Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Kau Cantik Hari Ini

Siapa kah yang bakalan dipilih Indra??

  • Rosi Wahyuni

    Votes: 64 34,8%
  • Afni Pratiwi

    Votes: 5 2,7%
  • Rima Mulyadi

    Votes: 2 1,1%
  • Deanda Putri

    Votes: 2 1,1%
  • Via Wulandari

    Votes: 0 0,0%
  • Poligami

    Votes: 111 60,3%

  • Total voters
    184
  • Poll closed .
UPDATE 25

65bfc3508135227.jpg

Ade Indra Putra

98ff98517865449.jpg

Afni Pratiwi



“Emang mau kemana sih? Pake tutup mata pula?”
“Tugas kamu Cuma duduk manis dan ikuti kataku.”
“Udah malam lho Ndra.”
“Katanya kamu percaya sama lelaki pilihanmu.”


Afni yang hanya menuruti kataku itu tak tahu kalau ini adalah kejutan untuknya di hari anniversary kami. Matanya sengaja ku tutup dengan kain hitam dan ku bimbing Afni menuju mobil yang sengaja ku rental untuk semua ini.

“Ini kita kemana Ndra?”
“Ke hatimu”
“Gombal ah. Kok pake mobil segala? Mobil siapa?”
“Ntar aku jelasin.”
“Kamarku kan belum dikunci Ndra?”
“Udah aku titip sama adek kos mu yang pakai pagar dimulutnya itu.”
“Dewi ya?”
“Iya Dewi.”


Aku yang sengaja menyiapkan ini semua karena dia lah cinta pertamaku. Bersama Afni lah aku merasakan untuk pertama kalinya apa itu Cinta. Aku mengandarai mobil di jalanan yang sepi di kota Padang ini karena hampir tengah malam menuju suatu tempat yang sebelumnya sudah aku persiapkan. Suatu tempat favorit anak muda di kota ini untuk bersenda gurau. Namun, karena masih kentalnya budaya di ranah ini, menyebabkan dilarangnya berpacaran setelah bumi laut menelan matahari. Aku yang mempunyai kenalan pemuda di tempat ini menyebabkan aku bisa melancarkan misi ini.

“Aku penasaran lho Ndra, kita kemana sih”
“Kamu percaya aku kan Ni?”
“Kalau aku gak percaya kamu, gak mungkin aku mau diculik jam segini Ndra.”
“Insyaallah aku bisa dipercaya Ni. Penutup matanya jangan dibuka kalau udah aku suruh ya Ni.”
“Iya sayang”
“Apaan?”
“Iya sayaaaaaaaaaaaaang.”


Entah kenapa senang sekali kalau Afni panggil aku dengan kata sayang tersebut. Mungkin hal itu ia lakukan hanya sesekali. Sesampainya di tempat tujuan, yakninya jajaran pantai yang menghadap langsung ke Samudra Hindia yang dinamakan warga setempat dengan Taplau (Tapi Lauik), aku langsung keluar mobil tanpa mematikan mesinnya tanpa mengeluarkan suara sedikitpun. Aku tinggalkan Afni di dalam mobil sendirian, yang sebelumnya sudah aku parkirkan mobil itu di tepi bibir pantai dengan posisi membelakangi laut. Sayup ku dengar Afni mulai panik karena mobil tidak berjalan lagi.

“Ndraaa…. Sayaaannggg. Kamu dimana?”
“Ndraa.. aku udah boleh buka penutup ini gak?”
“Ndraaaa… kamu dimana? Aku takut ini”


Aku yang hanya diam mendengarkan pertanyaannya mempersiapkan kejutan selanjutnya. Aku menghubungi pemuda yang kukenal untuk mengerjai Afni seadanya sambil aku duduk di belakang mobil tanpa kelihatan oleh Afni dengan memegang gitar yang telah aku persiapkan. Tak berapa lama, aku dengar ada yang mengetuk kaca mobil bagian pengemudi dan aku sedikit mengintip untuk memastikan misi ini berjalan.

Tok Tok Tok

“Kak, Kaakkk, Kaakkk” seru pemuda itu mulai membuat Afni panik.
“Ndraaaaa….. siapa ituuuuu?”


Kulihat Afni mulai panik dengan kedatangan 2 pemuda tersebut. Ia membuka penutup matanya dan terkejut dengan 2 pemuda yang kelihatan seperti preman itu. Lalu keluar dengan sedikit gemeteran.

“Ado apo bang?” (Ada apa bang?)
“Kakak ndak buliah parkir siko do kak.” (Kakak gak boleh parkir di sini)
“Maaf bang, wak ndak tau” (Maaf bang, saya gak tahu)
“Kini, ancak akak pai lai. Lah malam kak.” (Sekarang, lebih baik kakak pergi. Ini sudah malam kak)
“Wak tadi kamari samo pacar awak bang.” (Saya tadi kesini sama pacar saya bang)


Jreeeeengggg….

Lama sudah tak kulihat,
Kau yang dulu ku mau,

Aku yang menyudahi kepanikan Afni menyanyikan lagu itu dengan suara lantang. Sontak ketiga orang itu berjalan ke arahku. Tampak wajah Afni yang cemas dengan wajah kedua pemuda itu tersenyum karena sudah mengetahui apa yang akan aku perbuat. Langsung Afni yang datang menghampiriku memegang lenganku dengan masih ketakutan akan kedua pemuda ini. Aku langsung memberhentikan nyanyiku untuk berbicara dengan pemuda tersebut.

“Manga nyo da?” (Kenapa dia bang?) tanyaku ke pemuda itu tanpa ada rasa bersalah.
“Inyo parkir disiko, ndak buliah disiko parkir do, masih juo parkir. Apolai lah malam. Manga nyo surang surang kalua, padusi lo lai. Ngecek an samo pacarnyo lo tu.” (Dia parkir disini, yang dilarang parkir. Apalagi ini udah malam, gak baik cewek keluar malam. Ngakunya pergi sama cowoknya, tapi sendirian aja kelihatannya) terang pemuda itu tanpa ada spasi sedikitpun.
“Hahahahaha.. alah da.. beko nangih cewek wak beko da. Lah balinang mato nyo tu. Makasih yo da. Makasih sadonyo, izin nyo.” (Hahahahaha.. sudah bang, ntar nangis cewekku ini, tuh lihat matanya udah berlinang si air mata. Makasih ya bang, atas izinnya juga)


Aku yang sudah kasihan dengan Afni yang sudah ketakutan ini menyudahi scenario ini. Afni yang masih memegang lenganku saat pemuda “bayaran” itu telah pergi, masih dengan suasana cemasnya.

“Sudaaaahhh.. Maafin aku ya.” Kataku menenangkan Afni
“Hikkksssss.. hikkkksssss..”
“Kan nangis. Maaf sayang.”
“Kamu tau gak Ndra, aku cemas, takut. Kamu kan tau kalau aku gak pernah keluar selarut ini.”
“Iyaaaa.. maaaf ya sayang.”
“Karena kamu aja aku berani keluar. Tapi malah kamu ngerjain akuuu. Hikksss hikksss”
“Maaf maaf. Aku janji, aku berusaha hanya di perayaan hari jadian kita ini kamu menangis. Aku janji gak akan buat kamu menangis lagi.” Kataku
“Jadi kamu rencanain ini semua demi perayaan jadian kita?”
“Hmmm… hmmmm..”
“Aku gak ingat lho kalau ini hari ini jadian kita”
“Hahaha… hari ini aku nembak kamu, tapi seminggu setelah itu baru kamu jawab.”


***

“Ayo Ndra, buruan. Pake jaket aku dulu ya. Nih. Aku gak mau kamu masuk angin kek dulu lagi.”

Afni mengembalikanku ke dunia sekarang. Ya, aku mengingat kembali dimana aku memberanikan diri untuk membawa dia keluar larut malam untuk pertama kalinya. Afni seorang anak yang akademis sekali. Tiada semester yang ia lalui tanpa kebanggan dari ayah ibunya saat pengambilan rapor. Afni lah seorang legenda di SMA ku dulu. Hampir semua penghargaan dan perlombaan yang ia dapatkan. Dan aku bangga pernah menjadi kekasihnya. Bahkan sampai malam ini tiada kata putus dari kami berdua, walau sudah 2 tahun ini aku tidak pernah jalan, bahkan komunikasi dengannya.

“Kok kamu banyak ngelamun sekarang Ndra?”
“eh iya.. apa kamu gak apa keluar malam-malam?”
“Kan sama kamu, kamu kan bakalan jagain aku. Walau mengerjaiku, tapi itu malam yang gak akan aku lupa.”
“Hmmm…”
“Lagian, aku gak pernah keluar lagi setelah malam itu kok, selain tugas di rumah sakit ya”
“Kenapa?” tanyaku
“Karna aku gak pergi sama kamu.”

Kembali aku terdiam dengan apa yang dia katakan. Afni yang selalu membuat aku senang kalau mendengar semua itu dari mulutnya. Namun, sekarang semua berubah dengan kondisiku sekarang yang tak bisa meninggalkan Bella lagi, mungkin juga efek Rosi yang sudah melihatkan sifat lembutnya.

“Kan, kamu kebanyakan diamnya sekarang Ndra. Apa perasaanmu juga berubah ya Ndra?”
“Aku boleh Tanya sesuatu Ni?”
“Apaan?”
“Tapi kamu janji jawab dengan jujur ya.”
“Iyaaa”
“Kenapa kamu yakin kalau aku masih sayang sama kamu.?”
“Maksudnya?”
“Kan udah janji tadi bakalan jawab jujur.”
“Hufffttt… karena aku yakin dengan orang yang mau berubah jadi lebih baik saat dia bersamaku. Dan kamu melakukan itu semua Ndra. Sebelum aku dipindahkan ke Pasuruan ini, aku tahu apa yang kamu lakukan semuanya. Kamu tiap weekend nginap di rumah Rosi, bela belaan jemput Rosi ke kampus, jemput Bella juga, sampai sampai Lebaran kemaren kamu di Garut.”
“Haaaa??? Darimana kamu tau?”
“Aku ingin membuktikan sendiri daripada aku tak percaya kalau pilihanku itu salah.”

Lagi.. Lagi aku terdiam dengan apa yang Afni katakan. Dia mengetahui semuanya? Apakah ia mengetahui kalau aku sama Rosi sudah… ahhh… apa lagi ini yang terjadi. Aku dihadapkan dengan suatu kondisi dimana aku bisa memastikan, kalau tak akan ada orang yang bisa berfikir jernih dengan ini.

“Aku lebih baik cari tahu, dibandingkan aku dengar kamu bohong Ndra. kamu kan tahu kalau aku tidak suka yang namanya bohong.”
“Kenapa kamu bohong ke Abak sama amak lebaran kemaren?”
“Aku gak bohong ya. Kan kamu sehari sebelum lebaran masih tugas kan? Tugas di Garut?”

Berarti Afni tidak mengetahui secara mendalam apa yang terjadi padaku selama ini. Apakah ini momen untuk aku bicara padanya? Tapi malam ini sangat spesial baginya. Karena aku mengingat, hari ini lah aku mendapatkan jawaban darinya. Tepat satu minggu setelah aku menembaknya dengan menyanyikan lagu itu di tengah lapangan saat classmeeting. Aku ingat itu.

“Kamu ingat tanggal ini?” tanyaku
“Aku gak mau melakukan kesalahan yang sama di malam itu. Aku gak mau kalau kamu kecewa. Aku yang hanya hafal ilmu tapi tidak mengingat hal hal yang penting buat orang yang aku sayang.”

Entah berapa kali aku terdiam dengan apa yang Afni jawab. Terdiam kaku tak tahu apa yang akan dijawab dan apa yang akan dilakukan kedepannya. Apalagi sebatang rokok gak bisa menemaniku saat ini. Terpaksa aku yang telah memakai jaket khas cewek berwarna orange warna kesukaannya itu mengambil gitar untuk menenangkan pikiranku sejenak. Aku keluar dari mobil membawa gitar, dan duduk di “bibir” mobil menghadap ke pantai.

Masih ku merasa angkuh
Terbangkan anganku jauh
Langit kan menangkapku
Walau ku terjatuh


Dan bila semua tercipta
Hanya untukku merasakan
Semua yang tercipta
Hampa hidup terasa


Lelah tatapku mencari
Hati untukku membagi
Menemani langkahku namun tak berarti


Dan bila semua tercipta
Tanpa harus ku merasakan
Cinta yang tersisa
Hampa hidup terasa


Bagai bintang di surga
Dan seluruh warna
Dan kasih yang setia
Dan cahaya nyata


Oh bintang di surga
Berikan cerita
Dan kasih yang setia
Dan cahaya nyata.
 
Baru slesai baca ... haha

Susah untuk milih di antara 2 org cewek.

Menunggu aja semoga endingnya milih salah satu, tanpa eliminasi(meninggal)

Tp kl endingnya mau poligami juga gpp ..

Enak penyampaian ceritanya .. mantapp
 
Afni udah tau semuanya dan masih tetep begitu ya
Dikasih sepik sepik alasan dikit juga kayaknya udh mau tuh poligami
Berbagi itu indah
Hihihi
 
Jarang2 komen nih suhu.. Ceritanya wajib d lanjut.. Klo g d lanjut... Hhhmmmmm...
 
Update 26

65bfc3508135227.jpg

Ade Indra Putra

4656c8508146733.jpg

Rosi Wahyuni

98ff98517865449.jpg

Afni Pratiwi

fa6f37512782436.jpg

Bella Wahyuni

c421f9516544868.jpg

Rima Mulyadi



Sekarang aku sudah berada di bus yang membawa aku sama Rima kembali ke Surabaya untuk melanjutkan perjalanan ke Jakarta. Sekembali dari “perjalanan” semalam bersama Afni, yang sudah menunjukkan pukul 5 shubuh membuat aku sekarang merasakan kantuk yang sangat.

“Kamu kok keliatan capek kali Ndra?” Tanya Rima
“Aku gak bisa tidur semalam Rim” jawabku bohong.
“Trus selamam ngapain?”
“Aku main HP sama nonton aja.”
“Kok gak bangunin aku?”
“Kamu itu tidur kek kebo. Mana bisa bangunin kalau pintunya dikunci?”
“Eh,, ngapain kalau emang dikunci. Mesum nih anak. Untung pintu aku kunci, kalau gak mungkin udah ternodai aku,”
“Ngeres ajaaa.”
“Hahahaha.. mana tau kamu khilaf.”
“Gantian aku yang tidur di bahumu ya Rim.”
“Nah kan, dari bahu sampe ke sini ntar nih.” Kata Rima menunjuk dadanya.
“Gak jadi lah.”
“Hahahaha.. belajar dari mana ngambekannya pak? Sini” kata Rima sambil menarik kepalaku yang aku tahan tahan tanggung sampai sasaran kepalaku turun ke dadanya.
“Sok ngambek, tapi sampai juga di sini.”
“Makasih ya Rim.”

Aku yang sudah sangat mengantuk ini tidur di pangkuan Rima. Rima bagiku sudah aku anggap saudara. Walau kejadian tak layak antara kami sudah terjadi. Tidak sekali, tetapi beberapa kali aku merasakan tubuhnya. Di dadanya yang lumayan ini kepalaku tenang untuk dikalahkan ngantuk ini. Aku sekarang tidak peduli apa kata penumpang lain. Supaya tidak membahayakan, aku sedikit naik ke atas dadanya bawah lehernya dengan tanganku aku lingkarkan ke pinggangnya.


“Bunda kenapa nangis?”
“Hiksss.. bunda gak nangis kok sayang. Bunda hanya hikkkkssss.”
“Ayaaahhhh… hikkkssss… Bunda kenapa ayah? Ayah dimana?Ayah kok ninggalin Bunda sama Bella?”
“Ayaaaaahhhhhh…”




Aku terbangun dari mimpi burukku.

“Kenapa Ndra?”
“Aku mimpi buruk Rim.”
“Mimpi apaan sih? Belum setengah jam lho tidurnya.”
“Mimpi Bella sama Rosi nangis.”
“Kangen kali sama mereka kamunya.”
“Hufffttt.. mungkin iya Rim”
“Pasti kamu gak jadi nelpon mereka kan?” Aku hanya menggeleng menjawab.
“Bodoh. Telpon sana.” Jawab Rima sambil memukul kepalaku

Aku langsung tegap duduk kembali untuk melawan rasa kantukku. Hal ini dikarenakan mimpi yang barusan mampir di tidurku, sangat membuatku takut. Dimana Rosi terlihat menangis dengan Bella menyalahiku dengan menangisnya Rosi. Aku tak tahu apa arti mimpi ini, tapi hal ini membuatku takut akan hal itu. Aku langsung menghubungi Rosi. Namun sudah tiga kali aku mencoba menghubunginya, Rosi tidak menjawab telpon ku.

“Mungkin Rosi nya lagi gak bisa angkat telpon kali”
“Udah 3 kali lho Rim. Gak biasanya.”
“Positif thinking aja dulu” jawab Rima menenangkanku.

Apa mungkin ini karma yang tak bisa mewujudkan realita dimana aku harus menjaga perasaan mereka terutama Rosi yang telah mau berubah sekarang. Tapi jujur, masih ada Afni di hati ini. Aku semakin gak sabaran untuk menghubungi Rosi. BBM, Line, WA dan SMS pun aku kirimkan ke kontaknya. Namun belum ada tanda-tanda akan berbalas.

“Aku tahu, kalau kamu lagi panik gak bakalan bisa diam. Tapi ini kendaraan umum Ndra, jangan buat risih orang lain kek gini.” Rima kembali mengingatkanku untuk tenang.
“Ya Rim, tapi aku belum tau kondisi mereka Rim. Kalau mereka kenapa napa gimana Rim.?”
“Percaya sama aku deh, mereka baik baik aja.”
“Aku gak mau kehilangan mereka sih”
“Makanya, kemaren tu ada momen buat jelasin ke Afni malah gak dimanfaatin. Selalu aja gak sadarkan diri kalau sudah ada Afni depan kamu.”
“Ya gimana lagi Rim.”
“Ya udah, sini nyandar lagi. Kalau kamu positif thinking, pasti baik baik aja kok.” Kembali aku ditenangkan oleh Rima dan membawa kepalaku ke badannya.

Walaupun aku kembali ke tempat yang nyaman, namun pikiranku masih saja berfikir tentang mimpi tadi yang seakan langsung membalas setelah aku gagal untuk memutuskan. Aku yang terlalu lemah kalau di depan Afni tak berkutik sedikitpun untuk mengatakan kalau apa yang dipikirkannya itu salah. Bahwa sulit untukku untuk kembali bersama Afni.

“Rim, kalau kamu jadi Afni, kamu bakalan lepasin aku gak?”
“Gak.”
“Haaa?? Kenapa??”
“Kamu itu gak bisa nyakitin hati perempuan.”
“Apa itu juga alasan Afni ya Rim?”
“Salah satunya”
“Atau aku harus nyakitin hati dia dulu, supaya dia benci sama aku ya Rim?”
“Kamu sadar gak sih, kamu sekarang sudah di dalam lingkaran yang bakal membuat sakit hati perempuan? Tapi apapun itu, sudah terjadi juga kan? Jadi tugas kamu sekarang harus meminimalisir menyakiti hati orang Ndra.”
“Dengan harus kesampingkan hati aku.?”
“Sebelumnya kamu bisa kan?”
“Ini beda Rim.”
“Konfliknya aja kok yang beda. Tujuan kamu sama kan?”
“Hmmm…” hanya itu jawabku.
“Udah, tenangin dulu. Kalau kamu yakin untuk sesuatu yang bagus, dan berusaha mewujudkannya, akan indah hasilnya kok. Percaya itu.”

Sekali lagi aku beruntung mempunyai Rima. Walau sudah 2 tahun aku gak berkomunikasi dengan dia, namun cara dia kepadaku tak berubah sedikitpun. Sayang, gak semua orang yang kenal Rima mendapatkan kelembutan Rima. Apapun alasannya, mereka kurang berjuang untuk mendapatkan kelembutan Rima ini. Sekarang aku bisa sedikit tenang karena kehangatan yang diberikan Rima, ditambah dengan kantukku mengalahkan pikiranku.

****

“Kok kamu nyanyi ini sih Ndra?” Tanya Afni disaat aku menyelesaikan lagu Bintang Di Surga ini.
“Aku seperti gak kuat dengan ini Ni. Apa aku bisa mewujudkan apa yang kamu minta tadi.”
“Kamu pasti bisa Ndra. Kamu satu satunya laki laki yang gigih dengan mengejarku, kamu satu satunya laki laki yang mau menungguku selesai belajar untuk minimal say hay, dan ingat, kamu satu satunya preman yang melindungi perempuan dan orang lemah. Dan aku yakin itu. Kamu bisa lewatin ini semua.”
“Seandainya kamu jadi Rosi, apa yang akan kamu lakukan Ni?”
“Aku akan mengubah prilaku aku yang buruk untuk mempertahankan kamu supaya selalu bersamaku Ndra.”


Iya kamu benar Afni. Emang itu yang sedang dilakukan oleh Rosi. Dan sekarang aku tidak mengenal Rosi yang sebelumnya. Rosi yang sekarang adalah Rosi yang tulus, dewasa dan mau terus belajar memaknai hidup ini. Pertama kali aku merasakan itu, aku melihat sekilas ada dirimu pada dirinya. Dan aku tak bisa memilih.

“Dan kalau itu yang dilakukan Rosi pun, aku tahu itu wajar Ndra. Dia juga wanita. Emang kodrat wanita kek gitu kok. Aku hanya berdoa kalau seandainya kamu akan memilih yang terbaik.”
“Walau aku tak memilihmu Ni?”


Pertanyaanku tak dijawab oleh Afni, ia hanya mengangguk dan menyandarkan kepalanya di bahu kiriku. Aku dan Afni yang duduk di bagian belakang mobil ini menghadap pantai. Aku merasakan kehangatan malam ini mengalahkan dinginnya Pasuruan yang sudah melewati tengah malam ini.

“Apapun hasilnya Ndra, aku bangga pernah kenal sama kamu. Aku gak bisa bayangkan kalau kamu gak datang waktu itu ke hidupku, apakah aku akan percaya diri seperti ini. Apakah aku bisa berfikir dengan logika . Apakah aku akan bisa hidup tanpa ilmu logika, ilmu sosial, dan apakah aku bisa mewujudkan teori yang selalu aku pelajari pelajari pelajari setiap saat.”

Aku hanya mengelus kepalanya karena lagi aku terdiam dengan perkataannya. Kamu salah Ni, akulah yang paling beruntung karena mengenalmu. Aku gak tau kalau kamu gak bakalan berusaha membuka hati untukku, apakah aku seperti sekarang. Apakah aku mampu menjadi lebih baik dan menjadi Indra seperti sekarang. Ini berkat kamu Afni. Terima Kasih. Aku merasakan kamu ini Jari Manis Tuhan yang turun kepadaku.

“Anggap ini malam terakhirku bisa bersamamu Ndra. Dan kalaupun kamu memilihnya, aku mau malam ini, kamu hanya milikku. Dan buat malam ini terakhirku keluar selarut ini. Walau aku berharap lebih.”
“Aku gak tau Ni. Aku tak bisa berkata apa apa lagi. Masih bolehkah aku memelukmu?”
“Aku malahan bahagia di pelukanmu Ndra. Susah bagiku 2 tahun ini tanpa kehangatanmu Ndra.”


Aku memeluk Afni di malam ini. Aku bahagia dengan sedikit harapan jalan keluar masalah ini sudah menampakkan ujungnya. Walau masih belum bisa mengakhirinya malam ini. Aku merasakan Afni sebenarnya tak rela dengan kenyataan ini. Afni menangis di pelukanku. Aku merasakan apa yang ia pendam selama ini.

****

“Ndra, bangun, HP mu bunyi tuh. Ndraaaa”

Rima membangunkanku setelah aku bisa tertidur di pangkuannya sejenak. Bahkan bunyi dan getaran nada dering HP ku tak bisa membangunkanku. Aku langsung mengeluarkannya dari saku celanaku, dan aku melihat siapa yang menelpon ku. Rosi.

“Assalamualaikum”
“Waalaikumsalam yah. Maaf tadi gak angkat telpon sama gak balas semua pesan ayah ya. Rosi tadi lagi bimbingan sama Pak Sudar yah. Ini baru kelar. Kenapa? Kok gak tenang gitu.”
“Maaf tadi pagi bang gak nelpon kamu dan Bella ya.”
“Hahaha.. gak apa sayang, kan kamunya lagi tugas”
“Hmmmm… makasih sayang.”
“Iya sayang. Mau ngomong sama Bella?”
“Hah? Bella ikut kamu ke kampus?”
“Iyaaa..”


Perubahan apa lagi ini yang diperbuat Rosi. Biasanya Rosi gak akan mau mengajak Bella kemana mana, bahkan liburan pun, ia pasti mengajak Bella keluar dari ibukota itu. Apapun alasannya dia gak pernah seperti sekarang. Apakah ini kode jalan keluar yang harus aku tembus? Sungguh kejam aku kalau masih mempedulikan masa lalu. Tapi Afni……

“Kok diam yah.. Yaaahhh…”
“Eh iya sayang.. gak apaa.. anak ayah mana?”
“Anak ayah anak ayah, anak aku ini yaahhh. Kalau anaknya udah punya HP pasti langsung nelpon ke anaknya, gak bakalan deh nelpon Bundanya lagi.”
“Hehehehe.. masa cemburu sama anak sendiri sih sayang.”
“Habis kamunyaaa….”
“Emang kamu mau aku Tanya udah makan sama kek Bella juga?”
“Ya mau laaahh”
“Ya udaaahh. Sayangnya Indra udah makan? Masak apa tadi? Enak gak?”
“Satu satu kali sayaaangg.. Rosi eh Bunda tadi gak masak, soalnya tadi Bella kangen bubur, ya masak bubur instant aja tadi. Ini Bella nya lagi makan di kafe.”
“Kamu gak makan yang?”
“Iya ini baru pesan. Soalnya Bella duluan sama yang lain.”
“Yang lain?”
“Geng aku.. hehehehe”
“Bentar ya yah, bunda ngambil pesanan dulu ya. Ini nih anaknya.”
“Nak, ayah nih.”


“Assalamualaikum ayaaahh.”
“Waalaikumsalam nak. Lagi makan apa?”
“Ayam goreng yah. Enak yah.”
“Hmmm.. jadi lapar ayah nih. Emang sama siapa aja disana?”
“Banyak tante nih yah. Bella gak tau namanya.”
“Ditanya dong sayang."
“Iya yah. Ayah kapan pulang?”
“Besok paling lambat ya nak.”
“Bella makan dulu ya yah. Nih Bunda. Da ayaaahhh…”
“Hahahaha.. iya nak.”


“Eh, udah aja ngobrol sama ayah? Iya yang? Kamu udah makan?”
“Sarapan aja tadi kok yang. Rame ya?”
“Iyaaa.. pada kerumunin Bella tuh.”
“Hehehehe.. popular ayahnya turun ke anaknya tuh.”
“Huuuu.. kepedean.”
“Makasih ya sayang.”
“Iyaaaa.. sama sama sayang. Bunda makan dulu ya. Kamu jangan sampai telat makannya.”
“Siap komandan.”
“Hahahaha. I Love You yang.”
“I Love you Too sayang. Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam ayah”


“Udah gitu, masih mikir kamu?” Tanya Rima sesaat aku selesai menelpon Rosi dengan sikapnya yang kembali berubah.
“Sekilas aku liat Afni di diri Rosi Rim.”
“Haduuuhhh” kataku keras karena kepalaku dibogem keras sama Rima.
“Baru aja dibilangin, tau ah. Kamu urus aja urusanmu, aku gak bakalan mau nolongin kamu lagi.”
“Kok marah sih Rim?”
“Bodooo. Pikir sendiri.”
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd