SENTUHAN DI PIPI membangunkan Nana dari meditasinya yang bertelanjang bulat. Ia membuka mata dan menemukan wajah seorang laki-laki muda berambut hitam persis di depan wajahnya.
"EEAAAHHHHHH!!" pekik Nana terkejut. Laki-laki itu juga terkejut, namun ia terus menerkam Nana, kedua tangannya memegang bahu tubuh cantik telanjang, berusaha menekannya ke rumput. Nana menendang perut lelaki itu dengan kedua kakinya, terus berputar ke samping. Buk!
Lelaki itu seperti tidak merasakan apa-apa di perutnya. Nana gemas, terus menjalankan jurus naga air yang sudah terlatih. Tapi ia tidak berhasil, lelaki itu bergerak dengan kokoh, menjadi seperti dinding batu yang dihantam oleh semburan air, dinding batu itu sama sekali tidak bergerak. Sama sekali tidak terluka. Nana menggerakkan lagi kakinya, kini memakai jurus sembilan matahari. Telapak kakinya menjadi merah menyala karena cakra api terkonsentrasi di sana. Lagi-lagi, lelaki itu dengan kokoh menangkis, bagaikan dinding batu yang tidak tergoyahkan oleh apapun juga!
Nana sangat penasaran. Ia baru saja mengalami peningkatan kekuatan yang sangat besar, namun di hadapan lelaki kurang ajar ini ia seperti tidak berdaya. Ia berulang kali bergerak mengalir, membelit, menekan, memukul. Tidak berhasil.
Yang terjadi, setiap kali mereka bersentuhan, lelaki itu sengaja menyentuh puting dada Nana yang telanjang bulat. Beberapa kali juga tangannya dengan nakal meremas pantat, bahkan sekali berhasil mencolek memeknya yang terbuka. Antara marah dan terhina, Nana semakin kalap dan akibatnya bergerak semakin kacau, karena ia tidak benar-benar cukup berlatih jurus tingkat yang lebih tinggi. Wajahnya menjadi merah, matanya semakin liar dan beringas. Aliran energinya juga menjadi semakin kacau.
Nana tidak menyadari, semakin kacau aliran energi, pengaruh Kai pada dirinya pun semakin besar. Sentuhan-sentuhan itu juga menambah kekacauan, karena kini Nana menjadi semakin terangsang, apalagi lelaki itu juga bertelanjang dada dan hanya mengenakan sepotong cawat. Ia melihat kontolnya keras membesar, tidak tertahan oleh cawat kulit yang kecil. Tapi, bagaimana mungkin Nana menyerahkan dirinya? Bagaimana dengan kehormatannya? Begitulah, Nana semakin berantakan dalam bergerak, menjadi seperti perempuan yang tidak tahu bagaimana seni bela diri.
Beberapa saat kemudian, fokus Nana berubah: ia berniat melepaskan cawat sialan itu. Setelah beberapa gebrakan, Nana berhasil menendang dan mencopot cawat lelaki, membuatnya menjadi turut bertelanjang bulat. Nana terkesiap melihat kontolnya besar dan merah, mengeras. Ia menjadi lemas. Gerakannya menjadi lebih lambat. Dengan mudah, lelaki itu mendorong Nana hingga terjengkang. Sejurus berikutnya, lelaki itu sudah menindih tubuh Nana dengan tubuhnya.
Tubuh yang dipenuhi birahi itu tidak berjalan sesuai kehendak Nana. Bukannya melawan, justru kedua kakinya mengangkang lebar-lebar, membuka jalan ke memek yang kini sudah basah, berdenyut-denyut. Kontol lelaki itu tepat berada di bibir memek, terasa menyibakkannya. Nana mengigit bibir bawahnya, antara sangat ingin sekaligus sangat marah. Lelaki itu mendorong kontolnya menerobos masuk memek yang sempit.
"Aaarrrgghhh....." baru saja ditusuk, orgasme hebat terus melanda Nana. Lelaki itu tidak membiarkan Nana bisa menarik nafas, terus menggenjot memek itu dengan kontolnya yang kekar. Nana tidak ingat apapun usaha untuk mempertahankan diri, justru kedua kakinya menjepit pinggang si lelaki, supaya kontolnya tetap terbenam dalam memek. Kenikmatan yang sungguh luar biasa!
Cakra bumi +153
Cakra bumi +82
Cakra bumi +115
....
Aliran energi terus mengalir deras, berkejaran dengan nafas Nana yang memburu, perasaan mau meledak karena genjotan itu tidak berhenti mendorongnya ke langit ketujuh!
Baru saja Nana mendapatkan orgasmenya yang entah kesekian kali, lelaki itu terus mencopot kontolnya dari memek Nana, terus ejakulasi di perut yang halus rata.
"UUUGGHHHH...." geram lelaki itu, maninya sangat banyak muncrat hingga ke kedua tetek Nana yang bulat membusung dengan puting yang sangat keras. Lelaki itu sudah ejakulasi, terus berguling dan berbaring di sebelah Nana.
Gadis itu tiba-tiba merasa sangat, sangat sedih. Ia berbaring memunggungi lelaki itu, kemudian mulai menangis terisak-isak, sesenggukan. Sangat marah, sangat terhina, sangat tidak berdaya. Sangat takut.
"RAIDA, APA YANG KAMU LAKUKAN?" hardikan keras suara perempuan terdengar menggelegar di gua yang lebar itu.
"Ibu... ini... perempuan ini tinggal di gua kita," kata lelaki yang dipanggil Raida.
"Ya, tapi apa yang kamu lakukan?" sergah ibunya
"Eh.... dia... dia tidak pakai baju, jadi.... jadi saya sangat ingin menyetubuhinya... dan ... eh, dia juga ingin bersetubuh, ibu! Ini bukan hanya salahku!"
Mendengar itu, Nana terus berbalik dan menjerit,
"KAMU PEMERKOSA SIALAN! KURANG AJAR! BAJINGAN! BRENGSEK!"
"Kamu juga, kenapa kamu telanjang di gua kami, hah?"
"RAIDA! Sudah.... minta maaf pada perempuan ini," kata ibunya, suaranya menjadi lebih lembut, "kami minta maaf.... eh, siapakah namamu?"
Nana mendelik, tapi ia ingat kalau dirinya tidak berdaya melawan Raida. Bagaimana kalau ibunya juga pencari cakra? Bahaya besar baginya. Nana mengeluh, ia harus mencari akal cepat-cepat pergi dari tempat celaka ini. Tapi, sementara ini ia harus berbaik dengan pasangan ibu-anak yang muncul tiba-tiba. Dan katanya, ini gua mereka? Hah! Tidak ada tanda apapun di sini bahwa ada yang tinggal.
"Namaku Nana, ibu..."
"Maafkan kami, Nak Nana. Saya bernama Susi, dan ini anakku bernama Raida. Di Kriloga, memang banyak yang.... tidak bisa menahan diri. Kami tidak bermaksud jahat, hanya anakku memang dikuasai nafsu. Maafkan kami," kata Susi dengan sungguh-sungguh.
Susi? Nama pertama yang terdengar normal di dunia ini. Dan rambutnya juga hitam! Seorang homosk! Hanya, Nana masih panas hatinya.
"Anakmu itu.... harus diajar lebih banyak lagi!"
"Ah, ya, tetapi Nana juga kenapa bertelanjang bulat begini? Dan itu... ah, kamu menemukan Cella," kata Susi sambil memungut batang kayu hitam serupa kontol dari rumput. Beberapa hari lalu, Nana memakainya untuk masturbasi.
"Ini namanya Cella?" tanya Nana penuh ingin tahu. Ia penasaran.
"Yaah, ini adalah barang pemberian nenek guruku," jawab Susi, "katanya ini merupakan warisan penting. Tetapi siapa yang mau memakai benda ini, buat masuk ke dalam memek? Haha... maafkan, aku tidak tahu bagaimana benda itu hilang. Ternyata ada di sini," kata Susi lagi.
"Saya menemukannya di antara rerumputan, tersembunyi di balik rumput yang tinggi," kata Nana lagi.
"Oh begitu.... yah, begini saja Nana. Untuk menebus perbuatan Raida, saya akan mengajarkanmu ilmu Mutu Manikam, yang khusus bagi perempuan. Ini adalah ilmu peninggalan nenek guru, dan dengan begitu kamu bisa menjadi muridnya dan mewarisi Cella juga, kalau mau," kata Susi lagi, "juga nampaknya kamu mempunyai cakra air? Aku juga akan mengajarmu jurus Peri Air"
Nana melongo. Sebentar... bukankah ia mendapatkan ilmu-ilmu itu dari tongkat yang dimasukkan ke memeknya waktu masturbasi? Sekarang Susi ini mau mengajarinya? Ha!
Tapi, bagaimanapun juga ia mendapatkan ilmu, tidak dengan jalan terang. Lebih baik mengaku jadi murid, sehingga tidak jadi masalah nanti.
"Baiklah, saya menerima," kata Nana. Ia kemudian berdiri, mengenakan kain kembali menutupi selangkangannya, kemudian membungkuk dalam-dalam ke arah Susi. Perempuan itu nampak senang.
"Bagus! Jadi mulai sekarang kamu bersama kita di sini," katanya lagi.
"Kita tinggal di gua ini?" tanya Nana
"Ya, tapi tidak persisnya di sini," kata Susi lagi. Ia terus berjalan menghampiri dinding gua sebelah kiri, yang agak menjorok ke dalam. Ia menekan tombol-tombol dengan lambang aneh, kemudian batu didepannya terangkat ke atas! Sebuah lorong terbuka di baliknya. Nana meraih tasnya yang tergeletak di tanah, kain untuk menutup payudaranya, terus melangkah mengikuti Susi. Melewati pintu batu yang terangkat ke atas -- buset, itu berapa kg beratnya ya?
Nana melongo lagi. Lorong itu dindingnya seperti terbuat dari plastik dan baja -- sangat modern. Di bagian atas ada bagian langit-langit yang menyala, seperti lampu LED yang ditutup akrilik, memanjang di lorong. Raida mengikuti masuk di belakang Nana. Mereka masuk ke dalam lorong, Susi menekan tombol merah di samping dan pintunya turun dari atas, kembali menutup jalan.
Rasanya baru keluar dari alam manusia gua, kini masuk ke alam manusia hyper-modern, seperti bagian dalam pesawat antariksa di film-film. Dari dulu Nana suka sekali film fiksi ilmiah dan petualangan macam Marvel Universe gitulah.
Nana memandang lantai dari baja berlubang-lubang di sepanjang lorong, mereka berjalan terus beberapa puluh meter, lalu bertemu pintu lain yang membuka sendiri ke samping. Mereka masuk ke sebuah ruang makan. Seperti ruang makan di kantin sekolah, di jaman modern. "Sini, kamarmu di sini," ajak Susi. Mereka melewati satu pintu lagi ke lorong lain, dengan pintu-pintu di sebelah kanan dan kiri. Susi menekan tombol di pintu yang sebelah kanan, pintunya terus membuka ke samping, membuka sebuah kamar ukuran studio. Persis seperti kamar hotel, dengan ranjang queen size, meja, kursi, dan sebuah pintu mengarah ke kamar mandi.
"Begini, caranya tekan ini untuk membuat kamar jadi terang," kata Susi. Ia menekan tombol saklar di samping, yang nampak diukir dengan lambang-lambang bahasa Kriloga. Orang Kriloga belum terbiasa dengan baca tulis, mereka membuat lambang-lambang untuk setiap kata, mirip seperti bahasa Cina. Hanya lambangnya sama sekali berbeda dari bahasa Cina yang sering dilihat Nana dahulu.
"Nah, silakan melihat-lihat. Nanti kita bertemu lagi di aula pertama, ya," kata Susi lagi. Perempuan itu terus keluar dari kamar, pintunya menutup sendiri.
Nana menyentuh ranjang spring bed itu dengan tangan gemetar. Sejak jatuh ke dunia asing ini, sama sekali tidak pernah dibayangkan bahwa ia akan kembali menjumpai ranjang spring bed! Betapa beda rasanya! Betapa kangennya!
Gadis itu berniat menjatuhkan tubuhnya di ranjang, tapi ia mendadak ingat dirinya masih sangat kotor sehabis perkelahian yang diakhiri persetubuhan dengan Raida sialan itu. Hah! Kamar mandi terasa memanggil-manggil!
Ia terus berjalan ke kamar mandi, menyalakan lampu. Semua sangat... biasa, modern. Seperti biasanya kalau menginap di hotel, bukan? Ada shower di sana, ditutup pintu kaca. Nana meraih tangannya, hendak membuka pintu. Tapi ia terus tertegun, karena membaca tulisan di pintu kaca:
PULL
Itu bukan bahasa Kriloga. For God's sake, itu bahasa Inggris!
Ia masuk ke depan shower. Handle shower dengan jelas bertulisan HOT COLD. Nana menariknya, air terus memancur keluar.
Oh ya Tuhan, betapa nikmatnya bisa mandi dengan shower kembali! Apalagi di sebelah kanan ada botol-botol, dengan tulisan yang sangat biasa: SHAMPOO dan BODY SOAP. Bahasa yang sudah mulai dilupakan karena terus menerus berbahasa Kriloga. Nana tidak pernah berharap dapat membaca tulisan bahasa Inggris lagi di dunia ini. Tapi di sini, ia berada di kamar mandi yang sangat biasa, dalam kamar seperti kamar hotel yang biasa.
Bahkan juga ada handuk dan bathrobe di rak samping. Puas keramas dan mandi, Nana terus memakai bathrobe dan handuk melilit kepalanya. Ia berjalan ke dalam, mendapati ada lemari baju. Di dalamnya ada banyak baju kaos dan celana pendek. Celana dalam juga ada! Pembalut wanita juga ada!
Selama ini, saat mens Nana hanya berani duduk saja di bangku bulat berlubang yang ditaruh atas jerami, membiarkan darah keluar dan menetes melalui lubang yang terletak persis di memeknya. Begitulah semua perempuan di Lembah Kesuburan saat mereka datang bulan, tidak bisa pergi ke mana-mana! Untung Nana biasanya hanya mens selama tiga hari.
Nana mengenakan celana dalam, juga celana pendek hitam -- tidak terlalu pendek, bagian bawahnya hampir menutupi lutut, kemudian memakai baju T-Shirt kuning terang. Sayang, tidak ada bra di sini. Tapi inipun okelah! Oke banget!
Ia ingin tinggal di sini saja, yang sangat normal baginya.
Selesai, Nana terus berjalan kembali ke ruang makan yang disebut Aula oleh Susi. Kini giliran Susi yang melongo melihat Nana berpakaian seperti itu, sementara dirinya sendiri berpakaian seperti perempuan Kriloga lainnya, kain membelit payudara dan kain menutupi pinggang. Juga Raida hanya memakai cawat, bertelanjang dada. Maka penampilan Nana sama sekali tidak mereka sangka, tidak pernah mereka lihat.
"Pakaian dari mana itu?" tanya Susi
"Oh, ini ada di lemari," jawab Nana
"Lemari? Apa itu lemari?" tanya Raida
"Eh..." Nana memandang Susi dan Raida bergantian. Wajah Susi sama bingungnya.
"Lemari ya... tempat menyimpan barang-barang," jawab Nana lagi.
Susi mengangkat bahu.
"Baiklah, kita makan dulu sekarang," katanya sambil mengeluarkan isi kantong yang dibawanya. Buah-buah dari hutan dan ubi-ubi yang sudah dibakar hingga kulitnya sedikit hangus hitam. Tapi wanginya enak. Raida terus mengambil ubi, mengupasnya, dan makan dengan lahap.
Nana melihat dinding. Ada tulisan FOOD MAKER di atas sebuah panel. Nana terus berdiri dan mendekat. Menekan tombol Open. Panel itu menyala dan memberikan beberapa pilihan menu makanan. Nana memilih French Fries dan Cheeseburger.
"Nana, hati-hati, jangan asal menekan-nekan!" seru Susi ketika melihat gadis muda itu memakai jari-jarinya menekan-nekan panel. Ia nampaknya sama sekali tidak tahu bahasa Inggris.
"Tidak apa-apa," kata Nana sambil tersenyum. Ia menunggu panel itu menunjukkan waktu pembuatan terus menurun menjadi angka nol. Ding!
Panel itu membuka ke samping. Di baliknya ada sepiring kentang goreng dan Cheeseburger. Nana bersorak dalam hatinya. Kembali makan cheeseburger!
Susi melihatnya dengan heran. "Apa itu?" tanyanya lagi.
"Ini makanan," jawab Nana. Ia terus duduk, makanan itu ditaruh di meja. "Ayo coba," kata Nana lagi sambil meraih kentang goreng. Enak! Cheeseburger juga terasa nikmat sekali.
Raida turut mengambil kentang goreng, wajahnya menunjukkan keterkejutan, dilanjutkan kegairahan makan. Susi ragu-ragu mengikuti Nana, tapi juga terus menunjukkan wajah nikmat. Kentang goreng itu dengan cepat habis dilahap mereka berdua, sementara Nana menghabiskan cheeseburgernya.
Enak bener...
"EEAAAHHHHHH!!" pekik Nana terkejut. Laki-laki itu juga terkejut, namun ia terus menerkam Nana, kedua tangannya memegang bahu tubuh cantik telanjang, berusaha menekannya ke rumput. Nana menendang perut lelaki itu dengan kedua kakinya, terus berputar ke samping. Buk!
Lelaki itu seperti tidak merasakan apa-apa di perutnya. Nana gemas, terus menjalankan jurus naga air yang sudah terlatih. Tapi ia tidak berhasil, lelaki itu bergerak dengan kokoh, menjadi seperti dinding batu yang dihantam oleh semburan air, dinding batu itu sama sekali tidak bergerak. Sama sekali tidak terluka. Nana menggerakkan lagi kakinya, kini memakai jurus sembilan matahari. Telapak kakinya menjadi merah menyala karena cakra api terkonsentrasi di sana. Lagi-lagi, lelaki itu dengan kokoh menangkis, bagaikan dinding batu yang tidak tergoyahkan oleh apapun juga!
Nana sangat penasaran. Ia baru saja mengalami peningkatan kekuatan yang sangat besar, namun di hadapan lelaki kurang ajar ini ia seperti tidak berdaya. Ia berulang kali bergerak mengalir, membelit, menekan, memukul. Tidak berhasil.
Yang terjadi, setiap kali mereka bersentuhan, lelaki itu sengaja menyentuh puting dada Nana yang telanjang bulat. Beberapa kali juga tangannya dengan nakal meremas pantat, bahkan sekali berhasil mencolek memeknya yang terbuka. Antara marah dan terhina, Nana semakin kalap dan akibatnya bergerak semakin kacau, karena ia tidak benar-benar cukup berlatih jurus tingkat yang lebih tinggi. Wajahnya menjadi merah, matanya semakin liar dan beringas. Aliran energinya juga menjadi semakin kacau.
Nana tidak menyadari, semakin kacau aliran energi, pengaruh Kai pada dirinya pun semakin besar. Sentuhan-sentuhan itu juga menambah kekacauan, karena kini Nana menjadi semakin terangsang, apalagi lelaki itu juga bertelanjang dada dan hanya mengenakan sepotong cawat. Ia melihat kontolnya keras membesar, tidak tertahan oleh cawat kulit yang kecil. Tapi, bagaimana mungkin Nana menyerahkan dirinya? Bagaimana dengan kehormatannya? Begitulah, Nana semakin berantakan dalam bergerak, menjadi seperti perempuan yang tidak tahu bagaimana seni bela diri.
Beberapa saat kemudian, fokus Nana berubah: ia berniat melepaskan cawat sialan itu. Setelah beberapa gebrakan, Nana berhasil menendang dan mencopot cawat lelaki, membuatnya menjadi turut bertelanjang bulat. Nana terkesiap melihat kontolnya besar dan merah, mengeras. Ia menjadi lemas. Gerakannya menjadi lebih lambat. Dengan mudah, lelaki itu mendorong Nana hingga terjengkang. Sejurus berikutnya, lelaki itu sudah menindih tubuh Nana dengan tubuhnya.
Tubuh yang dipenuhi birahi itu tidak berjalan sesuai kehendak Nana. Bukannya melawan, justru kedua kakinya mengangkang lebar-lebar, membuka jalan ke memek yang kini sudah basah, berdenyut-denyut. Kontol lelaki itu tepat berada di bibir memek, terasa menyibakkannya. Nana mengigit bibir bawahnya, antara sangat ingin sekaligus sangat marah. Lelaki itu mendorong kontolnya menerobos masuk memek yang sempit.
"Aaarrrgghhh....." baru saja ditusuk, orgasme hebat terus melanda Nana. Lelaki itu tidak membiarkan Nana bisa menarik nafas, terus menggenjot memek itu dengan kontolnya yang kekar. Nana tidak ingat apapun usaha untuk mempertahankan diri, justru kedua kakinya menjepit pinggang si lelaki, supaya kontolnya tetap terbenam dalam memek. Kenikmatan yang sungguh luar biasa!
Cakra bumi +153
Cakra bumi +82
Cakra bumi +115
....
Aliran energi terus mengalir deras, berkejaran dengan nafas Nana yang memburu, perasaan mau meledak karena genjotan itu tidak berhenti mendorongnya ke langit ketujuh!
Baru saja Nana mendapatkan orgasmenya yang entah kesekian kali, lelaki itu terus mencopot kontolnya dari memek Nana, terus ejakulasi di perut yang halus rata.
"UUUGGHHHH...." geram lelaki itu, maninya sangat banyak muncrat hingga ke kedua tetek Nana yang bulat membusung dengan puting yang sangat keras. Lelaki itu sudah ejakulasi, terus berguling dan berbaring di sebelah Nana.
Gadis itu tiba-tiba merasa sangat, sangat sedih. Ia berbaring memunggungi lelaki itu, kemudian mulai menangis terisak-isak, sesenggukan. Sangat marah, sangat terhina, sangat tidak berdaya. Sangat takut.
"RAIDA, APA YANG KAMU LAKUKAN?" hardikan keras suara perempuan terdengar menggelegar di gua yang lebar itu.
"Ibu... ini... perempuan ini tinggal di gua kita," kata lelaki yang dipanggil Raida.
"Ya, tapi apa yang kamu lakukan?" sergah ibunya
"Eh.... dia... dia tidak pakai baju, jadi.... jadi saya sangat ingin menyetubuhinya... dan ... eh, dia juga ingin bersetubuh, ibu! Ini bukan hanya salahku!"
Mendengar itu, Nana terus berbalik dan menjerit,
"KAMU PEMERKOSA SIALAN! KURANG AJAR! BAJINGAN! BRENGSEK!"
"Kamu juga, kenapa kamu telanjang di gua kami, hah?"
"RAIDA! Sudah.... minta maaf pada perempuan ini," kata ibunya, suaranya menjadi lebih lembut, "kami minta maaf.... eh, siapakah namamu?"
Nana mendelik, tapi ia ingat kalau dirinya tidak berdaya melawan Raida. Bagaimana kalau ibunya juga pencari cakra? Bahaya besar baginya. Nana mengeluh, ia harus mencari akal cepat-cepat pergi dari tempat celaka ini. Tapi, sementara ini ia harus berbaik dengan pasangan ibu-anak yang muncul tiba-tiba. Dan katanya, ini gua mereka? Hah! Tidak ada tanda apapun di sini bahwa ada yang tinggal.
"Namaku Nana, ibu..."
"Maafkan kami, Nak Nana. Saya bernama Susi, dan ini anakku bernama Raida. Di Kriloga, memang banyak yang.... tidak bisa menahan diri. Kami tidak bermaksud jahat, hanya anakku memang dikuasai nafsu. Maafkan kami," kata Susi dengan sungguh-sungguh.
Susi? Nama pertama yang terdengar normal di dunia ini. Dan rambutnya juga hitam! Seorang homosk! Hanya, Nana masih panas hatinya.
"Anakmu itu.... harus diajar lebih banyak lagi!"
"Ah, ya, tetapi Nana juga kenapa bertelanjang bulat begini? Dan itu... ah, kamu menemukan Cella," kata Susi sambil memungut batang kayu hitam serupa kontol dari rumput. Beberapa hari lalu, Nana memakainya untuk masturbasi.
"Ini namanya Cella?" tanya Nana penuh ingin tahu. Ia penasaran.
"Yaah, ini adalah barang pemberian nenek guruku," jawab Susi, "katanya ini merupakan warisan penting. Tetapi siapa yang mau memakai benda ini, buat masuk ke dalam memek? Haha... maafkan, aku tidak tahu bagaimana benda itu hilang. Ternyata ada di sini," kata Susi lagi.
"Saya menemukannya di antara rerumputan, tersembunyi di balik rumput yang tinggi," kata Nana lagi.
"Oh begitu.... yah, begini saja Nana. Untuk menebus perbuatan Raida, saya akan mengajarkanmu ilmu Mutu Manikam, yang khusus bagi perempuan. Ini adalah ilmu peninggalan nenek guru, dan dengan begitu kamu bisa menjadi muridnya dan mewarisi Cella juga, kalau mau," kata Susi lagi, "juga nampaknya kamu mempunyai cakra air? Aku juga akan mengajarmu jurus Peri Air"
Nana melongo. Sebentar... bukankah ia mendapatkan ilmu-ilmu itu dari tongkat yang dimasukkan ke memeknya waktu masturbasi? Sekarang Susi ini mau mengajarinya? Ha!
Tapi, bagaimanapun juga ia mendapatkan ilmu, tidak dengan jalan terang. Lebih baik mengaku jadi murid, sehingga tidak jadi masalah nanti.
"Baiklah, saya menerima," kata Nana. Ia kemudian berdiri, mengenakan kain kembali menutupi selangkangannya, kemudian membungkuk dalam-dalam ke arah Susi. Perempuan itu nampak senang.
"Bagus! Jadi mulai sekarang kamu bersama kita di sini," katanya lagi.
"Kita tinggal di gua ini?" tanya Nana
"Ya, tapi tidak persisnya di sini," kata Susi lagi. Ia terus berjalan menghampiri dinding gua sebelah kiri, yang agak menjorok ke dalam. Ia menekan tombol-tombol dengan lambang aneh, kemudian batu didepannya terangkat ke atas! Sebuah lorong terbuka di baliknya. Nana meraih tasnya yang tergeletak di tanah, kain untuk menutup payudaranya, terus melangkah mengikuti Susi. Melewati pintu batu yang terangkat ke atas -- buset, itu berapa kg beratnya ya?
Nana melongo lagi. Lorong itu dindingnya seperti terbuat dari plastik dan baja -- sangat modern. Di bagian atas ada bagian langit-langit yang menyala, seperti lampu LED yang ditutup akrilik, memanjang di lorong. Raida mengikuti masuk di belakang Nana. Mereka masuk ke dalam lorong, Susi menekan tombol merah di samping dan pintunya turun dari atas, kembali menutup jalan.
Rasanya baru keluar dari alam manusia gua, kini masuk ke alam manusia hyper-modern, seperti bagian dalam pesawat antariksa di film-film. Dari dulu Nana suka sekali film fiksi ilmiah dan petualangan macam Marvel Universe gitulah.
Nana memandang lantai dari baja berlubang-lubang di sepanjang lorong, mereka berjalan terus beberapa puluh meter, lalu bertemu pintu lain yang membuka sendiri ke samping. Mereka masuk ke sebuah ruang makan. Seperti ruang makan di kantin sekolah, di jaman modern. "Sini, kamarmu di sini," ajak Susi. Mereka melewati satu pintu lagi ke lorong lain, dengan pintu-pintu di sebelah kanan dan kiri. Susi menekan tombol di pintu yang sebelah kanan, pintunya terus membuka ke samping, membuka sebuah kamar ukuran studio. Persis seperti kamar hotel, dengan ranjang queen size, meja, kursi, dan sebuah pintu mengarah ke kamar mandi.
"Begini, caranya tekan ini untuk membuat kamar jadi terang," kata Susi. Ia menekan tombol saklar di samping, yang nampak diukir dengan lambang-lambang bahasa Kriloga. Orang Kriloga belum terbiasa dengan baca tulis, mereka membuat lambang-lambang untuk setiap kata, mirip seperti bahasa Cina. Hanya lambangnya sama sekali berbeda dari bahasa Cina yang sering dilihat Nana dahulu.
"Nah, silakan melihat-lihat. Nanti kita bertemu lagi di aula pertama, ya," kata Susi lagi. Perempuan itu terus keluar dari kamar, pintunya menutup sendiri.
Nana menyentuh ranjang spring bed itu dengan tangan gemetar. Sejak jatuh ke dunia asing ini, sama sekali tidak pernah dibayangkan bahwa ia akan kembali menjumpai ranjang spring bed! Betapa beda rasanya! Betapa kangennya!
Gadis itu berniat menjatuhkan tubuhnya di ranjang, tapi ia mendadak ingat dirinya masih sangat kotor sehabis perkelahian yang diakhiri persetubuhan dengan Raida sialan itu. Hah! Kamar mandi terasa memanggil-manggil!
Ia terus berjalan ke kamar mandi, menyalakan lampu. Semua sangat... biasa, modern. Seperti biasanya kalau menginap di hotel, bukan? Ada shower di sana, ditutup pintu kaca. Nana meraih tangannya, hendak membuka pintu. Tapi ia terus tertegun, karena membaca tulisan di pintu kaca:
PULL
Itu bukan bahasa Kriloga. For God's sake, itu bahasa Inggris!
Ia masuk ke depan shower. Handle shower dengan jelas bertulisan HOT COLD. Nana menariknya, air terus memancur keluar.
Oh ya Tuhan, betapa nikmatnya bisa mandi dengan shower kembali! Apalagi di sebelah kanan ada botol-botol, dengan tulisan yang sangat biasa: SHAMPOO dan BODY SOAP. Bahasa yang sudah mulai dilupakan karena terus menerus berbahasa Kriloga. Nana tidak pernah berharap dapat membaca tulisan bahasa Inggris lagi di dunia ini. Tapi di sini, ia berada di kamar mandi yang sangat biasa, dalam kamar seperti kamar hotel yang biasa.
Bahkan juga ada handuk dan bathrobe di rak samping. Puas keramas dan mandi, Nana terus memakai bathrobe dan handuk melilit kepalanya. Ia berjalan ke dalam, mendapati ada lemari baju. Di dalamnya ada banyak baju kaos dan celana pendek. Celana dalam juga ada! Pembalut wanita juga ada!
Selama ini, saat mens Nana hanya berani duduk saja di bangku bulat berlubang yang ditaruh atas jerami, membiarkan darah keluar dan menetes melalui lubang yang terletak persis di memeknya. Begitulah semua perempuan di Lembah Kesuburan saat mereka datang bulan, tidak bisa pergi ke mana-mana! Untung Nana biasanya hanya mens selama tiga hari.
Nana mengenakan celana dalam, juga celana pendek hitam -- tidak terlalu pendek, bagian bawahnya hampir menutupi lutut, kemudian memakai baju T-Shirt kuning terang. Sayang, tidak ada bra di sini. Tapi inipun okelah! Oke banget!
Ia ingin tinggal di sini saja, yang sangat normal baginya.
Selesai, Nana terus berjalan kembali ke ruang makan yang disebut Aula oleh Susi. Kini giliran Susi yang melongo melihat Nana berpakaian seperti itu, sementara dirinya sendiri berpakaian seperti perempuan Kriloga lainnya, kain membelit payudara dan kain menutupi pinggang. Juga Raida hanya memakai cawat, bertelanjang dada. Maka penampilan Nana sama sekali tidak mereka sangka, tidak pernah mereka lihat.
"Pakaian dari mana itu?" tanya Susi
"Oh, ini ada di lemari," jawab Nana
"Lemari? Apa itu lemari?" tanya Raida
"Eh..." Nana memandang Susi dan Raida bergantian. Wajah Susi sama bingungnya.
"Lemari ya... tempat menyimpan barang-barang," jawab Nana lagi.
Susi mengangkat bahu.
"Baiklah, kita makan dulu sekarang," katanya sambil mengeluarkan isi kantong yang dibawanya. Buah-buah dari hutan dan ubi-ubi yang sudah dibakar hingga kulitnya sedikit hangus hitam. Tapi wanginya enak. Raida terus mengambil ubi, mengupasnya, dan makan dengan lahap.
Nana melihat dinding. Ada tulisan FOOD MAKER di atas sebuah panel. Nana terus berdiri dan mendekat. Menekan tombol Open. Panel itu menyala dan memberikan beberapa pilihan menu makanan. Nana memilih French Fries dan Cheeseburger.
"Nana, hati-hati, jangan asal menekan-nekan!" seru Susi ketika melihat gadis muda itu memakai jari-jarinya menekan-nekan panel. Ia nampaknya sama sekali tidak tahu bahasa Inggris.
"Tidak apa-apa," kata Nana sambil tersenyum. Ia menunggu panel itu menunjukkan waktu pembuatan terus menurun menjadi angka nol. Ding!
Panel itu membuka ke samping. Di baliknya ada sepiring kentang goreng dan Cheeseburger. Nana bersorak dalam hatinya. Kembali makan cheeseburger!
Susi melihatnya dengan heran. "Apa itu?" tanyanya lagi.
"Ini makanan," jawab Nana. Ia terus duduk, makanan itu ditaruh di meja. "Ayo coba," kata Nana lagi sambil meraih kentang goreng. Enak! Cheeseburger juga terasa nikmat sekali.
Raida turut mengambil kentang goreng, wajahnya menunjukkan keterkejutan, dilanjutkan kegairahan makan. Susi ragu-ragu mengikuti Nana, tapi juga terus menunjukkan wajah nikmat. Kentang goreng itu dengan cepat habis dilahap mereka berdua, sementara Nana menghabiskan cheeseburgernya.
Enak bener...