LUPRAS PERLAHAN-LAHAN BANGUN dan mengucek matanya. Seluruh tubuhnya sakit dan lemah dan ia merasa sangat lapar. Memandang di sisinya ada satu baki berisi makanan berupa potongan daging besar-besar, Lupras terus menyerbu makanan itu dengan lahap. Risi memandang pemuda itu mengembalikan vitalitasnya, sambil memperhatikan Nana yang mencoba baju para bangsawan Kriloga, dibantu dua orang Edisk, yang satu merapikan rambut dan yang lain merapikan lipatan kain.
Nana memandang cermin, mendapati dirinya kini telah bersanggul dan memakai kebaya. Kainnya bagus dan halus, terasa enak di kulit sekaligus indah di mata. Baju kebayanya berwarna hijau tua, dengan jalinan benang emas. Ia nampak bersih, anggun, bahkan Nana tidak ingat kapan ia pernah tampil secantik ini. Dulu waktu wisuda SMA ia memakai kebaya, tetapi jauh sekali bedanya.
Setelah mandi dan berdandan, Nana merasa menjadi perempuan seutuhnya. Siapa bilang perempuan menjadi utuh dengan cara ngentot lelaki? Salah besar! Perempuan menjadi utuh setelah ia selesai keramas dan mandi dan berdandan serta berpakaian seindah ini. Lagipula, di Kriloga tidak dikenal benda bernama beha. Kedua tetek bulat besar Nana mengintip dari balik renda kebaya, terlihat misterius seksi, sekaligus memancarkan aura yang kuat. Lihat saja si Risi yang terus menganga memandang orang cantik di kamar ini.
Tak lama kemudian, Respira masuk. Blendosk tua itu membungkuk hormat terus berkata, "Tuan Putri, kereta sudah siap, demikian juga perbekalannya." Lupras memandang Respira, membungkuk hormat kepada Nana dan berjalan di belakang Blendosk tua itu. Mungkin ia adalah salah seorang keturunannya.
Nana mengangguk. Ia melangkah keluar diikuti Risi yang sudah kembali mengenakan zirah perak-hijaunya yang cemerlang. Selayaknya Putri Raja yang diikuti oleh pengawalnya yang sakti dan setia, Nana berjalan keluar dari Gua, terus ke pelataran. Di sana sebuah kereta beroda empat besar-besar dari kayu, diikat oleh tali ke dua belas orang Akirosk bertubuh besar.
Haaah?! Oh ya, di Kriloga tidak ada binatang peliharaan! Tidak ada kuda di sini, semua mahluk itu jahat terhadap manusia! Tapi membayangkan manusia menggantikan kuda menarik kereta, tak urung membuat Nana bergidik.
"Jangan kuatir, Tuan Putri, mereka semua sangat menguasai cakra bumi," kata Respira yang melihat wajah Nana mengernyit memandang dua belas orang Akirosk. Ia salah paham menanggapi perubahan raut wajah Nana, disangkanya Nana meragukan kekuatan para Akirosk itu. Padahal, Nana canggung sekali mengetahui keretanya ditarik oleh manusia!
Terserahlah, pikir Nana. Ia terus memasuki kereta, diikuti oleh Risi yang terus duduk di hadapannya. Mereka menutup pintu, dan kedua belas orang itu pun mengerahkan tenaga cakra buminya. Kerja sama mereka rapi sekali, kekuatan akirosk dalam cakra bumi sudah terlatih bersama-sama berlari dengan serempak. Kekuatan tiap orang lebih besar daripada kuda manapun juga, dengan ringan mereka menarik kereta bersama gandengan di belakang yang penuh berisi bahan perbekalan. Mereka berlari cepat, bahkan lebih cepat daripada kuda!
Menyadari hal itu, Nana mengagumi kedua belas orang Akirosk yang berlari di depan. Tapi hanya beberapa saat saja, Nana segera mengalihkan perhatian ke cincin di tangannya. Nana menyentuh lengan Risi yang duduk dengan mata terpejam di depannya. Gadis itu membuka mata. "Ya, Tuanku Putri?"
"Risi, kamu duduk diam saja ya di sini, jangan bersuara," kata Nana
"Tentu saja, memangnya kenapa?" tanya Risi. Nana tersenyum manis, sambil menaruh jari telunjuk di mulut. Risi memandang dan membentuk huruf O dengan bibirnya.
Nana memusatkan pikirannya ke cincin. Dalam sekejap, dirinya menghilang dari hadapan Risi, terus masuk dalam dimensi cincin, sedang cincin itu sendiri berubah menjadi cahaya kebiruan yang melayang halus di kursi kereta. Risi membelalakkan matanya, dan hampir berteriak. Tetapi ia ingat pesan dari Nana, lantas duduk diam kembali di kursi, merasa kesal bukan main. Tapi bisa apa? Risi kembali memejamkan matanya, mengatur nafasnya.
Sementara itu, Nana telah berada di dalam ruangan yang batunya menyala terang biru kehijauan, seperti ada lampu neon. Blackie senang melihat Nana muncul, terus ia menghampiri Nana yang berbaju kebaya. Binatang itu kini telah berukuran dua kali lebih besar! Nana mengelus kepala Blackie dengan kebayanya, terasa susah bergerak. Merasa kagok dengan baju ini, Nana ingin mencoba baju lainnya.
"Zirah Dendra!" serunya dalam hati. Segera saja, Nana seketika bertelanjang bulat, kemudian kepingan baju zirah melayang dan menutupi tubuhnya. Nana merasa lebih leluasa sekarang, seperti bertelanjang bulat walau tubuhnya tertutup sempurna. Enak bisa bergerak dengan bebas! Ia terus duduk di lantai, bersila.
Apa saja yang sudah dikuasainya? Menjawab pertanyaan itu, serangkaian tulisan keluar di pandangan matanya:
Naskah Air Langit
Naskah Air Bumi
Naskah Api Mentari
Naskah Mutu Manikam
Naskah Bumi Bergerak
Naskah Air Suci
Naskah Halimun Cakrawala
Naskah Kehidupan Bumi
Naskah Pemakaian Dendra
Jurus Naga Air
Jurus Sembilan Mentari
Jurus Peri Air
Jurus Raksasa Bumi
Jurus Penarik Kehidupan
Jurus Pedang Bintang
Jurus Pedang Pembunuh Naga
LEVEL PENGATASAN 4
Cakra air tingkat pengatasan 4 136342 / 600000
Cakra api tingkat pengatasan 1 93578 / 100000
Cakra bumi tingkat pengatasan 3 137484 / 400000
Cakra kehidupan tingkat dasar 2 4148 / 10000
Kekuatan 3896049
Ketangguhan 589067
Kelenturan 265904
Daya Serang 729835
Daya Tahan 638576
Wuah! Nana belakangan jarang memperhatikan seperti apa pencapaiannya, namun nampaknya seluruh cakra yang dimilikinya bertambah dengan pesat tanpa disadarinya. Nana memikirkan bahwa ia tidak banyak menyerap gelembung, melainkan ngentot dengan banyak lelaki. Huh... Ngentot ya?
Ia meraba selangkangannya yang tertutup zirah Dendra. Mengerahkan cakra menurut Air Suci menutupi memek, Nana merasakan memeknya kembali ke bentuk asalnya, seperti ketika masih perawan. Hmm... Mungkin akan terasa sakit kalau nanti kontol memasukinya lagi. Tapi, entah bagaimana Nana merasa lebih nyaman dengan memek yang masih rapat, walau ia tidak lagi menumbuhkan selaput dara.
Siapa yang mau mengulangi rasa sakit karena selaput dara dirobek?
Nana terus bersila dan mengingat kembali naskah kehidupan bumi untuk mengatur cakra kehidupan. Cakra kehidupan mengisi intisari dalam laut sukma, menjadi pengendali dari air, bumi, dan api. Jurus penarik kehidupan seperti mengikuti Naskah Mutu Manikam, tapi khusus menarik cakra kehidupan, berarti menarik kehidupan mahluk lain. Tetapi secara keseluruhan, juga bisa digunakan untuk menarik cakra air, bumi, dan api.
Air memulihkan, sekaligus memotong. Bumi bertahan, sekaligus menekan. Api menyerang, sekaligus memurnikan. Tetapi keseluruhannya menjadi bermakna karena kehidupan ada di dalamnya. Tanpa kehidupan, air hanyalah air, bumi hanyalah bumi, api hanyalah api.
Dengan cakra kehidupan, maka api menjadi hidup, bumi menjadi hidup, air menjadi hidup. Tetapi kehidupan tidak cukup sendiri, maka menarik kehidupan mahluk lain menjadi suatu hal yang tidak terelakkan. Mahluk lain hilang hidupnya demi manusia. Bukankah manusia dari jaman dahulu menyembelih binatang, lalu memakan dagingnya, demi mempertahankan kehidupan? Jurus penarik kehidupan melakukan hal serupa.
Tadinya Nana ingin mencela jurus ini, tetapi kemudian ia menyadari betapa kemanusiaan sudah biasa dengan saling membunuh. Orang jahat harus dibunuh, bukan? Supaya ia tidak lagi berbuat jahat kepada sesama manusia. Namun, mengapa kehidupan harus hilang begitu saja? Bukankah lebih baik kehidupannya dihisap untuk menguatkan dan melanjutkan kehidupan yang lain?
Maka, tidak ada naskah yang buruk, tidak ada jurus yang jahat. Yang ada hanyalah manusia: manusialah yang bersikap buruk, manusialah yang berkelakuan jahat.
Nana melatih Naskah Kehidupan Bumi dan mengulangi berkali-kali hingga menguasai sepenuhnya. Ia juga mengambil pedang dan berlatih jurus-jurus pedang. Pedang bintang membuat seperti ada bintang-bintang di sekelilingnya, membentuk lingkaran yang melindungi dari segala arah. Pedang pembunuh naga menjadi jurus yang kuat menyerang dan gerakan yang tegas dan mematikan, bahkan membunuh naga. Tanpa keraguan. Tanpa penyesalan.
Setiap beberapa waktu, Nana mengalihkan kesadarannya ke luar ruangan, melihat perjalanan kereta membawa mereka menuju Kota Tinggi. Ketika kereta berhenti, Nana keluar dari ruangannya, kembali ke dalam kereta lalu keluar untuk makan bersama, istirahat malam bersama. Ketika kereta melanjutkan perjalanan, ia kembali masuk ke dalam dimensi dan berlatih.
Risi dari kesal lama-lama tidak peduli lagi dengan Nana yang muncul dan menghilang begitu saja. Ia terus saja duduk dan melatih pernafasannya sambil memejamkan mata.
Dua bulan berlalu dan perjalanan mereka sudah menempuh jarak yang jauh. Para akirosk yang menarik kereta itu mulai menjadi lebih lambat, karena kini perjalanan mendaki gunung yang terjal. Udara semakin dingin dan keras di gunung berbatu dan berpasir, sedikit sekali ada tumbuhan di sini. Kelelahan, para akirosk memilih berhenti setiap tiga jam untuk memulihkan cakra bumi, istirahat satu jam, baru kemudian melanjutkan perjalanan dengan perlahan.
Risi tiba-tiba membuka matanya, dan bangun dari tempat duduknya. Di saat itu juga kereta terguncang hebat, tahu-tahu terangkat lantas terbanting miring! Tapi Risi dengan sigap telah keluar dari pintu kereta, baju zirah perak hijaunya berkilauan ditimpa sinar matahari di tengah siang bolong. Kedua belas akirosk berdiri membentuk lingkaran, membangun dinding tanah.
Tak lama, keluar segerombolan orang berambut merah, membawa senjata tajam mengepung kereta.
"Siapa lewat sini, kalau masih mau hidup tinggalkan semua harta kalian!" seru kepala gerombolan. Wajah Risi menjadi keras dan kejam.
"Siapa mau hilang nyawanya, sini ambil harta yang ada!" seru Risi. Ia sama sekali tidak takut kepada gerombolan perampok. Mereka terus berteriak dan menyerang. Risi berdiri di atas kereta yang terguling, lantas melontarkan pukulan jarak jauh dengan pedang pendek cakranya. Pedangnya mengeluarkan cahaya berkerlipan, seperti bintang yang meluncur menghantam dada salah seorang perampok dan membuat lubang persis di jantungnya! Perampok itupun terbanting dan kehilangan nyawa.
Melihat itu, para perampok menjadi marah dan ganas, menyerang dinding tanah yang dibuat. Risi dengan gerakan berputar melontarkan cahaya cakra ke berbagai penjuru dengan dua pedang pendeknya. Para perampok itu bertumbangan, tetapi jumlah mereka sangat banyak dan pelan-pelan berhasil menerobos dinding batu yang dibuat.
Tak lama kemudian akirosk penarik kereta terbunuh satu per satu. Kini perampok bisa naik ke atas kereta dan mulai menyerang Risi jarak dekat. Para akirosk rampok itu nampaknya punya ilmu lumayan tinggi, sehingga membuat Risi sangat kerepotan dikeroyok beberapa orang.
Dalam ruangan dimensi cincin, Nana baru saja menyelesaikan latihan Halimun Cakrawalanya yang kini diisi oleh cakra kehidupan. Baru saja ia membuka mata, ia menyadari ada yang salah di luar. Ada apa ini? Kereta sudah terguling dan di atas nampaknya ada perkelahian sengit.
Tanpa menunda waktu, Nana terus keluar dari ruangan dimensi cincin, kali ini lengkap berbaju zirah Dendra dan memegang pedang yang bersarung hitam. Begitu keluar ia melompat dan menghantam seorang perampok yang sangat terkejut ketika seseorang muncul begitu saja dari bawahnya. BRUAAKKK, orang itu terpelanting dan terbanting ke tanah.
"Risi!" seru Nana melihat pengikutnya berlumuran darah. Perampok berhasil menusuk leher Risi, yang membuatnya lemah dan sebelah tangan harus menutupi lubang yang mengucurkan banyak darah. Untungnya bukan tusukan yang fatal! Tetapi keduabelas akirosk bumi di bawah sudah mati semuanya, sedang masih ada belasan perampok yang nampak sangat ganas, karena puluhan perampok lain telah mati oleh Risi.
Mereka yang masih hidup nampaknya adalah perampok yang paling kuat dan tinggi ilmunya, sehingga Risi sangat kewalahan. Nana terus menarik pedang dari sarung dan menyerang dengan jurus pembunuh naga. Para perampok terkejut, tapi mereka dengan sigap menangkis. TRAANNG! Bunga api berpijaran. Belum sempat si perampok memperbaiki posisinya yang miring karena tekanan hebat, Nana menggerakkan jurus kedua pembunuh naga dengan tangan kanannya dan pedang itu membentuk lengkungan dari bawah ke atas, langsung membelah dada!
Perampok lain segera mengeroyok dan menyerang untuk menyelamatkan temannya. Melihat itu, Nana memakai tangan kirinya tiba-tiba mencengkram dada penyerang dan memakai jurus penarik kehidupan. Serangannya tak terduga dan tak tertahan, tiba-tiba saja kehidupan lenyap dari si perampok, berpindah ke tubuh Nana, membuatnya menjadi seperti memiliki kekuatan hebat!
Nana melancarkan jurus pedang bintang dan membentuk sembilan bintang yang menyerang ke sembilan penjuru di sekitarnya, menghantam setiap perampok dengan keras dan membuat mereka terpental. Jurus pembunuh naga terus dilontarkan dan menebas leher dua perampok lain yang masih ada di dekat Nana. CRAASSHHH!! Mereka tidak bisa menghindar tebasan kuat dan dua kepala berambut merah melayang tinggi ke udara!
Rupanya yang terpenggal adalah kepala perampok, sehingga anak buahnya yang lain menjadi sangat ketakutan! Mereka pun berlarian menyelamatkan diri. Nana menangkap salah seorang di antaranya, lantas mencengkram dada dan kembali mengerahkan jurus penarik kehidupan. Orang itupun terus lenyap hidupnya, berpindah ke tubuh Nana! Ia melemparkan tubuh tak bernyawa itu ke samping, lantas bergegas menghampiri Risi yang megap-megap karena luka berat.
Nana memakai jurus Peri Air dan dengan Air Suci mengalirkan cakra kehidupan yang baru diambilnya, lantas seluruhnya dialirkan ke tubuh Risi. Luka di lehernya segera menutup kembali, dan kehidupan kembali memenuhi gadis cantik perkasa yang sudah pucat pasi itu.
"Tuan Putri... Terima kasih," kata Risi dengan lirih. Ia sempat merasakan nyawanya setengah meninggalkan tubuhnya, tapi kemudian Nana menariknya kembali hidup! Bagi seorang akirosk, hal ini lebih dari bersetubuh, ia menjadi sepenuhnya memberi diri sebagai budak Nana, seumur hidupnya. Apalagi aliran kekuatan itu bukan saja memulihkan, bahkan membuat tubuhnya menjadi semakin kuat dan naik satu tingkat di tingkat pengatasan!
Risi terus duduk bersila dan mengatur pernafasan, mengolah cakra di tubuhnya, sementara Nana menguburkan keduabelas akirosk bumi yang telah mati. Ia merasa sedih, karena tadinya berharap bisa menjamu kedua belas orang ini yang sudah berlelah menarik kereta hingga sejauh ini selama dua bulan. Haaaahhhhh.....
Nana dan Risi mengambil segala perbekalan yang bisa mereka bawa, yang terus Nana masukkan dalam ruang dimensinya. Setelah Risi menjadi lebih kuat, mereka berdua melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki menuju Kota Tinggi. Untungnya mereka mendapati peta di tubuh salah seorang akirosk bumi, sehingga memberi petunjuk arah perjalanan:
Mereka harus turun gunung, melintasi sungai, kemudian naik lagi gunung di sebelah kanan, ke Kota Tinggi yang menghadap ke lautan luas. Satu bulan perjalanan lagi dari sini...