Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Kama Bidai

Hampir bingung awal awal.. karena nama biniknya alex kirain kisah pedang2an 😅😅 ijin nyimak hu....
 
Sebelumnya Mbah minta maaf ya karena ga update2. Mbah kehilangan hape berikut semua draft yang udah dibuat.

Sempet bete, mbah jadi males nulis ulang dan nerusin cerita ini. Tapi dipikir2 sayang juga kalau ga dilanjut.

BTW, mbah bener2 nulis ulang dari awal dan inilah hasilnya.

Semoga berkenan
 
1.0-[bukan] Karena Cinta
Untuk kesekian kali, aku kembali menghembuskan asap rokok. Mataku menerawang, menembus kegelapan malam yang melingkupi pemandangan di sekelilingku

Indah, kuakui itu dalam benak. Bahkan minimnya cahaya tak mampu menyembunyikan keindahan ini. Sedikit menyeramkan, tapi tetap saja indah.

Mataku terus berkeliling, menyadari keindahan alam ini, yang seperti semua hal di dunia, tak akan bertahan lama. Aku bisa melihat beberapa kerusakan akibat pengerukan kali untuk diambil pasirnya, juga sampah-sampah yang dibuang secara tak bertanggung jawab. Belum lagi pembangunan perumahan di sisi lain sungai yang akan berimbas cepat terhadap kerusakan ai]lam.

Tapi ah, sudahlah. Bukan urusanku. Aku, Zyan, cuma bocah 2 SMU yang sedang liburan kenaikan kelas, di salah satu desa, di Kabupaten Bogor ini.

Ya. Bukan urusanku. Aku punya beban sendiri yang harus kuatasi. Beban di hati dan pikiranku.

Aku berbalik dari posisi duduk, di atas batu besar berlumut, di tepi sungai, ganti memandangi rumah besar yang tadi kupunggungi. Posisinya yang lebih tinggi memungkinkan penghuninya bisa melihat ke arahku duduk, tanpa halangan. Begitupun sebaliknya.

2 lantai, 4 kamar, dan 2 kamar mandi. Salah satu rumah terbesar di desa ini. Setidaknya menurutku. Walau akupun menganggap rumah ini cukup sederhana, mengingat pemiliknya merupakan seorang pengurus partai sekaligus anggota DPRD. Aku sendiri termasuk beruntung bisa bersahabat baik dengan adik bungsu sang empu rumah.

Tidak. Aku bahkan mengganggap Shaka, sang adik, lebih dari sahabat. Bagiku dia layaknya saudara sendiri.

Namun justru itulah yang menjadi sumber kegalauanku. Itu dan sesosok gadis dengan nama layaknya Ratu Mesir nan terkenal di dunia, Cleopatra.

Rara, dengan nama itulah kami memanggilnya. Di usianya yang menjelang 17 tahun telah menjadi salah satu bunga sekolah di SMU kami. Meski kami sekelas, usiaku sendiri terpaut setahun lebih muda darinya.

Rara... Betapa nama dan sosoknya kini begitu menggangguku dengan kekaguman.

Shit! bahkan walau dia tak bersamaku sekarang, aku seakan bisa melihatnya sedang berdiri di depanku dengan senyum khasnya yang lembut.

Tak hanya senyuman, semua membayang di mataku. Rambut sebahu Rara yang tampak halus dan kerap membangkitkan keinginanku untuk membelainya. Juga tubuh mungil namun seksi dengan busungan dadanya, yang begitu proporsional (setidaknya menurutku) dan senantiasa membangkitkan hasratku.

God. Aku memang dengan telak jatuh hati pada Rara.

Namun sekarang, di dalam kegelapan dan dinginnya malam, aku dipaksa memikirkan ulang tentang apa yang kurasakan. Apa yang harus kulakukan. Dan itu karena 1 hal... Shaka juga jatuh hati pada Rara.
 
Terakhir diubah:
1.0.0-Intermezo

"AYAH."

Aku menoleh. Aku pasti terlalu fokus menyusun cerita sampai tak sadar Alex terbangun dan tahu-tahu sudah berdiri di sampingku.

"Kok nggak bangunin bunda? Lagian bukannya tidur. Bikin apaan sih?"

"Tiba-tiba ada ide cerita," jawabku tersenyum.

Alex tak banyak protes. Dia paham aku gemar menulis, meski bukan penulis pro.

"Kamu nggak mandi?" tanyaku.

"Ini mau mandi. Sini handuknya."

Aku tersenyum, lalu bangun untuk melepas handuk, dan menyerahkannya. Sontak mata Alex menangkap kontol-ku yang sudah mengeras sejak memandangi dia tidur bugil.

"Masih konak aja. Emang blom puas?" goda dia yang kubenarkan. "Mau lagi? Yuk mandi bareng bunda."

Tantangan diterima. Akupun menyusul Alex yang berlari kecil menuju kamar mandi sambil terkekeh. Aku juga tak lupa meraih HP. Biasalah bikin dokumentasi.

Omong-omong. Sepertinya aku perlu memperkenalkan istriku ini. Namanya Alexandria, 38 tahun. Ibunda dari 3 putri-putra kami. Aku tak akan bercerita banyak tentang bagaimana penampakan wanita yang menikah denganku selama 13 tahun ini, kalian bisa melihat sendiri. Tentu saja aku harus menyembunyikan wajahnya. Mohon maaf.

Ini Alex saat kami mandi bareng.

Usai mandi, aku minta alex berpose.

Ini sebagian kecil koleksi foto Alex.

Usai mandi nikmat, aku pun berniat kembali mengetik. Lagi-lagi sebuah ide terbesit, kenapa tidak kuminta Alex melanjutkan cerita dari dari sudut pandangnya. Sedikit bujuk rayu, diapun setuju. Dan kisah ini kembali berlanjut.
 
1.1-[bukan] Karena Cinta
(POV Alex)

Hahhh...

Aku menghembuskan nafas panjang dan menggerutu dalam hati. Begini nih penyakit lamaku, kalau udah terbangun susah banget balik tidur lagi. Padahal baru jam 10-an malam, yang berarti aku baru tidur sekitar sejam.

Aku melirik ke belakang, pada Rara yang terlihat pulas. Bener-bener ngejengkelin, omelku dalam hati. Padahal tadi dia yang membangunkan aku, minta diantar buang air kecil. Malah dia yang langsung tidur. Dasar pelor (nempel molor).

Memperhatikan Rara, aku kembali merasakan sedikit kecemburuan yang memang kerap muncul. Atau lebih tepatnya disebut iri pada sahabatku ini.

Cantik, itu sudah pasti. Semakin sempurna dengan kemolekan tubuh yang dimilikinya. Pantaslah banyak teman-teman kami yang diam-diam atau terang-terangan naksir Rara.

Aku sendiri? Well, dibanding Rara, secara fisik aku cuma unggul dalam satu hal, tinggi badan. Tapi lagi-lagi, biar sahabatku ini tergolong pendek (hanya sekitar pipiku), justru itu membuat dia tampak kecil, imut, menggemaskan. Nyebelin kan?

Wait. Jangan salah paham ya. Aku memang iri dengan Rara, tapi bukan berarti aku membenci dia. Sudah kubilang kan? Dia sahabatku dan aku menyayanginya.

Bicara tentang Rara, tentu tak bisa lepas dari membicarakan Shaka dan Zyan. Kami berasal dari daerah yang sama (ed: Bekasi), satu SMU, sekaligus 1 kelas (2 SMU). Kami semua mulai saling kenal lalu akrab sejak awal masuk SMU.

Aku tak akan panjang lebar menceritakan latar belakang kami. Zyan, suamiku, pasti sudah menjabarkannya di awal kisah. Jadi aku lanjut saja ya...

Balik ke Rara, aku masih memandanginya dan merasa cemburu. Tengok saja dia malam ini, cowok manapun yang melihatnya dalam balutan pakaian tidur seseksi ini pasti bisa kalap dan tak mampu menahan nafsu. Termasuk 2 cowok yang sedang liburan bersama kami sekarang.

Aku tak pandai menjabarkan, jadi biar aku ganti saja dengan foto ilustrasi yang menurutku paling menggambarkan Rara ya.


Itu gambaran tentang Rara, kalau tentang aku sudah dikasih Zyan kan? Malahan bukan ilustrasi, tapi asli fotoku sendiri. Hehehe.

Sori ngelantur. Kita balik ke cerita ya.

Puas mencemburui Rara, aku melihat ke sekeliling kamar, berusaha mencari kesibukan yang bisa membuatku kembali mengantuk.

Saat tak bisa tidur biasanya aku akan mencari buku atau novel yang bisa kubaca, atau menyetel musik. Tapi ini bukan kamarku, bahkan bukan rumahku. Main hape (handphone) dan bermedsos ria sampai tertidur pun tak mungkin. Saat kisah ini terjadi, yang namanya hape bahkan belum beredar luas, apalagi medsos.

Jadi, sekarang gimana?

Setelah lama berpikir, akhirnya kuputuskan keluar kamar. Mungkin udara malam akan membantu kantukku kembali. Maka akupun beranjak ke pintu.

Intermezo sedikit. Kamar inapku dan Rara terletak di lantai 2 (cowok-cowok di bawah) dengan dua pintu. Salah satunya langsung menuju balkon di luar. Di balkon sendiri ada tangga yang langsung menuju ke teras bawah. Pintu itulah yang kutuju.

Sesaat di balkon, dinginnya angin malam langsung menerpa kulitku dan membuatku sedikit bergidik. Sama seperti Rara, malam itu aku juga mengenakan pakaian tidur yang terbilang seksi. Bedanya milik Rara setelan dengan hotpant, aku punya setelan yang panjangnya bahkan tak mampu menutupi separuh paha. Di tambah lagi bahannya cukup tipis dan sedikit menerawang. Plus aku tak memakai dalaman.

Aku sadar penampilanku sangat 'memancing', tapi toh ini sudah malam. Selepas maghrib desa ini malah sudah sepi, apalagi jam segini. Penghuni rumah lainnya, termasuk cowok-cowok iseng, sahabatku, juga pasti sudah tidur. Minimal sudah di dalam kamar mereka.

Dengan cepat aku membiasakan diri dengan dinginnya malam. Maklum rumahku dan kamarku ber-AC jadi biasalah. Aku pun menuju pagar balkon, bersandar, lalu menikmati pemandanganan malam.

Aku bukan cewek pengecut, kegelapan malam tak cukup menggetarkan nyaliku. Bukan pula tipe cewek yang takut pada mahluk-mahluk gaib, bahkan cenderung tak percaya. Tapi malam itu aku nyaris saja ngibrit saat mataku menangkap sebuah sosok dalam gelap, di pinggir kali.

Tunggu. Aku berusaha mengatasi ketakutan dan bernalar. Pasti bukan hantu atau sejenisnya. Mungkin ada seseorang (manusia/penduduk desa) yang sedang ke kali. Tapi malam-malam gini?

Mengatasi takut, aku menajamkan mata. Sekedar penasaran saja orang itu sedang apa. Tapi kemudian... Loh?! Bukannya itu Zyan? Ngapain tuh cowok?

Aku sudah tak ingat apa yang mendasari keputusanku malam itu. Yang aku tahu aku sudah berjalan menuju kali, menghampiri Zyan, dan mendapatinya duduk memunggungiku sembari merokok ditemani sebotol minuman. Akupun menyapa dia.
 
1.3-[bukan] Karena Cinta
(POV Mbah)​

Anjrit!!!! Hampir saja aku kena serangan jantung.

"Hihihi," Alex cekikikan. "Kaget ya?"

"Siapa juga yang nggak sport jantung coba? Malem-malem, di pinggir kali gelap, ada yang negor. Begitu nengok yang nongol putih-putih," aku menggerutu kesal sembari berusaha menenangkan jantung.

Alex tak menghiraukan omelanku, malah bertanya apa yang kulakukan. Kujawab saja aku tak bisa tidur jadi ke sini.

"Sama," balas Alex. "Gue ikutan ya."

Tak menunggu responku, Alex memanjat batu yang sedikit licin, tempatku duduk. Aku mengulurkan tangan untuk membantu. Tak lama kami sudah duduk berdampingan, saling menjaga jarak sopan. Untung batu ini cukup lebar untuk kami berdua.

Menit demi menit berlalu. Aku pribadi lupa apa saja yang kami obrolkan. Yang pasti kehadiran Alex cukup menghibur dan membantu mengurangi kegalauanku.

Malam semakin larut, udarapun kian dingin. Sepertinya kami kehabisan bahan obralan dan candaan. Sebagai ganti kami membisu menikmati pamandangan. Saat itulah aku diam-diam sering melirik ke arah Alex.

Sebagai catatan, aku sudah menyadari penampilan Alex, yang menurutku terlampau berani. Hanya saja aku terlalu kaget dengan kedatangannya yang tiba-tiba jadi tak memperdulikannya. Aku baru mulai meliriknya saat kami mengobrol.

Aku belum membaca cerita ini dari sudut pandang Alex, jadi aku tak tahu apa dia sudah menjabarkan penampilannya malam itu. Kurang lebih seperti inilah penampilan dia.


(https://m.faceb***.com/gudangbajutidur/)

"Kenapa?"

Ups. Tanpa kuduga saat aku sedang menikmati 'suguhan' dari Alex, dia tiba-tiba menoleh padaku. Aku sampai salah tingkah karena terpergok dan refleks memalingkan wajah.

"Nggak papa," elakku cepat.

Aku yakin Alex sadar aku sedang menjelalatinya. Suasana pun sontak menjadi tak nyaman. Dia sendiri jadi salah tingkah, berusaha menutupi keterbukaannya.

Cukup lucu menurutku mengingat usaha Alex jelas sia-sia. Malah membangkitkan kenakalanku. "Udah jangan ditutupin. Gua suka liatnya," candaku, sengaja melihat dia.

"Ih, apaan sih?!," jengkel Alex, semakin tampak panik.

"Lo cantik," aku semakin jail. "Gue jadi jatuh cinta sama lo."
 
1.4-[bukan] Karena Cinta
(POV Alex)

Oh shit! Aku sangat tidak menyangka Zyan akan mengatakan itu. Apa cowok ini baru saja nembak aku? Apa dia serius? Atau cuma bercanda? Entah yang mana, tak ayal pernyataannya membuat wajahku terasa panas. Kurasa aku telah tersipu.

"Apaan sih lo?!," aku menggerutu. Kuputuskan Zyan cuma iseng menggodaku. Tapi asli aku jadi makin salah tingkah. Apalagi nih cowok terus-terusan memandangiku. Aku tak tahu berapa lama aku coba cuek dan bertahan di sana. Tapi lama-lama aku tak tahan juga dengan suasana yang ada.

"Mo kemana?" tanya Zyan saat aku hendak bangun.

"Balik ke rumah," jawabku singkat.

"Lah? Gua ditinggalin nih?" protesnya.

"Bodo amat. Ngeri gw. Kelamaan di sini entar gua diperkosa lagi."

Aku ingat saat itu aku sudah berdiri, melotot pada Zyan yang terlihat menahan tawa. Jelas bikin jengkel. Aku pun berbalik (posisiku menghadap sungai) dan hendak menuruni batu. Namun tiba-tiba...

"Aahhh!!!"

Byur!!!

Apa yang terjadi?! Sepertinya aku menginjak lumut yang licin. Sontak aku hilang keseimbangan dan terpeleset ke kali. Aku cukup beruntung jatuh ke bebatuan, aku pasti cidera. Tapi tetap saja sial, pakaianku jadi basah semua. Mana kalinya lumayan dalam, seperutku.

Byur!!!

Dalam kaget dan panik, aku menyadari Zyan ternyata ikut melompat ke air, dia pasti berusaha menyelamatkanku. Cukup luar biasa mengingat dia tak bisa berenang.

"Lo gapapa?!" tanya Zyan. Dia mengulurkan tangan membantuku berdiri. Posisi jatuhku memang dalam keadaan duduk, kepalaku sempat terendam, dan membuatku gelagapan.

"Iya. Gapapa," aku menjawab di sela-sela batuk, karena sempat menelan air.

Aku melap air di wajahku, berusaha menenangkan batuk, dan mengeluarkan air dari hidung. Sepanjang itu, Zyan hanya melihatku dengan tatapan khawatir. Aku sendiri menyadari kami masih saling berpegangan tangan.

"Beneran. Gua gapapa," ujarku lagi berusaha tersenyum. Zyan masih tampak ragu, namun tak lama ikut tersenyum, walau tak menghapus ekspresi khawatirnya.

"Lo beneran naksir gua?"

Sumpah, aku tak tahu apa yang membuatku berani menanyakan itu mengingat situasinya jelas tidak pas. Jujur aku ragu, tapi Zyan baru saja menolongku tanpa pikir panjang. Itu artinya dia mencintaiku kan?

"Lo beneran cinta sama gua?"
 
1.5-[bukan] Karena Cinta
(POV Mbah)

Aku diam. Rasa khawatirku kepada Alex berganti kebingungan. Gadis ini telah menganggap candaanku sebagai keseriusan. Apa yang harus kulakukan?

Jelas gadis yang kucintai Rara. Perasaanku pada Alex hanya sebatas sahabat.

Haruskah aku jujur pada Alex? Akan mudah andai dia juga hanya menganggapku sahabat. Tapi bagaimana jika dia malah mencintaiku. Aku akan menyakitinya.

Aku diam dan diam. Memandangi Alex yang menunggu jawabanku. Aku tak tahu yang kupikirkan saat aku melepas genggaman tangan kami. Tangan kiriku terulur meraih pinggangnya, sedang kanan menyasar wajahnya. Tidak lama, ibu jariku mulai membelai pipi gadis itu.

Alex hanya diam menatap wajahku. Di matanya bisa kulihat ada birahi yang mulai muncul, sebagaimana birahi itupun muncul dalam diriku.

Ibu jariku mulai menyentuh bibir Alex, yang pelan-pelan sedikit membuka, dengan nafas yang mulai memberat. Pun begitu dia tetap diam.

Tangan kiriku mulai menarik pelan pinggang Alex, berusaha membuat kami kian dekat. Kali ini dia terlihat ragu, juga takut. Dia pun mundur perlahan.

Niatku tak terbedung, aku bergerak maju, namun Alex kembali mundur hingga punggungnya menyentuh batu tempat kami duduk tadi. Tak ada jalan lain, diapun terlihat pasrah.

Aku terus merapat. Tangan kiriku bergeser ke punggung Alex, merapatkan tubuh kami yang basah. Tangan kananku beralih pelan ke belakang kepalanya. Bersamaan dengan menarik wajahku mendekat.

"Maaf," hanya itu yang bisa kubisikkan saat tak lama kemudian bibir kami bertemu.
 
1.6-[bukan] Karena Cinta
(POV Alex)

Oh my God!!!

Zyan menciumku. Ciuman pertamaku dari seorang laki-laki, yang bahkan tak tahu apa benar-benar mencintaiku, yang bahkan tak kuketahui apa aku mencintainya.

Bagaimana rasanya ciuman pertamaku?

Basah. Ya, bibir Zyan terasa basah.

Bergetar. Tak cuma bibir Zyan. Aku merasakan seluruh tubuhnya bergetar pelan.

Aku sendiri. Apa yang kurasakan.

Sesak. Itu hal yang pertama kurasakan. Nafasku terasa sesak, berat, dan memburu. Jantungku berdegub cepat dan keras. Bergemuruh di dadaku. Rambut-rambut halus di seluruh tubuhku berdiri. Geli sekaligus menggelisahkan.

Oh God. Perasaan apa ini? Aku ingin Zyan- berhenti, tapi juga tak rela. Aku mau dia mundur menjauh, tapi sekaligus ingin tubuh kami kian mengerat.

Getar bibir Zyan seakan menular. Bibirku ikut bergetar, begitu juga tubuhku. Kemudian sesuatu yang lebih basah menyapu bibirku.

Lidah Zyan? Mau apa?

September nanti adalah sweet seventeen-ku. Di keremajaan ini, jelang kedewasaan ini, aku belum pernah mengalami apa yang terjadi malam ini, dan aku tak memahaminya.

Aku sering menonton drama-drama romantis, dan membaca novel-novel cinta. Tak ada satupun yang menggambarkan seperti apa seharusnya ciuman antara pria dan wanita. Sepanjang yang kutahu, ciuman itu hanya bibir ketemu bibir.

Lalu, apalagi ini? Sentuhan lidah Zyan di bibirku terasa geli. Semakin menggetarkanku. Apalagi bibir cowok ini perlahan bergerak, seakan memijit lembut bibirku. Tanpa mampu kutahan, akupun membuka bibir dan mendesah pelan.

Seketika lidah Zyan merangsek ke dalam mulutku dan akupun tersentak. Hanya sejenak, kemudian naluri kewanitaanku mengambil alih.

Ciuman Zyan berganti menjadi cumbuan penuh gairah. Akupun belajar dengan cepat, membalas tiap aksi cowok itu dengan reaksi yang tak kalah panasnya, walau awalnya sedikit kaku.

Serangan Zyan semakin menjadi-jadi. Tangan kanannya tak lagi memegangi kepalaku. Dia tak perlu melakukannya, aku tidak akan kemana-mana. Sebaliknya, aku justru kini merangkul leher cowok itu erat-erat. Seakan tak rela dia menjauh dan melepas cumbuan.

Alih-alih, tangan kanan Zyan kemudian menyasar melingkari pinggangku, menarik tubuh bagian bawahku semakin merapat padanya.

Dalam birahi yang menggelora, aku masih sadar di mana kami berada, apa yang kami lakukan, dan risiko yang akan kami hadapi andai terpergok. Tapi apa peduliku, kenikamatan percumbuan kami menutupi logika.

Aku tak peduli. Instingku terus membimbingku untuk mengejar sesuatu yang mendesak. Sebuah penyelesaian. Hanya saja aku tak memahami, penyelesaian seperti apa.

"Hemphhh... Hhh..."

Tiba-tiba aku tersentak, nafasku sejenak terhenti. Zyan lepas kendali, kedua tangan cowok itu telah menyusup ke balik pakaianku dan sedetik kemudian mulai menjelajahi bagian belakang tubuhku dalam belaian dan remasan.

Nuraniku sontak berteriak, stop!!! Aksi Zyan telah melewati batasan yang seharusnya boleh kuizinkan. Sampai detik ini dia bukan siapa-siapaku, cuma sebatas sahabat. Bahkan kalaupun dia pacar, aku seharusnya tak membiarkan dia berbuat sejauh ini.

Tapi toh aku malah membungkam nurani dan akal sehatku, membiarkan Zyan berbuat semaunya. Aku bahkan tetap membisu saat cowok itu menarik turun celana dalamku dan tak lama meremas langsung bongkahan pantatku.

Geli, sedikit sakit, namun nikmat.

Aku adalah gadis yang lugu. Jangankan bercumbu seperti ini, 'dekat' dengan cowok pun belum pernah. Sejauh yang kuingat, aku selalu berusaha berpakaian sopan dan menjaga tubuh dari mata nakal laki-laki. Tapi sekarang, aku justru membiarkan tubuh bawahku dibuka begitu saja oleh Zyan. Bahkan cd-ku menggantung begitu saja di paha.

Aku semakin mengejang dan sesekali tersentak kecil. Desah nafasku berganti erangan tatkala Zyan membebaskan bibirku, beralih mencumbu leher dan pundakku. Saat itulah aku baru menyadari, sesuatu milik Zyan terasa menekan perutku.

OMG. Zyan ereksi. Tentu saja hal ini pasti terjadi. Bahkan aku sendiri sudah sangat terangsang.

Lagi, saat itu aku masih lugu. Aku mengerti konsep seks, kemaluan pria masuk kemaluan wanita, tapi ya hanya sebatas itu. Itupun dari buku-buku biologi. Aku tak paham riilnya.

Sontak rasa takutku muncul. Apa yang akan Zyan lakukan? Apa malam ini aku akan kehilangan keperawananku? Apa aku akan membiarkannya?

Namun rasa lain ikut muncul, penasaran. Bagaimanakah rasanya?

Dan ketakutanku menang.
 
Memutup Memori
(untuk saat ini)

"Udah ah, Yah," ujar Alex, menghentikan ketikan.

"Kok udahan? Ceritanya kan blom selesai," aku protes.

"Cape ah. Pegel. Ayah aja yang nerusin," keluhnya. "Lagian udah jam berapa nih? Ngantuk."

"Ngantuk apa horni?" aku menggoda Alex, yang dibalas dengan leletan lidahnya.

"Emang kalo bunda pengen, ayah masih sanggup?" ledek Alex.

Aku tertawa. Malam ini aku memang sudah dua kali bersenggama dengan Alex dan dia tidak salah. Normalnya itu memang limitku, terutama jika jedanya tidak terlalu panjang. Tapi tidak malam ini.

Saat Alex mengetik, aku memang menarik kursi untuk duduk di sebelahnya, membaca hasil karya istriku sembari mengenang masa lalu kami. Tentu saja aku kembali merasa birahi. Ditambah lagi kami sama-sama tak menganakan apa-apa menutupi tubuh telanjang kami.

"Tuh. Boleh dicoba," aku menantang balik, menunjuk dengan bibirku, pada kelelakianku yang sejak Alex mulai mengetik memang kembali mengacung keras.

"Ayo," ajakku mengulurkan tangan yang disambut Alex sembari tertawa kecil, membuatku jadi kian gemas. Aku membimbing istriku ke ranjang dan pertempuran ketiga kami pun dimulai.
 
Bimabet
Bagian 2

Hampir jam 1 malam namun hujan deras yang mulai turun sejak pukul 22:00 tadi belum juga berhenti. Akupun bergidik saat angin dingin dari kipas menerpa separuh dadaku yang terbuka. Tak bisa beranjak untuk sekadar mengecilkan kipas, aku meraih selimut, menutupi si bontot yang sedang menyusu, sekaligus payudaraku.


(Sumber: TheAsianParents)

Aku menguap lebar, menahan kantuk. Beginilah nikmat menjadi seorang ibu, saat sedang pulas-pulasnya, buah hatiku terbangun minta jatah kasih sayang

Untung cuma si bontot yang minta jatah. Coba kalau ada ayahnya, dia pasti ikut-ikutan minta nete, malah pakai plus-plus. Aku sih tidak keberatan, justru senang hati melayani.

Memikirkan itu, aku jadi tersenyum sendiri. Akan menyenangkan mendapat kehangatan dari Zyan saat udara dingin seperti ini. Kurasa saat dia pulang, akulah yang akan minta jatah. (Hahaha)

Senyumku masih terus terkembang. Zyan tidak salah menyebut aku banyak berubah dalam urusan seks. Dulu aku termasuk pasif dan jangan harap memancing-mancing.

Aku punya alasan sendiri, kisah yang sedikit banyak membuatku jadi seperti itu, wanita yang sedikit dingin untuk urusan seks. Sambil menunggu si bontot pulas dan Zyan pulang, aku akan menceritakannya di sini.

Namaku Alexandria dan ini adalah kisahku.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd