Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Karma.Masa Lalu

User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Chapter 32

"Kamu aneh..!" kata Dina jengkel melihat Wulan seperti menyembunyikan sesuatu darinya.

"Aneh kenapa?" tanya Wulan tidak berhasil menyembunyikan senyumnya karena rencana yang sudah disusunnya berhasil. Tidak sia sia memata matai Wulan selama dua minggu. Mendiang Budhe Lilis selalu mengajarinya untuk mengenali orang orang yang berada di sekeliling terutam orang yang berpotensi menjadi musuh. Dengan mengenalinya kita akan mudah menghancurkannya dan apa yang diajarkan mendiang Budhe Lilis berhasil dipraktekannya dengan gemilang.

"Dari tadi kamu terus senyum, tapi aku gak tau apa yang bikin kamu senyum senyum sendiri begitu. Itukan aneh..!" jawab Dina. Selama ini nyaris tidak ada rahasia di antara mereka, tapi sejak kehadiran Satria dalam hidup mereka, mulai muncul rahasia demi rahasia di antara mereka.

"Kamu lebih aneh lagi." Kata Wulan masih tetap rebahan di atas spring bed yang membuat tubuhnya terasa nyaman. Ya, hanya tubuhnya yang terasa nyaman. Sedangkan hatinya terbakar cemburu membayangkan Satria sedang melakukan ritual dengan kakaknya dan dia tidak berdaya menghalanginya.

"Aku lebih aneh kenap?" tanya Dina heran. Sepertinya tidak ada yang aneh lada dirinya.

"Iya, ngebuntutin Satria dengan Syifa." jawab Wulan cuek. Perutnya kembali mual dan ingin muntah, tanpa bicara Wulan berlari ke watafel meninggalkan Dina yang menatapnya penuh rasa hawatir.

"Kamu dari tadi muntah muntah mulu, kamu lagi hamil, ya?" tanya Dina.

Wulan tidak menggubris pertanyaan Dina, dia tidak berani membuka mulut, takut muntahnya mengotori lantai yang bersih. Dalam keadaan begini Wulan berubah jadi pemalas. Bahkan untuk mandi saja harus memaksakan diri. Sesuatu yang wajar menurut cerita teman temanya yang pernah mengalami hamil muda.

*******

Dina penasaran mengambil HP yang ditinggalkan Wulan, chat apa yang membuatnya tersenyum sendiri seperti orang gila. Sayang hp Wulan terkunci dan dia tidak mengetahui isinya, rasa penasaran menggantung tidak jelas.

Selalu saja ada tabir rahasia yang menghalangi mereka sejak kehadiran Satria dalam hidup mereka. Persahabatan yang terjalin sejak mereka kecil, persahabatan tanpa batas kini terhalang oleh sebuah dinding yang tidak terlihat mata. Kenapa harus ada Satria dan kenapa harus jatuh cinta pada Satria?

Dina menarik nafas panjang beranjak dari spring bed, keluar menemui Wulan berpamitan. Dina bingung mau ke mana, kuliah sudah mulai membosankan. Mencari hiburan adalah pilihat terbaik, tapi harus ke mana?

"Lan, aku pulang ya..!" Dina berpamutan, dia tidak berniat menolong Wulan yang berusaha memuntahkan isi dalam perutnya. Hanya sebuah anggukan kecil tanpa menoleh ke arahnya. Dina tersenyum sinis meninggalkan Wulan.

"Mau ke mana, Teh Dina?" tanya Sri yang melihat Dina berjqlan seperti orang bingung.

"Mau pulang, Teh..!" jawab Dina berusaha memamerkan senyum termanisnya. Senyum yang terasa hambar karena dilakukan dengan terpaksa.

