Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA - INEFFABLE -

Status
Please reply by conversation.
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Sorry2, laptop gabisa nyala kampret padahal niat up malem ini.

Hari ini gue up, antara siang/sore doain aja laptop gue ga ngapa2.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Part 7: Haies

Keesokan harinya, aku memulai hariku seperti biasanya. Ada semacam persaingan gak penting diantara aku dan Anin yaitu barangsiapa yang menyapa selamat pagi duluan maka hukumnya wajib ia ditraktir oleh yang ngucapinnya belakangan. Dan tentu saja aku selalu kalah olehnya, walau Anin terlihat seperti panda pemalas yang hobi tidur, untuk masalah bangun ia selalu rajin entah kenapa. Lain halnya aku yang sudah seperti orang mati suri jika terlelap di alam mimpi.

Sorenya ada banyak notif grup Line serkelku nge-tag aku semua, iyak betul serkel miskin waroan yang dulu aku join secara tidak sengaja yang sekarang malah menjadi teman baikku, mereka yang slalu keeping me up to date about this fandom. Sebetulnya aku join disini karena ingin mengawasi Anin lebih tepatnya.

“YON, OSHI LO KENA TUBIR NOH”

“WOY @DIONELLA CEK TUITER”

“WOY SI PANT3K MANA INI GAK NONGOL-NONGOL”

“OSHIHEN AE UDAAHHH”

“MAMAH SUNNI CAKEP BAT BANGSAAATTT”

Dan sebagainya..

Aku segera ngecek aplikasi berlogo burung untuk mengecek berita tersebut, dan saat ku membuka timeline, mataku tertuju kepada dua buah foto yang membuat jantungku berhenti berdetak seketika untuk beberapa detik.

Itu....itu fotoku sedang membukakan pintu mobil untuk Anin di suatu Mall beberapa waktu lalu.. Di foto itu memang wajahku tak terlihat, hanya bagian belakang tubuhku yang tergolong profesional sedang membukakan pintu mobilku untuk Anin yang hendak duduk, tapi di foto kedua terlihat jelas wajah samping Anin dan aku yakin hampir semua fans nya dapat mengenali wajahnya.

Deg, aku bingung sekaligus panik seketika. Segera kucek hp dan kulihat belum ada balasan pesanku sebelumnya dari Anin, mungkin ia ketiduran.

*LINE*

Dion: Lo lagi tidur ya? Yaudah tidur aja jangan buka sosmed apapun sebelum gue di samping lo, gue otw kesana.

Kebetulan aku sedang lari sore dekat kedai kopi kang Angga, tempatku berkumpul bersama teman-teman pecinta kopi-ku. Aku segera menghubungi salah satu temanku yang kebetulan sedang berada disana, setelah sampai disana aku berniat untuk meminjam motornya karena lumayan jauh jika harus balik ke rumahku dan mengambil mobil. Dengan nafas ngos-ngosan aku perlahan membuka mulut,

"Eh No, gue minjem motor lo bentar ya! Penting banget ini soalnya,” ucapku pada Rino yang terlihat sedang asik meminum kopi.

"Buat apaan nih...??? Kalo bener - bener urgent, nih..." Rino melempar kunci motor Ducati kepadaku yang langsung kutangkap dengan sigapnya.

"Sip, thanks! Lo emang temen gue yang paling baek No" aku segera menangkap kunci motornya dan berlalu ke parkiran.

Sesampainya disana, aku baru sadar aku tak tau motor mana yang Rino pinjamkan karena koleksi motornya yang banyak, lalu aku kembali masuk ke kedai untuk menanyakannya.

"No, motor lo yang mana ini?"

"Yang warna item, motor sport," Rino menunjuk motornya di parkiran dari dalam kedai.

"Oh siap siap, gede juga punya lo. Eh maksud gue motor lo, yaudah gue pinjem yak bentar, Caw~"

"Hati-hati makenya!!!!!" kata Rino yang sedikit berteriak kepadaku.

***
Aku segera memakai sarung tangan dan helm agar tetap safety riding dalam kondisi sekacau apapun



Sepanjang perjalanan pikiranku tak karuan, sempat sekilas kubaca beberapa kicauan makian tentang Anin tadi menambah kegelisahanku akan reaksinya saat membaca skandal kami kelak, tak henti-hentinya kubunyikan klakson meminta jalan kepada pengguna jalan lainnya. Karena ini tidak hanya menyangkut hubungan kami, juga tentang karirnya, kepercayaan fansnya, dan nama baiknya diantara orang sekitarnya.

Setelah sampai di depan kediamannya, aku segera masuk ke kamarnya (ya aku memang punya akses kesana, namun sumpah demi tuhan aku tak pernah menyalahgunakan hal tersebut). Ku buka pintu kamarnya perlahan agar tak mengganggu tidur lelapnya, terlihat Anin yang masih tertidur pulas dengan rambut dikuncir ponytail dan sweater motif kupu-kupu hadiah ulang tahunnya kemarin. Aku beranjak duduk di sampingnya, mengelus lembut wajah cantiknya perlahan dari dahi, pipi, hingga dagu, kuusap lagi pipinya berulang kali sekali lagi mengagumi betapa cantiknya pujaan hatiku ini.



Entah datang darimana godaan setan kudekatkan wajahku ke wajahnya, semakin dekat sampai bisa kurasakan hembusan nafas alam bawah sadar Anin. Aku posisikan diriku senyaman mungkin di atasnya dan kulanjutkan dengan menciumi pipi gembilnya, kupegang dagunya saat hendak kupagut bibir mungilnya badannya bergoyang dan perlahan bibirnya terbuka mengucap sebuah kata..

“Bunda.....”

Ada pergolakan batin dalam diriku, nafsu telah menguasai untuk segera menjamah tubuh kekasihku sendiri tapi logika memperintahkan untuk menghentikan aktifitas terlarangku ini. Aku termenung beberapa saat sebelum akhirnya memutuskan untuk menuruti logika, aku keluar dari kamarnya dan menuju kamar mandi untuk meraup wajahku, lalu bercermin menyesali atas apa yang hampir saja kuperbuat. Munafik? Terserah katamu, tapi aku ingin menjaganya agar tetap ‘utuh’ sampai hari pernikahan kami nanti. I’m a badboy but I’m not a jerk.

Aku kembali ke kamarnya, Anin masih terlelap segera kubangunkan dirinya, “Nin... bangun nin..”, sambil kugoyang-goyangkan tubuhnya. Perlahan Anin tersadar, kelopak matanya yang sedari tadi tertutup perlahan terbuka dan mata belonya langsung terlihat karena kaget melihat kehadiranku secara tiba-tiba di sampingnya.

“Eehh...ka...kakak ngapain?” tanyanya kaget, lalu memundurkan tubuhnya menjauhiku ke pojok kasur. Fyi, setelah janji suci kami terucap kemarin, kami sepakat menggunakan panggilan sayang yang tidak aneh-aneh, Anin memanggilku menggunakan kakak sedangkan aku tetap memanggilnya Anin seperti biasa.

“Eh...anu...ada yang mau gue omongin”

“Kenapa gak nge-Line dulu sih kayak biasanya?”

“Ini...penting banget aduh sorry kalo gak sopan..” jawabku kebingungan.

Anin terdiam beberapa saat, lalu celingukan melihat ke arah luar pintu.

“Tadi gak ada yang ngeliat kak Dion kesini?”

Aku menggeleng,

“Ini pertama kali Anin bawa cowok ke kamar loh” Anin cengengesan,

“....terus?”

“Ya... gapapa cuman ngasih tau”

“Bagus deh, berarti aku orang pertama ya hehehe” entah kenapa aku merasa bangga.

Mendengar perkataanku barusan, Anin langsung beranjak masuk ke dalam selimutnya lagi lalu ditariknya selimut itu sampai terlihat hanya bagian hidung ke atas dari wajahnya.



“Eh.. mm..maksud gue gak gitu”

Anin menarik selimut itu keatas hingga menutupi seluruh bagian tubuhnya. Kini aku hanya bisa melihat tubuh Anin berselimutkan selimut macam daging ayam yang berselimutkan tepung risol.

“Gue belom ngapa-ngapain lo kok”

“Hah apa???” suara Anin setengah berteriak terdengar dari balik selimut.

“Eh maksudku...gue gak ngapa-ngapain lo kok”

Anin perlahan menyingkap selimutnya, terlihat wajah cantiknya keluar dari persembunyiannya.

“Bener?”

“Gak percaya sama pacar sendiri?” tanyaku sambil tersenyum.

“Nggak.”

“.....”


Aku beranjak mencari remote AC, lalu mematikan ACnya karena hawa dingin menusuk badanku, lalu membuka jendela kamarnya membiarkan sinar sang surya menyapa badan mungilnya.

“SILAAAUUUU” omelnya manja,

Aku mendekati meja belajarnya, kunyalakan laptopnya lalu login ke akun twit**ternya. Seperti dugaanku, ratusan mention masuk ke akunnya meminta klarifikasi atas skandal tersebut. Ada yang memakinya, tapi tak sedikit juga yang tetap men-support nya dan yakin bahwa Anin tidak melanggar Golden Rules.

“Nin.. sini deh” ajakku sambil menoleh ke arahnya yang sedang bergeliat manja di kasur.

“Apaaann sihh?” ia beranjak dari kasur dan memelukku dari belakang, tangannya merangkul dadaku sedangkan dagunya menempel pada pundak kiriku menyebabkanku salting bukan kepalang.

*cup* Anin mencium pipiku tanpa permisi, I’m blushing right now..

“Eh main cipok-cipok ae”

“Biarin, habis gemes hehehe”

“Liat deh nin” Aku membuka salah satu tweet tentang skandal kami, dan menunjukkan bukti fotonya.

“Eh..kok..”

“Kok...bisa...?”

Anin terlihat sangat shock, terlihat dari ekspresi raut wajahnya yang panik dan tubuhnya yang gemetar. Ia mundur beberapa langkah lalu terduduk di lantai, ia menekuk kedua dengkulnya keatas sehingga menutupi wajah cantiknya. Aku mendekatinya berusaha menenangkannya.

“Udah... gapapa.. lagipula cuman foto kok, bilang aja ke manajemen kalo kita cuman temen,” ucapku santai.

“Gak segampang itu kak!” Anin membentakku,

Aku diam.

“Aku..takut kak.., aku.. takut dukungan fans dan kepercayaan mereka ke aku berkurang karena ini..”

“Anin nggak mau mengecewakan mereka yang udah tulus dukung Anin..”

“Aku tau ini terdengar munafik, aku emang gak mau mengecewakan mereka.. tapi di satu sisi aku gak bisa membohongi perasaanku sendiri untuk tetap bersama kak Dion..” Anin bicara sesenggukan sambil berusaha menahan tangisnya,

Aku pun beranjak duduk di sampingnya, berusaha memeluknya tapi raihan tanganku ditepis olehnya.

“Biarin aku sendiri dulu kak,” ditutupnya wajahnya lagi, aku sungguh tak tega melihat kondisinya seperti ini.

Aku menuruti perintahnya, lalu keluar kamarnya dan pergi menuju dapur. Kubuka kitchen set bagian atas yang tersusun sangat rapi satu per satu mencari keberadaan susu kental manis, aku berencana membuatkannya susu hangat karena aku tak ingin kondisi tubuhnya ikut memburuk seraya kondisi batinnya yang sedang tertekan itu.

“Nih, minum dulu,” ujarku seraya memberikan susu vanilla hangat favoritnya.

Anin masih diam, matanya kini sembab karena menahan laju deras air mata yang berusaha ia bendung.

Saat aku hendak memindahkan gelas ke tangannya, Anin menampik gelas tersebut sehingga jatuh dan pecah menjadi berkeping-keping. Wajar saja emosinya belum stabil setelah apa yang barusan ia lalui, perlahan aku ambil pecahan beling tersebut dengan hati-hati dan membungkusnya dengan tisu dan mengelap tumpahan susu tersebut. Aku menggendong tubuh Anin dan membaringkannya diatas kasur “Diatas aja, di bawah ntar masuk angin aku juga yang repot,” ucapku sambil tersenyum kepadanya.

“Aku mau bikin makan siang, kalo laper ke dapur ya,”

Setelah memastikan tidak ada sisa beling yang tertinggal di lantai, aku menuju dapur kembali untuk membuat makan siang untuk kami berdua. Aku melirik kesana kemari mencari bahan makanan yang bisa kusulap menjadi hidangan makan siang untuk kami berdua, sebetulnya walau ada satu ton bahan masakan toh percuma karena aku gak bisa masak, gimmick doang tadi mah hehehe.

Aku mengambil tiga bungkus mie kuah dan dua telor ayam lalu memasaknya, di tengah keheningan suasana memasak tiba-tiba..

*hep* Anin memelukku dari belakang, seketika konsentrasi memasakku buyar dibuatnya. Terasa hangat, empuk, dan nyaman kurasakan saat ada di pelukannya. Aku tak berbalik, aku tetap berusaha fokus meracik bumbu mie yang sebentar lagi matang ini.

“Maaf kak...” pelukannya kian erat, sejalan dengan didekatkannya lagi tubuhnya padaku.

“Iya-iya gapapa, yang lalu biarlah berlalu. Buat pelajaran kita juga ke depannya supaya lebih hati-hati dalam menjalin hubungan ini.” Aku berbalik melepas pelukannya, menatapnya lembut lalu mengelus pipinya yang telah basah oleh air mata.

*Ahh mungkin bagi dirimu.. hanya temen sekelas saja...* Ya, itu tadi bunyi ringtone Hpku, jangan tanya siapa yang merubahnya.

“Iya halo dengan Dionella disini ada yang bisa dibantu?” sapaku ramah kepada teman satu fandom-ku, namanya Abdul, dia yang memperkenalkanku dengan fandom ini beserta pernak-perniknya. Kami bertemu tidak sengaja saat aku sedang menunggu Anin di salah satu coffee shop di FX Sudirman. Kala itu aku tertarik dengan IEM Ocharaku Flat4-KEYAKI Plus yang ia kenakan, lalu kami berkenalan dan semenjak itu kami jadi teman baik sampai sekarang.

“Itu yon, lo udah cek twit**ter kan?”

“Udah, kenapa?”

“OSHII GUA, YON ! OSHI GUA ! ANIN KENA SKANDAL !!!!!!” beuh itu teriakannya ngalahin toa siskampling, asli. Gatau berapa oktaf itu nada tingginya, Siska mah lewat.

“Lo bisa pelanan dikit gak sih ngomongnya? Tar dia denger cok”

“Ha? Dia siapa?”

“Eh anu maksud gue, adek gue lagi tidur ini di sebelah, kalo lo triak kayak tadi bisa bangun dia repot lagi gue,” kataku berbohong.

“Tapi ini oshi gue yon, Anin woy Anin !!” teriaknya lagi.

“Ada yang manggil aku?” dengan polosnya Anin menjawab panggilannya dari belakang badanku.

“Ssttt ngapain dijawab sih!!” bisikku pada Anin, lalu menempelkan jari telunjukku pada bibirnya agar ia tak kelepasan lagi.

“Eh..itu suara siapa yon?”

“Adek gue, namanya Adin. Kebangun kan dia gara-gara lo triak tadi, dia kira lo manggil namanya.”

“Ohh hehehe kirain.. Sorry yak aduh jadi gaenak gini gue sama adek lo”

“Gapapa santai aja, ohiya tunggu klarifikasi dulu aja, posthink itu paling temennya yang lagi jemput dia buat belajar kelompok atau ojek online”

“Iya sih.. tapi kan...”

“Tuutt tutt tutt aduh gila jaringannya ilang-ilangan sorry ini gue lagi di Bekasi,” aku segera mengakhiri panggilan dan mematikan Hpku. Jaga-jaga kalau dia menelfonku lagi.


“Lo tuh ya, hampir aja ketahuan!” omelku pada Anin.

“Hihihi, temen kak Dion tadi?”

“Iya, fans kamu”

“Ohhhhh pantes..”

“Gak dilanjutin pelukannya?” godaku padanya,

“Nggak!”

“Ayolah dikit aja lagi”

“Nggak ih!”

“Tadi aja meluk-meluk, bagian aku mau meluk gak boleh” protesku,

“Aku teriak nih!?”

“Gitu mulu ngancemnya”

“Lagian napsuan!” ejeknya sambil menjulurkan lidahnya padaku.



“Kok baunya aneh ya?”

“Iya ya...”

“Hmm”

“EH KAK ITU MIE NYA !!” rebusan air mie telah memenuhi panci dan menyembul keluar.

“EH DA INI GIMANA !!?”

“YA DIMATIIN KOMPORNYA OON!!” Anin dengan siap siaga mematikan kompor sedangkan aku berlindung di belakangnya, maap maap aja nih bukannya takut atau apa yak, phobia api gue orangnya.

“Yahh lembek banget mie nya” sesalnya saat melihat mie yang udah kayak bubur bayi.

“Kamu sih bukannya fokus masak malah nguping!”

“Ya kan aku kepo kakak dapet telfon dari siapa,”

“Posesif amat baru gek sehari jadian,”

“Ya biarin itu tandanya aku sayang!”

“Kalo sayang... pelukan lagi yuk?”

“NGGAK!”

***


“Sini aku ajak yang masak” ujarnya langsung mengambil alih spatula dari genggamanku.

“Bisa emang?”

“Ih belom tau sih gimana rasanya masakan Anin”

“Belom tuh, emang gimana rasanya?” tanyaku setengah meledek,

“Awas aja nanti minta nambah, aku kempesin!”

“Hahaha coba aja :p


Dan sekarang terjadilah gue diem, cengo, ngeliatin Anin memasak dengan lihainya. Gak gue sangka anak manja kayak dia bisa masak hahaha. Niatnya sih bikin omelet, gatau kalo nanti jadinya telor dadar.



“ADUUUHHHHH” Anin teriak tiba-tiba saat kukunya tergores pisau.

“Kan.. dibilang hati-hati juga batu sih!” Aku segera mencuci jari manis Anin dan mengemutnya untuk menghentikan pendarahannya. Gak tau dapet ilmu darimana sih tapi kata orang dulu kalo jari berdarah diemut darahnya bakal berhenti, iya gue tau gue bego sekian dan terima kasih.

“Udah ya, cup cup jangan nangis. Tar abang beliin balon”

“Balon apa bang?” tanya Anin ingin tahu.

“Balon yang bisa melar, ada rasa-rasanya lagi”

“Hah apaan sih? mana ada balon ada rasanya ah ngaco!” omelnya lucu, dia benar-benar polos, batinku.

Aku segera mengambil alih proses memasak sedangkan Anin menyiapkan nasi dan saos sebagai pelengkap makan siang kami. Romantis kan pacaran kami, gak kayak anak muda jaman sekarang yang taunya ngewe doang.

Kami menuju ruang keluarga dan segera menyantap hidangan hasil memasak amburadul kami.

“Suapin..” rengeknya manja.

“Yakali...”

“Tangan aku berdarah lagi nanti kalo dipaksain,”

“Iyaiya”

Dengan sedikit terpaksa aku menyuapi Anin, gue jadi berasa babysitter yang disewa ortu buat jagain anaknya tiba-tiba, sialan.



“Enak kan masakanku?” tanyanya tiba-tiba,

“Gua belom makan nih... daritadi lo mangap mulu”

“Eh iya yak wkwkwk”

Aku sengaja tidak menggunakan sendok maupun garpu, biar romantis aja gitu..

***

Setelah makan siang, Anin meminta izin untuk mandi dan berganti pakaian, sedangkan aku sedang asik melihat susunan foto keluarga Anin yang tertata rapi di dinding ruangan keluarga. Keluarga yang harmonis, dengan empat buah hati yang lucu-lucu, namanya berawalan A semua dan Anin anak pertama dari empat bersaudara. Aku sempat berkenalan dengan adik-adiknya sewaktu kami videocall saat Anin pulang ke Palembang. Ada foto Anin saat pertama jadi kandidat Trainee, foto Anin saat kelulusan SMA, dan tentunya foto keluarganya.

Tak berselang lama, Anin kembali dengan membawa martabak manis dan kue brownies yang entah ia dapat darimana.

“Lah, tau gitu gak usah masak tadi,”

“Aku juga lupa kalo punya ini kak, tadi untung sempet ngecek kulkas,”

“Etdah bocah...”

***

“Sepi amat nin?” tanyaku basa-basi.

“Iya, lagi pada pulang kampung,”

“Ohh pantes..”

“Nin, coba pake kacamata ini,” Aku memakaikan kacamata yang kutemukan di laci meja tamunya.

“Megane megane yapparii....Aninditha!” Aku tertawa melihat unik wajahnya saat memakai kacamata.

Anin hanya memasang wajah flat tanpa ekspresi, sambil tetap mengunyah martabak manis miliknya.



“Aaakk kak”

“Aaaaak” *aku mangap*

Nyam, enak juga. Entah memang martabaknya yang manis atau efek seseorang yang menyuapiku barusan.

“Gak nyaman ah pake kacamata,” Anin melepas kacamata dan meletakkannya kembali di meja.



“Aaakk kak” kali ini ia menyuapiku kue brownies yang aku sebenarnya tak terlalu suka.

“Aaaakk” *aku mangap* (2)

“Nyaaamm” dibelokannya suapannya menuju mulutnya, lalu dilahapnya kue brownies tersebut.



“Kampret!”

“HAHAHA gendut dasar”

“Ngaca mbak”

“Biarin, gendut kan luvchuuuuu”

***



“Nanti malem aku jadwal show, sekalian klarif masalah tadi,”

“Iya udah intinya jangan terlalu dipikirin nanti malah drop kamunya,”

“Iya-iya,” jawabnya lesu.



“Bentar kak, aku mau cuci tangan,” pamitnya lalu berjalan ke toilet, namun baru beberapa langkah Anin berjalan aku yang masih duduk segera menarik tangannya dan tubuhnya jatuh ke dekapanku. Aku rebahkan tubuhnya di sofa dan beranjak ke atasnya, perlahan kuposisikan agar dengkulku tak menindih kakinya. Kudekatkan lagi tubuhku dengan satu tumpuan tanganku di dudukan sofa dan tangan yang lainnya di senderan sofa mengakibatkan Anin tak bisa kemana-mana. Mata kami bertemu, hembusan nafasnya terasa tak segugup saat pertama kali kami berciuman. Aku arahkan jari jemari manisnya menuju mulutku, satu per satu kulahap jarinya kubersihkan bekas makanan di sela-sela jemarinya dengan lidahku, terlihat Anin sedikit terkejut namun tak memberikan respon yang berarti. Plop! Bunyi saat jari terakhirnya keluar dari mulutku. Aku tersenyum sedangkan ia masih tampak bingung harus merespon apa.

Kini posisiku ada di atasnya, kudekatkan lagi wajahku menuju wajahnya, “Ssstt” kuletakkan jari telunjuk tanganku di bibir tipisnya agar ia tak bersuara. Kumajukan kepalaku hingga bibir kami bertemu, kugesek-gesekkan bibirku dengan bibirnya perlahan sebelum menciumnya, kupegang dagunya dan kupagut bibir indahnya. “Hmmphh” lengkungan desahan Anin menyeruak ke sudut ruangan. Kutengok ke arah jendela dalam keadaan tertutup, jaga-jaga memastikan ada orang yang mengintip aktifitas terlarang kami.

Sentuhan tanganku turun ke lehernya yang jenjang itu, lalu kukecup lehernya namun tak sampai meninggalkan cupang disana karena aku tak mau nanti malam fansnya mengira Anin berbuat yang tidak-tidak. Rabaan tanganku menelusuri kaos hitam longgarnya perlahan kujamah tubuh sekelnya dari luar, tanganku melingkar di pinggangnya sedangkan kecupanku tetap terfokus di lehernya untuk menggugah birahinya. Anin menghentikan kecupanku di lehernya dan mengarahkan bibirku menuju bibirnya lagi, kukecup lagi bibirnya dengan lidahku ikut berdansa liar di dalam rongga mulutnya kali ini. Anin tak terlalu gugup dan canggung kali ini, terlihat dari balasan pagutan ciuman yang lumayan agresif, rangsangan pertemuan lidah kami merangsang saliva berlebih yang mengakibatkan bunyi suara kecipak ciuman yang makin riuh. “Ahhnn” eluhan desah Anin saat pagutan ciuman kami terlepas.

“Ketagihan kamu” kugoda dia sambil memberikan tatapan sensual yang kupelajari dari sorot mata Natalia ketika kami bercinta dulu.

Anin mengalihkan pandangannya ke samping, bermaksud menghindari tatapanku.

Tanganku yang sedari tadi menganggur di pinggangnya, kuarahkan perlahan masuk ke dalam kaos longgarnya. Kuraba-raba perut halusnya dan badannya yang cukup padat mungkin akibat aktifitas fisik jekety yang cukup keras. Saat kuhendak meraba gundukan indahnya Anin menyanggah tanganku dan diarahkannya ke pipinya. “Maaf... aku belum siap kak” , pandangannya berubah menjadi sayu-sayu manja yang malah membuatku tak tega melanjutkan persetubuhan ini.

Aku tersenyum agar ia tak mengira aku kecewa akan keputusannya, lalu memundurkan tubuhku perlahan menjauhi tubuhnya dan duduk kembali seperti semula. “Maaf, kelepasan..” ucapku pelan. Anin mengangguk lalu merapikan pakaiannya lagi. Ada hening beberapa saat diantara kami sampai ia izin untuk mencuci muka, aku terdiam sambil mengutuk diriku sendiri atas apa yang hampir saja kuperbuat. Kalau saja ia tak menyanggah rabaan tanganku tadi, entah apa yang akan terjadi pada kami nanti. Aku menghela nafas panjang, lalu keluar mencari angin segar.



Lalu aku pamit kepada Anin, beranjak ke kampus karena ada urusan yang harus aku selesaikan,

Baru sampai parkiran kampus, ada panggilan masuk dari Abdul.

“Yon, tar malem temenin gua Believe yak?”

“Wah gak bisa dul mangap. Gue ada urusan penting tar malem,”

“Ah parah lu, kayaknya Anin klarif tar malem,”

“Ya mau gimana lagi, jadwal gue padet,”

“Gue bayarin deh”

“OK deal gue tunggu.”

***

Aku sampai di FX duluan, sedangkan Abdul baru selesai mandi di kostannya. Dia adalah makhluk paling ngaret yang pernah gue kenal.

“Gue deg-degan nih , yon..” ujar Abdul yang barusan saja datang.

“Haha sama”

“Loh kok sama.. emang sejak kapan lo jadi Anin Oshi?”

“Hahaha gatau,” Anin bukan oshi gue, Dul. Anin cewek gue.

“Kalo misal nih ya, Dul. Baru misal nih ya, isu skandal itu beneran.. gimana?” tanyaku padanya yang terdiam bak patung.

“Ya sejujurnya gue kecewat berat, Yon. Gue udah dukung Anin dari jaman Trainee sampe di tim KIII sampe sekarang,” jawab Abdul lesu, terlihat ekspresi kekecewaan yang teramat dalam dari raut wajahnya.

“Tapi ya mau gimana lagi, di sisi lain Anin juga gadis biasa yang perlu cinta dari orang yang ia sayang.. Gue juga nggak bisa ngelarang dia untuk pacaran, ya intinya main rapi aja lah kayak yang lainnya,” tambahnya.

“Thanks banget udah dukung Anin sejauh ini ya, Dul. Gue yakin dia nggak bakal ngecewain fansnya kok dan akan lebih hati-hati ke depannya,” aku terbawa perasaan mendengar perkataan bijak Abdul.

“Iya, Yon. Semoga aja... eh bentar, kok lo jadi..”

“Eh anu sorry kebawa perasaan aja gue terharu denger support tulus lo.. Hehehe..” aku nyengir sekenanya.

“Lu gesrek di wink Gracia sampe segininya ya, Yon?” Abdul melirikku dengan tatapan meledek.

“Eh sialan lu, tapi emang sih..”



***

Jam sudah menunjukkan waktunya pengundian Bingo, aku dan Abdul mengantri giliran Bingo ku dipanggil dan berharap-harap cemas dapat Row depan. Puji kerang ajaib aku dan dirinya mendapat Row 3. Lumayan lah daripada standing. Saat sedang asik-asiknya encore, Hpku bergetar..

*LINE*

Rino : WOIII BALIKIN MOTOR GUEEE !!!
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
aduuh kok itu menjamah aninnya kok kentang sekali, why gituloh gak dilanjut aja
nice update, ditunggu next episode
 
aduuh kok itu menjamah aninnya kok kentang sekali, why gituloh gak dilanjut aja
nice update, ditunggu next episode
Hahaha sorry sebelumnya kan udah biasa kalo ekse, gue pengen nyoba yg beda aja gitu. Kayak petting, teasing, dan mungkin ke depannya ekse di tempat yang anti mainstream atau berganti POV.


Btw thanks udah mampir
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd