Mbahghepenk
Semprot Kecil
LEPAS tengah malam, nyaris pukul 1 dini hari saat aku kembali ke kamar tidur, hanya berbalut handuk, terus menuju lemari pakaian. Sejenak aku berhenti, memandangi sosok Alex yang berbaring terlentang di atas di atas ranjang.
Akupun tersenyum. Alex pasti terlelap saat menungguku selesai mandi. Wajar saja, pertempuran kami tadi memang cukup melelahkan, juga sangat memuaskan. Sampai-sampai Alex belum sempat mengenakan apapun menutupi ketelanjangannya.
Aku terus memandangi Alex. Tak banyak hal yang berubah pada dirinya, di usianya yang mendekati 38 tahun (sama denganku). Aku memang bisa melihat beberapa helai rambut putih menghias, perutnya pun tak serata dulu. Tapi di luar itu, dia terlihat sama seperti sejak sebelum kami pacaran dulu.
Setidaknya secara fisik.
Lain hal urusan ranjang. Beberapa bulan terakhir Alex justru sangat berubah. Dia jauh lebih bergairah dan panas. Tak seperti dulu dia jauh lebih proaktif untuk saling memuaskan. Dia juga lebih open minded dalam berhubungan seks.
Tentu saja, no complain here. Aku senang dan sangat menikmatinya.
Masih memandangi Alex, memoriku mengawang, mengingat berbagai kenangan, dan seketika hasratku sebagai penulis. Alih-alih berpakaian, aku beranjak ke komputer. Tak butuh waktu lama, akupun mulai mengetik.
'Panggil aku Mbah Ghepenk dan ini adalah kisah tentang aku, Alex, dan orang-orang di sekitar kami.'
Akupun tersenyum. Alex pasti terlelap saat menungguku selesai mandi. Wajar saja, pertempuran kami tadi memang cukup melelahkan, juga sangat memuaskan. Sampai-sampai Alex belum sempat mengenakan apapun menutupi ketelanjangannya.
Aku terus memandangi Alex. Tak banyak hal yang berubah pada dirinya, di usianya yang mendekati 38 tahun (sama denganku). Aku memang bisa melihat beberapa helai rambut putih menghias, perutnya pun tak serata dulu. Tapi di luar itu, dia terlihat sama seperti sejak sebelum kami pacaran dulu.
Setidaknya secara fisik.
Lain hal urusan ranjang. Beberapa bulan terakhir Alex justru sangat berubah. Dia jauh lebih bergairah dan panas. Tak seperti dulu dia jauh lebih proaktif untuk saling memuaskan. Dia juga lebih open minded dalam berhubungan seks.
Tentu saja, no complain here. Aku senang dan sangat menikmatinya.
Masih memandangi Alex, memoriku mengawang, mengingat berbagai kenangan, dan seketika hasratku sebagai penulis. Alih-alih berpakaian, aku beranjak ke komputer. Tak butuh waktu lama, akupun mulai mengetik.
'Panggil aku Mbah Ghepenk dan ini adalah kisah tentang aku, Alex, dan orang-orang di sekitar kami.'
Kisah ini nyata, asli pengalaman para penulis. Namun demi privasi nama dan tempat peristiwa telah diubah. Foto-foto yang ada dalam kisah hanyalah sekadar ilustrasi, yang didapat dari mesin pencari dan berbagai media sosial. Segala kreditasi dan hak milik ada pada pemilik aslinya.
***(POV Mbah)***
SEMILIR hembusan angin sontak membuat tubuhku bergetar kecil. Wajar, udara memang terbilang cukup dingin. Apalagi mengingat aku ada di vila, di daerah kabupaten yang terkenal dengan kesejukan udaranya. Ditambah lagi malam terus beranjak kian larut.
Meski suhu semakin dingin, aku enggan beranjak, tetap bertahan duduk di gazebo, di pinggir kolam renang vila. Hati dan pikiranku sedang galau, aku masih ingin menyendiri di sini untuk beberapa waktu, dan benakku pun mengawang.
Alena. Nama dan sosok yang dengan telak berhasil mengobrak-abrik hati dan pikiranku. Yang lebih menyebalkan, gadis 16 tahun itu pasti sudah lelap di kamarnya, di lantai 2 vila ini, tanpa sedikitpun sadar apa yang telah dia perbuat padaku.
Shit!, bahkan walau dia tak bersamaku sekarang, aku seakan bisa melihatnya sedang berdiri di depanku dengan senyum khasnya yang lembut.
Tak hanya senyuman, semua membayang di mataku. Rambut sebahu Alena yang tampak halus dan kerap membangkitkan keinginanku untuk membelainya. Juga tubuh mungil namun seksi dengan busungan dadanya, yang begitu proporsional (setidaknya menurutku) dan senantiasa membangkitkan hasratku.
Good. Aku memang dengan telak jatuh hati pada Alena. Sayangnya...
Meski suhu semakin dingin, aku enggan beranjak, tetap bertahan duduk di gazebo, di pinggir kolam renang vila. Hati dan pikiranku sedang galau, aku masih ingin menyendiri di sini untuk beberapa waktu, dan benakku pun mengawang.
Alena. Nama dan sosok yang dengan telak berhasil mengobrak-abrik hati dan pikiranku. Yang lebih menyebalkan, gadis 16 tahun itu pasti sudah lelap di kamarnya, di lantai 2 vila ini, tanpa sedikitpun sadar apa yang telah dia perbuat padaku.
Shit!, bahkan walau dia tak bersamaku sekarang, aku seakan bisa melihatnya sedang berdiri di depanku dengan senyum khasnya yang lembut.
Tak hanya senyuman, semua membayang di mataku. Rambut sebahu Alena yang tampak halus dan kerap membangkitkan keinginanku untuk membelainya. Juga tubuh mungil namun seksi dengan busungan dadanya, yang begitu proporsional (setidaknya menurutku) dan senantiasa membangkitkan hasratku.
Good. Aku memang dengan telak jatuh hati pada Alena. Sayangnya...
***Lanjut di bawah***