Dina meninggalkan rumah Wulan tanpa tahu mau ke mana. Saat melintah di sebual Mall, Dina memarkirkan motornya ke area parkir. Mau apa juga ke Mall, pikir Dina. Tapi ini lebih baik dari pada tidak tahu harus ke mana. Dina berjalan memasuki Mall ke bazar makanan dan duduk di sana tanpa memesan makanan.

"Dina..!" tegur seseorang mengagetkannya. Seorang pemuda tampan berdiri di hadapannya membawa baki makanan.

"Iya..?" jawab Dina heran. Dia seperti pernah bertemu dengan pemuda ini tapi di mana.

"Saya Eko, kita pernah bertemu sekali di RS dan sekali di pemakaman Bu Lilis." kata pemuda yang mengaku bernama Eko. Perlahan ingatannya pulih, Dina ingat dengan pria berseragam polisi yang mengajukan beberapa pertanyaan sewaktu Bu Lilis meninggal di RS. Penampilannya tanpa seragam membuat Dina tidak langsung mengenalinya.

"Boleh saya duduk?" tanya Eko sekedar basa basi. Tempat ini diperuntukkan untuk pembeli sedangkan sejak Dina duduk di tempat ini belum memesan apa apa.

"Tentu kamu lebih berhak duduk di tempat ini dibandingkan aku." jawab Dina tersenyum malu.

"Sendirian saja? Mau aku pesankan makanan?" tanya Eko sambil meletakkan makanan di meja, Eko tetap berdiri seperti menunggu perintah.

"Kamu sudah lihatkan? Yidak lerlu, terimakasih." jawab Dina ketus. Ketenangannya terganggu dengan kehadiran Eko.

"Pesanlah, minuman misalnya, sebelum kamu diusir security karena hanya duduk duduk mengganggu pembeli lain." kata Eko memaksa dan untuk pertama kali Dina tertawa geli membayangkan dirknya diusir security karena telah mensabotase hak pembeli lainnya yang mau duduk.

"Oke, aku pesan kola dan stick kentang." jawab Dina sambil mengambil dompetnya. Saat selembar uang berwarna merah mau diberikan ke Eko, pemjda itu sudah mengantri membeli pesanan Dina. Dina mengangkat bahu dan memasukkan uangnya ke tempatnya. Agak lama Eko mengantri. Ahirnya pemuda itu kwmbali dengan membawa pesanan Dina dan meletakkannya di hadapan Dina.

"Kamu gak takut di culik, malam malam keluyuran?" tanya Eko melai menyantap makanannya.

"Kamu pikir aku anak kecil yang takut diculik? Sekarang baru jam dellapan, belum terlalu malam." jawab Dina. Matanya memperhatikan Eko yang makan dengan cepat, makanan yang masuk ke dalam mulutnya seperti tidak dikunyah sama sekali.

"Kamu aneh lihat cara makaanku? Kebiasaan saat masih jadi Taruna Akpol." Eko tertawa geli melihat Dina yang heran melihat cara makannya.

"Tapi.sekarang kamu sudah lulus, belajarlah makan dengan cara yang beradab." kata Dina tersenyum lucu melihat wajah Eko yang merasa tidak bersalah dengan cara makannya seperti orang yang kelaparan.

"Berarti cara makanku ini cara orang orang primitif?" tanya Eko sambil mempermainkan raut wajahnya meniru gaya orang orang primitif di fil film. Tanpa dapat dutahan, Dina tertawa terbahak bahak melihat mimik wajah Eko.

"Aneh, kamu perwira polisi, tapi ternyata kamu lucu." kata Dina, kekeruhan hatinya dalam sekejap hilang.

*††*****

"Kita pulang, nanti ayahku marah kalau aku pulang terlalu malam." ajak Syifa beranjak dari atas spring bed. Gerakannha tertahan oleh tangan Irfan yang menarik pergelangannya membuat Syifa terjatuh ke dalam pelukan Irfab yang sangat bernafsu menciumi wajahnya yang cantik.

"Setan, jangan kurang ajar kamu..!" teriak Syifa berusaha melepaskan diri dari Irfan. Tapi kalah tenaga.

"Aku sudah minta ijin ke ayahmu. Aku masih pengen ngentotin kamu..!" bisik Irfan tidak memperdulikan rontaannya.

"Gak mau, aku gak mau kamu entot lagi...!" jawab Syifa sambil menangisi nasibnya yang buruk.

"Jangan munafik, tadi kamu menikmatinyakan?" ledek Irfan membuat tangisan Syifa semakin kencang. Untung saja dinding kamar kedap suara. Kalau tidak tangisan Syifa akan terdengar hingga luar.

"Tolong, cukup sekali...!" Syifa merintih putus asa. Payudarnya yang cukup besar diremas dengan kasar oleh Irfan yang belum merasa puas menikmati tubuh indahnya.

"Sekali lagi, setelah itu aku tidak akan mengganggumu." jawab Irfan merasa diatas angin.

Syifa menangis terisak payudaranya dihisap dengan rakusnya oleh bajingan itu. Memeknya tidam luput dari jamahan su brengsek. Menangis hanya akan menunjukkan kelemahannya, Syifa berusaha untuk tegar. Berusaha sekeras yang dia mampu untuk menghentikan tangisnya.

"Kamu bajingan...!" Syifa memaki, suaranya terdengar lirih seperti datang dari tempat yang sangat jauh. Suara yang keluar dari lubuk hatinya yang terdalam.

"Jangan munafik, tadi kamu menikmatinya." jawab Irfan tidak perduli dengan rontaan Syifa yang semakin lemah dan ahirnya berhenti sama sekali. Menyerah kalah dengan nafsu bejad Irfan.

Syifa pasrah saat wajah Irfan terbenam ke selangkangannya, menjilati memek indahnya yang seharusnya menjadi milik suaminya. Tapi nasib berkata lain, memeknya malah dinikmati seorang bajingan. Ingin rasanya Syifa pingsan agar bisa melewati detik detik pelecehan yang sedang terjadi. Tapi kalau dia pingsan, Irfan akan dengan leluasa akan menaburkan benihnya di rahimnya. Tidak, it tidak boleh terjadi. Dia harus kuat dan tetap sadar agar Irfan memakai kondom yang dicuri dari gudang tempat kerjanya. Hanya hal itulah yang membuat Syifa tetap sadar menjalani semua siksaan dan pelecehan yang dialaminya.

"Pake kondom..!"Syifa mengingatkan Irfan yang mulai merangkak di atas tubuhnya siap menyodok memekya yang belum basah. Pasti akan terasa sakit. Rasanya berbeda dengan tadi, Syifa masih lebih menikmati yang pertam dibandingkan yang ke dua ini. Dia tidak bisa membayangkan Satria.

Enakan gak pake Kondom, jangan hawatir, kalau kamu hamil, aku akan bertanggung jawab." jawab Irfan sambil mengesek gesekkan kontolnya dibelahan memek Syifa agar menjadi basah.

"Pake kondom !" jerut Syifa berusaha mendorong Irfan dari atas tubuhnya sebelum kontol Irfan menerobos memeknya.

Tapi kali ini Irfan sudah bersiap, tangannya ditepiskan sehingga Irfan terjatuh diatas tubuh Syifa dan memeluk Syifa dengan keras membuat Syifa tidak bisa bergerak dan pada saat itulah kontol Irfan menerobos memeknya.

"Anjing lu, Fan...!" maki Syifa, rasa sakit pada memeknya tidak seberapa dibandingkan rasa takut hamil.

Seperti tidak perduli dengan Makian Syifa, Irfan terus memompa memeknya yang mulai basah, setidaknya itu bisa mengurangi rasa sakitnya. Syifa tahu, tidak ada gunanya terus melawan hanya akan membuatnya semakin terpuruk. Rasa yang diterimanya akan menjadi berlipat. Rasa sakit di hatinya dan juga sakit di memeknya.

Syifa menyerah, memanggil nama Satria dalam hati, meminta pertolongan pada pria yang dicintainya. Inilah pengorbanan untuk pria yang dicintainya, pengorbanan tanpa batas.

"Satria, aku mencintaimu...!" Wulan memanggil nama Satria, berharap yang sedang memompa memeknya adalah Satria, bwnih Satria lah yang akan membuahi rahimnya.

"Yang lagi ngentotin kamu itu gue, Irfan. Dengar, gue Irfan." jawab Irfan yang swmakin beringas memompa memeknya.

"Yerussss, Sat...! Entot memek Syifa, nikmat sekali kontolmu...!"/Syifa memejamkan natanya, Satria terasa begitu nyata. Apakah dia mulai kehilangan akal sehatnya? Tidak, inilah cara untuk menghilangkan rasa sakitnya. Inilah cara untuk mengilangkan penderitaannya.

"Monyet, kuping lu udah budek. Gue Irfan..!" jawab Irfan semakin kesetanan memompa memek Syifa yang semakin banjir oleh cairan birahi.

"Hamili aku, Satt..!" Syifa merintih mencapai orgasmenya. Tangannya mencengkeram sprei.

"Gilaaaa, memeklu ennnnak, gueee kelllluar..!" Irfan benghujamkan kontolnya, menyemburkan pejuhnya untuk ke dua kalinya. Kali ini pejuhnya tertumpah di mulut rahim Syifa.

******

Sudah jam 9, kamu gak pulang?" tanya Eko membuat Dina melihat ke arah jam tangannya. Benar, sudah jam 9 malam. Waktu berlalu begutu cepat, Dko bisa membuat suasana menjadi ceria dengan ocehannya yang memancing tawa.

"Iya, kalau kemalaman aku bisa gak dikasih pintu." Dina tersenyum dan mendahului bangun dari kursi yang sudah didudukinya selama satu jam.

"Aku antara kamu pulang, ya?" Eko menawari Dina mengantarnya pulang.

"Aku bawa motor." jawab Dina tersenyum. Entah menapa dia jadi hobi senyum, padahal selama ini orang mengenalnya sebagai gadis jutek.

"Och....!" sebuah kata tanpa makna meluncur dari bibirnya yang menjadi moyong saat mengucapkan kata itu dan kembali Dina tertawa geli melihat mimik wajah Eko.

"Nomer hp kamu berapa? Siapa tahu aku butuh bantuan seorang polisi ?" tanya Dina tidak bisa menahan gengsinya.

"Nomer kamu saja, siapa tahu aku butuh guide untuk keliling Kota Bogor..!" jawab Eko tidak mau kalah. Sebuah cara elegant untuk menutupi rasa malu Dina.

"Boleh, nomerku 08xx xxxx xxxx.!" Dina mengeja nomernya. Dengan kecepatan jari yang mengagumkan Eko mencatat nomer Dina di hp. Eko langsung mencobanya dan benar. Eko mengiringi langkah Dina ke area parkir.

Sesampainya di area parkir, Dina terbelalak kaget melihat seorang wanita yang sangat mirip dengan Lilis berdiri tidak jauh dari tempatnya. Wanita yang mirip Lilis masuk ke dalam mobil mewah berwarna merah. Warna favorite Lilis.

"Bu Lilis, berhenti...!" teriak Eko berusaha mengejar mobil yang melintas di hadapan mereka.

Bersambung
 
Lilis lebih licin dari belut dan dan h sakti dari kucing, nyawanya lebih dari sembilan.

Mudah2an Syifa hamil dan anaknya gak jelas anak siapa, Satria atau Irfan.

Dina kepincut Eko, berakhir di ranjang dan hamil. Ternyata Eko itu anak Jalu dari Heny. Yes, jadi incest deh...:klove:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd