Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT In Too Deep (NO SARA)

Apakah perlu ditambah bumbu-bumbu incest di cerita ini atau tidak?


  • Total voters
    537
  • Poll closed .
- Despair -

Seminggu sudah berjalan, dan selama seminggu ini, aku selalu mengunjungi Hani ke rumahnya. Meski kini Hani sudah mulai membaik, kondisinya masih sangat jauh dari pulih.

Hani akhirnya juga menceritakan semuanya. Di hari kejadian, mereka mencabut seluruh SIM Card di alat elektronik Hani, dan mereka memberi Hani SIM Card baru untuk berkomunikasi. Mereka juga mengambil barang-barang lainnya, seperti ATM, KTP, dan lain-lain selama beberapa waktu. Selain itu, mereka juga mengambil sebagian besar dari uang yang Hani kumpulkan, dan mereka juga selalu mengambil gaji Hani menyisakan hanya sebesar 500 ribu rupiah untuk Hani per bulan.

Hani juga bercerita kalau dia sudah pernah mencoba melapor ke polisi, namun mereka bisa langsung mengetahuinya dan Hani kembali disiksa hingga Hani merasa sangat takut untuk berulah. Tapi Hani tidak kapok, dia terus berusaha melacak nomer hape orang itu, namun orang ini tidak pernah menggunakan satu SIM Card dan dia selalu mengganti SIM Card nya, dan lagi-lagi, mereka menyadari dan menyiksa Hani dan mengancamnya untuk tidak bertindak yang aneh-aneh dengan iming ketika aku pulang, Hani akan dibebaskan sesuai perjanjian, terlebih juga ancamannya terhadap keluarganya yang membuat Hani ketakutan setengah mati.

At anyways, she's getting fucked over, dan Hani benar-benar tidak bisa melakukan apa-apa, karena seperti pemain catur yang hebat, mereka selalu memikirkan selangkah atau dua langkah yang akan mereka ambil, dan mereka juga sudah jauh berada di garis finish bahkan ketika Hani baru ingin memikirkan apa yang ingin dia lakukan.

Kini, Hani juga tidak mempunyai apa-apa karena mereka sudah mengambil apa yang Hani punya selain Laptop yang kini juga sudah kuamankan. Untuk keamanan Hani juga, aku tidak ingin Hani menggunakan hape dan sosial media terlebih dahulu. Hani dalam kondisi seperti ini sebaiknya dijauhkan dari tempat-tempat toxic seperti sosial media.

-----

Hari ini, aku ingin mencoba mengajak Hani keluar. Memang, selama seminggu ini, Hani tidak pernah keluar dari rumahnya. Entah bagaimana reaksi yang akan dia keluarkan saat berada di luar sana, tapi Hani juga perlu keluar dan melihat dunia, hal ini tidak baik untuk kondisi psikologisnya.

Akupun sudah sampai di rumah Hani, dan setelah sampai, aku langsung menitipkan mobilku ke mang Ucup, dan setelah itu aku langsung mengetuk pintunya.

Tak butuh waktu lama untuk seseorang mendengar dari dalam rumah, dan akhirnya, pintu dibuka, dan yang membukakan pintu adalah Ummi.

"Eh, yaampun Bayu, pagi-pagi banget kesininya" Ucapnya.

"Hahahaha, nggak ngeganggu kan, Mi?" Tanyaku.

"Nggak kok, sayang, udah, masuk yuk" Jawabnya menggandeng tanganku untuk masuk kedalam rumah.

"Hani gimana, Mi? Udah makin membaik kondisinya?" Tanyaku.

"Alhamdulillah, Bay, udah mendingan semenjak kamu kesini mulu" Jelasnya.

"Hari ini kamu mau ngapain?" Lanjut Ummi bertanya.

"Kayaknya pengen aku ajak keluar, Mi"

"Kamu yakin? Hani disuruh keluar ngambil delivery makan aja takut, Bay" Jelasnya.

Wajar jika Hani ketakutan seperti itu. Dia baru saja mengalami kejadian yang sangat memilukan dan bahkan bisa dipertanyakan apakah dia bisa pulih dari kejadian ini.

"Tapi nggak baik buat psikis Hani juga Mi kalo Hani di dalem rumah dulu" Jelasku.

"Kamu yakin Hani udah siap?"

"Kita coba dulu aja ya, Mi, kalo dia masih ketakutan nanti langsung aku bawa pulang kok" Jelasku, dan Ummi hanya mengangguk.

"Bay, semenjak kamu kesini mulu, akhirnya Ummi bisa ngeliat Hani senyum lagi, setelah bahkan beberapa bulan ini Ummi nggak pernah ngeliat dia senyum, makasih banyak ya, Bay" Ucap Ummi berterimakasih kepadaku.

"Iya santai kok, Mi, kan aku pacarnya Hani juga" Jawabku.

Baru ketika aku sampai di tangga, tiba-tiba dering teleponku berdering. Akupun langsung menghentikan langkahku dan membuka hapeku untuk melihat siapa yang menelepon.

"Pak Ben?"

Dengan sigap, akupun langsung mengangkat teleponnya disamping Ummi.

"Halo, pak?" Sapaku.

"Halo, nak, tumben kamu sudah bangun jam segini" Balik sapanya.

"Kan aku tidak perlu begadang untuk nonton pertandingan sekarang, pak, ada apa?" Tanyaku.

"Aku punya berita bagus," Jawabnya.

"Banyak berita bagus"

Ada apa ini?

"Ada apa, pak?" Tanyaku bingung.

"Ada beberapa pihak klub yang bertanya kepadaku tentangmu" Jelasnya.

"Hah? Bapak yang bener?" Tanyaku terkejut.

"Iya nak, mereka bertanya apakah saat ini kamu sedang terkontrak dengan klub lain?"

Loh, kok bisa secepat ini? Padahal baru beberapa hari yang lalu aku terlepas dari kontrak dengan pak Ben.

"Secepat ini?" Tanyaku bingung.

"Banyak yang tak perlu kuceritakan kepadamu, nak, aku bisa membuat buku sendiri untuk menceritakannya, intinya dengan sihirku, kamu telah menarik berbagai perhatian tim, apakah kamu tertarik?" Jelasnya.

Hatiku menjadi dilema. Aku ingin sekali kembali berangkat keluar negeri. Aku ingin sekali mengejar mimpiku. Tapi dengan kondisi seperti ini, dengan kondisi Hani yang masih sangat buruk, aku tidak bisa meninggalkannya. Aku bisa saja membawa Hani bersamaku, namun lagi-lagi sepertinya ini sangat berbahaya terkait ancamannya terhadap Abbi, Ummi, dan Arya meski mereka mungkin tidak akan mengganggu Hani lagi.

Semuanya masih sangat abu-abu, dan kalau aku pergi, pasti akan sangat berbahaya.

"Sekarang sepertinya bukan waktunya, pak, aku sedang ada masalah yang tak bisa kutinggalkan disini" Ucapku menolak.

"Ada apa?"

"Anak pak Jafar, pacarku, sedang berada dalam masalah"

"Masalah apa?"

"Dia menjadi korban pemerkosaan" Jelasku, dan tentu saja pak Ben terkejut mendengarnya.

"Hah? Yang benar?"

"Iya, panjang ceritanya pak, tak bisa kujelaskan sekarang"

"Apa baiknya kita tahan dulu saja negosiasinya? Sayang sekali kalau tidak kamu ambil nak" Balas pak Ben, dan aku hanya bisa mengiyakan.

"Baiklah, kalau begitu biar kujawab pertanyaan pers ya, nak, karena banyak yang bertanya kepadaku perihal ini" Jelas pak Ben.

Akupun langsung mematikan telepon, dan sembari aku memasukkan hapeku ke kantung celana, Ummi bertanya kepadaku.

"Tadi siapa, nak?" Tanya Ummi.

"Pak Ben, Mi, katanya aku udah ditawarin kerja di beberapa klub" Jawabku yang membuat Ummi terkejut.

"Hah? Kamu aja baru seminggu disini Bay, kamu udah mau berangkat lagi?" Kembali tanya Ummi dengan nada yang cukup kencang, dan aku langsung takut setengah mati karena aku takut Hani mendengar dari kamarnya.

"Ssst, Ummi, nanti kalo Hani denger gimana?" Bisikku.

"Ohiya ya ampun, aduh, semoga nggak denger deh" Jawabnya, dan aku segera naik ke lantai atas menuju ke kamarnya.

Setelah aku membuka pintu, aku lihat Hani sedang membaca buku di mejanya sambil mendengarkan lagu dari radio kamarnya. Hani saat ini masih mengenakan piyama favoritnya yang membuat Hani terlihat sangat manis.

Hani pun langsung menengok kearahku, dan Hani langsung mengeluarkan senyuman manisnya.

"Halo sayang" Ucapku sembari membuka jaketku.

"Kamu kesini mulu deh, emang kamu nggak ada kegiatan?" Tanyanya.

"Hidup jadi pengangguran kan emang gini" Candaku yang membuat Hani tersenyum sembari Hani menutup bukunya, dan setelah itu Hani beranjak dari duduknya menghampiriku, dan Hani langsung memelukku.

"Kangen" Ucapnya pelan dibalik pelukku.

"Padahal udah tiap hari aku kesini" Jawabku tak melepaskan pelukanku sampai Hani puas berpelukan dan kembali ke mejanya.

Suasana kamar Hani saat ini benar-benar sangat tenang. Warna tembok dan desain yang memang sudah Hani ubah semenjak dia bekerja juga sangat meningkatkan suasana kedamaian yang Hani perlukan saat ini. Terlebih juga kamar Hani berada jauh di belakang sehingga jauh dari suara jalanan.

Hani pun kembali melanjutkan membaca bukunya, sementara aku mengambil kursi terlebih dahulu kemudian duduk disampingnya. Aku tak melakukan apa-apa, hanya memerhatikan kecantikan dan keimutan Hani saat dia sedang terdiam fokus membaca.

She's the most perfect girl that I have ever met. She's the girl all the guys want.

Akhirnya, sambil memerhatikan Hani, aku mengambil hapeku dan membuka sosial mediaku. Entah kenapa, sosial mediaku dipenuhi dengan berbagai notifikasi, dan karena penasaran akupun membuka notifikasi itu.

Ternyata, setelah pak Ben menjawab pertanyaan dari wartawan tadi, beritanya langsung tersebar begitu cepat seperti virus. Baru sekitar 15 menit semenjak pak Ben meneleponku, ratusan tautan mengenai karirku langsung terpublikasikan.

Aku juga baru mengetahui tim mana saja yang memiliki minat kepadaku. Hanya tim-tim dari luar Top 5 Liga di Eropa sih, seperti Shaktar di Ukraina, Kopenhagen di Denmark, dan yang menurut pak Ben benar-benar meminatiku, RB Salzburg di Austria yang sudah banyak menerbitkan talenta-talenta muda.

Aku sangat ingin pergi kesana, dan pak Ben juga sudah berkata ke media kalau ini semua hanya terserah kepadaku, dan pak Ben akan membantu menyelesaikan kesepatakannya, namun aku harus tetap berada disini sampai semua masalah terbongkar.

Akhirnya, aku malah lupa kalau aku ingin mengajak Hani pergi keluar, dan akupun langsung berniat untuk mengajaknya.

Akupun menggenggam tangannya.

"Sayang"

"Eh, kaget" Jawabnya terkejut yang kemudian tersenyum. "Kenapa sayang?"

"Kita pergi keluar yuk, kamu udah seminggu ini dirumah mulu loh" Ajakku, dan perlahan senyuman Hani memudar, dan dia langsung menaruh tangannya diatas genggamanku.

"Sayang..." Ucapnya pelan.

"Aku... Nggak yakin aku ingin..."

"Kenapa? Kamu nggak bosen dirumah mulu?" Tanyaku halus.

"Aku... Takut..." Jawabnya, dan terasa tangannya gemetar.

"Aku... Takut kalo 'dia' masih ada di luar sana..." Lanjut Hani.

"Tapi nggak baik loh buat psikis kamu juga kalo kamu di dalem rumah mulu..." Kembali jawabku meyakinkan.

"Tapi sayang..." Balasnya, namun langsung kupotong.

"Sayang, it's okay, ada aku kok, kalo 'dia' masih berani ngedeket ke kamu, ada aku yang jagain kamu" Potongku sambil mempererat genggamanku, dan setelah sekian lama terdiam, akhirnya Hani tersenyum dan mengangguk.

"Yaudah, aku ganti baju dulu yah" Ucapnya, dan setelah itu aku melepaskan genggamanku dan Hani langsung beranjak ke lemarinya.

Tak lama bagi Hani untuk mencari baju yang ingin dia kenakan, dan setelah Hani mengambil semua atribut pakaian yang ingin dia kenakan, Hani langsung mengganti pakaiannya.

Hani kini mengenakan kemeja berwarna putih yang dia masukkan kedalam rok panjang berwarna hitam, dan Hani mengenakan cardigan panjang berwarna merah dan jilbab berwarna hitam, dan meski belum mengenakan make-up, Hani terlihat sangat cantik.

"Akhirnya baju go-to kerja aku kepake juga" Ucapnya memecahkan lamunanku yang sedang memerhatikan kecantikan pacarku ini.

"Heh kamu bengong mikirin apa" Kembali ucapnya.

"Aku beruntung banget punya pacar cantik kaya kamu" Jawabku, dan wajah Hani langsung memerah malu.

"Ihhh apa sihhh" Ucapnya dengan nada manjanya yang sangat khas dan Hani langsung memukul tanganku.

"Yaudah, kita jalan sekarang aja ya" Ajakku, dan Hani mengangguk dan disusul dengannya menggandeng tanganku.

Kami berdua pun berjalan menuruni tangga, dan aku langsung melihat Ummi yang sedang berada di ruang TV tersenyum melihat kami berdua. Ummi pun langsung beranjak dari duduknya dan menghampiri kami.

"Aduhhh anak Ummi cantik bangettt" Ucapnya gemas sambil mencubit-cubit pipi Hani.

"Ihh Ummi udahhh" Protesnya.

"Hahahahah, yaudah, kita jalan ya, Mi" Ucapku pamit.

"Iyaa, have fun kalian berdua yaa" Jawabnya, dan kami langsung berjalan menuju pintu keluar.

Baru ketika berada di depan pintu saja, terasa Hani menggenggam tanganku begitu erat, dan rasanya Hani masih seperti menahan diri. Namun, aku langsung melihat kearahnya dan setelah kami bertatapan sejenak, Hani kembali tersenyum dan kami beranjak keluar.

Kami pun langsung beranjak ke mobilku, dan mobilku baru saja selesai dibersihkan oleh mang Ucup.

"Mang, ngapain dibersihin segala mobil saya? Kan saya minta parkirin doang" Ucapku.

"Nanggung mas Bayu, mobil mas Bayu lagian juga kotor banget" Jawabnya, dan terlihat mang Ucup terkejut melihat Hani yang sudah berani keluar rumah.

"Ehhh neng Hani, alhamdulillah mau keluar juga nengg, cantik pisann mau kemana ini?" Tanyanya.

"Iya ini mang, dipaksa sama Bayu, mau keluar doang sih mang" Jawabnya, dan Hani langsung masuk kedalam mobil lebih dulu.

Akupun ingin langsung menyusul, namun aku langsung ditahan oleh mang Ucup yang membuatku bingung.

"Eh kenapa, mang?" Tanyaku bingung.

"Mas Bayu, hati-hati ya, takutnya 'orangnya' teh masih ngintilin neng Hani juga" Pesannya.

"Hahaha, iya mang, pasti kok, Hani bakal saya jagain" Jawabku, dan setelah itu aku langsung masuk ke mobil dan setelah siap, kami langsung berangkat.

Di perjalanan yang agak sepi ini pun, masih terlihat adanya kegelisahan di wajah Hani. Hani seperti panik ketika dia berada di luar rumah, berbeda sekali saat dia masih di dalam rumah tadi. Namun, aku juga langsung bertindak untuk menenangkan dirinya, dan aku langsung menggenggam tangannya yang kemudian kuelus-elus punggung tangannya, dan akhirnya Hani kembali merasa tenang.

Akhirnya, Hani mulai membuka mulut.

"Aku kangen main sosmed deh" Ucapnya pelan.

"Kangen bikin konten estetik-estetik gitu" Lanjutnya.

"Hahahahah, baru juga seminggu kamu nggak nyentuh sosmed" Ledekku.

"Ya kan kalo kamu mah beda, kalo cowok-cowok kan emang kadang kurang main sosmed" Jawabnya.

"Lagipula juga mau ngapain kamu main sosmed? Paling cuma gitu-gitu doang kan" Balasku.

"Ih nggak juga tau, kalo di sosmed nyari info lebih ce--AAAAAHHHH!!!!" ucapnya yang tiba-tiba terpotong dengan teriakannya, tepat bersamaan dengan suara motor yang mengebut kencang melewati kami.

Akupun akhirnya ikut terkejut juga, dan dengan sigap aku langsung meminggirkan mobilku, dan aku langsung mengecek keadaan Hani.

Aku langsung melihat, wajah Hani terlihat sangat berkeringat, dan tangannya juga tiba-tiba menggenggam tanganku begitu kencang saat suara motor tadi terdengar.

Hani sepertinya sudah menjadi sangat paranoid.

"Sayang kenapaa???" Tanyaku khawatir melihat Hani yang bernapas terburu-buru.

"Hhhhh.... Hhhhh... Bayy.... Akuu takut bangettt..." Jawabnya lirih.

"Jadi kamu mau pulang aja?" Kembali tanyaku karena aku juga makin khawatir melihatnya seperti ini, namun Hani hanya menjawabnya dengan menggelengkan kepalanya.

"Kamu yakin?" Kembali tanyaku.

"Aku tapi nggak mau kamu jauh-jauh dari aku" Jawabnya, dan akhirnya aku mengangguk dan kami kembali jalan.

Berhubung sekarang juga masih jam 10 dan sekarang masih weekdays, aku memutuskan untuk mengajak Hani ke Mall. Toh disana juga ada banyak opsi yang bisa kami lakukan.

Setelah memarkirkan mobilku di parkiran Mall ini, akupun langsung bersiap-siap dan Hani juga langsung mengenakan maskernya.

"Kamu kok pake masker?" Tanyaku sembari mengenakan sepatuku.

"Aku takut ada yang kenal siapa aku, aku takut kalo ada orang yang nonton video itu terus dia ngeliat aku disini" Kembali jelasnya, dan akhirnya aku tidak bisa menjawab apa-apa dan hanya mengangguk pelan.

Kami sudah memasuki Mall ini, dan hal pertama yang kulakukan adalah mengajak Hani bermain di Arcade. Kami pun langsung memainkan berbagai jenis game yang ada disini, dan meski memakai masker, aku bisa melihat kegembiraan Hani bermain denganku meski hanya bermain game-game kecil di Arcade seperti ini. It means so much to me, terlebih juga Hani yang mengatakan bahwa dia merasa sangat menderita pada 3 bulan belakangan ini.

Cukup lama kami bermain di Arcade, dan akhirnya kami memutuskan untuk keluar. Ternyata dalam rentan waktu 1 jam saja, Mall yang tadinya sangat sepi sudah menjadi ramai, dan tentu saja, Hani kembali gelisah. Hani pun langsung menggandeng tanganku, dan tiap kami melewati orang, Hani menggenggam tanganku makin erat menandakan kalau dia ketakutan.

Setelah itu, tak banyak hal yang kami lakukan. Kami hanya berjalan memutari Mall, dan mengecek beberapa toko pakaian dimana Hani kubelikan beberapa pakaian gamis serta blazer dan cardigan. Aku juga membeli sebuah jas untukku.

Kami berada disini cukup lama, dan Mall ini sudah menjadi jauh lebih crowded dari sebelumnya yang kembali membuat Hani menjadi tidak nyaman. Terlebih, tiba-tiba ada yang berteriak.

"EH ADA BAYU AJI, ITU BAYU AJII!!!" teriak salah seorang perempuan yang kutaksir hanya berbeda beberapa tahun denganku, dan tiba-tiba muncul kerumunan yang berjalan kearahku.

"WAAAHHH, KAK BAYUU!!!" terdengar suara teriakan mereka.

Tak hanya perempuan, banyak pula laki-laki yang berlari kearahku dan Hani yang membuatku merasa tidak nyaman, apalagi Hani. Terlebih juga aku melihat mereka mengeluarkan hapenya yang menandakan kalau mereka ingin minta foto.

"Ah shit" Ucapku dalam hati.

Benar dugaanku. Setelah mereka semua mengajakku bersalaman, mereka langsung mengajakku foto. Aku bahkan sangat kewalahan sampai aku tidak bisa melihat keadaan Hani meski aku masih menggandeng tangannya.

Karena frustasi juga, akhirnya akupun memutuskan untuk mengusir mereka secara halus.

"Temen-temen semua, mohon maaf banget nih, tapi saya juga lagi sama pacar saya, kita lagi pengen berdua aja jadi mohon bantuannya yaa untuk nggak ngeganggu kita dulu hehe" Ucapku dengan nada ramah, dan terdengar suara 'Yah' dari mereka dan satu-persatu orang pergi meninggalkanku setelah bersalaman.

Akhirnya mereka semua pun pergi, dan aku langsung merasa sangat lega karena kalau mereka tidak pergi, it's going to be a long day.

"Akhirnya mereka pergi juga" Ucapku lega, dan aku langsung menengok kearah Hani yang kemudian membuatku sangat panik.

Hani terlihat pucat, sangat pucat. Selain itu, terlihat keringat mengucur di wajahnya dan terlihat pula pakaiannya yang sangat basah karena keringatnya. Nafasnya juga sangat berat dan memburu. Aku memang menyadari kalau Hani menggenggam tanganku sangat kencang, tapi aku tidak tahu kalau kondisi Hani sudah separah ini.

"Hani kamu nggak papa????" Tanyaku khawatir, namun Hani tidak menjawab apa-apa dan masih terdiam di posisi yang sama.

Akupun makin panik, dan perlahan, aku menuntun Hani untuk menepi dan duduk di kursi yang ada, dan aku langsung menurunkan maskernya dan menuntun Hani untuk bernafas perlahan hingga dia mulai tenang.

"Kamu kenapaa sayang???" Tanyaku.

"Aku nggak kuat... Terlalu banyak orang..." Jawabnya diikuti dengan napas yang berat.

"Tiap ada yang ngeliat aku... Rasanya kaya mereka bisa ngeliat aku dalem kondisi lagi bugil..." Lanjutnya.

"Maaf sayang, aku nggak kuat"

"Kan tadi aku udah ajakin pulang aja, loh" Balasku.

"Maafin aku ya, aku yang juga malah maksain diri" Kembali jawabnya, dan aku hanya mengelus-rlus pahanya sembari mengangguk.

"Yaudah, kita pulang aja ya sekarang" Ajakku, dan Hani mengangguk tersenyum.

Kami berdua pun langsung bangkit, dan setelah itu kami berjalan menuju parkiran. Hani tidak berhenti melepas genggaman tangannya, meski kini Hani sudah kembali merasa rileks tidak seperti tadi.

"Aku nggak nyangka deh kamu bisa jadi orang terkenal gini" Ucapnya memecahkan keheningan.

"Aku juga sih, tapi aku juga heran kok tadi malah banyakan cewek daripada cowok yang minta foto" Jawabku.

"Hahahaha, kan emang kamu ganteng" Canda Hani.

"Masa, si? Emang aku ganteng apa?" Tanyaku yang bahkan tidak tahu apakah aku ganteng.

"Hmmm, progres sih, makin kesini kamu makin ganteng, sayang" Jawabnya.

"Yeh kamu ngomong begitu kan gara-gara kamu pacar aku juga" Balasku.

"Justru karena kamu pacar aku, aku yang paling tau gimana perkembangan kegantengan kamu, sayang" Jawabnya yang membuatku terdiam.

Sebelum kami melewati pintu keluar, aku melihat kearah kanan dan Hani melihat kearah kiri menemukan stand cemilan kesukaan kami.

"Kamu mau itu?" Tanyaku ke Hani, dan Hani juga bertanya hal yang sama kepadaku.

"Yaudah, kalo gitu kamu mesen kesana aja, nanti kalo udah kamu kesini" Suruhnya.

"Kamu yakin mau sendirian?" Tanyaku.

"Yeh kan cuma seberang-seberangan" Jawabnya, dan aku hanya mengangguk dan kami berpisah dan aku selalu memerhatikan Hani.

Cemilanku sudah sampai lebih dulu, dan setelah itu aku langsung kembali ke Hani. Pandanganku tak lepas darinya, dan sepertinya aku terlalu fokus kepadanya, sampai aku terkejut ketika ada yang menepuk pundakku.

"Bro," Ucap orang itu sembari menepuk pundakku.

"Eh! Ya Ampun, kaget gua" Latahku, dan aku langsung melihat orang yang kutaksir masih seumuran denganku dengan tinggi badan yang lebih rendah dariku.

"Hahahaha, bener toh Bayu Aji, kenapa lu bang? Kayaknya gelisah banget" Jawabnya.

"Oooh, hahaha, iya nih, tadi gua abis ditodong sama bocah-bocah minta foto, tapi pacar gua panik setengah mati sampe pucet banget, ngerinya ada yang nanya-nanyain dia juga" Balasku berbohong.

"Hah? Lu punya pacar bang?" Kembali tanyanya bingung, karena memang aku menutup kehidupan personalku sampai bahkan banyak yang tidak tahu kalau aku punya pacar.

"Punya lah hahaha, udah umur segini juga gua," Jawabku.

"Anyway, ada gerangan apa ini? Mohon maaf banget kalo minta foto gua nggak bisa nerima" Lanjutku.

"Oh, nggak kok, gua pengen ngobrol-ngobrol aja bang" Jawabnya, dan aku hanya mengangguk sembari melihat kearah Hani yang sedang berjalan kearah kami dari seberang toko ini.

Kami hanya mengobrol-ngobrol singkat, topiknya pun tak luput dari sepakbola. Dia hanya bertanya-tanya tentang bagaimana konsep scouter bekerja dan aku juga menjabarkannya secara singkat. Hal-hal standar.

"Oalah, kalo gitu, berarti harusnya lu bisa dong nerbitin pemain-pemain Indo buat main ke luar negeri hahahaha" Guraunya.

"Hahahaha, nggak gitu juga konsepnya, kan tergantung klub nya nempatin gua dimana" Jawabku yang membuat dia kembali tertawa.

"Lagian juga, kalo mau dibandingin sama bola luar negeri, dari observasi gua juga, Bola Indonesia tuh masih ketinggalan jauh dari segi kualitas, terutama kondisi fisik" Lanjutku yang membuat dia terkejut.

"Dari yang gua liat sih ya, perbedaan fisiknya aja udah jauh banget orang-orang Indo sama benua luar, apalagi Eropa yang physicality nya paling gila" Kembali lanjutku, dan kini Hani sudah berada di sampingku dan langsung kugandeng tangannya.

"Itu baru satu aspek, belom kualitas latihan, fasilitas, dan lain-lain, cuma kan kalo segi fasilitas mah wajar, cuma main factornya bagi gua sih itu, orang Indo masih lembek" Lanjutku, dan setelah aku mengucapkan itu, aku langsung menyadari betapa kontroversialnya kata-kata terakhirku tadi.

Berhubung Hani juga sudah datang, akupun langsung berniat untuk berpamitan karena kami ingin segera pulang.

"Yaudah bro, gua cabut ya kalo gitu, ini cewek gua juga udah kelar" Pamitku, dan seketika orang itu langsung memerhatikan Hani.

"Eh bang, sebentar" Potongnya yang membuat kami berhenti melangkah.

"Gua mau nanya lagi boleh ngga bang? Nggak banyak kok" Tanyanya, dan aku melihat ke Hani yang memberi gestur untuk mengiyakan permintaannya.

"Nanya apa?" Tanyaku.

"Lu berangkat ke Austria kapan?" Tanyanya, dan aku langsung terkejut dan kulihat juga Hani sangat terkejut mendengar perkataan orang itu karena memang dia tidak tahu apa-apa terkait ini.

"Hah? Maksud lu apaan?" Tanyaku canggung.

"Ini loh, di berita katanya lu udah setuju mau kerja di tim Austria, gua penasaran aja lu kapan berangkatnya" Kembali tanyanya, dan lagi-lagi Hani terlihat sangat terkejut mendengarnya.

Hani pun langsung menengok kearahku heran karena jelas dia kebingungan tentang apa yang sedang terjadi, dan emosiku langsung terpancing mendengar orang ini berbicara seperti itu. Ahhh kenapa dia mengatakan hal ini tepat disaat Hani sudah ada di sampingku?

"Heh! Perhatiin dulu sumbernya! Yang bisa gua konfirmasiin ya cuma gua baru ditawarin kerja disana, gua belom ngambil persetujuan apa-apa!" Jawabku dengan nada tinggi.

"Coba mana liat kutipan beritanya sini!" Kembali ucapku, dan aku juga menyadari setelah Hani datang kesini, orang ini menjadi lebih memerhatikan Hani.

"Heh, liat sini! Lu lagi ngomong sama gua bukan sama cewek gua!" Kembali ucapku sembari menarik kepalanya supaya dia melihat kearahku.

"Eh, eh, iya sorry bang, gua cuma ngerasa kayak cewek lu familiar aja keliatannya" Jawabnya, dan Hani kembali terlihat sangat terkejut, dan keringatnya kembali bercucuran.

Tak hanya itu, orang ini pun bergegas mengeluarkan hapenya dari kantung celananya, dan perlakuannya membuatku dan Hani seketika menjadi sangat panik.

Jangan-jangan dia ingin...

"Eh, udah, udah, stop, stop" Ucapku menyuruhnya berhenti, namun dia sudah keburu membuka hapenya.

Orang ini langsung membuka hapenya, dan dengan cepat dia menemukan apa yang ingin dia cari, dan dia langsung menunjukkannya kepada Hani.

Dugaanku benar. Dia menunjukkan salah satu hasil screenshot video Hani sedang dinikmati oleh dua orang laknat itu.

"Ini mbak, kan?" Tanyanya, dan seketika, Hani tidak kuat berpijak dan terjatuh yang disebabkan oleh shock yang begitu besar.

Akupun akhirnya juga terbawa emosi, dan dengan cepat, aku langsung mendorong hapenya hingga terpental jauh, dan aku langsung memukul kencang wajahnya tepat di bagian pipi hingga dia terjatuh kencang.

*BUGG!!!!....*

Seketika pula, beberapa orang yang berada di sekitar kami langsung menghampiriku yang baru saja ingin menghajar orang ini, dan dengan cepat, mereka bisa memisahkan kami berdua.

Aku juga berusaha berontak, namun mereka juga dengan kuat menahanku dan aku hanya bisa melihat orang yang kupukul tadi dibawa menjauh dariku.

"Bang Bayu, tahan, Bang, jangan emosii" Ucap orang-orang yang menahanku.

"WOY, LEPASIN!! LEPASIN GUA!!" teriakku sembari berusaha memberontak, namun lagi-lagi, mereka menahanku begitu kuat.

Aku juga langsung melihat kearah Hani, dan melihat Hani yang kini sudah menangis, emosiku perlahan menurun, dan setelah orang yang menahanku paham, mereka langsung melepasku dan aku langsung bergegas menuju Hani.

"Hani, kamu ngga papa???" Tanyaku khawatir, dan Hani langsung memelukku tanpa berhenti menangis.

"Hiksss... Hiksss... Hiksss..." Terdengar suara isakan dibalik pelukku, dan tentu saja orang-orang yang melihat kami berdua sangat kebingungan.

Ini siapanya Bayu? Kenapa tiba-tiba Bayu mukul orang tadi? Mereka abis ngomongin apa?

Akhirnya, perlahan aku mengangkat Hani supaya kami berdua kembali berdiri, dan setelah itu, aku langsung menuntun Hani pergi dari sini.

"It's okay, it's okay, kita pulang, ya" Ucapku pelan, namun tidak Hani jawab.

Kami pun berjalan, dan Hani tidak berhenti menyenderkan kepalanya di lengan atasku sembari aku memboppongnya pergi dari sini meninggalkan orang-orang yang masih terdiam bingung disana.

Di mobil pula, Hani tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Bahkan suara tangisan juga sudah tidak terdengar. Hani juga terlihat sangat pucat dan kelelahan. Namun tiba-tiba, radio yang ku setel menyampaikan berita yang mengejutkanku.

"Oke oke, bro bro sekalian, jadi kita baru aja dapet info berita tentang Bayu Aji, cowok yang namanya lagi naik daun," Ucap sang broadcaster.

"Jadi bro bro, menurut info dari mantan bos nya Bayu Aji, Bayu masih nahan buat ngadain pembicaraan sama klub-klub yang nawarin dia kerja, karena dia lagi ada masalah yang perlu diselesaikan di Indonesia terlebih dahu--" Lanjutnya yang terpotong karena langsung kumatikan radionya, karena takut kalau Hani akan mendengar semuanya.

Bangsat, kini garis permasalahan yang baru saja terjadi tadi akan semakin jelas. Pasti orang-orang yang berada di Mall tadi akan langsung sadar masalah apa yang dibahas tadi. Belum lagi jika orang tadi membocorkan kalau Hani lah yang menjadi perempuan yang saat ini sedang ramai dibicarakan skandalnya.

Akupun langsung melihat kearah Hani, dan masih sama saja. Hani masih terdiam dan wajahnya masih terlihat sangat pucat.

Singkat cerita, kini kami sampai di rumah Hani. Akupun langsung memarkirkan mobilku. Baru ketika aku menarik rem tangan, Hani dengan cepat langsung keluar dari mobil dan berlari masuk kedalam rumah.

"HANI?! HANII?!" ucapku panik, dan akupun langsung bergegas mematikan mobilku dan segera turun.

Hani sudah lebih dulu memasuki rumahnya, dan aku langsung berlari secepat yang kubisa. Aku langsung berlari melewati pagar dan tepat ketika aku berada di depan pintu, Hani langsung mengunci pintunya. Tanpa berpikir dua kali pun aku langsung mengetuk kencang pintunya.

"Hanii?!!?! Kamu kenapa?!?!" Tanyaku khawatir sembari mengetuk pintu.

Cukup lama aku mengetuk pintunya, dan akhirnya pintunya dibuka, meski yang membukakan adalah Ummi yang masih mengenakan mukena.

"Yaampun Bayy kenapa???" Tanya Ummi khawatir.

"Nggak tau Mi, tadi tiba-tiba Hani lari kedalem, ini aku juga khawatir" Jawabku, dan Ummi pun makin khawatir dan segera berlari ke kamar Hani.

Akupun langsung menyusulnya, dan sembari Ummi menaiki tangga, aku melihat Arya berjalan menuruni tangga menghampiriku, dan tiba-tiba dia langsung memukulku kencang hingga aku tersentak ke belakang.

*BUGG!!...*

"YA, LU KENAPA SI?!?" teriakku kaget dan heran.

"LU APAIN KAKAK GUA, BAY?!?" Balik teriaknya sembari menarik kausku.

"YA, LEPASIN, YA!! LU NGAPAIN SI?!?" balasku berteriak.

"HEH!! KAKAK GUA MASUK KAMAR LANGSUNG NANGIS-NANGIS GITU ABIS JALAN SAMA LU!! LU APAIN KAKAK GUA?!?" Kembali teriaknya.

"Ya, plis, bukan waktunya buat ngomongin ini sekarang" Jawabku, dan tanpa sekuat tenagaku, aku langsung mendorong Arya hingga dia terpental ke belakang.

Setelah Arya terjatuh pun, aku langsung berlari keatas, dan setelah sampai di depan pintu kamar Hani, aku langsung melihat Ummi sedang menenangkan Hani yang sedang terduduk menangis di kasur.

Ummi pun langsung melihatku, dan Ummi tersenyum sembari berjalan meninggalkan Hani dan berjalan menuju kepadaku.

"Gimana, Mi?" Tanyaku menanyakan keadaan Hani.

"Biar kamu yang liat aja, ya, biar kamu aja yang jelasin" Jawabnya tersenyum, meski terlihat matanya yang mulai berair.

Mendengar jawaban Ummi pun, aku langsung berjalan masuk kedalam kamar Hani, dan ketika Hani melihat aku memasuki kamarnya, Hani langsung membuang pandangannya kearah lain. Akupun langsung duduk di sampingnya.

"Hey, kenapa, sayang?" Tanyaku, dan aku langsung menaruh tanganku di pahanya Hani.

Hani pun masih tidak mau melihatku, namun tangannya langsung dia gunakan untuk menggenggam tanganku, dan Hani juga masih diam membisu.

"Maafin aku ya, Han, mungkin kamu nggak bakal shock kaya gini kalo aku nggak ngajak kamu keluar" Ucapku, namun Hani tidak menjawab perkataanku.

"Kenapa kamu nggak cerita masalah kamu dapet kerja di Austria?" Tanya Hani.

"Kondisi kamu lagi nggak baik begini, aku nggak mau nambahin beban pikiran kamu juga" Jelasku.

"Kenapa nggak kamu ambil kerjaannya, Bay?" Kembali tanya Hani yang membuatku terkejut.

"Terus aku ninggalin kamu di kondisi kaya gini? Dengan kondisi pelakunya juga belom ketangkep? Who knows apa yang bakal dia lakuin ke kamu kalo aku berangkat lagi, Han" Jelasku, dan Hani hanya terdiam.

Hani kembali diam membisu, dan perlahan, pandangannya mulai berpindah kearah wajahku, dan tangannya tak berhenti mengelus tanganku. Wajahnya masih terlihat sangat pucat, dan matanya juga sangat memerah sembab.

"Bay..." Ucapnya pelan.

"Mungkin emang bukan takdirnya kita bersama" Lanjutnya yang terasa membelah hatiku menjadi dua.

"Hey, hey, kenapa kamu jadi dramatis gini? Udah dong negative thinkingnya" Jawabku menenangkan Hani.

"Bay, it's okay, itu mimpi kamu, kan?" Balasnya, dan Hani kembali melanjutkan ucapannya tanpa memberiku kesempatan untuk menjawab.

"It's okay, Bay, kamu nggak perlu mikirin keadaan aku, kamu udah selangkah lagi ke impian kamu" Lanjutnya.

"Kamu bakal jadi orang terkenal, jadi orang kaya, dan mungkin di saat itu aku udah jadi pelacur pribadi mereka lagi, atau bahkan aku malah udah mati sama mereka" Kembali lanjut Hani yang menyayat-nyayat kulitku.

"Han, please, stop it, buang pikiran kaya gitu dari otak kamu, please" Jawabku sembari menggenggam erat tangannya.

"It's okay, Bay, mungkin perlahan juga aku bakal menikmati kehidupan kaya gitu, atau mungkin aku akan jadi terlalu mati rasa sampe aku ngga bisa ngerasain apa-apa lagi" Balasnya.

"Han...."

"Kamu nggak perlu mikirin aku, Bay, kamu masih belom nerima tawaran pak Ben, kan? Hubungin pak Ben sekarang, okay?" Jawabnya.

"Han, please, jangan ngaco gini kamu, Han" Tolakku tak ingin semua yang Hani katakan tadi terjadi.

"Bay, nggak papa, kamu nggak perlu korbanin masa depan kamu demi aku" Jawabnya tersenyum menutupi penderitaan yang dia rasakan, dan tiba-tiba, Hani mengambil hapeku yang kutaruh di jaket.

"Han, Han, kamu mau ngapain?" Tanyaku kaget, namun tidak Hani jawab, dan Hani kemudian langsung memberi lagi hapeku dengan kondisi hapeku sedang menelepon pak Ben.

"Hani..."

Tak lama kemudian, yang membuatku terkejut, pak Ben tak butuh waktu lama untuk mengangkat teleponku.

"Halo, Bayu, ada apa? Aku sedang sibuk" Sapanya.

Akupun juga bingung harus melakukan apa, namun Hani hanya tersenyum melihatku sembari berbisik kepadaku.

"Do it, Bay, do it for me" Bisiknya.

Akupun akhirnya menyerah.

"Halo, pak, mengenai tawaran itu..." Jawabku yang langsung dipotong oleh pak Ben.

"Oh, kamu sudah memutuskan untuk pergi? Baiklah, aku juga sudah mengatur semuanya, pihak tim Salzburg juga sudah memutuskan untuk menaruhmu di Jepang supaya kamu tidak perlu jauh-jauh dari kekasihmu, yang perlu kamu lakukan sekarang adalah hanya menandatangani kontraknya" Jelasnya, dan lagi-lagi, Hani mengangguk menyuruhku menerima tawarannya, meski masih terlihat jelas penderitaannya.

"Jadi bagaimana, nak? Kapan kamu akan berangkat ke Austria?" Kembali tanyanya.

Akupun terdiam. Aku bingung harus melakukan apa. Pak Ben sudah mengatur semuanya, dan Hani juga sudah gembira mendengar itu semua. Aku harus menjawab pertanyaan pak Ben.

Namun.....










"Aku tidak akan berangkat ke Austria, pak, dan tolong tolak semua tawaran yang mereka berikan ke bapak terkait aku" Jawabku, dan Hani langsung terlihat sangat terkejut mendengar jawabanku, dan terlihat Hani ingin marah mendengarnya.

"Hah? Apa kamu serius?" Tanya pak Ben terkejut.

"Seratus persen"

"Tapi mereka saja bahkan sudah mengatur semuanya supaya kamu tidak perlu begitu jauh dari Indonesia, nak" Jelasnya, namun langsung kubantah.

"Aku tidak peduli apakah mereka akan menempatkanku di benua yang sama, negara yang sama, atau bahkan provinsi yang sama, aku tidak akan meninggalkan pacarku di kondisi yang masih seperti ini" Bantahku, dan perkataanku membuat Hani speechless.

"Kesempatan seperti ini tidak akan datang sering, nak, kamu yakin?" Tanyanya.

"Life is more than about football, sir, aku tidak bisa" Jawabku, dan pak Ben pun paham dengan ucapanku.

"Baiklah kalau begitu, nak, aku harap kamu juga bisa segera menyelesaikan masalah ini" Jawab pak Ben, dan setelah itu aku langsung mematikan teleponnya.

"BAY KAMU GILA?!?" teriak Hani yang sangat kaget dengan keputusanku.

"Nggak kok, kalo aku gila, aku udah berangkat ke Austria" Jawabku.

"Bay, buat apa???? Kamu bisa sukses tanpa aku, itu kan mimpi kamu, Bay!!" Kembali ucapnya marah.

"Dan aku harus ngorbanin kamu demi mimpi aku? Nope" Jawabku.

"Bay, pasti ada banyak yang jauh lebih baik dari aku di luar sana, kenapa kamu sampe segitunya demi aku?" Tanyanya heran, dan aku segera menjawabnya.

"Waktu itu, aku pernah denger ada orang yang ngomong begini," Mulaiku.

"Mungkin emang, ada yang jauh lebih baik buat aku di luar sana, dan aku pantas buat dapetin yang lebih baik," Lanjutku.

"Tapi, aku juga punya hak buat bersyukur dengan apa yang aku punya, kan?" Kembali lanjutku yang membuat Hani sangat terkejut.

"Kamu tau kan itu kata-kata siapa?" Tanyaku, dan Hani langsung mengucurkan air matanya yang sudah tertampung daritadi.

"Bay, kenapa???..."

"It's okay, kita cari pelakunya bareng-bareng, ya" Ucapku, dan aku langsung mencium bibirnya lembut.

*Ccupphh... Ccupphh...*

Hani yang tadinya terdiam pun, kini mulai membalas ciumanku, dan Hani langsung memindahkan tangannya ke pipiku sementara aku langsung memegang kepalanya.

*Cccupphh... Ccupphh... Ccupphh...*

Tak lama kami berciuman, dan Hani langsung melepaskan ciumannya. Hani pun tersenyum melihat wajahku sembari mengelus-elus pipiku.

"Aku sayang kamu, Bay" Ucapnya.

"Kamu ngomong begitu mulu nanti aku bosen, loh" Candaku, dan akhirnya, Hani tertawa.

'"Nahh gitu dongg ketawa, kemana aja ini Hani yang aku kenal?" Kembali candaku.

"Ihhh kamu mahhh" Jawabnya sebal yang membuatku ikut tertawa.

Meski kini Hani sudah kembali tertawa, terlihat wajah Hani yang seperti kelelahan setelah kejadian tadi.

"Yaudah, kamu istirahat ya, sayang, kayaknya kamu kecapean" Suruhku.

"Kamu mau pulang??" Tanyanya cemberut.

"Iyaa, udah jam segini juga, takut macet kalo kesorean kan" Jawabku, dan Hani pun mengangguk paham.

Hani pun dengan sigap langsung membuka jilbab, cardigan, kemeja serta roknya hingga hanya menyisakan kaus dan celana pendek, dan setelah itu Hani langsung merebahlan diri dan menarik selimutnya.

"Aku pulang ya" Ucapku setelah Hani sudah siap tidur.

"Eh sayang" Potongnya.

"Kenapa?"

"Aku boleh make jaket yang kamu pake buat tidur ngga? Ehehehe" Ucapnya dengan nada manja.

"Ih segala, buat apaan?" Tanyaku bingung.

"Nggak papa, pengen aja" Jawabnya asal.

"Hahaahah, iya deh yaudah" Balasku dan aku langsung membuka jaketku dan memakaikannya di Hani.

"Udah ya, yaudah aku pulang yaa" Ucapku dan Hani hanya mengangguk, dan dia langsung memejamkan matanya, dan aku langsung mencium pipinya disaat dia memejamkan matanya.

*Ccupphh...*

Hani pun terkejut, namun setelah itu, dia tersenyum sembari tetap memejamkan matanya dan setelah itu, aku langsung beranjak keluar.

Di saat aku berjalan menuruni tangga, aku langsung melihat Ummi yang sedang duduk di ruang TV sedang menangis. Akupun jadi ikut khawatir dan aku langsung menghampiri Ummi.

"Ummi, kenapa, Mi?" Tanyaku.

"Hikss... Hiksss... Kokk bisaa... Ada yang setega itu sama anak sebaik Hani... Hikss... Kok bisa Bayy.... Hikss.... Hiksss... Hani ngga pernah aneh-aneh seumur hidupnya..." Jawabnya yang sedang menangis memikirkan anaknya.

"Hikss... Hiksss... Anak yang Ummi kenal sangat ceria... Sekarang jadi depresi kayak beginii.... Hikss... Hikss..." Lanjutnya.

"Bayy... Tolong jangan pergi jauh dari Hani... Hikss... Hiksss..." Pintanya kepadaku.

"Iyaa Mi, tawarannya udah aku tolak semua kok, jadi kita bisa lebih fokus buat sembuhin psikis Hani" Jawabku.

"Hani juga kayaknya perlu dibawa ke psikiater, Mi, Hani perlu disembuhin sama yang udah ahli juga" Saranku ke Ummi, dan Ummi yang mulai berhenti menangis pun langsung mengangguk.

"Iya, Bay, tapi harus kamu yang nemenin dia, dia nggak mau kalo nggak sama kamu pasti" Jelas Ummi, dan aku hanya mengangguk.

"Yaudah, kalo gitu nanti biar Ummi sama Abbi yang ngurusin ini, ya, nanti tinggal Ummi yang kabarin ke kamu" Ucap Ummi, dan aku mengiyakan dan berpamitan dengan Ummi.

-----

Aku sudah sampai dirumah, dan aku langsung melihat mobil Ayah sudah berada di parkiran dan mobil Mamah juga masih berada disebelahnya. Kan masih jam segini, Ayah dan Mamah kok sudah pulang?

Akupun tidak memikirkan apa-apa lagi, dan aku langsung memarkirkan mobilku, dan setelah itu aku langsung beranjak masuk kedalam rumah. Baru ketika aku berada di teras rumah pun, aku langsung mendengar Mamah mengatakan sesuatu ke Ayah.

"Tapi gimana caranya mas buat ngasih tau ke Bayu kalo mas harus pensiun? Pasti kan berat bagi Bayu juga, apalagi kondisi Hani lagi kayak gini juga" Ucap Mamah yang terdengar dari teras.

Hah? Ayah pensiun?

"Loh kok tiba-tiba Ayah pensiun?" Tanyaku yang mengejutkan Ayah dan Mamah.

"Loh kakak?! Kamu denger?!" Tanya Mamah kaget.

"Kedengeran banget, Mah, ini ada apa, Yah?" Tanyaku ke Ayah.

"Iya nak, Ayah harus pensiun karena penyakit Ayah udah semakin parah juga" Jelas Ayah.

"Ya ampun, sejak kapan parahnya?" Tanyaku kaget mendengar penjelasan Ayah.

"Setahun yang lalu, kamu masih di Inggris waktu itu" Jawab Ayah.

"Berhubung Ayah pensiun juga, Ayah nggak punya masukan lagi berhubung Ayah kerja di swasta, jadi tadi Ayah dan Mamah ingin ngomong ke kamu kalo kamu udah harus kerja lagi untuk nutupin kebutuhan keluarga, kak" Lanjut Ayah.

"Tapi Yah...." Ucapku pelan yang kemudian dipotong.

"Nak, Ayah juga sudah tau tentang tawaran kerja di Austria, tolong terima tawaran kerjanya kak" Pinta Ayah.

"Maaf, yah, tapi tawaran dari Salzburg udah aku tolak" Jawabku yang membuat Ayah terkejut.

"Hah?! Kok kamu tolak?!?" Tanya Ayah terkejut, dan aku langsung menjelaskan semuanya.

Kupikir Ayah akan paham dengan penjelasanku, namun ternyata, Ayah malah semakin marah mendengsrnya.

"Kak kamu itu gimana sih?!? Masa cuma karena Hani aja kamu rela ngorbanin kerjaan kamu?!?" Tanya Ayah dengan nada tinggi.

"Tapi Yah, nggak mungkin aku ninggalin Hani di kondisi kayak gini!! Pelakunya masih keliaran diluar sana, kondisi Hani juga lagi depresi gini, kalo aku berangkat lagi, who knows apa yang bakal terjadi!!" Jelasku.

"Tapi kamu tau kan kondisi keluarga kita lagi begini, kak! Nggak mungkin cuma dari gaji Mamah sama Bella bisa nutupin yang perlu kita bayar!" Kembali jawab Ayah.

"Ya emang Ayah nggak punya uang simpenan buat nutupin itu dulu?! Aku nggak bakal nganggur selamanya kali, Yah!" Balasku.

"Maaf kak, tapi nggak ada, Ayah sama Mamah baru aja make uang simpenan itu buat ngejalanin usaha, tapi timing penyakit Ayah bener-bener nggak mendukung, dan akhirnya sebagian besar uang simpanan Ayah udah dipake, belom lagi masalah cicilan rumah" Jelas Mamah yang benar-benar membuatku bingung.

"Kenapa semuanya tiba-tiba gini, si?! Aku baru seminggu di Indonesia tiba-tiba ada banyak banget kejadian-kejadian nggak enak kaya gini!" Ucapku kesal.

"Lagipula, Ayah sama Mamah nggak perlu mikirin masalah keuangan, kok, aku masih punya simpenan uang yang nggak perlu Ayah sama Mamah tau berapa nominalnya" Jelasku.

"Ini bukan cuma tentang uang, kak! Coba kamu pikir! Ini cita-cita kamu, kak! Sekarang kamu udah dekat dengan Cita-cita kamu, kamu malah ngebuang kesempatan itu gitu aja?!" Kembali tanya Ayah kesal.

" Ya terus buat apa kalo ujung-ujungnya aku harus korbanin orang yang aku sayang?!?" Teriakku yang membuat Ayah terkejut diam.

"Yah, tolong, pelakunya masih diluar sana, dan kita bahkan nggak tau apa motif dia ngelakuin ini semua, kita nggak tau apa dia juga ngincer keluarga Hani, atau bahkan dia ngincer keluarga kita juga, Hani juga kondisinya lagi begini, nggak mungkin aku tinggalin dia gitu aja" Jelasku.

"Ayah, Ayah tau kan rasa yang Ayah rasain pas Ayah takut banget kehilangan bunda? Saat ini aku juga lagi ada di situasi yang sama, Yah," Lanjut jelasku.

"Tolong, Yah, aku juga udah kehilangan Bunda, aku udah kehilangan Claudia, aku nggak ingin kehilangan Hani juga, Ayah paham kan gimana rasanya?" Tanyaku yang membuat amarah di wajah Ayah perlahan memudar.

"Tolong, Yah, aku harus ada disini sampe semua masalahnya selesai" Jelasku, dan tiba-tiba, Ayah mengangkat tangannya.

Aku sudah berpikir kalau Ayah akan menamparku, dan aku langsung dengan sigap berusaha menghindari. Namun ternyata, Ayah malah menepuk-nepuk pundakku.

Hah?

"Setidaknya kamu nggak akan ngulangin kesalahan yang udah Ayah perbuat, kak" Jawabnya tersenyum, dan setelah itu, Ayah langsung berjalan menuju ke kamarnya meninggalkanku dan Mamah yang kebingungan.

"Hah?" Ucapku bingung.

"Kamu ngelakuin hal yang benar kok, kak, Mamah bangga sekali sama kamu" Ucap Mamah, dan setelah itu Mamah juga ikut menyusul Ayah ke kamarnya.

"What the fuck?" Ucapku kebingungan dalam hati, dan aku langsung berjalan menuju kamarku.

Di kamarku pun, aku langsung melihat terdapat banyak notifikasi dari Inst*gram yang tertera di komputerku yang jarang kumatikan, dan aku yang kebingungan pun langsung duduk di kursi dan melihat apa yang sebenarnya terjadi.

Selain itu, aku juga baru sadar kalau Rama mengirimiku sebuah postingan berita, dan akupun langsung mengalihkan perhatianku menuju ke berita yang Rama berikan tadi, dan aku benar-benar langsung emosi membaca headline berita itu.

"BAYU AJI: PESEPAKBOLA INDONESIA ITU LEMAH"

Baru membaca judulnya saja, aku benar-benar sangat marah. Ini tidak benar. Ternyata perkataanku yang kupikir sangat kontroversial tadi bisa dimanipulasi menjadi judul yang sangat clickbait seperti ini. Aku juga langsung cross-check dengan IG-ku, dan ternyata notifikasi IG ku hanyalah pemberitahuan bahwa ratusan orang berkomentar di postingan IG-ku.

"Halah nih orang baru dua tahun di Inggris aja langsung sok-sok an ngatain pemain bola Indo sampah" Komentar salah satu orang.

"Dasar nggak nasionalis!! Bukannya ngebantu pemain Indo bisa main ke luar negeri dia malah ngejelek-jelekin sodara senegaranya sendiri" Komentar orang lainnya.

Selain itu, aku juga melihat ada salah satu link berita yang terkait kepadaku, dan berita itu berjudul:

"TERBONGKAR SUDAH!! PEREMPUAN " VIDEO SYUR" BERINISIAL HNK ADALAH KEKASIH DARI BAYU AJI DIRGANTARA"

Aku benar-benar sangat marah. KENAPA BERITANYA BISA TERSEBAR SECEPAT INI???

Akupun langsung kembali melihat ke IG-ku, dan setelah cukup lama scrolling di comment section, aku langsung melihat banyak pula kaum hawa yang berkomentar terkait Hani.

"Aduh, orang ganteng kayak mas Bayu, sekaya mas Bayu, ternyata pacarannya sama cewek murahan, kecewa aku pernah jatuh hati kepadamu mas 😭" Komentar salah satu perempuan.

"Yaampun mas Bayu kuu, mendingan sama aku aja dehh, daripada sama cewek nggak bener kaya gituu hihihi #ngarep #loveyoumasbay"

"Dari sekian banyak perempuan muslimah yang ada di Indonesia, kenapa kamu malah milih lonte, mas? Hilang respect aku denganmu" Kembali komentar perempuan lainnya.

Ratusan komentar mengenai kedua permasalahan ini terhampar begitu banyak di postingan-ku ini, dan tentu saja aku sangat kebingungan kenapa ceritanya bisa bisa tersebar begitu cepat. Apa mungkin ada tim media yang mengikutiku tadi? Skenario ini masih sangat masuk akal, terlebih juga karena kejadian saat pertama kali aku diwawancarai oleh media, aku langsung menolak mereka mentah-mentah.

Pasti sesuatu sudah terjadi. Tidak mungkin semuanya terjadi begitu saja. Akupun langsung kembali membaca berita tersebut, dan setelah cukup lama memerhatikan, aku akhirnya menemukan nama penulis artikel ini.

Setelah mengetahui namanya pun, aku kembali ke Inst*gram dan langsung mencari siapa orang ini, apakah dia berada disana, dan apakah dia mendengar percakapanku dengan orang asing tadi. Tak butuh waktu lama bagiku untuk mencari akun pria ini, dan setelah membuka akunnya, aku langsung tersentak kaget.

DEGG!!...

Pria ini....

DIA ADALAH ORANG YANG MENGAJAKKU BERBICARA TADI!!!

"AHHHH KOK BISA KECOLONGAN SIH GUA?!? FUCK!!!!" teriakku yang benar-benar sangat emosi mengetahui perihal ini.

Aku makin merasa sangat frustasi. Semua garisnya kini sudah berada di jalur yang sama. Kini orang-orang akan tahu siapa Hani setelah kututupi demi tidak terekspos, dan setelah apa yang terjadi tadi, cacian dan makian dari masyarakat akan menjadi konsumsi harian kami.

Aku benar-benar kehilangan kendali, dan tanpa aku sadari, aku langsung memukul monitor komputerku begitu kencang sampai monitorku hancur.

"BANGSAT!!!" teriakku menyalurkan ke-frustasian ku karena aku tahu, kedepannya, Aku dan Hani akan menjadi musuh masyarakat.

-To Be Continued-
 
Sekali nya nongol langsung update. Nice update suhu @Kocid
- Despair -

Seminggu sudah berjalan, dan selama seminggu ini, aku selalu mengunjungi Hani ke rumahnya. Meski kini Hani sudah mulai membaik, kondisinya masih sangat jauh dari pulih.

Hani akhirnya juga menceritakan semuanya. Di hari kejadian, mereka mencabut seluruh SIM Card di alat elektronik Hani, dan mereka memberi Hani SIM Card baru untuk berkomunikasi. Mereka juga mengambil barang-barang lainnya, seperti ATM, KTP, dan lain-lain selama beberapa waktu. Selain itu, mereka juga mengambil sebagian besar dari uang yang Hani kumpulkan, dan mereka juga selalu mengambil gaji Hani menyisakan hanya sebesar 500 ribu rupiah untuk Hani per bulan.

Hani juga bercerita kalau dia sudah pernah mencoba melapor ke polisi, namun mereka bisa langsung mengetahuinya dan Hani kembali disiksa hingga Hani merasa sangat takut untuk berulah. Tapi Hani tidak kapok, dia terus berusaha melacak nomer hape orang itu, namun orang ini tidak pernah menggunakan satu SIM Card dan dia selalu mengganti SIM Card nya, dan lagi-lagi, mereka menyadari dan menyiksa Hani dan mengancamnya untuk tidak bertindak yang aneh-aneh dengan iming ketika aku pulang, Hani akan dibebaskan sesuai perjanjian, terlebih juga ancamannya terhadap keluarganya yang membuat Hani ketakutan setengah mati.

At anyways, she's getting fucked over, dan Hani benar-benar tidak bisa melakukan apa-apa, karena seperti pemain catur yang hebat, mereka selalu memikirkan selangkah atau dua langkah yang akan mereka ambil, dan mereka juga sudah jauh berada di garis finish bahkan ketika Hani baru ingin memikirkan apa yang ingin dia lakukan.

Kini, Hani juga tidak mempunyai apa-apa karena mereka sudah mengambil apa yang Hani punya selain Laptop yang kini juga sudah kuamankan. Untuk keamanan Hani juga, aku tidak ingin Hani menggunakan hape dan sosial media terlebih dahulu. Hani dalam kondisi seperti ini sebaiknya dijauhkan dari tempat-tempat toxic seperti sosial media.

-----

Hari ini, aku ingin mencoba mengajak Hani keluar. Memang, selama seminggu ini, Hani tidak pernah keluar dari rumahnya. Entah bagaimana reaksi yang akan dia keluarkan saat berada di luar sana, tapi Hani juga perlu keluar dan melihat dunia, hal ini tidak baik untuk kondisi psikologisnya.

Akupun sudah sampai di rumah Hani, dan setelah sampai, aku langsung menitipkan mobilku ke mang Ucup, dan setelah itu aku langsung mengetuk pintunya.

Tak butuh waktu lama untuk seseorang mendengar dari dalam rumah, dan akhirnya, pintu dibuka, dan yang membukakan pintu adalah Ummi.

"Eh, yaampun Bayu, pagi-pagi banget kesininya" Ucapnya.

"Hahahaha, nggak ngeganggu kan, Mi?" Tanyaku.

"Nggak kok, sayang, udah, masuk yuk" Jawabnya menggandeng tanganku untuk masuk kedalam rumah.

"Hani gimana, Mi? Udah makin membaik kondisinya?" Tanyaku.

"Alhamdulillah, Bay, udah mendingan semenjak kamu kesini mulu" Jelasnya.

"Hari ini kamu mau ngapain?" Lanjut Ummi bertanya.

"Kayaknya pengen aku ajak keluar, Mi"

"Kamu yakin? Hani disuruh keluar ngambil delivery makan aja takut, Bay" Jelasnya.

Wajar jika Hani ketakutan seperti itu. Dia baru saja mengalami kejadian yang sangat memilukan dan bahkan bisa dipertanyakan apakah dia bisa pulih dari kejadian ini.

"Tapi nggak baik buat psikis Hani juga Mi kalo Hani di dalem rumah dulu" Jelasku.

"Kamu yakin Hani udah siap?"

"Kita coba dulu aja ya, Mi, kalo dia masih ketakutan nanti langsung aku bawa pulang kok" Jelasku, dan Ummi hanya mengangguk.

"Bay, semenjak kamu kesini mulu, akhirnya Ummi bisa ngeliat Hani senyum lagi, setelah bahkan beberapa bulan ini Ummi nggak pernah ngeliat dia senyum, makasih banyak ya, Bay" Ucap Ummi berterimakasih kepadaku.

"Iya santai kok, Mi, kan aku pacarnya Hani juga" Jawabku.

Baru ketika aku sampai di tangga, tiba-tiba dering teleponku berdering. Akupun langsung menghentikan langkahku dan membuka hapeku untuk melihat siapa yang menelepon.

"Pak Ben?"

Dengan sigap, akupun langsung mengangkat teleponnya disamping Ummi.

"Halo, pak?" Sapaku.

"Halo, nak, tumben kamu sudah bangun jam segini" Balik sapanya.

"Kan aku tidak perlu begadang untuk nonton pertandingan sekarang, pak, ada apa?" Tanyaku.

"Aku punya berita bagus," Jawabnya.

"Banyak berita bagus"

Ada apa ini?

"Ada apa, pak?" Tanyaku bingung.

"Ada beberapa pihak klub yang bertanya kepadaku tentangmu" Jelasnya.

"Hah? Bapak yang bener?" Tanyaku terkejut.

"Iya nak, mereka bertanya apakah saat ini kamu sedang terkontrak dengan klub lain?"

Loh, kok bisa secepat ini? Padahal baru beberapa hari yang lalu aku terlepas dari kontrak dengan pak Ben.

"Secepat ini?" Tanyaku bingung.

"Banyak yang tak perlu kuceritakan kepadamu, nak, aku bisa membuat buku sendiri untuk menceritakannya, intinya dengan sihirku, kamu telah menarik berbagai perhatian tim, apakah kamu tertarik?" Jelasnya.

Hatiku menjadi dilema. Aku ingin sekali kembali berangkat keluar negeri. Aku ingin sekali mengejar mimpiku. Tapi dengan kondisi seperti ini, dengan kondisi Hani yang masih sangat buruk, aku tidak bisa meninggalkannya. Aku bisa saja membawa Hani bersamaku, namun lagi-lagi sepertinya ini sangat berbahaya terkait ancamannya terhadap Abbi, Ummi, dan Arya meski mereka mungkin tidak akan mengganggu Hani lagi.

Semuanya masih sangat abu-abu, dan kalau aku pergi, pasti akan sangat berbahaya.

"Sekarang sepertinya bukan waktunya, pak, aku sedang ada masalah yang tak bisa kutinggalkan disini" Ucapku menolak.

"Ada apa?"

"Anak pak Jafar, pacarku, sedang berada dalam masalah"

"Masalah apa?"

"Dia menjadi korban pemerkosaan" Jelasku, dan tentu saja pak Ben terkejut mendengarnya.

"Hah? Yang benar?"

"Iya, panjang ceritanya pak, tak bisa kujelaskan sekarang"

"Apa baiknya kita tahan dulu saja negosiasinya? Sayang sekali kalau tidak kamu ambil nak" Balas pak Ben, dan aku hanya bisa mengiyakan.

"Baiklah, kalau begitu biar kujawab pertanyaan pers ya, nak, karena banyak yang bertanya kepadaku perihal ini" Jelas pak Ben.

Akupun langsung mematikan telepon, dan sembari aku memasukkan hapeku ke kantung celana, Ummi bertanya kepadaku.

"Tadi siapa, nak?" Tanya Ummi.

"Pak Ben, Mi, katanya aku udah ditawarin kerja di beberapa klub" Jawabku yang membuat Ummi terkejut.

"Hah? Kamu aja baru seminggu disini Bay, kamu udah mau berangkat lagi?" Kembali tanya Ummi dengan nada yang cukup kencang, dan aku langsung takut setengah mati karena aku takut Hani mendengar dari kamarnya.

"Ssst, Ummi, nanti kalo Hani denger gimana?" Bisikku.

"Ohiya ya ampun, aduh, semoga nggak denger deh" Jawabnya, dan aku segera naik ke lantai atas menuju ke kamarnya.

Setelah aku membuka pintu, aku lihat Hani sedang membaca buku di mejanya sambil mendengarkan lagu dari radio kamarnya. Hani saat ini masih mengenakan piyama favoritnya yang membuat Hani terlihat sangat manis.

Hani pun langsung menengok kearahku, dan Hani langsung mengeluarkan senyuman manisnya.

"Halo sayang" Ucapku sembari membuka jaketku.

"Kamu kesini mulu deh, emang kamu nggak ada kegiatan?" Tanyanya.

"Hidup jadi pengangguran kan emang gini" Candaku yang membuat Hani tersenyum sembari Hani menutup bukunya, dan setelah itu Hani beranjak dari duduknya menghampiriku, dan Hani langsung memelukku.

"Kangen" Ucapnya pelan dibalik pelukku.

"Padahal udah tiap hari aku kesini" Jawabku tak melepaskan pelukanku sampai Hani puas berpelukan dan kembali ke mejanya.

Suasana kamar Hani saat ini benar-benar sangat tenang. Warna tembok dan desain yang memang sudah Hani ubah semenjak dia bekerja juga sangat meningkatkan suasana kedamaian yang Hani perlukan saat ini. Terlebih juga kamar Hani berada jauh di belakang sehingga jauh dari suara jalanan.

Hani pun kembali melanjutkan membaca bukunya, sementara aku mengambil kursi terlebih dahulu kemudian duduk disampingnya. Aku tak melakukan apa-apa, hanya memerhatikan kecantikan dan keimutan Hani saat dia sedang terdiam fokus membaca.

She's the most perfect girl that I have ever met. She's the girl all the guys want.

Akhirnya, sambil memerhatikan Hani, aku mengambil hapeku dan membuka sosial mediaku. Entah kenapa, sosial mediaku dipenuhi dengan berbagai notifikasi, dan karena penasaran akupun membuka notifikasi itu.

Ternyata, setelah pak Ben menjawab pertanyaan dari wartawan tadi, beritanya langsung tersebar begitu cepat seperti virus. Baru sekitar 15 menit semenjak pak Ben meneleponku, ratusan tautan mengenai karirku langsung terpublikasikan.

Aku juga baru mengetahui tim mana saja yang memiliki minat kepadaku. Hanya tim-tim dari luar Top 5 Liga di Eropa sih, seperti Shaktar di Ukraina, Kopenhagen di Denmark, dan yang menurut pak Ben benar-benar meminatiku, RB Salzburg di Austria yang sudah banyak menerbitkan talenta-talenta muda.

Aku sangat ingin pergi kesana, dan pak Ben juga sudah berkata ke media kalau ini semua hanya terserah kepadaku, dan pak Ben akan membantu menyelesaikan kesepatakannya, namun aku harus tetap berada disini sampai semua masalah terbongkar.

Akhirnya, aku malah lupa kalau aku ingin mengajak Hani pergi keluar, dan akupun langsung berniat untuk mengajaknya.

Akupun menggenggam tangannya.

"Sayang"

"Eh, kaget" Jawabnya terkejut yang kemudian tersenyum. "Kenapa sayang?"

"Kita pergi keluar yuk, kamu udah seminggu ini dirumah mulu loh" Ajakku, dan perlahan senyuman Hani memudar, dan dia langsung menaruh tangannya diatas genggamanku.

"Sayang..." Ucapnya pelan.

"Aku... Nggak yakin aku ingin..."

"Kenapa? Kamu nggak bosen dirumah mulu?" Tanyaku halus.

"Aku... Takut..." Jawabnya, dan terasa tangannya gemetar.

"Aku... Takut kalo 'dia' masih ada di luar sana..." Lanjut Hani.

"Tapi nggak baik loh buat psikis kamu juga kalo kamu di dalem rumah mulu..." Kembali jawabku meyakinkan.

"Tapi sayang..." Balasnya, namun langsung kupotong.

"Sayang, it's okay, ada aku kok, kalo 'dia' masih berani ngedeket ke kamu, ada aku yang jagain kamu" Potongku sambil mempererat genggamanku, dan setelah sekian lama terdiam, akhirnya Hani tersenyum dan mengangguk.

"Yaudah, aku ganti baju dulu yah" Ucapnya, dan setelah itu aku melepaskan genggamanku dan Hani langsung beranjak ke lemarinya.

Tak lama bagi Hani untuk mencari baju yang ingin dia kenakan, dan setelah Hani mengambil semua atribut pakaian yang ingin dia kenakan, Hani langsung mengganti pakaiannya.

Hani kini mengenakan kemeja berwarna putih yang dia masukkan kedalam rok panjang berwarna hitam, dan Hani mengenakan cardigan panjang berwarna merah dan jilbab berwarna hitam, dan meski belum mengenakan make-up, Hani terlihat sangat cantik.

"Akhirnya baju go-to kerja aku kepake juga" Ucapnya memecahkan lamunanku yang sedang memerhatikan kecantikan pacarku ini.

"Heh kamu bengong mikirin apa" Kembali ucapnya.

"Aku beruntung banget punya pacar cantik kaya kamu" Jawabku, dan wajah Hani langsung memerah malu.

"Ihhh apa sihhh" Ucapnya dengan nada manjanya yang sangat khas dan Hani langsung memukul tanganku.

"Yaudah, kita jalan sekarang aja ya" Ajakku, dan Hani mengangguk dan disusul dengannya menggandeng tanganku.

Kami berdua pun berjalan menuruni tangga, dan aku langsung melihat Ummi yang sedang berada di ruang TV tersenyum melihat kami berdua. Ummi pun langsung beranjak dari duduknya dan menghampiri kami.

"Aduhhh anak Ummi cantik bangettt" Ucapnya gemas sambil mencubit-cubit pipi Hani.

"Ihh Ummi udahhh" Protesnya.

"Hahahahah, yaudah, kita jalan ya, Mi" Ucapku pamit.

"Iyaa, have fun kalian berdua yaa" Jawabnya, dan kami langsung berjalan menuju pintu keluar.

Baru ketika berada di depan pintu saja, terasa Hani menggenggam tanganku begitu erat, dan rasanya Hani masih seperti menahan diri. Namun, aku langsung melihat kearahnya dan setelah kami bertatapan sejenak, Hani kembali tersenyum dan kami beranjak keluar.

Kami pun langsung beranjak ke mobilku, dan mobilku baru saja selesai dibersihkan oleh mang Ucup.

"Mang, ngapain dibersihin segala mobil saya? Kan saya minta parkirin doang" Ucapku.

"Nanggung mas Bayu, mobil mas Bayu lagian juga kotor banget" Jawabnya, dan terlihat mang Ucup terkejut melihat Hani yang sudah berani keluar rumah.

"Ehhh neng Hani, alhamdulillah mau keluar juga nengg, cantik pisann mau kemana ini?" Tanyanya.

"Iya ini mang, dipaksa sama Bayu, mau keluar doang sih mang" Jawabnya, dan Hani langsung masuk kedalam mobil lebih dulu.

Akupun ingin langsung menyusul, namun aku langsung ditahan oleh mang Ucup yang membuatku bingung.

"Eh kenapa, mang?" Tanyaku bingung.

"Mas Bayu, hati-hati ya, takutnya 'orangnya' teh masih ngintilin neng Hani juga" Pesannya.

"Hahaha, iya mang, pasti kok, Hani bakal saya jagain" Jawabku, dan setelah itu aku langsung masuk ke mobil dan setelah siap, kami langsung berangkat.

Di perjalanan yang agak sepi ini pun, masih terlihat adanya kegelisahan di wajah Hani. Hani seperti panik ketika dia berada di luar rumah, berbeda sekali saat dia masih di dalam rumah tadi. Namun, aku juga langsung bertindak untuk menenangkan dirinya, dan aku langsung menggenggam tangannya yang kemudian kuelus-elus punggung tangannya, dan akhirnya Hani kembali merasa tenang.

Akhirnya, Hani mulai membuka mulut.

"Aku kangen main sosmed deh" Ucapnya pelan.

"Kangen bikin konten estetik-estetik gitu" Lanjutnya.

"Hahahahah, baru juga seminggu kamu nggak nyentuh sosmed" Ledekku.

"Ya kan kalo kamu mah beda, kalo cowok-cowok kan emang kadang kurang main sosmed" Jawabnya.

"Lagipula juga mau ngapain kamu main sosmed? Paling cuma gitu-gitu doang kan" Balasku.

"Ih nggak juga tau, kalo di sosmed nyari info lebih ce--AAAAAHHHH!!!!" ucapnya yang tiba-tiba terpotong dengan teriakannya, tepat bersamaan dengan suara motor yang mengebut kencang melewati kami.

Akupun akhirnya ikut terkejut juga, dan dengan sigap aku langsung meminggirkan mobilku, dan aku langsung mengecek keadaan Hani.

Aku langsung melihat, wajah Hani terlihat sangat berkeringat, dan tangannya juga tiba-tiba menggenggam tanganku begitu kencang saat suara motor tadi terdengar.

Hani sepertinya sudah menjadi sangat paranoid.

"Sayang kenapaa???" Tanyaku khawatir melihat Hani yang bernapas terburu-buru.

"Hhhhh.... Hhhhh... Bayy.... Akuu takut bangettt..." Jawabnya lirih.

"Jadi kamu mau pulang aja?" Kembali tanyaku karena aku juga makin khawatir melihatnya seperti ini, namun Hani hanya menjawabnya dengan menggelengkan kepalanya.

"Kamu yakin?" Kembali tanyaku.

"Aku tapi nggak mau kamu jauh-jauh dari aku" Jawabnya, dan akhirnya aku mengangguk dan kami kembali jalan.

Berhubung sekarang juga masih jam 10 dan sekarang masih weekdays, aku memutuskan untuk mengajak Hani ke Mall. Toh disana juga ada banyak opsi yang bisa kami lakukan.

Setelah memarkirkan mobilku di parkiran Mall ini, akupun langsung bersiap-siap dan Hani juga langsung mengenakan maskernya.

"Kamu kok pake masker?" Tanyaku sembari mengenakan sepatuku.

"Aku takut ada yang kenal siapa aku, aku takut kalo ada orang yang nonton video itu terus dia ngeliat aku disini" Kembali jelasnya, dan akhirnya aku tidak bisa menjawab apa-apa dan hanya mengangguk pelan.

Kami sudah memasuki Mall ini, dan hal pertama yang kulakukan adalah mengajak Hani bermain di Arcade. Kami pun langsung memainkan berbagai jenis game yang ada disini, dan meski memakai masker, aku bisa melihat kegembiraan Hani bermain denganku meski hanya bermain game-game kecil di Arcade seperti ini. It means so much to me, terlebih juga Hani yang mengatakan bahwa dia merasa sangat menderita pada 3 bulan belakangan ini.

Cukup lama kami bermain di Arcade, dan akhirnya kami memutuskan untuk keluar. Ternyata dalam rentan waktu 1 jam saja, Mall yang tadinya sangat sepi sudah menjadi ramai, dan tentu saja, Hani kembali gelisah. Hani pun langsung menggandeng tanganku, dan tiap kami melewati orang, Hani menggenggam tanganku makin erat menandakan kalau dia ketakutan.

Setelah itu, tak banyak hal yang kami lakukan. Kami hanya berjalan memutari Mall, dan mengecek beberapa toko pakaian dimana Hani kubelikan beberapa pakaian gamis serta blazer dan cardigan. Aku juga membeli sebuah jas untukku.

Kami berada disini cukup lama, dan Mall ini sudah menjadi jauh lebih crowded dari sebelumnya yang kembali membuat Hani menjadi tidak nyaman. Terlebih, tiba-tiba ada yang berteriak.

"EH ADA BAYU AJI, ITU BAYU AJII!!!" teriak salah seorang perempuan yang kutaksir hanya berbeda beberapa tahun denganku, dan tiba-tiba muncul kerumunan yang berjalan kearahku.

"WAAAHHH, KAK BAYUU!!!" terdengar suara teriakan mereka.

Tak hanya perempuan, banyak pula laki-laki yang berlari kearahku dan Hani yang membuatku merasa tidak nyaman, apalagi Hani. Terlebih juga aku melihat mereka mengeluarkan hapenya yang menandakan kalau mereka ingin minta foto.

"Ah shit" Ucapku dalam hati.

Benar dugaanku. Setelah mereka semua mengajakku bersalaman, mereka langsung mengajakku foto. Aku bahkan sangat kewalahan sampai aku tidak bisa melihat keadaan Hani meski aku masih menggandeng tangannya.

Karena frustasi juga, akhirnya akupun memutuskan untuk mengusir mereka secara halus.

"Temen-temen semua, mohon maaf banget nih, tapi saya juga lagi sama pacar saya, kita lagi pengen berdua aja jadi mohon bantuannya yaa untuk nggak ngeganggu kita dulu hehe" Ucapku dengan nada ramah, dan terdengar suara 'Yah' dari mereka dan satu-persatu orang pergi meninggalkanku setelah bersalaman.

Akhirnya mereka semua pun pergi, dan aku langsung merasa sangat lega karena kalau mereka tidak pergi, it's going to be a long day.

"Akhirnya mereka pergi juga" Ucapku lega, dan aku langsung menengok kearah Hani yang kemudian membuatku sangat panik.

Hani terlihat pucat, sangat pucat. Selain itu, terlihat keringat mengucur di wajahnya dan terlihat pula pakaiannya yang sangat basah karena keringatnya. Nafasnya juga sangat berat dan memburu. Aku memang menyadari kalau Hani menggenggam tanganku sangat kencang, tapi aku tidak tahu kalau kondisi Hani sudah separah ini.

"Hani kamu nggak papa????" Tanyaku khawatir, namun Hani tidak menjawab apa-apa dan masih terdiam di posisi yang sama.

Akupun makin panik, dan perlahan, aku menuntun Hani untuk menepi dan duduk di kursi yang ada, dan aku langsung menurunkan maskernya dan menuntun Hani untuk bernafas perlahan hingga dia mulai tenang.

"Kamu kenapaa sayang???" Tanyaku.

"Aku nggak kuat... Terlalu banyak orang..." Jawabnya diikuti dengan napas yang berat.

"Tiap ada yang ngeliat aku... Rasanya kaya mereka bisa ngeliat aku dalem kondisi lagi bugil..." Lanjutnya.

"Maaf sayang, aku nggak kuat"

"Kan tadi aku udah ajakin pulang aja, loh" Balasku.

"Maafin aku ya, aku yang juga malah maksain diri" Kembali jawabnya, dan aku hanya mengelus-rlus pahanya sembari mengangguk.

"Yaudah, kita pulang aja ya sekarang" Ajakku, dan Hani mengangguk tersenyum.

Kami berdua pun langsung bangkit, dan setelah itu kami berjalan menuju parkiran. Hani tidak berhenti melepas genggaman tangannya, meski kini Hani sudah kembali merasa rileks tidak seperti tadi.

"Aku nggak nyangka deh kamu bisa jadi orang terkenal gini" Ucapnya memecahkan keheningan.

"Aku juga sih, tapi aku juga heran kok tadi malah banyakan cewek daripada cowok yang minta foto" Jawabku.

"Hahahaha, kan emang kamu ganteng" Canda Hani.

"Masa, si? Emang aku ganteng apa?" Tanyaku yang bahkan tidak tahu apakah aku ganteng.

"Hmmm, progres sih, makin kesini kamu makin ganteng, sayang" Jawabnya.

"Yeh kamu ngomong begitu kan gara-gara kamu pacar aku juga" Balasku.

"Justru karena kamu pacar aku, aku yang paling tau gimana perkembangan kegantengan kamu, sayang" Jawabnya yang membuatku terdiam.

Sebelum kami melewati pintu keluar, aku melihat kearah kanan dan Hani melihat kearah kiri menemukan stand cemilan kesukaan kami.

"Kamu mau itu?" Tanyaku ke Hani, dan Hani juga bertanya hal yang sama kepadaku.

"Yaudah, kalo gitu kamu mesen kesana aja, nanti kalo udah kamu kesini" Suruhnya.

"Kamu yakin mau sendirian?" Tanyaku.

"Yeh kan cuma seberang-seberangan" Jawabnya, dan aku hanya mengangguk dan kami berpisah dan aku selalu memerhatikan Hani.

Cemilanku sudah sampai lebih dulu, dan setelah itu aku langsung kembali ke Hani. Pandanganku tak lepas darinya, dan sepertinya aku terlalu fokus kepadanya, sampai aku terkejut ketika ada yang menepuk pundakku.

"Bro," Ucap orang itu sembari menepuk pundakku.

"Eh! Ya Ampun, kaget gua" Latahku, dan aku langsung melihat orang yang kutaksir masih seumuran denganku dengan tinggi badan yang lebih rendah dariku.

"Hahahaha, bener toh Bayu Aji, kenapa lu bang? Kayaknya gelisah banget" Jawabnya.

"Oooh, hahaha, iya nih, tadi gua abis ditodong sama bocah-bocah minta foto, tapi pacar gua panik setengah mati sampe pucet banget, ngerinya ada yang nanya-nanyain dia juga" Balasku berbohong.

"Hah? Lu punya pacar bang?" Kembali tanyanya bingung, karena memang aku menutup kehidupan personalku sampai bahkan banyak yang tidak tahu kalau aku punya pacar.

"Punya lah hahaha, udah umur segini juga gua," Jawabku.

"Anyway, ada gerangan apa ini? Mohon maaf banget kalo minta foto gua nggak bisa nerima" Lanjutku.

"Oh, nggak kok, gua pengen ngobrol-ngobrol aja bang" Jawabnya, dan aku hanya mengangguk sembari melihat kearah Hani yang sedang berjalan kearah kami dari seberang toko ini.

Kami hanya mengobrol-ngobrol singkat, topiknya pun tak luput dari sepakbola. Dia hanya bertanya-tanya tentang bagaimana konsep scouter bekerja dan aku juga menjabarkannya secara singkat. Hal-hal standar.

"Oalah, kalo gitu, berarti harusnya lu bisa dong nerbitin pemain-pemain Indo buat main ke luar negeri hahahaha" Guraunya.

"Hahahaha, nggak gitu juga konsepnya, kan tergantung klub nya nempatin gua dimana" Jawabku yang membuat dia kembali tertawa.

"Lagian juga, kalo mau dibandingin sama bola luar negeri, dari observasi gua juga, Bola Indonesia tuh masih ketinggalan jauh dari segi kualitas, terutama kondisi fisik" Lanjutku yang membuat dia terkejut.

"Dari yang gua liat sih ya, perbedaan fisiknya aja udah jauh banget orang-orang Indo sama benua luar, apalagi Eropa yang physicality nya paling gila" Kembali lanjutku, dan kini Hani sudah berada di sampingku dan langsung kugandeng tangannya.

"Itu baru satu aspek, belom kualitas latihan, fasilitas, dan lain-lain, cuma kan kalo segi fasilitas mah wajar, cuma main factornya bagi gua sih itu, orang Indo masih lembek" Lanjutku, dan setelah aku mengucapkan itu, aku langsung menyadari betapa kontroversialnya kata-kata terakhirku tadi.

Berhubung Hani juga sudah datang, akupun langsung berniat untuk berpamitan karena kami ingin segera pulang.

"Yaudah bro, gua cabut ya kalo gitu, ini cewek gua juga udah kelar" Pamitku, dan seketika orang itu langsung memerhatikan Hani.

"Eh bang, sebentar" Potongnya yang membuat kami berhenti melangkah.

"Gua mau nanya lagi boleh ngga bang? Nggak banyak kok" Tanyanya, dan aku melihat ke Hani yang memberi gestur untuk mengiyakan permintaannya.

"Nanya apa?" Tanyaku.

"Lu berangkat ke Austria kapan?" Tanyanya, dan aku langsung terkejut dan kulihat juga Hani sangat terkejut mendengar perkataan orang itu karena memang dia tidak tahu apa-apa terkait ini.

"Hah? Maksud lu apaan?" Tanyaku canggung.

"Ini loh, di berita katanya lu udah setuju mau kerja di tim Austria, gua penasaran aja lu kapan berangkatnya" Kembali tanyanya, dan lagi-lagi Hani terlihat sangat terkejut mendengarnya.

Hani pun langsung menengok kearahku heran karena jelas dia kebingungan tentang apa yang sedang terjadi, dan emosiku langsung terpancing mendengar orang ini berbicara seperti itu. Ahhh kenapa dia mengatakan hal ini tepat disaat Hani sudah ada di sampingku?

"Heh! Perhatiin dulu sumbernya! Yang bisa gua konfirmasiin ya cuma gua baru ditawarin kerja disana, gua belom ngambil persetujuan apa-apa!" Jawabku dengan nada tinggi.

"Coba mana liat kutipan beritanya sini!" Kembali ucapku, dan aku juga menyadari setelah Hani datang kesini, orang ini menjadi lebih memerhatikan Hani.

"Heh, liat sini! Lu lagi ngomong sama gua bukan sama cewek gua!" Kembali ucapku sembari menarik kepalanya supaya dia melihat kearahku.

"Eh, eh, iya sorry bang, gua cuma ngerasa kayak cewek lu familiar aja keliatannya" Jawabnya, dan Hani kembali terlihat sangat terkejut, dan keringatnya kembali bercucuran.

Tak hanya itu, orang ini pun bergegas mengeluarkan hapenya dari kantung celananya, dan perlakuannya membuatku dan Hani seketika menjadi sangat panik.

Jangan-jangan dia ingin...

"Eh, udah, udah, stop, stop" Ucapku menyuruhnya berhenti, namun dia sudah keburu membuka hapenya.

Orang ini langsung membuka hapenya, dan dengan cepat dia menemukan apa yang ingin dia cari, dan dia langsung menunjukkannya kepada Hani.

Dugaanku benar. Dia menunjukkan salah satu hasil screenshot video Hani sedang dinikmati oleh dua orang laknat itu.

"Ini mbak, kan?" Tanyanya, dan seketika, Hani tidak kuat berpijak dan terjatuh yang disebabkan oleh shock yang begitu besar.

Akupun akhirnya juga terbawa emosi, dan dengan cepat, aku langsung mendorong hapenya hingga terpental jauh, dan aku langsung memukul kencang wajahnya tepat di bagian pipi hingga dia terjatuh kencang.

*BUGG!!!!....*

Seketika pula, beberapa orang yang berada di sekitar kami langsung menghampiriku yang baru saja ingin menghajar orang ini, dan dengan cepat, mereka bisa memisahkan kami berdua.

Aku juga berusaha berontak, namun mereka juga dengan kuat menahanku dan aku hanya bisa melihat orang yang kupukul tadi dibawa menjauh dariku.

"Bang Bayu, tahan, Bang, jangan emosii" Ucap orang-orang yang menahanku.

"WOY, LEPASIN!! LEPASIN GUA!!" teriakku sembari berusaha memberontak, namun lagi-lagi, mereka menahanku begitu kuat.

Aku juga langsung melihat kearah Hani, dan melihat Hani yang kini sudah menangis, emosiku perlahan menurun, dan setelah orang yang menahanku paham, mereka langsung melepasku dan aku langsung bergegas menuju Hani.

"Hani, kamu ngga papa???" Tanyaku khawatir, dan Hani langsung memelukku tanpa berhenti menangis.

"Hiksss... Hiksss... Hiksss..." Terdengar suara isakan dibalik pelukku, dan tentu saja orang-orang yang melihat kami berdua sangat kebingungan.

Ini siapanya Bayu? Kenapa tiba-tiba Bayu mukul orang tadi? Mereka abis ngomongin apa?

Akhirnya, perlahan aku mengangkat Hani supaya kami berdua kembali berdiri, dan setelah itu, aku langsung menuntun Hani pergi dari sini.

"It's okay, it's okay, kita pulang, ya" Ucapku pelan, namun tidak Hani jawab.

Kami pun berjalan, dan Hani tidak berhenti menyenderkan kepalanya di lengan atasku sembari aku memboppongnya pergi dari sini meninggalkan orang-orang yang masih terdiam bingung disana.

Di mobil pula, Hani tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Bahkan suara tangisan juga sudah tidak terdengar. Hani juga terlihat sangat pucat dan kelelahan. Namun tiba-tiba, radio yang ku setel menyampaikan berita yang mengejutkanku.

"Oke oke, bro bro sekalian, jadi kita baru aja dapet info berita tentang Bayu Aji, cowok yang namanya lagi naik daun," Ucap sang broadcaster.

"Jadi bro bro, menurut info dari mantan bos nya Bayu Aji, Bayu masih nahan buat ngadain pembicaraan sama klub-klub yang nawarin dia kerja, karena dia lagi ada masalah yang perlu diselesaikan di Indonesia terlebih dahu--" Lanjutnya yang terpotong karena langsung kumatikan radionya, karena takut kalau Hani akan mendengar semuanya.

Bangsat, kini garis permasalahan yang baru saja terjadi tadi akan semakin jelas. Pasti orang-orang yang berada di Mall tadi akan langsung sadar masalah apa yang dibahas tadi. Belum lagi jika orang tadi membocorkan kalau Hani lah yang menjadi perempuan yang saat ini sedang ramai dibicarakan skandalnya.

Akupun langsung melihat kearah Hani, dan masih sama saja. Hani masih terdiam dan wajahnya masih terlihat sangat pucat.

Singkat cerita, kini kami sampai di rumah Hani. Akupun langsung memarkirkan mobilku. Baru ketika aku menarik rem tangan, Hani dengan cepat langsung keluar dari mobil dan berlari masuk kedalam rumah.

"HANI?! HANII?!" ucapku panik, dan akupun langsung bergegas mematikan mobilku dan segera turun.

Hani sudah lebih dulu memasuki rumahnya, dan aku langsung berlari secepat yang kubisa. Aku langsung berlari melewati pagar dan tepat ketika aku berada di depan pintu, Hani langsung mengunci pintunya. Tanpa berpikir dua kali pun aku langsung mengetuk kencang pintunya.

"Hanii?!!?! Kamu kenapa?!?!" Tanyaku khawatir sembari mengetuk pintu.

Cukup lama aku mengetuk pintunya, dan akhirnya pintunya dibuka, meski yang membukakan adalah Ummi yang masih mengenakan mukena.

"Yaampun Bayy kenapa???" Tanya Ummi khawatir.

"Nggak tau Mi, tadi tiba-tiba Hani lari kedalem, ini aku juga khawatir" Jawabku, dan Ummi pun makin khawatir dan segera berlari ke kamar Hani.

Akupun langsung menyusulnya, dan sembari Ummi menaiki tangga, aku melihat Arya berjalan menuruni tangga menghampiriku, dan tiba-tiba dia langsung memukulku kencang hingga aku tersentak ke belakang.

*BUGG!!...*

"YA, LU KENAPA SI?!?" teriakku kaget dan heran.

"LU APAIN KAKAK GUA, BAY?!?" Balik teriaknya sembari menarik kausku.

"YA, LEPASIN, YA!! LU NGAPAIN SI?!?" balasku berteriak.

"HEH!! KAKAK GUA MASUK KAMAR LANGSUNG NANGIS-NANGIS GITU ABIS JALAN SAMA LU!! LU APAIN KAKAK GUA?!?" Kembali teriaknya.

"Ya, plis, bukan waktunya buat ngomongin ini sekarang" Jawabku, dan tanpa sekuat tenagaku, aku langsung mendorong Arya hingga dia terpental ke belakang.

Setelah Arya terjatuh pun, aku langsung berlari keatas, dan setelah sampai di depan pintu kamar Hani, aku langsung melihat Ummi sedang menenangkan Hani yang sedang terduduk menangis di kasur.

Ummi pun langsung melihatku, dan Ummi tersenyum sembari berjalan meninggalkan Hani dan berjalan menuju kepadaku.

"Gimana, Mi?" Tanyaku menanyakan keadaan Hani.

"Biar kamu yang liat aja, ya, biar kamu aja yang jelasin" Jawabnya tersenyum, meski terlihat matanya yang mulai berair.

Mendengar jawaban Ummi pun, aku langsung berjalan masuk kedalam kamar Hani, dan ketika Hani melihat aku memasuki kamarnya, Hani langsung membuang pandangannya kearah lain. Akupun langsung duduk di sampingnya.

"Hey, kenapa, sayang?" Tanyaku, dan aku langsung menaruh tanganku di pahanya Hani.

Hani pun masih tidak mau melihatku, namun tangannya langsung dia gunakan untuk menggenggam tanganku, dan Hani juga masih diam membisu.

"Maafin aku ya, Han, mungkin kamu nggak bakal shock kaya gini kalo aku nggak ngajak kamu keluar" Ucapku, namun Hani tidak menjawab perkataanku.

"Kenapa kamu nggak cerita masalah kamu dapet kerja di Austria?" Tanya Hani.

"Kondisi kamu lagi nggak baik begini, aku nggak mau nambahin beban pikiran kamu juga" Jelasku.

"Kenapa nggak kamu ambil kerjaannya, Bay?" Kembali tanya Hani yang membuatku terkejut.

"Terus aku ninggalin kamu di kondisi kaya gini? Dengan kondisi pelakunya juga belom ketangkep? Who knows apa yang bakal dia lakuin ke kamu kalo aku berangkat lagi, Han" Jelasku, dan Hani hanya terdiam.

Hani kembali diam membisu, dan perlahan, pandangannya mulai berpindah kearah wajahku, dan tangannya tak berhenti mengelus tanganku. Wajahnya masih terlihat sangat pucat, dan matanya juga sangat memerah sembab.

"Bay..." Ucapnya pelan.

"Mungkin emang bukan takdirnya kita bersama" Lanjutnya yang terasa membelah hatiku menjadi dua.

"Hey, hey, kenapa kamu jadi dramatis gini? Udah dong negative thinkingnya" Jawabku menenangkan Hani.

"Bay, it's okay, itu mimpi kamu, kan?" Balasnya, dan Hani kembali melanjutkan ucapannya tanpa memberiku kesempatan untuk menjawab.

"It's okay, Bay, kamu nggak perlu mikirin keadaan aku, kamu udah selangkah lagi ke impian kamu" Lanjutnya.

"Kamu bakal jadi orang terkenal, jadi orang kaya, dan mungkin di saat itu aku udah jadi pelacur pribadi mereka lagi, atau bahkan aku malah udah mati sama mereka" Kembali lanjut Hani yang menyayat-nyayat kulitku.

"Han, please, stop it, buang pikiran kaya gitu dari otak kamu, please" Jawabku sembari menggenggam erat tangannya.

"It's okay, Bay, mungkin perlahan juga aku bakal menikmati kehidupan kaya gitu, atau mungkin aku akan jadi terlalu mati rasa sampe aku ngga bisa ngerasain apa-apa lagi" Balasnya.

"Han...."

"Kamu nggak perlu mikirin aku, Bay, kamu masih belom nerima tawaran pak Ben, kan? Hubungin pak Ben sekarang, okay?" Jawabnya.

"Han, please, jangan ngaco gini kamu, Han" Tolakku tak ingin semua yang Hani katakan tadi terjadi.

"Bay, nggak papa, kamu nggak perlu korbanin masa depan kamu demi aku" Jawabnya tersenyum menutupi penderitaan yang dia rasakan, dan tiba-tiba, Hani mengambil hapeku yang kutaruh di jaket.

"Han, Han, kamu mau ngapain?" Tanyaku kaget, namun tidak Hani jawab, dan Hani kemudian langsung memberi lagi hapeku dengan kondisi hapeku sedang menelepon pak Ben.

"Hani..."

Tak lama kemudian, yang membuatku terkejut, pak Ben tak butuh waktu lama untuk mengangkat teleponku.

"Halo, Bayu, ada apa? Aku sedang sibuk" Sapanya.

Akupun juga bingung harus melakukan apa, namun Hani hanya tersenyum melihatku sembari berbisik kepadaku.

"Do it, Bay, do it for me" Bisiknya.

Akupun akhirnya menyerah.

"Halo, pak, mengenai tawaran itu..." Jawabku yang langsung dipotong oleh pak Ben.

"Oh, kamu sudah memutuskan untuk pergi? Baiklah, aku juga sudah mengatur semuanya, pihak tim Salzburg juga sudah memutuskan untuk menaruhmu di Jepang supaya kamu tidak perlu jauh-jauh dari kekasihmu, yang perlu kamu lakukan sekarang adalah hanya menandatangani kontraknya" Jelasnya, dan lagi-lagi, Hani mengangguk menyuruhku menerima tawarannya, meski masih terlihat jelas penderitaannya.

"Jadi bagaimana, nak? Kapan kamu akan berangkat ke Austria?" Kembali tanyanya.

Akupun terdiam. Aku bingung harus melakukan apa. Pak Ben sudah mengatur semuanya, dan Hani juga sudah gembira mendengar itu semua. Aku harus menjawab pertanyaan pak Ben.

Namun.....










"Aku tidak akan berangkat ke Austria, pak, dan tolong tolak semua tawaran yang mereka berikan ke bapak terkait aku" Jawabku, dan Hani langsung terlihat sangat terkejut mendengar jawabanku, dan terlihat Hani ingin marah mendengarnya.

"Hah? Apa kamu serius?" Tanya pak Ben terkejut.

"Seratus persen"

"Tapi mereka saja bahkan sudah mengatur semuanya supaya kamu tidak perlu begitu jauh dari Indonesia, nak" Jelasnya, namun langsung kubantah.

"Aku tidak peduli apakah mereka akan menempatkanku di benua yang sama, negara yang sama, atau bahkan provinsi yang sama, aku tidak akan meninggalkan pacarku di kondisi yang masih seperti ini" Bantahku, dan perkataanku membuat Hani speechless.

"Kesempatan seperti ini tidak akan datang sering, nak, kamu yakin?" Tanyanya.

"Life is more than about football, sir, aku tidak bisa" Jawabku, dan pak Ben pun paham dengan ucapanku.

"Baiklah kalau begitu, nak, aku harap kamu juga bisa segera menyelesaikan masalah ini" Jawab pak Ben, dan setelah itu aku langsung mematikan teleponnya.

"BAY KAMU GILA?!?" teriak Hani yang sangat kaget dengan keputusanku.

"Nggak kok, kalo aku gila, aku udah berangkat ke Austria" Jawabku.

"Bay, buat apa???? Kamu bisa sukses tanpa aku, itu kan mimpi kamu, Bay!!" Kembali ucapnya marah.

"Dan aku harus ngorbanin kamu demi mimpi aku? Nope" Jawabku.

"Bay, pasti ada banyak yang jauh lebih baik dari aku di luar sana, kenapa kamu sampe segitunya demi aku?" Tanyanya heran, dan aku segera menjawabnya.

"Waktu itu, aku pernah denger ada orang yang ngomong begini," Mulaiku.

"Mungkin emang, ada yang jauh lebih baik buat aku di luar sana, dan aku pantas buat dapetin yang lebih baik," Lanjutku.

"Tapi, aku juga punya hak buat bersyukur dengan apa yang aku punya, kan?" Kembali lanjutku yang membuat Hani sangat terkejut.

"Kamu tau kan itu kata-kata siapa?" Tanyaku, dan Hani langsung mengucurkan air matanya yang sudah tertampung daritadi.

"Bay, kenapa???..."

"It's okay, kita cari pelakunya bareng-bareng, ya" Ucapku, dan aku langsung mencium bibirnya lembut.

*Ccupphh... Ccupphh...*

Hani yang tadinya terdiam pun, kini mulai membalas ciumanku, dan Hani langsung memindahkan tangannya ke pipiku sementara aku langsung memegang kepalanya.

*Cccupphh... Ccupphh... Ccupphh...*

Tak lama kami berciuman, dan Hani langsung melepaskan ciumannya. Hani pun tersenyum melihat wajahku sembari mengelus-elus pipiku.

"Aku sayang kamu, Bay" Ucapnya.

"Kamu ngomong begitu mulu nanti aku bosen, loh" Candaku, dan akhirnya, Hani tertawa.

'"Nahh gitu dongg ketawa, kemana aja ini Hani yang aku kenal?" Kembali candaku.

"Ihhh kamu mahhh" Jawabnya sebal yang membuatku ikut tertawa.

Meski kini Hani sudah kembali tertawa, terlihat wajah Hani yang seperti kelelahan setelah kejadian tadi.

"Yaudah, kamu istirahat ya, sayang, kayaknya kamu kecapean" Suruhku.

"Kamu mau pulang??" Tanyanya cemberut.

"Iyaa, udah jam segini juga, takut macet kalo kesorean kan" Jawabku, dan Hani pun mengangguk paham.

Hani pun dengan sigap langsung membuka jilbab, cardigan, kemeja serta roknya hingga hanya menyisakan kaus dan celana pendek, dan setelah itu Hani langsung merebahlan diri dan menarik selimutnya.

"Aku pulang ya" Ucapku setelah Hani sudah siap tidur.

"Eh sayang" Potongnya.

"Kenapa?"

"Aku boleh make jaket yang kamu pake buat tidur ngga? Ehehehe" Ucapnya dengan nada manja.

"Ih segala, buat apaan?" Tanyaku bingung.

"Nggak papa, pengen aja" Jawabnya asal.

"Hahaahah, iya deh yaudah" Balasku dan aku langsung membuka jaketku dan memakaikannya di Hani.

"Udah ya, yaudah aku pulang yaa" Ucapku dan Hani hanya mengangguk, dan dia langsung memejamkan matanya, dan aku langsung mencium pipinya disaat dia memejamkan matanya.

*Ccupphh...*

Hani pun terkejut, namun setelah itu, dia tersenyum sembari tetap memejamkan matanya dan setelah itu, aku langsung beranjak keluar.

Di saat aku berjalan menuruni tangga, aku langsung melihat Ummi yang sedang duduk di ruang TV sedang menangis. Akupun jadi ikut khawatir dan aku langsung menghampiri Ummi.

"Ummi, kenapa, Mi?" Tanyaku.

"Hikss... Hiksss... Kokk bisaa... Ada yang setega itu sama anak sebaik Hani... Hikss... Kok bisa Bayy.... Hikss.... Hiksss... Hani ngga pernah aneh-aneh seumur hidupnya..." Jawabnya yang sedang menangis memikirkan anaknya.

"Hikss... Hiksss... Anak yang Ummi kenal sangat ceria... Sekarang jadi depresi kayak beginii.... Hikss... Hikss..." Lanjutnya.

"Bayy... Tolong jangan pergi jauh dari Hani... Hikss... Hiksss..." Pintanya kepadaku.

"Iyaa Mi, tawarannya udah aku tolak semua kok, jadi kita bisa lebih fokus buat sembuhin psikis Hani" Jawabku.

"Hani juga kayaknya perlu dibawa ke psikiater, Mi, Hani perlu disembuhin sama yang udah ahli juga" Saranku ke Ummi, dan Ummi yang mulai berhenti menangis pun langsung mengangguk.

"Iya, Bay, tapi harus kamu yang nemenin dia, dia nggak mau kalo nggak sama kamu pasti" Jelas Ummi, dan aku hanya mengangguk.

"Yaudah, kalo gitu nanti biar Ummi sama Abbi yang ngurusin ini, ya, nanti tinggal Ummi yang kabarin ke kamu" Ucap Ummi, dan aku mengiyakan dan berpamitan dengan Ummi.

-----

Aku sudah sampai dirumah, dan aku langsung melihat mobil Ayah sudah berada di parkiran dan mobil Mamah juga masih berada disebelahnya. Kan masih jam segini, Ayah dan Mamah kok sudah pulang?

Akupun tidak memikirkan apa-apa lagi, dan aku langsung memarkirkan mobilku, dan setelah itu aku langsung beranjak masuk kedalam rumah. Baru ketika aku berada di teras rumah pun, aku langsung mendengar Mamah mengatakan sesuatu ke Ayah.

"Tapi gimana caranya mas buat ngasih tau ke Bayu kalo mas harus pensiun? Pasti kan berat bagi Bayu juga, apalagi kondisi Hani lagi kayak gini juga" Ucap Mamah yang terdengar dari teras.

Hah? Ayah pensiun?

"Loh kok tiba-tiba Ayah pensiun?" Tanyaku yang mengejutkan Ayah dan Mamah.

"Loh kakak?! Kamu denger?!" Tanya Mamah kaget.

"Kedengeran banget, Mah, ini ada apa, Yah?" Tanyaku ke Ayah.

"Iya nak, Ayah harus pensiun karena penyakit Ayah udah semakin parah juga" Jelas Ayah.

"Ya ampun, sejak kapan parahnya?" Tanyaku kaget mendengar penjelasan Ayah.

"Setahun yang lalu, kamu masih di Inggris waktu itu" Jawab Ayah.

"Berhubung Ayah pensiun juga, Ayah nggak punya masukan lagi berhubung Ayah kerja di swasta, jadi tadi Ayah dan Mamah ingin ngomong ke kamu kalo kamu udah harus kerja lagi untuk nutupin kebutuhan keluarga, kak" Lanjut Ayah.

"Tapi Yah...." Ucapku pelan yang kemudian dipotong.

"Nak, Ayah juga sudah tau tentang tawaran kerja di Austria, tolong terima tawaran kerjanya kak" Pinta Ayah.

"Maaf, yah, tapi tawaran dari Salzburg udah aku tolak" Jawabku yang membuat Ayah terkejut.

"Hah?! Kok kamu tolak?!?" Tanya Ayah terkejut, dan aku langsung menjelaskan semuanya.

Kupikir Ayah akan paham dengan penjelasanku, namun ternyata, Ayah malah semakin marah mendengsrnya.

"Kak kamu itu gimana sih?!? Masa cuma karena Hani aja kamu rela ngorbanin kerjaan kamu?!?" Tanya Ayah dengan nada tinggi.

"Tapi Yah, nggak mungkin aku ninggalin Hani di kondisi kayak gini!! Pelakunya masih keliaran diluar sana, kondisi Hani juga lagi depresi gini, kalo aku berangkat lagi, who knows apa yang bakal terjadi!!" Jelasku.

"Tapi kamu tau kan kondisi keluarga kita lagi begini, kak! Nggak mungkin cuma dari gaji Mamah sama Bella bisa nutupin yang perlu kita bayar!" Kembali jawab Ayah.

"Ya emang Ayah nggak punya uang simpenan buat nutupin itu dulu?! Aku nggak bakal nganggur selamanya kali, Yah!" Balasku.

"Maaf kak, tapi nggak ada, Ayah sama Mamah baru aja make uang simpenan itu buat ngejalanin usaha, tapi timing penyakit Ayah bener-bener nggak mendukung, dan akhirnya sebagian besar uang simpanan Ayah udah dipake, belom lagi masalah cicilan rumah" Jelas Mamah yang benar-benar membuatku bingung.

"Kenapa semuanya tiba-tiba gini, si?! Aku baru seminggu di Indonesia tiba-tiba ada banyak banget kejadian-kejadian nggak enak kaya gini!" Ucapku kesal.

"Lagipula, Ayah sama Mamah nggak perlu mikirin masalah keuangan, kok, aku masih punya simpenan uang yang nggak perlu Ayah sama Mamah tau berapa nominalnya" Jelasku.

"Ini bukan cuma tentang uang, kak! Coba kamu pikir! Ini cita-cita kamu, kak! Sekarang kamu udah dekat dengan Cita-cita kamu, kamu malah ngebuang kesempatan itu gitu aja?!" Kembali tanya Ayah kesal.

" Ya terus buat apa kalo ujung-ujungnya aku harus korbanin orang yang aku sayang?!?" Teriakku yang membuat Ayah terkejut diam.

"Yah, tolong, pelakunya masih diluar sana, dan kita bahkan nggak tau apa motif dia ngelakuin ini semua, kita nggak tau apa dia juga ngincer keluarga Hani, atau bahkan dia ngincer keluarga kita juga, Hani juga kondisinya lagi begini, nggak mungkin aku tinggalin dia gitu aja" Jelasku.

"Ayah, Ayah tau kan rasa yang Ayah rasain pas Ayah takut banget kehilangan bunda? Saat ini aku juga lagi ada di situasi yang sama, Yah," Lanjut jelasku.

"Tolong, Yah, aku juga udah kehilangan Bunda, aku udah kehilangan Claudia, aku nggak ingin kehilangan Hani juga, Ayah paham kan gimana rasanya?" Tanyaku yang membuat amarah di wajah Ayah perlahan memudar.

"Tolong, Yah, aku harus ada disini sampe semua masalahnya selesai" Jelasku, dan tiba-tiba, Ayah mengangkat tangannya.

Aku sudah berpikir kalau Ayah akan menamparku, dan aku langsung dengan sigap berusaha menghindari. Namun ternyata, Ayah malah menepuk-nepuk pundakku.

Hah?

"Setidaknya kamu nggak akan ngulangin kesalahan yang udah Ayah perbuat, kak" Jawabnya tersenyum, dan setelah itu, Ayah langsung berjalan menuju ke kamarnya meninggalkanku dan Mamah yang kebingungan.

"Hah?" Ucapku bingung.

"Kamu ngelakuin hal yang benar kok, kak, Mamah bangga sekali sama kamu" Ucap Mamah, dan setelah itu Mamah juga ikut menyusul Ayah ke kamarnya.

"What the fuck?" Ucapku kebingungan dalam hati, dan aku langsung berjalan menuju kamarku.

Di kamarku pun, aku langsung melihat terdapat banyak notifikasi dari Inst*gram yang tertera di komputerku yang jarang kumatikan, dan aku yang kebingungan pun langsung duduk di kursi dan melihat apa yang sebenarnya terjadi.

Selain itu, aku juga baru sadar kalau Rama mengirimiku sebuah postingan berita, dan akupun langsung mengalihkan perhatianku menuju ke berita yang Rama berikan tadi, dan aku benar-benar langsung emosi membaca headline berita itu.

"BAYU AJI: PESEPAKBOLA INDONESIA ITU LEMAH"

Baru membaca judulnya saja, aku benar-benar sangat marah. Ini tidak benar. Ternyata perkataanku yang kupikir sangat kontroversial tadi bisa dimanipulasi menjadi judul yang sangat clickbait seperti ini. Aku juga langsung cross-check dengan IG-ku, dan ternyata notifikasi IG ku hanyalah pemberitahuan bahwa ratusan orang berkomentar di postingan IG-ku.

"Halah nih orang baru dua tahun di Inggris aja langsung sok-sok an ngatain pemain bola Indo sampah" Komentar salah satu orang.

"Dasar nggak nasionalis!! Bukannya ngebantu pemain Indo bisa main ke luar negeri dia malah ngejelek-jelekin sodara senegaranya sendiri" Komentar orang lainnya.

Selain itu, aku juga melihat ada salah satu link berita yang terkait kepadaku, dan berita itu berjudul:

"TERBONGKAR SUDAH!! PEREMPUAN " VIDEO SYUR" BERINISIAL HNK ADALAH KEKASIH DARI BAYU AJI DIRGANTARA"

Aku benar-benar sangat marah. KENAPA BERITANYA BISA TERSEBAR SECEPAT INI???

Akupun langsung kembali melihat ke IG-ku, dan setelah cukup lama scrolling di comment section, aku langsung melihat banyak pula kaum hawa yang berkomentar terkait Hani.

"Aduh, orang ganteng kayak mas Bayu, sekaya mas Bayu, ternyata pacarannya sama cewek murahan, kecewa aku pernah jatuh hati kepadamu mas 😭" Komentar salah satu perempuan.

"Yaampun mas Bayu kuu, mendingan sama aku aja dehh, daripada sama cewek nggak bener kaya gituu hihihi #ngarep #loveyoumasbay"

"Dari sekian banyak perempuan muslimah yang ada di Indonesia, kenapa kamu malah milih lonte, mas? Hilang respect aku denganmu" Kembali komentar perempuan lainnya.

Ratusan komentar mengenai kedua permasalahan ini terhampar begitu banyak di postingan-ku ini, dan tentu saja aku sangat kebingungan kenapa ceritanya bisa bisa tersebar begitu cepat. Apa mungkin ada tim media yang mengikutiku tadi? Skenario ini masih sangat masuk akal, terlebih juga karena kejadian saat pertama kali aku diwawancarai oleh media, aku langsung menolak mereka mentah-mentah.

Pasti sesuatu sudah terjadi. Tidak mungkin semuanya terjadi begitu saja. Akupun langsung kembali membaca berita tersebut, dan setelah cukup lama memerhatikan, aku akhirnya menemukan nama penulis artikel ini.

Setelah mengetahui namanya pun, aku kembali ke Inst*gram dan langsung mencari siapa orang ini, apakah dia berada disana, dan apakah dia mendengar percakapanku dengan orang asing tadi. Tak butuh waktu lama bagiku untuk mencari akun pria ini, dan setelah membuka akunnya, aku langsung tersentak kaget.

DEGG!!...

Pria ini....

DIA ADALAH ORANG YANG MENGAJAKKU BERBICARA TADI!!!

"AHHHH KOK BISA KECOLONGAN SIH GUA?!? FUCK!!!!" teriakku yang benar-benar sangat emosi mengetahui perihal ini.

Aku makin merasa sangat frustasi. Semua garisnya kini sudah berada di jalur yang sama. Kini orang-orang akan tahu siapa Hani setelah kututupi demi tidak terekspos, dan setelah apa yang terjadi tadi, cacian dan makian dari masyarakat akan menjadi konsumsi harian kami.

Aku benar-benar kehilangan kendali, dan tanpa aku sadari, aku langsung memukul monitor komputerku begitu kencang sampai monitorku hancur.

"BANGSAT!!!" teriakku menyalurkan ke-frustasian ku karena aku tahu, kedepannya, Aku dan Hani akan menjadi musuh masyarakat.

-To Be Continued-
 
Sekali nya nongol langsung update. Nice update suhu @Kocid
Ane off pun masih nulis kok wkwkwk
Akhirnya turun gunung lagi suhu 🙏 terimakasih update nya suhu 🙏
Kelamaan diatas masuk angin entar
sorry nih hu klo boleh kasih saran liar sikit, gimana klo cara bebasin hani tuh dengan dituker ama ummi boleh main ama komplotan itu tp tanpa sepengatahuan hani sama bayu,tiba" hani dah gk di apa"in lagi tanpa tahu pengorbanan ummi, trus kasih pov ummi dah behhh mantep itu,
Yah kalo gitu nanti jalan ceritanya malah belok ke ceritanya Ummi dong :(
Buat temen2 kalo masalah hani ini udah selesai dan ganti masalah yg lain kabarin gw yah.. yg ini aja skip ke akhir scene(ternyata belom selesai). Mungkin gw norak kali yah. Cuma ya gw mah suka takut kalo baca cerita yg ada sangkutpaut nya kaya hani gitu. (Mendingan masalah selingkuh dri pda ada anceman dri org)
Yah hu, skip sampe tamat dong kalo gitu wkwkwk, ini udah konflik terakhir sebelum tamat loh
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd