Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT In Too Deep (NO SARA)

Apakah perlu ditambah bumbu-bumbu incest di cerita ini atau tidak?


  • Total voters
    537
  • Poll closed .
-We're Living in Such a Small World-

Mamah


Hani


=====

Aku terbangun jam 5 pagi seperti biasa. Meski kelelahan setelah melakukan 'banyak hal' kemarin, tapi aku masih bisa bangun tepat waktu. Namun ada sesuatu yang aneh. Saat aku bangun, kulihat ada perempuan yang sedang tertidur disampingku. Aku sempat berpikir kalau perempuan ini adalah Bella, namun ketika aku perhatikan, perempuan ini mengenakan kerudung dan daster berlengan panjang, sedangkan Bella tidak menyukai menggunakan daster saat tidur, jadi sepertinya ini Mamah.

"Mah" ucapku membangunkan Mamah sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya.

"Hmm? Akhirnya kakak bangun juga, Mamah tadi udah bangunin kamu" jawab Mamah tetap tertidur menyamping.

"Jam berapa?"

"Jam setengah 5, tadi sekalian mau nyuruh kamu sekalian sholat, tapi Mamah malah jadi ngantuk masuk kamar kamu, jadinya Mamah tidur disini" balas Mamah menjelaskan, dan aku hanya mengangguk.

"Sholat dulu sana, kak" ucap Mamah menyuruhku bangun, dan aku langsung beranjak dari kasurku untuk mengambil wudhu dan sholat.

Selesai sholat, aku langsung kembali menuju kasurku untuk tidur. Mamah sepertinya juga akan tidur disini dalam waktu yang lama. Aku yang mulai iseng pun mengumel-ngumelkan tubuhku ke Mamah yang sedang tertidur yang membuat Mamah menjadi kurang nyaman.

"Kakk ngapain sih?" ucap Mamah yang agak kesal.

"Gapapa, pengen ngumel-ngumel aja"

Mamah pun kini membiarkanku, membuatku makin leluasa untuk bermanjaan dengan Mamah. Entah kenapa, tiba-tiba terbesit di pikiranku untuk meraba perut Mamah, dan akupun langsung menggerakkan tanganku pelan-pelan hingga akhirnya tanganku hinggap di perutnya. Aku pikir Mamah akan mulai risih atau bahkan marah, namun malah sebaliknya. Mamah kini menggenggam tanganku yang masih berada di perutnya.

"Perut Mamah udah nggak rata ya, kak?" tanya Mamah.

"Yang penting nggak sebuncit Ayah, Mah" jawabku yang membuat Mamah tertawa kecil.

Mamah tiba-tiba membalikkan tubuhnya, dan Mamah langsung memeluk tubuhku hingga kini aku dikeloni Mamah. Sebenarnya rasanya sangat nyaman berada didalam pelukan Mamah hingga aku bisa langsung tertidur, namun yang membuatku menjadi tidak bisa tidur adalah kini wajahku berhadapan dengan kedua payudara besarnya. Alih-alih mengantuk, aku malah menjadi makin segar. Kedua telapak tanganku memisahkan wajahku dengan payudara Mamah, dan jika aku membalikkan tanganku, tanganku pasti langsung menyentuh payudaranya. Hal yang seharusnya tidak dilakukan, but I did it anyway.

Mamah sepertinya juga menyadari kalau aku menyentuh payudaranya, namun Mamah sepertinya juga membiarkanku. Melihat kondisi yang seperti memberiku lampu hijau, aku mulai meremas-remas payudara Mamah pelan, dan kurasakan napas Mamah mulai memberat.

Aku terus meremas-remas payudara Mamah, dan tidak terasa ada perlawanan sama sekali. Kini aku menghentikan remasanku, dan aku langsung membenamkan wajahku di payudara Mamah dan mengeleng-gelengkan kepalaku, such a nice motorboat. Aku melakukan motorboat ini tidak begitu lama karena tiba-tiba Mamah menahan kepalaku.

"Kakakk bandel bangett ihhh" ucap Mamah, namun tidak terlihat seperti Mamah kesal ataupun marah.

"Hehehe, gemes banget abis liat tetek Mamah" jawabku seadanya.

"Hih kamu ada-ada aja, sih" balas Mamah, namun setelah Mamah mengatakan itu aku kembali meremas-remas payudara Mamah.

Untuk memecahkan keheningan, aku mengajak Mamah mengobrol, namun aku tetap meremas-remas payudara Mamah.

"Mamah hari ini ke Rumah Sakit jam berapa?" tanyaku basa-basi.

"Ummhh... Soree kakk... Ummhhhh...." jawab Mamah yang diselingi dengan desahannya, ternyata Mamah sudah mulai menikmatinya.

"Mmmhh.... Harii inii kakakk mauu kemana??... Ummhh...." lanjut Mamah bertanya kepadaku.

"Nggak tau deh, Mah. Tapi sekarang aku lagi pengennya mainin tetek Mamah dulu hehehe" balasku sejujur-jujurnya dan Mamah malah tertawa.

"Hahahaha, yaudah lah terserah kakak aja... Mmmhhh...." jawab Mamah dan dilanjut dengan desahannya, Mamah benar-benar menikmati remasanku sepertinya.

"Mamah"

"Mmmhh... Iyaa kakk??"

"Boleh dikeluarin nggak teteknya?" tanyaku yang sangat beresiko, fingers crossed.

"Ummhh... Bolehh... Tapii sebisaa mungkinnn jangann netekk lagii yaaa... Mmmhhh...." balas Mamah dengan senyum keibuannya, damn we've gotten too carried away.

Akupun melepas remasanku di dua semangka Mamah, dan Mamah langsung membuka seluruh kancing yang ada di dasternya. Setelah dasternya terbuka, Mamah langsung mengeluarkan kedua lengannya melewati dasternya yang membuat payudara besarnya yang tidak menggunakan BH kini terekspos. Aku menelan ludah, akhirnya payudara besar ini keluar dari sarangnya.

"Nih, requestnya udah Mamah turutin yaa" ucap Mamah dan tanpa memberitahu Mamah, aku langsung menarik tubuh Mamah hingga Mamah menjadi terlentang, dan aku langsung menindih tubuh Mamah.

"Kakkk, ngapainnn??" tanya Mamah yang kaget terhadap perlakuanku.

"Pengen begini aja mainin teteknya, gapapa kan Mah?" balasku kembali bertanya.

"Terserah kakak aja dehh" jawab Mamah tersenyum, dan aku memulai pekerjaanku.

Aku mulai kembali meremas-remas payudara Mamah, dan kali ini aku juga menyelingi remasanku dengan pilinan di putingnya hingga Mamah menjerit kecil.

"Ummmhh... Kakkk..."

"Kenapa, Mahh???"

"Kakakk bukkaa celanaa yaaa??" tanya Mamah.

Oh iya, aku lupa aku hanya mengenakan boxer saat tidur. Kontolku kini berada diantara perutku dan perut Mamah. Akupun menjelaskannya ke Mamah.

"Nggak, Mah. Aku pake boxer doang pas tidur tadi" balasku dan kulihat Mamah tersenyum.

"Ummhh.... Burungg kamuu nggakk kalahh gedee samaa punyaaa ayahhh kakk... Mmmhhh..." ucap Mamah sambil mendesah.

Melihat Mamah yang sudah terlalu terbawa suasana ini, aku langsung mengarahkan mulutku menuju salah satu putingnya. Mamah yang tadinya memejamkan matanya pun langsung membuka matanya karena kaget.

"Ummhh... Kakakkk... Kokk netekk lagiii???.... Ahhh..." desah Mamah yang terkejut.

Aku tidak menjawab perkataan Mamah, namun aku terus melanjuti jilatanku di putingnya, dan memilin salah satu puting yang tidak kuhisap. Mamah yang tadinya seperti ingin menyudahi malah mengelus-elus rambutku dan menggelinjang keenakan.

"Mmmhh... Kakakk... Ahhhh...."

Aku menyudahi kulumanku di puting Mamah, dan aku langsung menjilati seluruh permukaan payudara Mamah. Sambil menjilati payudara Mamah, aku mulai menaikkan daster Mamah hingga tersingkap sampai celana dalamnya terekspos. Kini selangkangan kami bersentuhan, dan aku mulai menggesek-gesekkan kontolku di memek Mamah yang masih tertutupi celana dalamnya.

"Ahhh... Kakkk.... Udhahh... Jangann lebihh jauhh darii iniii.... Ummhhh..." desah Mamah yang kuhiraukan.

Aku terus menjilati payudara Mamah dan aku kembali mengulum puting Mamah yang tadi belum kukulum. Sambil mengulum puting Mamah, aku menurunkan boxerku supaya kontolku bisa benar-benar menggesek celana dalam Mamah.

" Ummhh... Kakakkk... Udahhh... " ucap Mamah mengingatkanku.

Aku yang menghiraukan perkataan Mamah pun kini mulai menarik celana dalam Mamah, namun tiba-tiba Mamah menahan tanganku.

"Ummhh... Kakk... Nggak bolehh..." ucap Mamah sambil menahan tanganku, dan tangan Mamah yang satunya mengangkat kepalaku.

"Nggak boleh yaa, kakk. Yang dibawah cuma boleh buat Ayah kamuu..." kembali ucap Mamah mengingatkanku supaya tidak lebih jauh dari ini.

"Iya, Mah. Maaf ya aku udah lancang" balasku yang mulai menyadari tentang apa yang kulakukan.

"Iyaa, sayang. Ngga papa kok, tapi lain kali jangan lancang lagi yaaa" jawab Mamah tersenyum kepadaku sambil mengelus-elus kepalaku dan menyuruhku untuk berdiri.

Saat aku mengangkat tubuhku, Mamah langsung melihat kearah selangkanganku dan Mamah seperti terkejut melihat ukuran kontolku.

"Pantess berani bandell, burungnya segede terongg" ucap Mamah gemas sambil mencubit-cubit pipiku.

"Ehehehee, nurun dari Ayah nggak nih, Mah?" tanyaku namun Mamah hanya tersenyum dan tidak menjawab pertanyaanku.

Aku kembali merapikan boxerku, dan Mamah juga kembali mengenakan dasternya. Setelah itu, Mamah langsung berjalan keluar kamar, namun sebelum Mamah membuka pintu, aku bertanya ke Mamah.

"Mamah"

"Kenapa, kak?"

"Kalo nggak boleh lancang, berarti boleh dong kalo izin dulu?" tanyaku yang niatnya hanya bercanda, namun Mamah tidak menjawab, hanya mengedipkan satu matanya.

"Maksudnya apa tuh, Mah?" tanyaku, namun Mamah tidak menjawab, hanya tersenyum.

"Mamah mau bikin sarapan dulu, ya" ucap Mamah dan kemudian Mamah keluar dari kamarku.

What was that?

-----
(siangnya)

Siang ini, hanya ada aku dan Mamah berdua di rumah. Ayah dan Bella sedang pergi ke kota lamaku karena Ayah ingin mengambil beberapa barang yang sempat dititipkan di kantor Ayah, dan Bella yang ingin mengambil ijazah juga ikut dengan Ayah. Sepertinya juga Ayah dan Bella akan pulang malam karena Ayah ingin mengajak Bella main disana dulu.

Saat ini aku sedang membuat makan siang untukku dan Mamah. Tak lama setelah aku selesai masak, Mamah keluar dari kamarnya sudah berpakaian rapi, kemeja yang ditutupi dengan jas dokter, rok syar'i dan jilbab panjang. Mamah pun langsung menghampiriku.

"Ihh co cwit bangett Mamah dimasakinn" ucap Mamah saat hendak duduk di kursi meja makan.

"Sekalian aja, daripada Mamah nanti makannya diluar" balasku dan aku langsung duduk berhadapan dengan Mamah di meja makan.

Saat kami makan, aku memerhatikan Mamah yang sudah berpakaian rapi ini. Semenjak aku kecil dulu, aku memang tau kalau Mamah cantik, namun di umurku yang sekarang inilah aku baru menyadari betapa cantiknya Mamah. Ayah beruntung banget bisa ketemu sama perempuan cantik begini. Mamah pun juga sepertinya menyadari kalau aku memerhatikan Mamah.

"Kenapa ngeliatin Mamah ampe begitu banget sih, kak?" tanya Mamah.

"Sekarang aku paham kenapa banyak pasien Mamah yang cowok" ucapku.

"Kenapa emang?"

"Mamah cantik banget" jawabku yang membuat Mamah tertawa.

"Hahahaha, nggak lah, lagian juga sekalinya cowok juga pasti udah punya istri sama anak kali, kak" balas Mamah.

"Lah nggak nutup kemungkinan ya, kali aja pasien Mamah nya juga idung belang, apalagi yang waktu itu sampe ngajakin Mamah ketemuan mulu, hayoo" ucapku meledek Mamah.

"Hahaha, nggak kok, dia juga udah nggak pernah ganggu Mamah lagi soalnya nomernya udah Mamah blokir" ucap Mamah yang membuatku lega.

"Lagian juga idung belangan mana sama kamu? Netek sama Mamah" ledek Mamah yang membuatku tersedak.

"Uhuk, uhuk, ampe keselek aku. Tapi namanya anak muda juga wajar kali Mah gampang terangsang begitu hehehe" balasku bercanda.

"Hahaha, iya Mamah paham, kok. Tapi kamu juga harus punya batasan dong kak, nggak semua perempuan bisa kamu ajak begitu" ucap Mamah dengan nada keibuannya yang seperti memukul kepalaku.

"Umm... Tapi Mamah nggak marah kan sama kelakuan aku yang kayak gitu?" tanyaku gugup.

"Nggak, kok, kak. Tapi Mamah nggak suka aja kalo kamu caranya tiba-tiba begitu" jawab Mamah tersenyum.

"Berartii..."

"Iya, kak. Kamu pasti paham kok sama perkataan Mamah, tapi jangan sering-sering yah. Yaa meski Mamah juga keenakan digituin, tapi nggak baik kalo sering-sering" ucap Mamah dengan tatapan meledek.

"Horee" balasku bercanda.

"Tapi inget ya, kak. Kamu harus paham sama batasan, okey?" tanya Mamah sambil mengacungkan jari kelingking, aku tidak menjawab perkataan Mamah, hanya membalas jari kelingkingnya yang membuat Mamah tersenyum.

"Eh udah jam segini, Mamah berangkat ya kak" ucap Mamah yang kemudian menjulurkan tangannya menyuruhku salim.

"Iyaa, Mah. Hati-hati di jalan yaa" jawabku dan setelah aku menyalimi Mamah, Mamah langsung bergegas keluar.

Setelah Mamah beranjak pergi, aku langsung mencuci piring dan beberapa alat masak yang kugunakan tadi. Sembari aku mencuci, aku kembali memikirkan perkataan Mamah tentang 'batasan' tadi. Tiba-tiba aku menjadi kepikiran, apakah aku sudah terlalu kelewatan mengentoti Bella? Atau apakah Mamah mengetahui tentang persetubuhan kami berdua sehingga Mamah berkata seperti itu? Aku terus memikirkan perkataan Mamah itu, namun hasilnya aku malah menjadi uring-uringan. Tapi sepertinya Mamah benar. Aku sudah terlalu melewati batas saat aku mengentoti Bella, dan meski akan susah untuk membangun kembali batasan yang sudah kuhancurkan, aku akan berusaha sekuat mungkin untuk membangun 'batasan' ku, at least jangan sampai aku menjadi sering mengentoti Bella. After all, she's my Sister.

Setelah aku selesai mencuci, aku langsung menuju ke ruang tamu dan aku langsung menelepon Hani hanya untuk sekedar mengobrol dan bercerita tentang rumah baruku. Hani juga bercerita tentang bagaimana hari dia berlalu kemarin karena kemarin aku benar-benar tidak sempat mengabari Hani tentang bagaimana hariku berjalan. Selain itu, Hani juga mengabariku kalau Ummi ingin Bella tinggal bersama Hani di apartemennya, dan aku langsung meng-chat Mamah dan Ayah menceritakan hal tersebut.

Saat aku dan Hani teleponan, kudengar ada orang yang mengetuk pintu rumahku, dan setelah aku mengabari Hani, aku langsung membukakan pintu.

"Loh, mas Ikhsan? Kenapa mas?" tanyaku.

"Kita main lawan RW lain sekarang, Bay. Lu bisa nggak?" tanya mas Ikhsan.

"Lah bukannya kemaren baru main?"

"Kemaren mah main se RW kita doang, Bay. Lu bisa main nggak sekarang?" jawab mas Ikhsan yang kemudian bertanya.

"Bisa, sih. Yaudah nanti gua nyusul ke lapangan ya" balasku dan mas Ikhsan mengiyakan, dan sebelum mas Ikhsan pergi, dia bertanya kepadaku nomer berapa yang kuinginkan di jersey tim RW ku, dan tentu saja aku memilih nomer 41. Tribute to Sum 41 band favoritku.

Mas Ikhsan langsung pergi ke lapangan, dan aku kembali menuju hapeku untuk bicara dengan Hani.

"Sayang, aku diajak main Bola lagii sama anak-anak" ucapku.

"Ihhh aku pengen nontonnn" balas Hani dengan nada sebal dan sedih.

"Makanyaa main kesinii"

"Iyaa dehh, minggu depan aku main kesana yaaa" ucap Hani.

"Okayy, yaudahh aku jalan dulu yaaa, dadahh" jawabku pamit.

"Iyaaa, semangatt yaaa, dadahh" balasnya dan Hani langsung mematikan teleponnya.

Aku langsung mengemas barang-barangku, dan aku langsung berangkat ke lapangan. Sesampainya di lapangan, ternyata para pemain sudah melakukan pemanasan dan permainan akan segera dimulai.

"Pirlo! Buruan pemanasan, udah mau mulai!" teriak pelatihku menyuruhku untuk langsung bersiap-siap.

--

Pertandingan kali ini tidak berjalan semudah seperti pertandingan kemarin, namun kami tetap bisa memenangkan pertandingan ini. Di babak pertama, mereka bisa mencetak 3 gol berkat pemain bertahan di timku yang sering lengah. Namun setelah mas Ikhsan masuk ke dalam lapangan, pertahanan tim kami berubah menjadi lebih solid. Saat babak pertama kami tidak bermain dengan nyaman karena aku sebagai Regista tidak diberi ruang untuk bermain dengan nyaman. Namun pada babak kedua tim lawan tidak memberi pressure separah babak pertama jadi aku bisa mengeluarkan sisi Pirlo di dalam diriku.

Selain itu, aku dengan Alif kini sudah menemukan chemistry, hingga kami bisa memutar balik skor hingga kami menang 4-3, dan 4 gol tersebut dicetak oleh Alif dan akulah yang menciptakan semua assist dari gol tersebut.

Setelah selesai permainan, aku langsung duduk dibawah pohon rindang yang sering kami gunakan untuk istirahat, dan tiba-tiba ada yang menyodorkanku minuman.

"Nih, kamu haus kan?" ucap orang tersebut sambil memberiku minuman ber-ion, dan aku langsung menoleh kearah orang tersebut, tak kusangka orang tersebut ternyata adalah....

"Loh kak Liya?!?" tanyaku yang sangat terkejut, dan kak Liya hanya tertawa kecil.

--
Kak Liya


=====

"Et dahh si Liya ya, ada anak baru ganteng dikit langsung dipepet" ucap salah seorang bapak-bapak yang berada di tim ku.

"Hahaha, nggak kok, Pah. Ini adek tingkat aku di kampus" jawab kak Liya menjawab perkataan orang yang ternyata adalah ayahnya, dan setelah itu kak Liya duduk di sampingku.

"Pas ayah aku cerita ada anak baru pindah disini namanya Bayu jago main bola, tiba-tiba aku kepikiran apa jangan-jangan itu kamu, ternyata bener toh" ucap kak Liya sambil menepuk pahaku.

"Kakak bukannya tinggalnya di ibukota ya? Kakak satu sekolah sama Hani kan?" tanyaku.

"Nggak, kok. Hani yang sekolahnya di daerah barat, makanya kita bisa satu sekolah" jawab kak Liya menjelaskan.

"Buset, sempit banget dunia ya" balasku yang membuat kak Liya tertawa.

Kami mengobrol cukup lama, dan kak Liya juga menjelaskan kenapa kak Liya jarang terlihat di kampus semester kemarin, ternyata kak Liya mengambil PKL di tempat yang tidak jauh dari sini, sehingga kak Liya selama 3 bulan tinggal di rumahnya. Rumah kak Liya juga ternyata berada di gang sebelah gang rumahku, jadi rumah kami juga cukup dekat.

Berhubung langit sudah mulai menggelap, aku memutuskan untuk pulang. Akupun langsung berpamitan dengan orang yang berada di lapangan, dan setelah itu aku pamit dengan kak Liya.

"Kak aku balik, ya" ucapku.

"Iyaa, eh Bay, nanti malem mau makan keluar nggak?" tanya kak Liya mengajakku makan keluar malam ini.

"PEPET TEROSSS!!" ledek mas Ikhsan dan mas Riza bersamaan.

"Ih berisik lo pada ye, bilang aja iri" jawab kak Liya balik meledek.

"Hahaha, yaudah deh kak, nanti kabarin aja ya" jawabku dan aku langsung beranjak pulang.

--

Malamnya, aku dan kak Liya janjian untuk bertemu di depan gang. Kak Liya malam ini mengenakan pakaian yang meliputi jilbab instan, kaus yang ditutupi dengan bomber berwarna hitam, dan celana piyama.

"Mau makan dimana, kak?" tanyaku.

"Ada ayam bakar enak di deket sini, kamu mau?" balik tanya kak Liya.

"Boleh deh" jawabku, dan menggunakan motorku, kami langsung berangkat.

Sesampainya di tempat makan tersebut, aku dan kak Liya langsung memesan makanan dan setelah itu kami berdua dudk di pojok.

"Kak Liya udah nggak pernah dapet kabar dari mas Rizky lagi, kak?" tanyaku membuka pembicaraan.

"Nggak, Bay. Semenjak kita putus juga aku nggak pernah tertarik nyari kabar dia lagi" jawabnya.

"Berarti kakak fokus sama mas Surya aja sekarang?"

"Iya, ayah aku juga seneng banget ngeliat aku sama mas Surya hubungannya ke jalan yang lebih serius ketimbang sama Rizky" balas kak Liya.

Tak lama kemudian, makanan kami sampai dan kami langsung melahap makanan kami. Disaat kami makan, kak Liya bertanta kepadaku.

"Kamu udah ada rencana mau PKL dimana, Bay?"

"Belom sih kak, tapi kayaknya mau nyari yang nggak jauh-jauh aja" jawabku.

"Di tempat aku ajaa kalo gitu, aku sama pak Jarwo di rekomen disitu soalnya, lumayan dikasih uang pegangan juga sama pak Jarwo kalo mau PKL disitu" suruh kak Liya.

"Yehh dia ngasih pegangan karena kak Liya cewek kali hahaha" jawabku bercanda.

"Hahahaah nggak kok, Bay. Aku malah kalah dikasihnya sama temen aku yang cowok, asli kamu disitu aja, Bay" kembali ucap kak Liya meyakinkanku.

"Iya kak, iyaa, nanti aku pikirin lagi. Tapi kakak nggak tertarik PKL di kota sana?"

"Nggak, sih. Mas Surya juga udah nyuruh aku PKL disana aja, tapi aku nggak mau" jawab kak Liya.

"Lah kenapa?"

"Mas Surya sih ngomongnya biar gampang ketemu sama dia, berhubung dia orang sana juga, tapi aku pengennya yang deket rumah aja" balasnya.

"Berarti 3 bulan mas Surya nggak dikasih jatah dong?" tanyaku bercanda yang membuat kak Liya tertawa.

"Hahahaha, apaan sih? Mas Surya mah orangnya nggak mau sering-sering tau, kadang juga aku yang mancing pengen main" jawab kak Liya tertawa.

"Waduhh hahaha, terus kalo kakak lagi pengen pas lagi PKL gimana?" tanyaku memancing.

"Ya gimana lagi?"

"Ya gimana, kak?"

Kak Liya sempat tertawa sebentar, dan kak Liya menjawab pertanyaanku sambil menutup mulutnya seperti ingin membisik supaya tidak terlihat oleh orang yang duduk di depan kami.

"Colmek" bisik kak Liya yang tiba-tiba membuatku ngaceng.

"Berarti kakak kangen ama yang kayak gini dong?" ucapku sambil memegang kontolku yang sudah ngaceng dan kak Liya juga langsung melihat kearah kontolku.

"Yaampun, udah gede ajaa..." bisik kak Liya.

"Kakak tingkatnya bandel soalnya hahaha" jawabku dan kak Liya tertawa sambil memukul tanganku.

--

Selesai makan, kak Liya mengajakku untuk langsung pulang. Namun aku ingin pergi ke minimarket terdekat dulu karena ada beberapa perlengkapan mandi yang ingin kubeli.

"Ke alf* dulu ya kak" ucapku dan kak Liya mengangguk.

Ternyata lokasi minimarket masih berada di dekat jalan besar, jadi sepertinya akan melelahkan jika jalan kaki. Setelah aku membeli apa yang kubutuhkan, aku dan kak Liya langsung beranjak pulang. Sepanjang perjalanan, kak Liya selalu menyandarkan kepalanya di bahuku, dan kak Liya terkadang memeluk tubuhku. Aku melihat wajah kak Liya melewati spion, kulihat kak Liya tersenyum seperti merasa nyaman dengan posisi kami saat ini.

Singkat cerita, kini kami sudah sampai dirumahku, dan benar saja ternyata belum ada yang pulang. Aku tadinya ingin mengantar kak Liya pulang kerumahnya, namun kak Liya ingin mengetahui sebelah mana rumahku.

"Kak Liya mau langsung pulang aja?" ucapku setelah menunjukkan rumahku.

"Kamu nggak papa sendirian? Mau aku temenin dulu, nggak?" tanya kak Liya.

"Nggak enak, kak. Udah jam segini juga kan"

"Nggak papa udah aku temenin dulu ya" balas kak Liya dan dia mengedipkan salah satu matanya.

Kami bertatapan sebentar, dan setelah aku paham dengan apa yang kak Liya maksud, kami langsung tertawa dan setelah itu kami beranjak masuk ke rumahku.

Aku langsung menduduki sofa yang berada di ruang tamu ini, dan kak Liya mengunci pintu serta gorden sebelum duduk disampingku.

"Di ruang tamu banget, nih?" tanya kak Liya yang tak kujawab saat dia duduk disampingku.

Tanpa ada yang mengomando, kami berdua langsung mulai berciuman liar. Aku langsung memegang kepala kak Liya dan kak Liya memeluk tubuhku.

"Ccupphh... Ccupphh... Ccupphh..."

Kak Liya langsung menarik tubuhku, dan kini kak Liya berbaring dan aku menindih tubuhnya dari atas. Tanganku yang tadinya berada di kepalanya langsung kupindahkan menuju payudaranya yang masih tertutup kaus, dan aku langsung meremas-remas payudaranya.

"Ccupphh... Ccupphh... Bayuuu... Sebentarrr...." ucap kak Liya melepaskan ciuman kami, dan dia langsung kembali duduk.

Saat kak Liya duduk, aku langsung menurunkan celanaku beserta celana dalamnya, dan kak Liya hanya melepaskan BH nya. Kak Liya langsung menaruh BH nya di meja kecil dan setelah itu kami lanjut berciuman.

"Ccupphh... Bayy... Remesinnn tetekk akuu lagiii..." pinta kak Liya yang kuturuti.

Aku memindahkan tanganku yang sedang berada di perut kak Liya, dan melewati kausnya, aku mulai meremas-remas payudara kak Liya yang mulus ini.

"Ccupphh... Ummhh... Ccupphh..."

Kak Liya kini mulai mengocok-kocok kontolku yang sudah bebas, dan sambil mengocok kontolku, kak Liya juga menurunkan celana beserta celana dalamnya yang langsung dia lempar entah kemana.

"Ccupphh... Ccupphh... Langsung masukkin aja ya kakk..." ucapku pelan, dan kak Liya mengangguk.

Kak Liya langsung menidurkan badannya di sofa, dan membuka kakinya lebar-lebar, mengekspos memeknya dengan jembut yang jauh lebih lebat dari saat aku pernah ngentot dengannya saat olimpiade. Aku langsung memindahkan tubuhku menuju antara kedua pahanya dan mulai mengelus-elus bulu-bulu ini.

"Terakhir aku liat ininya masih belom kayak hutan" candaku sambil mengelus-elus jembutnya.

"Hahahaha, yang penting kan yang isi ininya" jawab kak Liya sambil membuka bibir memeknya.

Sebelum aku memasukkan kontolku, kak Liya memainkan memeknya dulu dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya dia gunakan untuk mengocok kontolku. Kak Liya meludahkan tangan kanannya, dan dia menggunakan ludah itu sebagai pelumas untuk mengocok kontolku.

"Uhhh... Gedee bangett sihhh..." ucap kak Liya lirih.

Kak Liya menyudahi kocokannya, dan kak Liya menaruh tangannya ke samping kepalanya. Kak Liya sudah siap untuk dipenetrasi.

"Ayoo... Masukkin Bayy... Keburuu orang di rumah kamuu pulangg..." pinta kak Liya.

"Apanya yang dimasukkin?" ledekku.

"Kontol kamuuu... Masukkinn ke memekk akuuu... Buruann... " jawab kak Liya merengek, sepertinya dia sudah sangat sange.

"Kasiann, udah lama banget nggak dikasih jatah, ya?" kembali ledekku yang membuat kak Liya sebal namun tersenyum.

Aku mulai memposisikan kontolku ke depan memeknya, dan ketika ujung kontolku sudah berada di depan gerbang kenikmatan ini, aku menggesek-gesekkan kontolku di permukaan memeknya terlebih dahulu.

"Ummhh... Bayy... Buruann masukkinnn..." rengek kak Liya.

Mengingat kondisi yang sangat mepet ini, aku mulai memasukkan kontolku ke dalam memeknya. Baru kepalanya saja yang masuk, kak Liya sudah melenguh.

"Ahhh...."

Aku makin memperdalam kontolku ke memeknya, dan ketika kontolku masuk setengahnya, aku langsung menghentakkan kontolku sepenuhnya hingga kak Liya menjerit.

"AHHHH.... BAYUU TIBA-TIBAA BANGETTT..." jerit kak Liya ketika kontolku sudah masuk sepenuhnya.

Aku memulai genjotanku dengan tempo pelan, dan kak Liya langsung menaikkan kausnya hingga mengekspos payudaranya yang sudah tidak tertutup BH.

"Ummhhh... Ahhhh..." desah kak Liya.

"Hhhh... Hhhh... Akhirnyaa memek kakak ngerasainn dimasukkin kontoll lagii yaa kakk" ledekku sambil menggenjot memeknya.

"Ummhh... Iyaa... Mmmhh... Kontolnyaa gedee lagiii... Uhhh cepetinn Bayy..." jawab kak Liya memintaku untuk mempercepat hujamanku.

Aku langsung meng-grip kedua payudaranya, dan aku mempercepat genjotanku hingga kak Liya menggelinjang dan kak Liya menyilangkan kakinya di belakang punggungku.

"UMMMHH... IYAA TERUSS BEGITUUU BAYY... AHHH KONTOLL KAMUU ENAKK BANGETTT.... ENNAKKK DIENTOTT KONTOLL GEDEEE..." jerit kak Liya cukup kencang namun sepertinya tidak akan terdengar sampai keluar rumah.

"Hhhh... Hhh... Iyaa kakk... Enakk jugaa ngentotinn kakak tingkattt..." balasku yang juga mulai merasa keenakan.

"Ummhhh... Iyaaa... Puass-puasinnn... Nantii pas kuliahh memekk akuu udahh punyaa mas Suryaaa... Ahhhh... Akuu dikitt lagiii keluarrr..." desah kak Liya.

Aku mempercepat entotanku di memek kak Liya, dan kak Liya yang sudah akan mencapai orgasme pertamanya langsung menciumi leherku sambil mendesah.

"Ccupphh... Ccupphh... Ahhh Bayy... Akuu keluarrr... AHHH..." lenguh kak Liya ketika dia mencapai orgasmenya.

Kak Liya langsung menjatuhkan tubuhnya ke sofa lagi, dan cairan orgasmenya membasahi kontolku. Akupun mencabut kontolku untuk membiarkan kak Liya beristirahat.

"Hhhh.... Hhhh... Akhirnyaa akuu udah nggak ngerasa ada yang kurang..." ucap kak Liya terengah-engah yang membuatku tertawa.

Setelah kak Liya selesai beristirahat, kak Liya mengajakku untuk melanjuti persetubuhan kami.

"Hhhh... Hhhh... Lanjut, nggak?" tanya kak Liya.

"Lanjut, lahh. Nungging kak, aku pengen masukkin dari belakang" jawabku dan kak Liya langsung memindahkan posisinya menjadi menungging.

Aku mulai menggesek-gesekkan kontolku di memeknya, dan terkadang aku menggesek-gesek lubang analnya juga. Muncul ide isengku untuk menekan-nekan anusnya, namun kak Liya langsung menyuruhku berhenti.

"Bayu kalo kamu berani nganalin aku, aku bakal teriak yang kenceng biar warga kesini" ucap kak Liya tegas yang membuatku tertawa.

"Ih galak banget, iya deh aku nurut" balasku, dan aku langsung memasukkan kontolku ke memeknya.

"Ummhh... Masukk laggiii..." lenguh kak Liya.

Aku langsung menggenjot memek kak Liya dengan kecepatan sedang, dan kak Liya menaikkan kepalanya keatas yang kuduga ingin mencium bibirku. Akupun mendekatkan kepalaku ke kepala kak Liya yang masih tertutup jilbab dan kami kembali berciuman.

"Ccupphh... Ccupphh..."

Setelah kak Liya sudah puas menciumi bibirku, kak Liya kembali menungging menggunakan kedua tangannya sebagai tumpuan. Akupun mempercepat genjotanku di memek sempitnya ini hingga kak Liya yang tadinya menggunakan kedua tangannya sebagai tumpuan melepas tumpuannya dan menjatuhkan kepalanya ke sofa.

"Uhhh... Iyaaa begituu... Cepetinn lagiii.... Ummhhhh.... Akuu lemess bangett.... Ahhh...." desah kak Liya.

Aku mempercepat genjotanku menjadi secepat yang kubisa, dan kak Liya yang makin keenakan langsung membenamkan wajahnya ke bantal yang berada di dekatnya. Bahkan sepertinya kulihat kak Liya menggigit bantal tersebut.

"URGGHHH... AHHH ENAKK BANGETTT... TERUSSINNN BAYY..." jerit kak Liya yang tertahan bantal.

Melihat pantat mulusnya yang cukup besar ini bergoyang-goyang seiring aku menggenjot memeknya, aku menjadi gemas untuk menampar-nampar pantatnya.

*Plakk!...*

"UMMHH... Tampar lagiii..." ucap kak Liya.

*Plakk!!... *

"UMMHH... Lagiii..."

*PLAKK!!... PLAKK!!.... PLAKK!!... * tamparanku di pantat kak Liya tiga kali beruntun yang lebih keras dari sebelumnya, dan setelah itu aku mengentoti memeknya secepat dan sedalam mungkin hingga kak Liya menjerit-jerit.

"AHHH... YESS.. YESS.. YESS.. YESS.. YESS.. AHHHH AKUU KELUARR LAGIII..." jerit kak Liya yang tertahan bantal setelah dia mencapai orgasme keduanya.

Aku menghiraukan kak Liya yang sedang orgasme, dan aku terus menghujam memek kak Liya hingga bahkan karena saking lemasnya, kedua lutut kak Liya sudah tidak kuat untuk menumpu tubuhnya.

"Ummhh... Hhhh... Hhhh... Gaadaa capenyaa inii anakkk..." ucap lirih kak Liya yang kulihat tersenyum memejamkan matanya.

"Hhhh... Hhhh... Kann katanyaa suruhh puas-puasinnn..." jawabku dengan suara pelan, dan kak Liya tidak menjawab perkataanku, mungkin sudah terlalu lemas.

Sudah 10 menit aku terus mengentoti memek kak Liya, kurasakan kalau akhirnya pejuku akan segera keluar. Akupun langsung mengabari kak Liya.

"Hhhh... Kakk... Akuu udahh mauu keluarrr..." ucapku terengah-engah.

"Ummmhh... Iyahhh... Jangann keluarinn di dalemm yaaa... Uhhh akhirnyaa capee jugaaa..." jawab kak Liya.

Aku mempercepat genjotanku, dan tak lama kemudian pejuku akan segera keluar. Aku langsung mencabut kontolku dan mengocoknya. Tak butuh waktu lama bagiku untuk segera ejakulasi, dan aku membuang pejuku diatas bomber hitam yang masih kak Liya kenakan.

"Ahhh aku keluarrr..." lenguhku.

Setelah aku ejakulasi, kak Liya langsung membalikkan badannya dan merebahkan dirinya diatas bantal yang tersandar di ujung sofa, dan aku langsung berdiri berjalan menuju kak Liya meminta kak Liya untuk menjilati kontolku. Kak Liya pun langsung paham dengan apa maksudku dan dia mulai menjilati dari ujung kontolku yang masih terdapat sedikit peju.

"Slrrpp... Slrrpp..."

Kak Liya yang tadinya hanya ingin membersihkan kontolku dari peju malah akhirnya menjilati seluruh bagian kontolku hingga tidak ada spot yang tertinggal. Setelah kak Liya puas menjilati kontolku, aku kembali duduk di sofa dan kak Liya memainkan memeknya menggunakan tangannya.

"Hhhh... Hhhh... Dunia sempit banget ya, Bay" ucap kak Liya kepadaku.

"Iya, kayak memek kakak" jawabku dan kami berdua tertawa-tawa.

Aku kembali mengenakan celanaku, dan setelah itu aku beranjak mengambilkan celana kak Liya yang sudah selesai memainkan memeknya.

"Kakak kayaknya puas banget abis main tadi, ya?" tanyaku yang kemudian duduk menyandarkan tubuhku sambil melihat ke langit-langit.

"Ya gitu deh, Bay. Asli kakak kayak ada yang janggal aja rasanya berapa bulan nggak dikasih jatah, apalagi pas kakak balik dari PKL pas mau bikin laporan mas Suryanya juga nggak bisa sering ketemu" jawab kak Liya sambil mengenakan celananya, sekarang aku paham bagaimana perasaan kak Liya setelah berapa bulan dianggurkan.

Setelah kak Liya mengenakan celananya, kami langsung membereskan kekacauan yang kami hasilkan dari persetubuhan kami. Setelah itu, kak Liya ingin segera pulang, namun kak Liya memintaku untuk mengantarkannya pulang.

"Bay, anterin aku pulang dong, asli aku masih lemes banget" pinta kak Liya, dan setelah itu kami beranjak keluar dan aku mengantar kak Liya sampai ke rumahnya.

"Ahhh, akhirnya di rumah juga. Makasih ya Bay" ucap kak Liya saat dia turun dari motorku, dan setelah itu kak Liya langsung beranjak masuk kedalam rumahnya, namun sebelum kak Liya membuka pagar rumahnya, aku memanggil kak Liya.

"Kak"

"Kenapa, Bay?"

"Makasih ya udah dikasih jatah" ucapku tersenyum, dan ucapanku juga membuat dirinya tersenyum.

"Aku yang makasih, Bay. Udah kamu balik sana" jawab kak Liya menyuruhku pulang.

-

Sesampainya di rumah, kulihat dari kejauhan mobil Mamah sedang menuju kearah sini, dan aku langsung membukakan pagar. Setelah Mamah keluar dari mobilnya, Mamah langsung berjalan menuju kepadaku.

"Kamu abis dari luar, kak?" tanya Mamah.

"Iya, Mah. Tadi aku abis makan sama kak Liya" jawabku.

"Kak Liya siapa?"

"Dia kating aku, ternyata rumah dia ada di gang sebelah" jawabku menjelaskan.

"Oalah, padahal Mamah udah beliin kamu burger nih" balas Mamah menyodorkanku plastik berisikan burger, kentang, dan minuman.

"Halah Mamah kayak nggak tau aku aja, pasti aku makan kok, makasih ya Mah" ucapku yang membuat Mamah tertawa, dan setelah itu Mamah langsung beranjak masuk ke dalam rumah melewati pintu yang berada di garasi.

Aku memasuki rumah melewati ruang tamu, dan setelah aku berjalan melewati sofa, aku baru menyadari kalau ternyata kak Liya meninggalkan BH nya di meja. Aku yang panik pun langsung melihat sekitar dan dengan cepat aku mengambil BH itu, kemudian aku berjalan cepat menuju ke kamarku.

Setelah memasuki kamarku, aku langsung membuka HP untuk mengabari kak Liya kalau BH nya ketinggalan. Aku memotret BH itu dan setelah itu langsung kukirim ke kak Liya.

"Kak ini gimana BH nya ketinggalan" ucapku melalui L*ne.

Tak lama kemudian, kak Liya pun langsung membalas chat.

"Yaampun wkwkwk lupaa aku" isi dari balasan kak Liya.

Aku hanya mengirimkan stiker tertawa untuk membalas perkataannya, dan tak lama kemudian, muncul notifikasi di HP ku bahwa kak Liya mengirimkan foto. Aku langsung membukanya, dan ternyata isi foto tersebut benar-benar membuatku terkejut.

Kulihat di foto itu kak Liya masih mengenakan seluruh pakaian yang dia kenakan tadi, hanya saja dia menaikkan kausnya hingga payudaranya terekspos.

"Pantes kayak ada yang kurang" isi pesan dibawah foto yang kak Liya kirim.

Tentu saja foto itu kusimpan, dan langsung kukirim ke hidden files-ku. Setelah itu, Kami chatting singkat, dan kak Liya menyuruhku untuk menyimpan BH itu terlebih dahulu sampai besok.

Setelah selesai chatting dengan kak Liya, aku langsung menelepon Hani untuk sekedar ngobrol, namun kulihat Hani kembali mengganti cover foto akun L*ne nya menjadi foto saat aku bermain sore tadi. Tak lama kemudian, Hani langsung mengangkat teleponku.

"Haloo sayangg, kenapa kok nelpon??" sapa Hani dari telepon.

"Haloo, nggak papaa pengen ngobrol aja. Aku mau nanyaa, ini kamu dapet foto aku pas main sore tadi dari siapa??" sapaku dan dilanjut dengan bertanya.

"Dari kak Liyaa hehehe. Kok kamu nggak cerita sihh kalian tetanggaan??" tanya Hani.

"Aku juga baru tau tadii sumpahh" jawabku dan setelah itu kami lanjut mengobrol kurang lebih dua jam hingga kami berdua sudah merasa ngantuk.

"Hoamm aku udah ngantukk, tidur yuk Bayy" ajak Hani.

"Hayukk, mau aku kelonin nggak tidurnya??" candaku.

"Mauuu, kangen banget dikelonin kamuu" jawab Hani dengan tipikal suara manjanya.

"Hahahaha, iyaa nanti kalo kamu nginep disini aku kelonin lagi sampe pagi"

"Ihhh jadi gasabar deh hahaha, yaudah aku tidur duluan yaaa, good night sayangg, muachh" ucap Hani 'mencium' ku lewat telepon.

"Good nighttt, muachh" balasku 'mencium' Hani lewat telepon, dan kudengar Hani tertawa sebelum akhirnya Hani mematikan teleponnya.

Setelah Hani mematikan teleponnya, aku langsung beranjak ke kamar mandi untuk mandi sekaligus mandi wajib, dan setelah itu aku kembali ke kamarku. Aku kembali mengambil hapeku, dan kulihat ada notifikasi Hani mengirimkan foto dan sebuah pesan. Aku langsung membukanya dan aku sekali lagi terkejut melihat apa yang Hani kirim.

Hani mengirimkan foto selfie dia dengan senyuman manisnya, dan kulihat Hani mengenakan piyama, namun Hani membuka semua kancing piyamanya dan terlihatlah payudaranya yang tidak menggunakan BH. Dibawahnya, terlihat pesan dari Hani yang bertuliskan 'Nanti pas aku dikelonin outfitnya kayak gini yaa hehe'.

Aku kemudian membalas chat Hani dengan pesan yang bertuliskan 'Gamau telanjang aja pas aku kelonin?', dan ternyata Hani langsung membaca chat-ku. Hani tidak membalas chat-ku cukup lama, dan tak lama kemudian Hani kembali mengirimkan aku foto selfie dengan pose yang sama seperti tadi, namun kali ini Hani sudah melepas atasan piyamanya dan kini Hani sudah topless.

"Begini?" pesan Hani tak lama setelah dia mengirimkan foto.

"Ihhh kok pacar aku jadi nakal ginii" jawabku melalui pesan singkat.

"Lagi kangennn soalnyaaa, ehehe, yaudah aku tidur yaaa sayang, good nighttt"

"Good nighttt sayang, mimpi indah yaa" balasku, dan Hani kemudian mengirimkan stiker love.

Tak lama setelah itu, aku menaruh hapeku di meja kecil disamping kasurku, dan aku langsung beranjak tidur.

Damn, what a wonderful day today is.

-To be Continued-
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd