menit berjalan, Axel sudah berada di areal parkir mobil dimana Axel sudah memarkirkan mobil Nissan GT-R R35 miliknya di situ.
Saat Axel membuka pintu mobil, ada sosok perempuan dengan pakaian yang sangat terbuka hingga dadanya terlihat membusung merekah, yang sudah menunggu kedatangan Axel di dalam mobil, tersenyum ke arah Axel. Dialah Bertha, cewek yang sudah menggambarkan denah serta situasi rumah Hendri.
“Gimana beb, lancar?” tanya Bertha sambil menggamit lengan Axel. “Duh berdarah ya bibir kamu,” lanjut Bertha. Bertha kemudian memegang tengkuk Axel dan melumat bibir Axel, saat melumat inilah, Bertha menghisap darah Axel yang keluar dari luka di sudut bibir. Axel memilih pasif tidak membalas ciuman Bertha, ia menikmati Bertha membersihkan luka serta darah yang ada di bibirnya. Lumatan bibir Bertha baru lepas ketika bekas luka tersebut sudah tidak mengeluarkan darah.
“You’re the best, bitch,”puji Axel. Bertha tidak tersinggung ia justru senang mendengarnya.
“Ya mayan juga si Hendri tapi ia tetap bukan tandingan gue.Nih kalau mau lihat kondisi pacarmu,” kata Axel sembari menunjukkan foto Hendri yang mengenaskan. Melihat foto Hendri, reaksi Bertha malah tertawa sambil tepuk tangan.
“Mantan pacar lah! Horee! Bagus-bagus gue sudah gak tahan jadi pacar si Hendri. Ganteng sih iya, cuma payah kalau tidur sama dia! Egois cuma mau keluar duluan ! ya wajar sih, kontinya kecil.”
Axel tertawa mendengarnya. “Yadah, lo tinggal putusin dia saja tapi jangan mendadak besok lo putusin, ya lo putusin beberapa hari lagi lah. Kan nyesek tuh, udah babak belur, kaki patah, eh di putusin sama pacar pula.”
“Hendri mah pokoknya udah kalah segalanya sama kamu beb, kamu gantengnya jauh di atas Hendri, sudah gitu ini mu sungguh aduhai perkasanya,” kata Bertha sembari meremas pelan selangkangan Axel dari luar. Mendapat remasan Bertha membuat nafsu Axel timbul. Axel kemudian membuka risliting celana dan menarik turun celana berikut boxernya hingga di bawah lutut.
Meski Bertha sudah sering melihat penis Axel, namun ia selalu terpana melihat keperkasaan penis Axel yang putih kemerahan berurat itu, Bertha lalu menggerakkan tangan menggenggam penis itu, rasanya hangat dan berdenyut karena yang punyanya sedang terangsang, lalu tangannya mulai mengocok batang itu.
“Nah gitu, !” kata Axel sambil membelai rambut panjang Bertha.
Bertha lalu segera menunduk ke arah penis Axel dan dengan penuh nafsu menjilati seluruh batang penis Axel, terkadang buah pelirnya pun diemut. Kemudian dia menyibak rambut dan membuka mulut mengarahkan penis itu ke dalam mulutnya yang tidak akan pernah bisa menolak atau bosan mulutnya di jejal dengan penis besar milik cowok blasteran yang satu ini. Axel mengerang nikmat, Bertha ini berbeda dari teman bobo Axel lainnya, bahkan ketika Axel secara pribadi meminta Bertha untuk mendekati Hendri untuk mencari tahu atau mempelajari keaadan rumah Hendri, tidak perlu berpikir lama bagi Bertha untuk mengiyakan. Hal yang mudah bagi Bertha untuk sekedar menaklukkan Hendri, anak SMA kelas 3. Status Bertha yang sebagai Mahasiswi tentu membuat ego Hendri semakin tinggi karena tentu ada kebanggan bisa menaklukan atau punya pacar seorang mahasiswi.
Secara fisik, meski kurus namun Bertha memiliki payudara besar yang terlihat kontras dengan badannya yang malah membuat cowok gampang sange kalau ketemu Bertha, selain itu Bertha juga cantik dan yang lebih spesial, Bertha ini sebenarnya salah satu teman SMA dari Alexa, kakak Axel yang tahun ini kuliah di Cambridge. Tanpa sepengetahuan kakaknya, Axel sering tidur dengan Bertha.
Pokoknya buat Axel, Bertha adalah partner in crime sekaligus partner in seks yang menyenangkan.
Teknik oral seks Betha ini sungguh aduhai, batang penis itu dikulum-kulum dalam mulutnya dan juga diputar-putar dengan lidahnya, tangannya pun memijati buah zakarnya dengan lembut. Saking enaknya, pertahanan Axel langsung jebol dalam waktu kurang dari sepuluh menit. Wajahnya menegang dan cengkeramannya pada kepala Bertha itu makin mengeras. Bertha yang menyadari Axel akan segera keluar mempergencar serangannya, kepalanya maju mundur makin cepat dan cret…cret…sperma Axel menyemprot dalam mulutnya. Dengan lihainya Bertha menelan dan menyedot cairan kental itu tanpa ada yang menetes dari mulutnya. Sungguh kenikmatan oral yang haqiqi. Bertha juga melakukan cleaning servicenya dengan sempurna, seluruh batang penis Axel dia bersihkan di jilat sedemikian rupa hingga tidak nampak lagi sisa-sisa sperma. Setelah mulutnya lepas tak terlihat sedikitpun cairan putih itu menetes dari mulutnya.
“Tumben cepat keluar,” ejek Bertha sambil meneguk air mineral untuk menghilangkan aroma sperma di dalam mulutnya.
“Yaelah, kayak baru sekali dua kali ngewe sama gue, itu tadi masih pemanasan. Masih lanjut lagi donk, seks yang sebenarnya nanti di rumah,” kata Axel sembari menaikkan kembali celananya.
“Siapa takut!” kata Bertha.
Axel menyeringai.
Perjalanan dari sini menuju rumahnya kurang lebih setengah jam, sudah lebih dari cukup bagi kantung zakarnya untuk mereproduksi kembali sperma yang akan ia tembakkan ke dalam kemaluan Bertha yang begitu legit.
Setelah menyalakan mobil, Axel memutar musik yang menggambarkan suasana hatinya sekarang ini.
Axel bernyanyi kecil sembari melajukan mobilnya keluar dari area parkir.
“This is gonna be the best day of my life…”
Tentu saja, ini jadi salah satu hari yang menyenangkan untuk Axel, bukan karena sebentar lagi ia akan bercinta dengan Bertha, tetapi karena tindakannya membantai Hendri akan menggulirkan rencana yang sudah ia susun sebelumnya, menuju level berikutnya yang lebih berbahaya.
Tiga atau empat hari lagi, menurut prediksi Axel, akan terjadi tawuran antara sekolahnya SMA NEGERI RRR melawan para cecunguk dari SMA SWASTA RRR.
Tawuran yang bahkan belum kejadian, bau amis darah sudah samar tercium di indra penciuman Axel. Gak mungkin kalau sampai gak ada yang mati kalau tawuran pecah, prediksi Axel.
Bertha melihat Axel tengah tersenyum lebar sambil menatap ke arah depan, sudah pasti Axel sudah membayangkan sesuatu.
Sisi jahat serta kelam dalam diri Axel-lah yang sebenarnya menjadi pesona terbesar yang membuat Bertha tidak ragu untuk menuruti apapun perintah Axel yang lebih muda darinya.
Secara usia, Axel memang masih belia, bahkan baru masuk SMA kelas 1 tiga bulan yang lalu, namun secara pemikiran dan tindakan, Axel sudah seperti pria dewasa.
Tiba-tiba saja bulu kuduk Bertha meremang saat ia membayangkan betapa menyeramkan sekaligus seksinya Axel saat ia sudah beranjak dewasa. Belum apa-apa Bertha sudah terangsang.
Ia sudah tidak sabar ingin cepat sampai di rumah dan menikmati kebuasan dalam diri Axel menghentak-hentak relung kewanitaannya…