Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Kanna, The slutty amoy next door, [Side Dish - Gairah di Pos Ronda]

Status
Please reply by conversation.
Masih menanti Kanna nih.
Ayo dong Kanna jangan bikin kami menunggu lama. hehehe

:cendol:
 
Kanna jangan kelamaan berenang ya.
Uda pada kangen sama kamu.

:vampire:
 
Maaf suhu2 yang udah nungguin, saya baru sempat update. :ampun: semoga hasilnya cukup hot untuk para suhu sekalian.

Kali ini side story ya. istirahat dulu dari Aras, hehe

----------------------------------------------------------------------

Side Dish 1 - Gairah di Pos Ronda

Kanna berlenggak-lenggok membasuh tubuhnya di bawah curahan shower. Permainan hari ini benar-benar menyenangkan. Setelah tadi jantungnya berdebar-debar akibat berkeliaran hanya menggunakan longcoat saat menemani Aras berjalan pulang dari minimarket, keganasan para tukang juga mampu memuaskan hasratnya. Walau, kalau boleh jujur, Kanna masih ingin main lagi kalau mereka masih kuat.

Jemari lentiknya kembali memainkan memek dan dadanya sendiri sambil membayangkan bagaimana para tukang menggagahinya tadi. Ingatan tentang bagaimana tangan-tangan kasar mereka sibuk meraba tubuhnya, kontol-kontol mereka yang hitam dan besar, serta tingkah mereka yang seperti mau melahap setiap jengkal tubuhnya membuat kembali bergairah. Dia tidak merasa dimanfaatkan atau hanya menjadi objek seks semata, tetapi justru merasa bagai ratu seks yang dipuaskan hasratnya dan menjadi pusat perhatian nafsu mereka.

Kanna mematikan shower. Dia menggigit bibir menahan rasa horni. Sembari cepat-cepat mengeringkan tubuh dengan handuk, di berjalan cepat ke ruang tamu. Berharap para tukang belum pulang setelah lelah ‘bekerja keras.’

“Bapak-bapak udah… ahn <3.”

“Hmm wangi banget, non,” kata salah seorang dari mereka yang langsung menyergap Kanna saat dia baru keluar dari kamar mandi. Dia melepas handuk Kanna dan meremas-remas dadanya.

“K-kirain udah pulang,” desah Kanna.

“Maaf, non, kita pengen lagi, hehehe.”

“Aahn, nakal iih.”

Dua orang dari mereka langsung berlutut dan menjilati paha Kanna, “duh, non Kanna putih mulus bersih banget yak. Jadi pengen ngotorin badannya.”
“Aku mau dong dikotorin lagi,” Kanna meraih kepala salah satu tukang yang berlutut dan mengarahkannya untuk menjilat memeknya yang sudah basah. “Hnn… mau dikotorin terus biar nikmat.”

“Sama apa nih dikotorinnya?”

“Sama pejunya dong <3,” sahut Kanna sambil menoleh untuk berciuman dengan tukang yang meremas-remas dadanya.

“Kalo dikotorin ini, gimana, non?” kata si tukang dengan kontol terbesar yang sedari tadi belum menjamah Kanna walau kontolnya sudah mengeras. Dia mengacungkan sebuah spidol marker.

Kanna menggigit bibir, “Kalah gede kalau sama punya bapak.”

“Hahaha, ya bukan buat di dalem. Non.”

“Terus di mana? <3”

“Di sini,” tukang itu menggunakan markernya untuk menuliskan ‘lonte’ sedikit di atas jembut Kanna. Hal itu membuat si amoy seksi menggelinjang keenakan.

“Iiih, kalau tulisannya enggak bisa ilang gimana?” tanya Kanna menggoda.

“Ya enggak apa-apa, kan? Kenyataan emang lonte.”

Kanna menjawab dengan mencumbu ganas tukang dengan kontol terbesar. Setelah cukup lama berciuman sementara bagian tubuhnya yang lain masih terus digerayangi, dia menggeliat melepaskan diri dari gerayangan mereka. Kanna merangkak di lantai sambil menggoyangkan pinggul dan pantatnya pada para tukang.
Dia kembali menggoda mereka, “Ayo, yang bisa ngasi tulisan paling nakal, harus lembur sampai pagi.”

Keempat tukang itu langsung berebutan menuliskan kata-kata kotor di pantat, paha, dan badan Kanna. Tentunya, saat mereka tidak mendapatkan giliran untuk menulis, mereka sibuk menggerayangi Kanna, menjilati serta mengocok memeknya. Hal itu membuat Kanna begitu panas sampai dia memasukkan batang kontol terbesar dan menggoyangnya dalam posisi doggy sementara tubuhnya masih sibuk ditulisi kata-kata tidak senonoh.

“Waduh, non, emangnya tulisan paling nakal udah ditentuin?” kata tukang yang digoyang Kanna.

“Belum aah, tapi ku udah enggak tahan, hnnn… j-jadi kontol paling nakal dihukum duluan.”

“Wah curang, nih kayak punya kita enggak nakal aja.”

“Iyaa bapak-bapak, sini kuhukum semua untuk lemburin aku.”

Kanna langsung melahap satu kontol di mulutnya dan mengocok dua lainnya sambil terus bergoyang menikmati kontol-kontol keras dan panas itu. Namun, dering telepon dari bos para tukang itu terpaksa menghentikan kenikmatan permainan mereka, membuat para tukang harus meninggalkan Kanna yang kini telanjang bulat dan masih sangat bernafsu.

“Besok lagi, ya, non,” begitu kata mereka dengan cengengesan sambil berpamitan. “Kita usahain dateng sepagi mungkin buat non.”

Tentu saja Kanna akan membuat mereka melayaninya lagi besok hari, tetapi di selang waktu itu, dia tidak yakin harus bagaimana memuaskan nafsunya. Dildo saja tidak bisa menandingi kontol-kontol panas dan sensasi merasakan peju serta tangan kasar mereka di kulitnya. Andai saja tetangga sebelah rumahnya lebih berani, mungkin Kanna tidak harus seputus asa ini. Dia sempat berpikir memesan makanan dan menyergap pengantarnya, tetapi kondisi itu belum tentu bisa terlaksana kecuali oleh pengantar pizza ‘langganannya’. Itupun, selama ini hanya sempat disepong saja karena dia pasti harus buru-buru kembali ke restoran.

Kanna akhirnya berbaring di kamarnya di lantai dua, masih telanjang bulat dan terengah-engah karena nafsu. Dia tidak berusaha menghapus tulisan-tulisan di tubuhnya. Sejujurnya dia sendiri enggan berusaha mencari tahu apa yang ditulis karena hal itu pasti membuatnya malah makin horni. Karena itu dia hanya bisa mendesah berusaha sebisa mungkin menikmati dildo dan meremas-remas dadanya sendiri sebelum akhirnya terlelap.

Mimpi Kanna tidak nyenyak, pikirannya masih dihantui hasratnya untuk menuntaskan permainan tadi. Dia terbangun terengah-tengah dan melihat jam masih menunjukkan pukul baru lewat jam 1 pagi. Dia masih ingin dipuaskan, tapi entah dengan siapa di jam tengah malam macam begini.
Bunyi tiang listrik yang dipukul sesuai jam menyentak Kanna. Sepertinya yang meronda sedang berkeliling. Dia menyingkap tirai kamarnya yang menghadap depan dan mengintip ke luar. Di belokan yang mengarah ke rumahnya tampak seorang bapak-bapak kurus yang tampak bugar tapi mengantuk tengah berjalan. Kanna sepertinya mengenalnya, dia tukang kebun di salah satu rumah mewah di komplek ini.

Staminanya pasti tidak tanggung-tanggung karena giat bekerja.

Kanna mematikan lampu dan menyisakan lampu tidur saja untuk memberikan penerangan seadanya. Dia berdiri menungging, menumpukan dadanya ke kaca sambil memasukkan dildo ke memeknya yang sedari tadi basah. Dia menjerit dan mendesah keenakan sembari memejamkan mata, membayangkan dirinya disetubuhi tukang kebun. Sesekali dia membuka mata sedikit memastikan di mana tukang kebun yang sedang ronda itu berada dan mengira-ngira kapan pemandangan yang disuguhkan terlihat oleh tukang kebun.
Saat tukang kebun melihat tubuh Kanna yang tersaji di jendela, dia celingak-celinguk memastikan tidak ada orang di sekitar. Dia mengendap-endap ke dekat tembok rumah Kanna agar bisa melihat lebih jelas dan mulai mengocok kontolnya sambil menonton.

Kanna melihat semua itu dan membuatnya makin bernafsu memainkan dildo. Namun, saat dia melihat kontol tukang kebun, pikirannya berkecamuk. Kontol tukang kebun tidak lebih panjang daripada pengantar pizza atau salah satu tukang yang mengerjakan kolam renang, tetapi terlihat hitam keras dan tebal. Kanna menggigit bibir, dia tidak akan puas jika hanya begini. Dia mau kontol hitam keras itu untuk memuaskannya sekarang. Kanna mundur dari jendela dan buru-buru mengambil kimono hitam transparan lingerienya tanpa menggunakan celana dalam atau bh.

Dia tertegun sejenak saat lewat di depan cermin sebelum sempat sepenuhnya memakai kimono. Kanna baru ingat masih ada tulisan-tulisan spidol dengan kata-kata tidak senonoh di bagian-bagian sensual tubuhnya. Kanna meremas sedikit dadanya. Tulisan-tulisan itu benar-benar membuatnya makin bergairah, karena itu dia segera turun ke ruang tamu secepatnya.

2377_a.jpg

“Aw!” Kanna menjerit saat dia nyaris terpeleset oleh lingerienya yang masih berserakan di lantai dasar. Tadi saat bermain bersama para tukang, mereka memang mengganti-ganti beberapa lingerie yang dipakai untuk menambah panas permainan.

Di saat itu Kanna mendapat ide. Dia berjalan ke pintu depan sambil mendesah, “Ahn tolong, maling.”

Kanna membuka pintu, membiarkan lingerie kimononya tidak terbalut sempurna sehingga menyajikan sebagian dadanya dan memeknya dengan bebas. Walau mungkin dibalutpun tidak jauh berbeda.

Tukang kebun mengintip dan terperangah melihat tubuh Kanna. Begitu terkejutnya dia sampai tidak terlalu menyadari tulisan di tubuh Kanna dan menyangka itu tato biasa. Matanya tertuju pada dada dan jembut Kanna. Dengan bingung dia bertanya, “A-ada apa, neng?”

“Ini, pak, kayaknya ada maling,” desah Kanna sambil pura-pura berusaha memperbaiki kimononya.

“Maling apa, neng?”

Kanna berjalan ke gerbang dan membuka kuncinya, “Pakaian dalamku, pak, lihat deh.”

“I-iya misi, neng.”

“Sampai berantakan gitu, pak.”

Tukang kebun yang kontolnya sudah mengeras sejak tadi, kini makin terkejut melihat lingerie berserakan di dalam rumah Kanna. Bukannya membayangkan ada maling, tetapi dia justru membayangkan betapa seksinya Kana kalau memakai itu semua.

“Duh, gimana ya pak?”

“S-saya lapor dulu ke yang lain ya, neng?”

“Iiih,” Kanna memeluk lengan tukang kebun itu erat, dengan sengaja menggosokkan dadanya, “Kalau ditinggal sendiri aku jadi takut.”
Tukang kebun menelan ludah, matanya masih melirik dada Kanna, “Y-ya tapi yang lain harus dikasi tau neng, lagi pada di pos ronda, biar malingnya bisa dikejar.”

“Nggak bisa telpon aja? Bapak temenin aku di sini.”

“henpon saya abis batere, neng.”

“Emang di pos ronda ada berapa orang, pak? Emang guna ngasi tau gitu? pasti nggak kekejar deh? Mending di sini aja, takut kalau orangnya masih di dalem.”

“Y-yaa ada empat orang lain sih, neng.”

Jawaban itu membuat Kanna tersenyum dalam hati. Ditambah tukang kebun, itu artinya lima kontol yang bisa dia nikmati. Dia menjilat bibir sambil melirik kontol tukang kebun yang tampak mengeras di balik celana, lalu bertanya, “Gede-gede?”

“Y-yaa sesaya lah.”

Kanna tahu tukang kebun salah mengerti maksud pertanyaannya. Tapi biarlah, yang penting ada tempat untuk melampiaskan nafsu. “Y-ya udah kalau gitu aku ikut bapak aja ke pos ronda? Takut sendiri di sini.”

“N-nggak apa2 neng?”

“Iya gapapa. Lebih aman di sana kan?”

“Y-ya udah, neng mau ganti baju dulu?”

“Nggak usah pak, takut orangnya masih di dalam, yuk, cepet-cepet kabur aja.”
Kanna mengunci pintu rumah dan segera keluar bersama tukang kebun. Saat dia mengunci pagar, Kanna berpura-pura kesulitan agar dia ada kesempatan menungging dan menggosokkan belahan pantatnya ke selangkangan si tukang kebun.

“Neng enggak kedinginan begitu?” tanya tukang kebun saat mereka berjalan ke pos ronda. Matanya tidak berhenti-henti memandangi tubuh seksi Kanna.
“Ahn, enggak apa-apa, pak, udah biasa kok,” jawab Kanna sambil memeluk erat lengan tukang kebun dan menggosokkan dadanya. “Lagian kaio dingin kan tinggal peluk lebih erat aja, jadi panas deh.”

“Haha, Apa nih yang jadi panas?”

“Menurut bapak, apa?” balas Kanna binal sambil mengeratkan badan agar punggung tangan tukang kebun menyentuh selangkangannya.

“Haha, yyaa banyak sih neng.”

“Terutama apa, pak?” bisik Kanna pada tukang kebun.

Mata tukang kebun langsung melirik-lirik lagi tubuh seksi Kanna.

“Bapak kan udah nolong aku, wajar dong aku kasi ‘hadiah’.”

Tukang kebun tidak tangan lagi dia menghadap Kanna dan bersiap memeluk dan menciumnya. Kalau boleh ngentot sekarang di sini, tidak masalah. Toh tidak ada juga orang yang lewat jam segini.

“Sabar, dong,” Namun, Kanna dengan jenaka menghindar. “Kalo ‘main’ lebih enak rame-rame,” Dia mengedip sekali pada tukang kebun dan berjalan berlenggak-lenggok mendekati pos ronda yang sudah dekat. Tukang kebun, manut-manut saja dan menyusul Kanna.

Pos ronda di komplek ini tidak terbuka, sebagian ada ruangan tertutupnya yang cukup untuk tempat beberapa orang beristirahat. Terdengar suara mereka mengobrol dari sana. Satu orang yang terlihat agak muda keluar dari ruangan dan merokok di teras. Kanna sepertinya mengenal orang itu, namanya Erman. Dia salah satu penghuni kos di belakang rumah Kanna. Kos-kosan yang juga menjadi miliknya, tapi rata-rata penghuninya tidak sadar akan hal itu.

“Mas, tolong, dong,” desah Kanna menghampiri pos ronda.

Erman terkesiap melihat Kanna, cewek yang sering ditontonnya melakukan aksi gila. “M-mbak K-kanna ya, a-ada apa mbak?”

“Ahn, Kok tau namaku?”

“T-yaa tau aja, hehe,” jawab Erman dengan mata jelalatan memandangi Kanna. “Ada apa mbak malem2 begini?”

“Hnn mau minta tolong, di rumahku kayaknya kemasukan maling pakaian dalam.”

“Ha, maling?”

Kegaduhan terdengar dari ruangan di dalam pos ronda, tiga orang bapak-bapak keluar dari sana. “Maling, di mana malingnya?”

“Di rumahku Pak.”

“Rumahnya di…”

Ketiga bapak-bapak itu, Pak Sardi, Udin, dan Pak Resno, tertegun melihat Kanna,
“Waduuuh, ada amoy cantik nih malem-malem, Erman gimana sih, masak mbaknya dibiarin gitu aja di luar dingin-dingin begini,” kata Pak Sardi sumringah. “Sini mbak cerita di dalem aja.”

“Iya nih, banyak nyamuk loh di luar, ntar kulitnya bentol-bentol lagi,” sambar Udin

“Iya mbak, jadi gimana tadi malingnya masih di rumah? Mau kita kejar aja?” tanya Pak Resno sok sigap.

“Hnn,” Kanna berlenggak-lenggok berjalan menuju pintu ruangan pos ronda,” iya, nih, pak. Maling pakaian dalam kayaknya dan mungkin masih di rumah.”

“Waduh bahaya banget tuh.”

“Iya Pak Sardi,” sambar si tukang kebun, dengan lihai dan diam-diam supaya tidak terlihat yang lain dia berusaha meraba pantat Kanan sambil menyusul. “Tadi saya yang lagi kebetulan lewat, eh makanya mbaknya takut jadi minta dianter ke sini deh buat ‘dijagain’.”

“Oh ya udah, saya jagain mbak,” kata Udin. “Tenang di sini aman. Yang lain pada coba kejar aja malingnya gimana?”

“Yee, gimana sih, din,” Pak Sardi memprotes. “Masak yang jagain cuma sendiri ya mbak?”

Walau berdebat, tetapi mata mereka semua tidak lepas dari tubuh ellena yang nyaris telanjang dibalut kimono tipis. Kanna juga melihat kontol mereka mengeras dan menyembul di baik celana, membuatnya makin tidak tahan.

“Iya pak, jangan cuma sendirian dong yang jaga, aku takut.”

“Ya udah, Erman aja sana sama Pak Resno coba cek ke rumahnya.”

“Yah, kok kita.”

Kanna masuk ke dalam ruangan pos dan duduk di bangku panjang di sana. Dia dengan sengaja menyilangkan kaki agar memberikan pemandangan lebih. “Hnn, semua aja dong pak, di sini, saya takut.”

Mereka berlima langsung sumringah. “Hehe, ya kalo mbak yang minta mau gimana lagi,” kata Udin.

Pak Resno dengan sigap mengambilkan sebotol plastik air dan menawarkannya ke Kanna. “Minum dulu mbak, tenangin diri trus cerita ada apaan, soalnya keliatannya mbak buru-buru nih,” katanya dengan mata masih jelalatan memandangi tubuh Kanna.

“Makasi, Pak,” Kanna meminum air yang ditawarkan. “Iya nih rada panas di sini.”

“Ada mbak, gimana gak makin panas,” gombal Udin.

“Ih bisa aja deh,” jawab Kanna genit.

Pak Sardi lalu menyambar, “Ngomong, kronologinyua gimana nih mbak?”

“Gini Pak, aku awalnya lagi tidur, terus berasa ada kayak yang gerayangin-gerayangin badanku gitu, trus pak aku kebangun aku liat pakaian-pakaian dalamku pada berserakan gitu.”

“Di-digerayangin gimana, neng?”

“Ih, bapak kayak nggak tau aja digerayangin itu gimana, ya di paha, pantat, dan ya… di area-area ahnn,” Kanna pura-pura menjatuhkan botol minum yang dia pegang, membuat airnya tumpah.

Kanan segera merangkak untuk mengambil botol minum, tetapi dia melakukannya dengan merendahkan tubuh agar pantatnya menungging dan juga menggoyangkan pinggulnya merangsang, “M-maaf pak, airnya jadi tumpah deh.”

Kelima laki-laki di pos ronda langsung terkejut melihat pantat Kanna yang ada tulisannya.

“Eh, neng, ini tato ya?” tanya si tukang kebun.

“Eh tato? Enggak aku enggak ada pernah bikin tato, di mana?” Kanna menggeliat menggoda.

“Ini neng, di sini,” si tukang kebun menunjuk paha dan pantat Kanna.

“Iiih, jangan-jangan maling pakaian dalamnya lagi yang nulis pas gerayangin aku,” Kanan bergoyang lebih cepat, membuatnya tampak makin menggoda di mata kelima laki-laki yang ada di ruangan itu. “Tulisannya apa, pak?”

“Maaf, neng,” si tukang kebun mencolek pantat kanna tepat di lokasi tulisan. “Ini di sini dibilang pantat semok.”

“Ah masa?” keempat yang lainnya langsung mendekat memandangi pantat Kanna. “Oh iya, gitu tulisannya.”

“Nakal banget, iih,” desah Kanna. Sensasi pantat dan memeknya dilihat dari dekat oleh lima orang yang relatif asing itu membuat memek Kanna menjadi lebih basah, mereka pasti bisa melihatnya. Selain itu, hembusan napas kelima orang itu terasa begitu menggelitik paha dan pantat kanna.

“Tapi pantatnya emang semok sih,” gombal udin.

“Ih, bisa aja deh <3,” desah Kanna menggeliat. “Ada tulisan lain nggak, pak?” lanjutnya sambil menyingkap kimononya naik dan membuka ikatannya.

“Wah ada nih.”

Kelima orang itu langsung sibuk mencari-cari tulisan di pinggul, paha, dan pantat kanna. Dengan dalih itu mereka juga memanfaatkan kesempatan untuk meraba-raba serta meremas pantat Kanna. Sesekali juga ada yang usil mencolek memek Kanna yang sudah sangat basah.

“Di pinggul ada tulisan ‘goyangan mantap’.”

“Ini di pahanya ada tulisan ‘mulus asoy’.”

“Di deket pantat nih ditulisin, ‘lubang nikmat no 2’.”

“Deket memek ditulisin, ‘masukin kontol gede’.”

“Kok ada tulisan ‘suka dientot rame-rame’?”

Semua itu membuat Kanna benar-benar tidak tahan. Belum lagi, mungkin karena dia bergoyang menggeliat dengan penuh menggoda, beberapa mulai berani memasukkan jemari mereka ke memek Kanna.

“Aaahn, <3, enggak bisa dihapus ya?”

“Wah enggak bisa neng, kyknya perlu air, mana air botol abis lagi.”

Kanna mendesah lagi. Sepertinya bapak-bapak itu juga menganggap tulisan di tubuhnya sangat menggoda.

“Hnn,” Kanna membalik badan napasnya sudah sangat berat. “K-kalo di depan ada?”

Kelima orang di sana langsung sumringah melihat tubuh Kanna dari depan dengan lingerie kimono sudah dibuka. “Wah ini ada tulisan ‘dikenyot aja’ sama ‘susu nikmat’ di toket, neng.”

“Sama…”

Mata mereka berlima melihat ke arah selangkanan Kanna, tempat tertulis kata-kata ‘Lonte’ dan ‘haus kontol gede’.

Kanna meremas-remas dadanya dan menatap mereka menggoda, nafsunya sudah di ubun-ubun. “Nakal banget deh ya yang nulis.”

“Tapi kok mbak jadi basah ya?” ledek udin dengan cengengesan.

Kanna tersenyum. Sedari tadi matanya menilai gundukan-gundukan di celana kelima orang itu dan memang sepertinya paling besar punya si tukang kebun.
“Habis, aku kan perlu bantuan buat hapus ini, tapi karena airnya abis,” dengan lihai dia membuka celana dan celana dalam si tukang kebun. Di luar dugaannya, ternyata dia salah lihat tadi. Kontol si tukang kebun memang tidak sepanjang tukang dengan kontol terbesar, tetapi kontolnya jelas lebih tebal mungkin nyaris setebal kontol aras saat Kanna pernah melihatnya dulu.

“Aku perlu peju bapak-bapak untuk bantu hapus, mhhmhm,” lanjutnya sambil menghisap kontol si tukang kebun.
“Ohh, neng, aah.”

Sementara si tukang kebun keenakan, yang lain langsung menyerbu tubuh Kanna. Pak Resno dan Erman menghisap dadanya sementara Udin dan Pak Sardi memainkan pantat dan memekya.

Udin yang memang sedari tadi sudah tidak tahan langsung membuka celana dan menggosokkan kontolnya ke memek Kanna. “Aduh, mbak basah banget deh, kayaknya siap masuk nih.”

Walau tidak sebesar si tukang kebun, kontol udin terasa panas dan urat2nya begitu nikmat menggosok memek Kanna. Karena Kanna hanya mengeluh sambil terus menyepong dan bergoyang makin semangat, Udin merasa dapat ijin.

“Saya duluan ya, bapak-bapak,” kata udin cengengesan saat mau memasukkan kontolnya.

Namun, Kanna mendadak melepaskan sepongannya, berbalik dan menjilat2 kontol Udin. “Jangan gitu dong, yang pertama ya,yang paling gede,” godanya sambil menggosokkan memek ke kontol tukang kebun.

Tanpa buang kesempatan, tukang kebun langsung memasukkan kontolnya perlahan ke memek Kanna. Panas, gesekan urat kontolnya, serta tebalnya kontol membuat Kanna yang memang sejak petang menahan nafsunya langsung menjerit dan bergetar akibat orgasme.

“Wah si eneng, seksi-seksi begini, baru masuk udah kalah aja, aaah remes terus neng,” kekeh si tukang kebun sambil mulai menggenjot tanpa memedulikan Kanna baru saja orgasme.

“H-habis enak banget dan tebel sih,” desah Kanna sambil berusaha menghisap lagi kontol Udin.

“Trus kontol kita-kita gimana dong?’ kelakar Pak Resno sambil menggosokkan kontolnya ke tubuh Kanna. Pak Sardi dan Erman juga melakukan hal sama.

“Kan ada lubang nikmat satu lagi sesuai tulisan.” desah Kanna.

“Tapi yang mana, mbak?” gurau Pak Sardi.

Kanna menggoyang pinggulnyan melirik pada Pak Resno. Dia menggigit bibir dna menggoda, “‘Hnn aah, yang paling gede di antara berempat tahu diri dong <3”

“Berarti saya dong,” kekeh Pak Resno.

Kanna mengangguk lalu mengulum kontol Pak Resnoi agar licin sambil mengocok kontol Udin. Setelah itu dia mengarahkan agar tukang kebun berbaring di lantai. Kanna langsung merodeo kontolnya sambil menungging dan menghisap kontok Udin. kedua tangannya mengosok kontol Pak Sardi dan Erman.Dengan lihai dia menggoyangkan pinggul untuk menggosok kontol Pak Resno yang sudah siap menyodok dari belakang.

“Haaaahn <3” Kanna menjerit lagi saat kontol Pak Resno masuk ke pantatnya. Dia langsung bergoyang-goyang sambil terus mendesah.

“Oh, enak banget pantatnya,” desah Pak Resno. “Bini saya, mah, enggak ada apa-apanya.”

“Ahn aah, T-tapi jangan dibilang ke bininya, ya, ntar aku dibilang aaahn, pelakor <3.”

“Dapet hadiah begini mah ngapain dicerita-ceritain, hn aah,” kekeh si tukang kebun sesaat sebelum kembali menghisap dada kanna dan terus menggenjot.
Posisi itu terus bertahan untuk beberapa saat sampai mendadak pak Resno menggelinjang. “Aaah aah, mbak, aaah,”

“Haaanm panaas, <3” Desah Kanna saat peju panas dari Pak Resno membahasi lubang pantatnya.

“Sekarang giliran saya dong,” kata Udin cengengesan, dia melepas kuluman Kanna, berdiri di belakangnyua dan menepuk pantat Kanna. “Tulisannya pada beneran nih, kayaknya,”

“Kyaah, e-enggak.”

“Ngaku!” Udin menampar pantat Kanna lagi.

“E-enggak.”

“Ngaku, lonte,” tampar udin makin keras. Hal itu membuat nafsu Kanna semakln meninggi. Pinggulnya bergoyang semangat.

“E-enggak salah lagi… <3”

“Enggak salah lagi apa?!”

Satu lagi tamparan dari udin ke pantat Kanna membuatnya benar-benar hilang akal.

"Enggak salah lagi aku lonteeeeeee <3" Kanna langsung bergoyang semangat menrodeo si tukang kebun. Di saat itu kontol tukang kebun pur berkedut-kedut dia juga akan keluar.

“Hnn aha, n-neng.”

“Aahn <3 aaahnnn <3 aaku hhmnmmmhp,”

Kanna tidak membiarkan tukang kebun berbicara lebih lanjut. Dia langsung melumat bibirnya saat mereka berdua menggelinjang karena mencapai puncak kenikmatan. Peju panas membanjiri liang nitmatnya, membuatnya menggelinjang lebih kuat karena keenakan.

“Wah kesempatan saya dong di memek,” kata Udin. “emang rejeki.”

Terengah-tengah, Kanna berbaring di atas si tukang kebun. Dengan mendesah dia berbisik ke tukang kebun, “Jangan bersuara ya, jawba pake kontol bapak, masih mau di memek?”

Kanna merasakan kedutan di kontol tukang kebun. Hal itu membuatnya senang bukan kepalang. Dia berbisik lagi, “Pokoknya malam ini aku maunya kontol bapak aja di memekku, biar yang lain menikmati hal lain.”

Kata-kata itu langsung membuat kontol si tukang kebun mengeras dan siap tempur lagi.

“Bangun lonte,” seru Udin seraya menampar pantat Kanna lagi. “Waktunya giliran di memek, kan?”

Tamparan di pantat dan kontol si tukang kebun langsung membuat Kanna menjerit keenakan, “Aaahn, gi-gi-gimana mau giliran kalau ini yang di memek aja belum keluar-keluar padahal aku udah kalah dua kali <3”

“Aaah, sama memek seenak neng sih, mustahil enggak makin semangat.”

“Wah pasti curang nih,” Udin memprotes.

“Haanh, enggak kok <3”

“Yang bener, mbak? Giliran saya kan di memek sekarang?”

“Hnn <3” Kanna bergoyang. Dia meremas-remas dadanya sendiri. Matanya menatap Udin penuh nafsu sembari menggigit bibir sendiri. “Kenapa harus di memek, aah naaahn <3?” Kanna menjilat bibir, matanya memandangi kontol udin. Walau terus bergoyang, Kanna menungging. Satu tangannya membuka lubang pantatnya yang sudah basah oleh peju Pak Resno.

“Aaahn, emangnya, pantatku enggak aah aah, kelihatan lebih enak dari memekku? <3”
Godaan itu berhasil, Udin tanpa ragu langsung menggenjot pantat Kanna dengan ganas, “Dasar lonte!”

“Hnn aah aah, iyah, aku emang lonte <3.”

Semangat Udin dan tukang kebun membuat Kanna bergoyang makin ganas. Pak Sardi pun tidak mau ketinggalan dan langsung menyodorkan kontolnya ke mulut Kanna yang langsung melahapnya semangat. Sementara itu hanya Erman yang masih cuma dikocok.

Udin bertahan jauh lebih lama daripada Pak Resno. Dia menggoyang Kanna serta terus menampar pantat Kanna selama sekitar 20 menit sebelum akhirnya mengerang. “Aah, makan nih peju,”

“Aahn, yang banyak,” Kanna meremas kontol Udin dengan pantatnya sebelum menarik keluar kontol udin, membuat sebagian pejunya keluar di dalam dan sebagian lagi membasahi pantat dan pinggulnya.

“Haanh <3 banyak banget <3,” Kanna menggeliat, jemarinya mengusap-usap peju Udin di pantatnya, membuat Pak Resno, Erman, dan Pak Sadri melongo.

“Wah kalo gini, saya keras lagi nih,” kata Pak Resno sumringah.

“Iiih <3, Giliran dong, pak, Taoi hnn b-boleh kok lagi, asal aaahn <3 genjotnya lebih semangat la-gi,” desah Kanna saat Pas Resno menggosokkan kontolnya ke pantat Kanna sebelum kembali melahap kontol Pak Sadri dengan rakus.

“Ohh, mbak kalo gini saya nggak bakal sempat, aaaah.”
Kontol Pak Sadri berkedut. Kanna langsung melepaskan isapannya dan mengocok kontolnya. “Kyaah <3” jerit Kanna saat peju Pak Sadri membasahi wajah dan rambut Kanna.

“Tuh dia KO, hahaha,” ledek Pak Resno.

“Haha, nggak kuat nih, pak, mulutnya afdol banget ngisepnya.”

“Ih bapak-bapak bisa aj-- aaaah <3”
Pak Resno dan tukag kebun mendadak menggenjot Kanna lebih kuat, membuatnya keenakan. Erman tidak memprotes Pak Resno yang kembali mengambil jatah dan menggosokkan kontolnya ke muka Kanna sebagai pertanda minta disepong.

Kanna tidak sedikitpun menolak dan langsung melahap kontol Erman. Setiap lubangnya kini kembali dipenuhi kenjantanan yang bernafsu menikmati tubuh indahnya.

Setelah cukup lama bergoyang penuh gairah, Pak Resno dan tukang kebun mengerang. Kanna juga merasakan gairahnya memuncak. Dia melepas hisapan ke kontol erman dan mencium si tukang kebun sambil bergoyang lebih cepat. Tidak lama kemudian mereka bertiga menggelinjang. Peju panas kembali membasahi memek Kanna. Tetapi, kali ini Pak Resno membasahi pantat Kanna dengan lebih banyak peju.

“Hnnn lagi, dong <3” desah kanna berbisik pada si tukang kebun saat tubuhnya kembali ambruk ke atas badan si tukang kebun.

“Karena kontol saya kayaknya paling kecil, mungkin muat nih,” kata Erman yang sudah memposisikan dirinya di belakang Kanna.

“Ohhh aaaaah!! <3 <3” Kanna menjeri saat Erman memasukkan kontolnya tanpa membiarkan dirinya beristirahat lama. Namun, yang membuatnya keenakan bukan cuma itu, tetapi karena Erman memasukkan kontolnya ke memek Kanna.

“Aaah <3, yes, yes, enaaak <3” desah Kanna bergoyang. Di saat itu kontol si tukang kebun juga mengeras dan membuat memek Kanna terasa lebih sesak. Pikiran Kanna mengabur menikmati semua itu. Di tengah kenikmatannya, dia merasakan seperti ada yang memasukkan kontolnya kepantat Kanna, tetapi dia sudah tidak peduli lagi itu kontol dan terus bergoyang.

Desahan dan lenguhan Kanna mengisi ruang kecil pos ronda itu. Entah berapa kali dia orgasme saat dimasuki ketiga kontol itu. Yang jelas, dia kembali orgasme saat mereka bertiga akhirnya mengeluarkan peju mereka ke tubuh Kanna.

Amoy seksi itu berbaring terengah-engah di atas tikar yang diambilkan oleh Pak Sadri. Kini giliran Pak Sadri menyetubuhinya, tetapi Kanna tidak peduli lagi. Dia sudah lupa dengan permintaannya ke tukang kebun tadi. Dia hanya bisa menikmati Pak Sadri, Erman, dan tukang kebun yang menyetubuhinya bergiliran sampai dia tertidur.
Kanna terbangun sekitar pukul lima pagi. Kelima orang yang menikmati tubuhnya masih terlelap di pos ronda. Kanna hanya bisa tersenyum puas melihat bagaimana mereka begitu hebat menyetubuhi dirinya tadi malam.

Si tukang kebun setengah bangun melihat Kanna memakai kembali lingerie kimononya. Dia mencium si tukang kebun dan berbisik, “Bapak boleh ‘ronda’ ke tempatku kapan aja <3.”

“Siap, neng,” jawab si tukang kebun sumringah sebelum kembali tertidur.

Kanna hanya bisa senyum-senyum saja melihat bagaimana lelahnya kelima laki-laki itu. Tetapi setidaknya mereka sudah memberikan pengalaman yang luar biasa baginya. Di saat mencapai rumah, Kanna melihat sosok familiar sudah menunggu di depan pagar.

“Lho, pagi banget bapak datengnya <3,” sapa Kanna genit.

“Kan udah dibilang, saya bakal datang sepagi mungkin,” kata si tukang pembuat kolam dnegan kontol terbesar. Hanya ada dia sekarang, rekan-rekannya belum datang.

“Non, dari mana nih?”

“Kenapa, cemburu?”

“Ya enggak penasaran aja, soalnya kok kayak habis ‘pesta’.”

“Ahn, engak pesta kok,” kata Kanna memersilahkan si tukang kolam masuk lalu mengunci pagar. Dia melirik gundukan di selangkangan tukang kolam. Sembari mencium tukang itu, tangannya dengan lihai menurunkan celana si tukang kolam.

Kanna menggigit bibir lalu berbalik badan. Dia menungging dengan bertumpu pada kap mobil. Tangannya meyingkap bagian bawah lingerie kimononya, memamerkan memek dan pantatnya yang sudah dikotori kemarin malam dan tadi pagi.

“Enggak ada pesta, cuma pemanasan buat kontol gede ini <3”

“Hnn aah aah <3 gitu dong, <3 k-kasi aku sarapan sosis enak, hnn aaah <3”


-----------------------

Gimana suhu2? apakah cukup hot?

kira-kira bagian mana menurut para suhu yang paling hot nih di side story kali ini?

next part mau side story lagi apa balik aras nih?

Suhu-suhu yang sudah bantu like dan comment sangat highly appreciated :ampun:
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd