Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Status
Please reply by conversation.
Manteb, makasih abdetnya suhu
makasih updet lanjutannya @anon12345
Mantappp Hu
Thanx buat lanjutan kisahnya ya hu
Laik dis setori...so mat...
Sip, thank you Suhu semua.

Asyik besok tinggal bareng buat adik baru
Jangan lah, Nubi ngga jago bikin cerita yang dramanya terlalu banyak.
Kayaknya ling gagal nikah sama Malvin nih?
Kita liat nanti ya Hu gimana endingnya, hahaha.
 
Kayanya menarik nih suhu... Pasang patok dulu aah, ntar lanjut baca... Wkwkwk

Kalo belum ada mulustrasi si cewe, ane bantu cari deh ntar... Kali aja cocok ama ceritanya suhu
:Peace: :Peace:
 
Untuk para suhu semua, part selanjutnya masih ditulis nih. Terima kasih juga udah mau membaca dan bersabar nunggu.

Kayanya menarik nih suhu... Pasang patok dulu aah, ntar lanjut baca... Wkwkwk

Kalo belum ada mulustrasi si cewe, ane bantu cari deh ntar... Kali aja cocok ama ceritanya suhu
:Peace: :Peace:
Boleh, Hu, PM saja kalau misalnya mau menyumbang mulustrasi atau ide cerita.
 
Bimabet
Chapter 8 - Percobaan Serumah dan Fashion Show

Aku masih duduk terdiam di dalam klinik, mengenakan kemeja putih dan rok span yang dilapisi jas putih layaknya seorang dokter. Kakiku yang terbungkus stoking berwarna gelap berayun-ayun, sembari menghentakkan kaki seolah tidak sabar sekaligus gugup menunggu jam praktek berakhir.

Pasien terakhir sudah kutangani dan kuberikan resep. Kedua asisten dan apoteker ku juga sudah memastikan bahwa tidak ada lagi pasien yang terdaftar. Sembari menunggu pendataan dan membereskan klinik, aku bersantai menunggu dijemput di ruangan praktek, sampai akhirnya ponselku bergetar. Menandakan bahwa jemputanku sudah tiba.

Aku lalu mengemasi barang-barang pribadiku, lalu menggantung jas dokterku itu di dalam lemari yang disediakan, dan berjalan keluar klinik kecil itu. Biasanya aku akan menunggui kedua asistenku itu untuk menutup klinik, tetapi karena rasa percaya yang sudah tertanam, membuatku mempercayai mereka. Sehingga kadang-kadang aku bisa meninggalkan klinik lebih dahulu.

“Dok, tumben pulang duluan?”, sapa Nina, asistenku yang saat ini masih menginput data pemasukan klinik.

“Iya, mau ada acara”, jawabku tersenyum.

“Lho, dokter nggak bawa mobil?”, tanya Sella, apoteker klinik yang saat ini masih merapikan etalase obat.

“Enggak nih, lagi malas bawa mobil”, kataku lagi. “Sudah ya, saya permisi duluan, ada acara nih. Terima kasih ya”, seruku sembari membungkuk sedikit, lalu pergi meninggalkan mereka berdua dan klinikku.

Tidak jauh aku berjalan sebelum masuk ke sebuah mobil yang diparkir tidak jauh. Aku memang meminta pengemudinya, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Chris, untuk parkir tidak di depan klinikku. Aku masih sedikit takut jika hubungan ini diketahui oleh orang yang aku kenal. Aku buru-buru masuk, takut ada yang melihatku.

Chris hanya tersenyum sembari menjalankan mobilnya, sementara aku hanya tersenyum gugup. Dia menjemputku karena hari ini sedikit berbeda dengan biasanya, di mana kami hanya bertemu di hari Jumat dan Sabtu, sedangkan ini masih hari Selasa. Chris juga tidak mengantarku ke tempat tinggalku yang biasanya, tetapi ke apartemennya. Ya, aku memutuskan untuk mencoba tinggal bersama Chris selama Malvin melakukan perjalanan dinas.

Kemarin, ajakan Chris itu membuatku sedikit bimbang. Namun, akhirnya aku putuskan untuk menerimanya. Kusiapkan sekoper pakaian dan kebutuhan sehari-hari, dan tadi pagi Chris menjemputku untuk mengantarku ke klinik.

“Ling, tadi aku harus mengurus beberapa hal dulu, jadi kopernya masih di bagasi. Nggak apa-apa kan?”, tanya Chris, yang hanya kuiyakan. Terkadang aku masih penasaran, apa yang Chris kerjakan, karena sekilas dia tidak tampak seperti orang sibuk. Sedangkan Malvin yang kurang lebih adalah seorang bos saja sibuk ke sana-sini mengurus perusahaannya.

Singkat cerita, kami sampai di apartemen Chris. Ternyata dia sudah menyiapkan tempat bagiku menaruh pakaian dan barang-barangku di dalam kamarnya. Yang berarti kami akan tinggal sekamar, seolah-olah kami adalah suami istri. Aku sedikit tersanjung memikirkan hal itu, lalu sedikit sedih karena itu rasanya tidak mungkin. Kami berdua pun membereskan isi koperku.

Selesai beres-beres, Chris berkata kepadaku, “Ling mandi dulu saja ya, aku mau masak nih. Atau Ling mau ikut masak?”.

“Masaknya bukan cuma masak air atau mie aja kan?”, tanyaku berkelakar, disambut dengan tawa kami berdua. Aku melangkah ke dapur, mengikutinya. Dapur yang tampak rapi, namun sedikit terlihat bekas bahwa baik dapur, kompor, maupun cuciannya sering dipakai. Chris mengeluarkan bahan-bahan makanan, mulai dari potongan ayam mentah, sayur-sayuran, dan beberapa rempah-rempah. Dengan lihai, dia mulai mengolah bahan-bahan makanan tersebut, sembari aku membantu sebisaku. Tidak butuh waktu lama bagi kami untuk menyiapkannya, sekarang tinggal menunggu baik lauk maupun sayuran itu matang.

Kami bercengkrama bersama di dapur, sambil kuperhatikan suasana di sana. Sedikit heran juga, karena seingatku dulu Chris tidak bisa memasak. Memang kelihatannya waktu 7 tahun bisa merubah seseorang.

Selesai makan malam, Chris kembali menawarkan aku untuk mandi duluan, biar dia saja yang membereskan meja dan mencuci piring serta alat masak yang digunakan. Aku hanya mengiyakan saja. Akupun ke kamar mengambil piyama dan handuk. Sempat terpikirkan olehku untuk mengambil lingerie yang sudah kusiapkan satu, tapi kelihatannya terlalu agresif untuk “malam pertama” kami tinggal bersama.

Di kamar mandi, aku melepas semua pakaianku, dan menaruhnya terpisah dengan pakaian kotor Chris. Kugantung piyama itu di tempat yang sudah disediakan. Aku berjalan ke arah shower, dan mulai menyalakannya. Air hangat yang membuat rileks mengucur ke atas kepalaku, lalu turun membasahi tubuh indahku yang telanjang.

Kunikmati sesi itu, sampai kudengar suara pintu terbuka. Kelihatannya Chris lupa bahwa aku sedang mandi, dan langsung menutup pintu lagi. Sedikit berbeda juga, karena Chris yang kukenal mungkin akan langsung ikut mandi bersamaku. Namun dugaanku salah, karena kali ini Chris kembali masuk ke shower bersamaku. Badannya telah bugil polos, dan tampak batang kejantanannya sedikit mengacung.

Aku hanya tersenyum saja. “Mau mandi bareng ya? Chris nakal”, kataku dengan suara binal dibuat-buat. Chris hanya tersenyum saja, dan bergabung denganku menikmati pancuran air hangat. Dia mengambil sabun cair, dan mengusapnya ke tubuhnya. Tiba-tiba saja dia menyentuhku, menyabuniku. Aku hanya menatapnya saja, yang dia balas dengan candaan “Biar Ling mandinya bersih”.

Chris memutar tubuhku, sehingga aku membelakanginya. Pertama dari punggung, naik ke bahu, lalu turun ke tangan. Disabuninya juga pinggangku, lalu didekapnya tubuhku, sehingga aku bisa merasakan batang kontolnya mengeras tersentuh pantat dan pinggang belakangku. Chris kembali menyabuni perutku, sedikit memijat-mijat bagian rahimku dari sana. Lalu tangan kirinya naik, mulai menyabuni buah dadaku, sementara tangan kanannya turun menggelitik bagian pahaku.

Aku hanya mendesah tertahan. Rasanya sedikit aneh, seperti sedang bermasturbasi di kamar mandi, tetapi lebih enak dan menggairahkan. Apalagi permainan tangan Chris di bagian-bagian sensitifku sedikit beragam, kadang lembut, kadang kasar dan agresif. Seperti sekarang, Chris memainkan puting payudaraku, dan kadang meremasnya, sambil tangan kanannya bermain-main di bibir memekku. Aku yang tidak sabar juga mengambil busa sabun dari tubuhku dan mulai memainkan kontol Chris yang sudah tegang itu. Kukocok perlahan, sabun yang licin menimbulkan sensasi baru bagi kami berdua.

Kami bermain-main sebentar sebelum Chris melepasku. “Sudah ya Ling, nanti lanjut di kamar saja ya”, katanya, “nanti masuk angin”. Aku hanya mengiyakan, dan Chris lalu berjalan keluar shower sambil mengambil handuk dan mengeringkan badannya sekenanya. Memang laki-laki kalau bersih-bersih cepat sekali, berbeda dengan kami perempuan.

Aku pun segera menyudahi mandiku ini, karena kupikir toh nanti akan mandi lagi. Aku berjalan keluar dan mengeringkan tubuh dan rambutku ketika kusadari bahwa piyama yang kugantung tadi sudah hilang. Apa jangan-jangan Chris iseng ya, pikirku. Pandanganku menangkap adanya tas kertas di meja wastafel, pertanda bahwa dia ingin aku ber-cosplay lagi dalam hubungan intim kali ini. Aku tidak keberatan, malah makin bergairah, karena aku merasa bahwa aku akan menjadi cantik dan seksi mengenakan pakaian-pakaian seperti ini.

Chris sedang berbaring di dalam selimut. Aku yakin dia sudah tidak mengenakan apa-apa lagi di baliknya. Aku berjalan, menggoyangkan pinggalku seolah memancing Chris untuk langsung menyerangku. Kakiku yang jenjang tidak ditutupi apapun, bando kelinci yang kukenakan, gelang kain putih di kedua tangan, serta pakaianku yang hanya menutupi bagian depan dan bokongku, tentu saja akan menggelitik libido setiap lelaki yang melihatku memakai kostum wanita kelinci ini.

Begitu juga dengan Chris. Senyumnya tidak dapat menutupi birahinya, dia segera bangkit dan menarikku ke atas ranjang. Aku menahan diri sedikit, berdiri di sisi ranjang, dekat dengan tempatnya berbaring. Kuambil ponselku dan menyetel sebuah lagu, lalu tubuhku pun meliuk-liuk mengikuti irama musik. Tidak jarang, aku menggoda Chris dengan memainkan payudaraku dari luar kostum, atau menggesek jariku di belahan memekku, memberitahu bahwa aku siap untuk disetubuhi. Aku juga sesekali menyentuh Chris di dadanya dan bahkan di kepala kontolnya.

Chris tampak sudah tidak bisa menahan diri. Puas memainkan hasratnya, aku pun duduk di pangkuan Chris, lalu memberikan ciuman lembut, yang dibalas Chris dengan liar. Kamipun bercinta, dan Chris lebih keras mengentotku malam itu, seolah menghukumku yang telah mempermainkan dirinya.

***

Aku tertidur kelelahan, namun sangat nyenyak. Sempat melakukan pillow talk sebentar, dan kami berdua mandi lagi membersihkan tubuh yang bersimbah peluh dan cairan kenikmatan. Aku juga masih sempat menggunakan lulur dan lotion, meskipun sedikit lelah. Aku tidak ingat apakah Chris sudah tidur atau belum ketika aku menutup mata masuk ke dunia mimpi.

Saat pagi, aku terbangun. Sedikit aneh bangun di ranjang dan ruangan yang baru. Aku mengucek mata, sebelum menyadari bahwa kelihatannya Chris sudah bangun. Aku turun dari tempat tidur, dan kudapati bahwa di samping kasur masih terpasang matras untuk olahraga. Aku juga baru menyadari, bahwa di pojok kamar tersusun barbel bertumpuk.

Aku keluar kamar, dan langsung tercium bau masakan. Tidak terlalu beraroma, tapi itu cukup untuk memberitahuku untuk berjalan ke dapur. Kudapati Chris duduk di sana, masih mengetik sesuatu di laptopnya sembari menunggu makanan matang di panci.

“Pagi, Ling, bangunnya pagi banget”, kata Chris menyapaku. “Maaf ya, tidak bangunin”, lanjutnya lagi. Aku hanya tersenyum dan duduk di sebelahnya. Kulihat angka-angka excel dan satu aplikasi penuh dengan kode-kode pemograman.

Menyadari pandanganku pada layar laptopnya, Chris tersenyum. “Kamu ngerjain apa, Chris?”, tanyaku. Meskipun aku toh mungkin tidak akan mengerti. Chris hanya tersenyum, dan menjelaskan bahwa dia sedang membaca laporan keuangan dan mengambil data dengan program yang sedang dia execute. Aku hanya tersenyum mendengarkan, dan menawarkan diri untuk melanjutkan masakan Chris sembari dia bekerja.

Kami sarapan, dan setelah itu bersiap-siap untuk pergi bekerja. Atau setidaknya aku bersiap-siap untuk bekerja, karena kulihat ketika aku bahkan selesai memoles make-up tipisku, Chris masih memakai baju santainya. Tidak seperti ketika hendak pergi, ketika dia selalu memakai pakaian formal.

“Chris, kamu nggak kerja?”, tanyaku. Chris yang masih mengutak-atik laptopnya sedikit kaget, tapi kemudian tersenyum. “Kamu sudah mau berangkat, Ling? Tunggu ya, aku antar”, jawab Chris. Dia segera masuk ke kamar dan kurang dari semenit, langsung berganti baju menjadi semi-formal. Lagi-lagi aku iri dengan bagaimana cepatnya laki-laki bersiap-siap.

***
Tidak ada yang spesial ketika bekerja di klinik, selama aku menginap di tempat Chris. Malah hari-hari di luar klinik, di mana kami bertingkah layaknya pengantin baru yang baru saja merasakan tinggal bersama. Tidak setiap hari, karena ada satu hari di mana aku sedikit bad mood. Chris tampaknya bisa memahami hal itu, dan tidak menanyakan hal itu, meskipun dia tetap menemaniku.

Tidak lupa juga, tentu kehidupan malam kami. Hampir setiap hari kami melakukan sex, dengan aku memakai pakaian cosplay tentunya.

Satu hari setelah menjadi bunny girl, “TUAN, KONTOL TUAN ENAK BANGET!!”, teriakku menikmati dientot Chris dengan gaya doggy. Chris dengan bersemangat menyodokku yang sedang memakai pakaian maid dari belakang, membuat memekku berkedut-kedut mengejar orgasme. Tangannya memegang pinggangku, dan payudaraku bergoyang-goyang lepas dari apron kostum yang kukenakkan. Kontolnya berulang kali mencium rahimku, memberikan sensasi penuh di memekku dan membuatku orgasme malam itu.

Esok malamnya, “Ling, pijatan kamu enak”, kata Chris, menikmati tekanan tangan dan tubuhku. Saat ini dia berbaring terlentang di atas ranjang. Di atasnya, seorang gadis keturunan memakai cheongsan duduk di atas selangkangannya, memijit dada dan bahunya. Gadis itu, yang tentu saja aku, tidak lupa juga menggesekkan bibir memekku yang sudah tidak tertutup apa-apa lagi ke kepala kontolnya, menggodanya dengan tidak membiarkan batang perkasa itu masuk. Selain memijit badannya yang sedikit kekar, kadang aku iseng memainkan putingnya dengan jariku, atau menggesekkan badanku yang berbalut kain lembut ini, memberikan sensasi berbeda kepada Chris. Sekali-kali bertingkah dominan membuatku merasa tinggi terutama mendengar rintihan Chris yang biasanya membuatku mengerang keenakan. “Ling, ayo, masukkin kontolku ke memekmu”, erang Chris. Aku mengangkat pinggangku dan menempelkan kepala kontolnya ke bibir memekku, namun tidak segera kumasukkan. Kembali menggodanya dan menikmati reaksi tidak tahannya. Perlahan, tapi pasti, kuturunkan tubuhku, membuat kontol itu masuk dan memenuhi liang surgawiku. Aku bertekad untuk bisa membuatnya keluar duluan, meski akhirnya percintaan malam ini seri.

Ketika aku tidak praktek, bahkan lebih parah. Entah mengapa, ide Chris untuk membuatku eksib ringan tidak kutolak. Aku memakai pakaian yang cukup seksi, meskipun tidak banyak menampilkan kulit. Hanya dress one-piece berwarna gelap dan sedikit mengetat, dengan rok yang sedikit ringan. Tentu saja aku tidak mengenakan apa-apa lagi, termasuk bra dan celana dalam. Namun yang bahayanya, Chris iseng menancapkan salah satu vibrator ke dalam memekku. Membuat perjalanan dari kamar ke parkiran basement membuatku sangat berdebar. Selain harus fokus agar terlihat tidak mencurigakan, aku juga harus merapatkan kakiku, mencegah mainan itu jatuh dari memekku. Tetapi semakin merapatkan kaki membuat getaran kenikmatan itu makin terasa dalam liang memekku, berapa kali aku terduduk menahan rasa geli itu.

Chris membawaku ke sebuah pusat perbelanjaan yang cukup elit. Tentu saja aku tidak lagi menyelipkan mainan itu di selangkanganku, terlalu berisiko. Dan aku yakin tujuan Chris membuatku seperti ini hanya ingin memberikan gairah kepadaku, bukan untuk memamerkan wanita tercintanya ini ke mata-mata jalang. Meskipun begitu, aku masih agak lemas dan panas, karena dimainkan olehnya dari pagi. Selesai makan siang, kami pun hanya mencuci mata sebentar sebelum kembali pulang dan bersantai di rumah. Netflix and chill, meskipun kami benar-benar bersantai menonton Netflix.

Selain itu, tercetus pikirannya untuk pergi keluar kota, namun aku menolak. Memang, dulu aku suka sekali berjalan-jalan, dan Chris lebih suka pacaran di rumah, meskipun sekarang kelihatannya sifat kami jadi terbalik. Chris menurut saja, dan menemaniku bersantai di rumah menikmati hari libur. Tidak lupa kami juga beribadah, meskipun kegiatan malam kami yang sedikit liar tetap dilakukan hampir setiap hari.

***
Tidak terasa, besok aku sudah harus pergi ke kota Malvin, untuk menemani hari-hari terakhir Malvin tur perjalanan dinas sekaligus “pelatihan menjadi istri” di rumah keluarganya. Aku sebenarnya enggan untuk meninggalkan kehidupan di apartemen ini. Kata orang, sifat asli seseorang akan keluar ketika kalian tinggal dengan orang itu. Entah memang Chris sangat disiplin dengan gaya hidupnya serta pekerjaannya, atau dia memang aktor yang baik bisa menyembunyikan sisi buruknya, aku tidak punya masalah, karena toh aku puas. Meskipun tidak sesempurna di cerita, karena sama seperti dulu, lemari pakaiannya agak berantakan, menyapu dan mengepelnya tidak terlalu bersih, dan dia tidak terlalu rapi dalam berpenampilan. Meskipun cukup bisa ditutupi.

Jika ada keluhan, mungkin kehidupan seks kami. Lebih sering daripada tidak, dia memintaku mengenakan koleksi lingerie cosplay seksi persembahannya. Dan dia suka sekali mengambil gambarku mengenakan pakaian-pakaian itu. Meskipun tidak sampai membuka bagian sensitifku, tentu saja sebagai wanita aku sedikit takut. Namun aku tidak bisa menolak permintaan itu, entah kenapa. Tapi selain dari itu, nafkah batinku selalu terpenuhi dengannya. Chris juga mengerti kapan aku tidak ingin bercinta, atau sedang tidak ingin bicara. Si jenius dengan keahlian emosional yang tinggi pula.

Kadang aku iseng melihat hasil jepretannya di folder laptop milik Chris. Sedikit sulit, karena harus memasukkan password dua kali, yang juga menjadi alasan aku sedikit percaya dengannya. Tidak jarang aku horny sendiri melihat bagaimana keseksianku dibalut pakaian-pakaian itu, sehingga aku tidak bingung melihat nafsunya setiap kali kita bercinta.

Begitupun malam itu. Selesai mengambil gambarku, kini aku sedang bersimpuh di sisi kasur, mengemut kontol Chris yang besar itu. Baju sma sailor yang kependekkan itu, dengan rok yang tak kalah pendeknya menjadi seragamku melayani mantan pacar dan kekasih hatiku ini. Awalnya aku malu, karena wanita 25 tahun ini mengenakan seragam lagi yang bahkan mirip dengan seragam perempuan di kartun jepang. Tetapi seiring percintaan, kami semakin liar. Bahkan aku masuk cukup dalam di roleplay kali ini, seorang siswi yang terancam dikeluarkan karena nilainya yang jelek.

“Ling, kalau seks jadi mata pelajaran sekolah, sepongan kamu dapat nilai A plus plus”, puji Chris, masih mengikuti roleplay ini. Aku juga bisa merasakan kontol itu berkedut-kedut, membuatku semakin bersemangat. Jarang Chris keluar duluan setiap kali kami bercinta. Aku semakin semangat menyedot kontol itu, kadang memberikan sensasi deepthroat sebisaku sebelum aku tersedak. Sukses, Chris mengerang sambil kontolnya memuncratkan cairan kejantanannya yang segera aku telan. Tidak hanya itu, selesai orgasme, aku juga membersihkan kontol itu dengan lidahku, menyapu semua sperma yang masih tersisa sekaligus memastikan kontol itu siap untuk ronde kedua.

“Ling pintar banget, Bapak kasih nilai A, enggak, S!”, seru Chris. “Sekarang coba kita ulangan ngentot, kalau kamu lulus semua nilai remed kamu Bapak ganti jadi A semua!”, katanya lagi merebahkanku, masih larut di dalam roleplay kami. Tentu saja percintaan kami malam itu dahsyat, entah berapa lama kami ngentot, meskipun besok siang aku harus berangkat. Rahimku penuh dengan benih cairnya, sementara kontolnya masih basah oleh cairan cinta kami berdua.

***
“Chris, apa aku boleh nanya?”, tanyaku pelan. Saat ini, kami berbaring, masih menikmati sensasi yang tertinggal dari entah berapa kali kami memberikan klimaks satu sama lain. Chris hanya mengangguk, tangannya menjadi sandaran kepalaku, sementara tangan yang lain masih mengelus-elus kepalaku.

“Aku ingin tahu masa lalu kamu, sejak kita berpisah dulu”, kataku pelan. Pertanyaan yang selalu kuhindari, karena aku selalu meyakinkan diriku bahwa ini adalah hubungan fisik semata. Aku mencoba tidak peduli dengannya lebih dari yang diperlukan. Yang akhirnya roboh, karena sekarang aku sadar, bahwa saat ini aku lebih mencintainya. Bahkan perasaanku ke Malvin mungkin dari dulu bukan cinta, hanya terbiasa saja. Ada perasaan, bahwa aku ingin menghabiskan sisa hidupku saat ini dengannya.

Chris tampak terkejut. Mukanya tampak lucu, mungkin karena baru sadar bahwa baik aku dan dia tidak pernah membahas hal itu. Meskipun dia dengan senang hati membahas apa yang sedang dia kerjakan dalam bisnis dan tempat kerjanya itu setiap kali kutanyakan.

“Ini ceritanya panjang, jadi mungkin Ling akan ketiduran. Apa tidak apa-apa?”, tanyanya. Aku hanya mengangguk. Chris pun mulai bercerita, apa yang terjadi, tepat sejak malam terakhir kami sebagai murid SMA, di pesta perpisahan itu….
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd