Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

KING : the series

Alur ceritanya bagus trus pas bgt situasi politik sekarang, tapi ga suka klo gantung gini, coli nya ga kelar hahahaha
 
SEDIKIT CATATAN :

1. Mohon maaf baru bisa update, alasan klasik : RL dan hal- hal lain yang berputar mengelilinginya.

2. Sekali lagi ini fiksi, jadi tolong perlakukan ini layaknya fiksi.

3. Sudah chapter 3, saya masih belum tau cerita ini akan mengarah dan berujung kemana, yang pasti saya akan terus mencoba melakukan pemutakhiran dan merangkai benang merah yang sekarang masih berseliweran di kepala saya, selama masih ada yang membaca tulisan seorang pemula ini.

4. Saya juga minta maaf belum bisa memenuhi eksperktasi beberapa suhu disini soal konspirasi dan trik intrik politik. karena saya masih perlu banyak belajar, jadi kalau boleh saya minta ekspektasinya diturunkan, saya masih jauh dari The West Wing, Designated Survivor, apalagi House Of Cards.

4. Selamat menikmati, semoga suka,

---**----

3.KING : Seperti Dendam, Makan Siang Pun Harus Dibayar Tuntas

Seorang lelaki yang memakai setelan batik berjalan mendekati lelaki lain di meja seberangnya.

“Pak Presiden” ucapnya memberikan sebuah gadget seukuran buku kepada lelaki di hadapannya.

Presiden muda itu tersenyum.

“Saya suka heran, Bapak Wahyu kan lebih tua, rasanya tidak enak memanggil saya Bapak Presiden”

“Ya saya tidak mungkin panggil saudara kan pak, apalagi nama Bapak” ujar si lelaki berbaju batik yang dipanggil Pak Wahyu.

“Sebenarnya saya lebih suka dipanggil Mas, Kang, Uda atau Bro presiden. tidak usah terlalu kaku lah, saya kan belum tua tua amat ya, apalagi kan ini bukan dalam suasana formal” ujar sang presiden sambil kemudian kembali memperhatikan layar pada gadget didepannya. “Tapi kayanya gak mungkin ya Pak”

“Selamat pagi anak muda, jadi bagaimana hari ini“ lanjut si Presiden muda sambil menatap layar.

“Selamat pagi mas Presiden, Tidak ada yang baru sih mas, seperti perbincangan kita terakhir, untuk beberapa waktu kedepan, kita masih akan fokus ke pemilih muda dan pemula”

Presiden itu pun tertawa.

“Cuma mungkin ada sedikit masalah Pak Presiden”

Presiden menatap serius lelaki di layar.

“Sepertinya dia sudah memutuskan untuk ikut campur, Pak”

Presiden sejak terdiam, kemudian menenggak minuman yang sudah tersedia di meja.

------**-------

“Gimana, enak?” Tanya seorang lelaki tua ketika melihat bibir merah mahasiswi di depannya basah oleh minuman yang memang selalu disediakan di ruangannya, untuk menjamu tamu tamu istimewanya.

“Enak, tapi Rani kok pusingya Pak” si mahasiswi memegang kepalanya tepat diatas sebuah kacamata yang memancarkan aura pintar sekaligus sensual secara bersamaan.

Pejabat di kampus tersebut kemudian pindah mendekati mahasiswinya dan memainkan rambut panjang si mahasiswi.

“Bapak, Rani diapain sih?” tanya si mahasiswi lirih.

“Bukannya itu pertanyaan saya, Apa yang sudah kamu lakukan ke saya Rani?” si lelaki mulai meremas bongkahan dada mahasiswinya tersebut.

“Hmmhh.. Rani semalam ada meeting partai dadakan Pak. jadi….”

“Kamu tau apa yang harus kamu lakukan kalau sudah begini kan?” Si lelaki tua menunjukkan senyum jahatnya, kemudian menyibak rambut panjang si gadis, dilanjutkan dengan menciumi leher putih wanita yang sudah seusia anaknya tersebut.

“Mmm..tau Pak, Rani minta maaf”
Si lelaki tua tidak menjawab, malah sibuk mengendus ngendus rambut dan melanjutkan aktivitasnya.

“Geli.. mmhh.. Pak, maafin Rani, Rani ngaku salah, bikin bapak nunggu”

Si Bapak kemudian melepas dua kancing atas kemeja Rani, kemudian tangannya menyelinap, mencari dua puncak kecil di dada mahasiswi cantik tersebut, kemudian menjepit dan memutarnya perlahan.

“Pokoknya Kamu bikin saya kesal Rani, tidak ada kata maaf untukmu”

Maharani kemudian turun dari kursinya, menghadap ke salah satu dosennya tersebut, kemudian mengelus tonjolan yang sekarang tepat berada di depean wajahnya.

“Kalau Rani giniin, bapak maafin Rani gak?”

Tanpa menunggu jawaban dari si orang tua, Maharani segera mengeluarkan batang cokat yang panjangnya tidak seberapa tersebut, mengoleskan-ngoleskanya ke pipi kemudian ke bibirnya yang ditutupi gincu merah merona.

“Mmmh, udah keras aja pak” godanya.

“Padahal baru sampe bibir Rani..” Lanjutnya kemudian.

“Me..memang mau sampe mana Ran?” tanya si Bapak dengan suara bergetar.
Rani melepas sisa kancing di kemeja putihnya, selanjutnya kaitan branya , yang kemudian memamerkan payudaranya yang tidak begitu tapi jelas tetap akan menggoda para pria.

“Habis bibir, ini dulu ya pak” Rani meludahi tangannya kemudian mulai melumat benda di depannya tersebut sambil memainkan sendiri dua bongkahan daging yang menggelayut di dadanya.

“Jadi, Bapak maafin Rani kan?”

------**-----

“Maaf? maaf lo bilang? ”

Nafa, perempuan yang lebih tua tersebut berdiri makin dekat ke kursi dimana Arthur Wijaya duduk.

“Lo masih berani ngasih tulisan ini ke gue? Kan gue udah larang lo Jay!”

“Tapi kalau kita ga angkat ini, berarti kita salah Mbak!”

“Salah apa?” hardik si perempuan

“Berdiri lo” lanjutnya kepada Jay.

“Buat apa kita nyembunyiin dekan yang sudah ketahuan…”

“Berdiri!” ulang perempuan yang di panggil Mbak oleh Jay ini. Kali ini lebih keras.

Tapi Jay masih duduk di bangkunya, menatap serius seniornya tersebut.

“Berani nantang gue lo yah, FINE!”

Perempuan itu menjambak rambut Jay dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya dengan amat terampil lepeas celana jeansnya yang kemudian melorot ke lantai ruangan Haring Merah.

“Sepertinya lo belum bisa hitungan semudah itu”

Jay kaget, ini diluar perhitungannya, bukan cuma soal kelakukan seniornya ini, tapi..

Belum sempat Jay berpikir lebih jauh, wajahnya sudah terbenam di gundukan bukit kemaluan yang masih tertutup cd hitam berenda.

“Konde, ke ruangan gue,buruan! ” teriak Nafa kemudian.

Nafa makin membenamkan kepala juniornya tersebut, sementara sang korban terlihat cuma melawan separuh hati.

“BURUAN BANGSAT! BAWA KAMERA LO!”

Konde segera masuk dan terdiam sebentar melihat sepasang wanita

“Lo videon nih, buruan”

Konde masih diam, masih belum percaya, tapi setelah menguasai dirinya dia segera merekam .

“Kepala si Jay aja, guenya jangan keliatan”

Nafa menjambak makin keras rambut Jay, kemudian menggesek gesekkannya Ke bagian paling pribadinya tersebut, sementara tangan satunya memainkan sendiri payudaranya dari luar flanelnya.

“Uhh..Harusnya gue hukum lo dari dulu Jay”

Kemudian Nafa melepaskan kepala juniornya tersebut.

“Suka kan lo, doyan kan?”

Jay cuma diam, namun dalam hatii dia tidak bisa membantah kalau dia menyukai ini.

“sekarang lo turun ke lantai,buka kaki lo, keluarin tuh kontol lo!”

“Tapi mbak”

“Buruan Anjing” sambil berkata begitu, Nafa melepas alas kaki beserta kaos kakinya. berikut celana dalamnya, menyisakan flannel berukuran besar yang menutupi tubuh bagian atasnya.Jay kemudian duduk bersandar di dinding, mengikuti perintah seniornya tersebut.

Setelah si junior milik juniornya itu muncul, Nafa pun menggerakkan kakinay disana. mengelusnya pelan, sambil tangannya kembali mengarahkan kepala Jay ke arah kemaluannya.

“Mbak..” lirih Jay, separo hati menolak.
Sementara dengan separo konsentrasi, Konde masih mengarahkan kamera kepada dua rekannya tersebut.

---**----

Blitz dari kamera bersahutan ketika Bapak Presiden bersalaman dengan rombongan dari Parkindo. Bapak Wahyu, lelaki yang tadi mendampingi presiden di ruangannya, juga terlihat ikut hadir dalam acara ini. Ketika bersalaman dengan romongan Parkindo, Pak Wahyu terlihat menggenggam tangan Gita cukup lama. Sampai Gita terlihat risih dan menepisnya, tepat ketika presiden mengajak rombongan untuk pindah ke sebuah ruangan lain.

Seluruh yang hadir pun duduk mengelingi meja makan panjang tersebut. Presiden melihat sekeliling, berdehem, kemudian mulai berbicara.

“Jadi, seperti yang kita tahu, untuk bebetapa bulan kedepan, memang saya masih akan menargetkan pendekatan kepada kaum muda dan millennial, karena itu saya sengaja mengumpulkan saudara dan saudari , karena saya mau Parkindo lah yang menjadi ujung tombak dalam rencana ini, saya harap saudara saudari bisa memberikan yang terbaik, karena saya percaya, saudari semua adalah yang terbaik.

Gita tersenyum “Kami mengerti, pak, kami akan mencoba semampu kami “
Gita memajukan badannya,
kemudian merapikan rambutnya, sebuah gerakan sederhana yang tanpa atau disadarinya, berhasil mengganggu ketenangan banyak lelaki di ruangan itu.

“ Tapi tentu bapak tahu, kami menginginkan-“

“Oh, saya mengerti, no such thing as free lunch, ini saja ada anggarannya” potong Presiden cepat sambil tertawa. yang lain pun ikut tertawa.

Namun tiba-tiba presiden diam sejenak, yang lain pun ikutan diam.

“Tapi tentu saja saya harus memberikan kesempatan bagi kaliam untuk membuktikan dulu, kalau kerjanya bener, saya pikir, tentu tidak akan mungkin saya menyia nyiakan kalian”

“Iya pak, Tapi apapun itu, kami berjanji akan setia mendukung bapak” Gita menambahkan.

“Saya mengerti, sangat mengerti ” balas presiden.

Sementara itu, mata Pak Wahyu masih belum beranjak menikmati setiap gerakan tubuh dan bibir Gita. Sebenarnya bukan cuma siang ini, tapi dari dulu dia memang sudah menjadikan Gita sebagai bahan imajinasinya, bahkan ketika bersama istirnya, tidak jarang dia membayangkan Gita lah yang sedang disetubuhinya, terutama semenjak Gita terjun ke dunia politik sepert ini. Karena itulah, dia tadi mati matian minta izin Presiden untuk ikut dalam pertemuan ini.

“By the way, silahkan sambil dinikmati lo hidangannya” ucap Bapak Presiden kemudian.

**

Jay sedang menikmati makanannya di kantin kampus saat Maharani berjalan ke arahnya, kegiatan ekstra di Haring Merah tadi cukup melelahkannya.

“Hai Jay, kamu ga masuk juga?”

“Eh Ran, iya nih, tadi ada yang musti aku kerjain di AMER. kamu sendiri kok ga masuk?”

“Aku ada urusan keluarga”

“Oo. Ama Om kamu ya?”

Maharani kaget, tapi sepertinya dia memang berbakat menjadi politikus handal. dia langsung bisa menguasai situasi, tidak sedikitpun terlihat wajah kaget dan khawatir di wajahnya.

“Iya, om aku, kok kamu bisa tau sih Jay?”

“Eh, Nebak aja sih Ran”

Kemudian untuk beberapa waktu keduanya saling diam, seperti kehilangan kata-kata.

“Btw. aku kemaren lihat kamu debat di tv, bagus banget” Jay mencoba mencairkan kebekuan.

“Makasih, tapi masih belum ada apa apanya dibanding kamu”

“Kok aku? “

“Hello, Jay, satu angkatan juga tahulah, kalau gak ada yang setajam Arthur Wijaya dalam debat ataupun tulisan-tulisannya, aku mah masih belajar.masih jauh” jawab Maharani dengan suaranya yang serak serak basah tersebut.

“eh, aku boleh duduk disini kan? “ Lanjut gadis berkacamata itu kemudian.

Jay mengangguk dan tersenyum

---***---

Dengan senyum dan kemudian beranjak dari kursinya, sang presiden muda tersebut menutup pertemuan sore itu, Beberapa anggota Parkindo dan rombongan presiden sudah beranjak dari ruangan, sementara Gita dan Pak Wahyu terlihat masih berjalan beriringan dengan Presiden.

“Saya minta maaf Pak” ucap Gita.

“soal yang tadi? lah, wajar saja, seperti yang saya bilang, ini politik, there is no free lunch Gita, dari awal kan kita sudah sepakat”

“Oh, bukan pak..ini soal…”

Pak Presiden menghentikan langkahnya.

“Oh, ya, saya tau, kamu gagal
meyakinkan dia, bukan?”

“Tapi kami, em, saya, belum menyerah pak, saya masih akan mencoba”

“Ok, buktikan saja”

Setelah berkata begitu, Bapak Presiden pun berlalu. meninggalkan Gita yang masih berdiri di lorong ang sudah mulai sepi, Dia memang baru di Dunia ini begitu juga dengan partainya , tapi tetap saja dia merasa gagal, padahal awalnya dia sendiri yang percaya diri mengajak King bergabung dengan mereka.
Kedatangan seseorang membuyarkan lamunannya.

“Maaf, saya menguping, tapi saya percaya saya bisa membantu mbak Gita, asal.."

Pak Wahyu melihat kiri kanan, kemudian meremas pantat semok milik Gita
Gita kaget dan langsung menepis tangan lelaki tua tersebut.

“JANGAN MACAM MACAM PAK , BAPAK BISA SAYA LAPORKAN"

Sementara pak Wahyu tidak terlihat khawatir sedikitpun.

“Tidak mungkin Gita,, kalau kamu melaporkan ini, ini cuma akan membawa buruk pada koalisi kita, dan berujung buruk pada bapak Presiden, kamu pasti tau”

“ BANDOT TUA BANG..” belum selesai Gita mengumpat, Pak Wahyu kemudian mendorong Gita kedinding terdekat, menciumi bibir tebal milik perempuan sexy tersebut dengan kasar dan liar.

Ketua umum parkindo ini mencoba mendorong tubuh pak Wahyu, namun sepertinya kalah Tenaga, yang ada, lidah Pak Wahyu makin merajalela di mulut Gita. Sementara tangannya sudah memainkan dua payudara Gita dari luar jaket partainya. Gita Masih berusaha, di suatu titik, dia berhasil meronta, menendang kemaluan pak Wahyu, mendorongnya,menampar lelaki tersebut, kemudian segera melarikan diri dari sana.

--**--

Gita sudah berada di ruangannya di kantor, tidak bisa dipungkiri, perlakuan Pak Wahyu tadi berhasil membangkitkan gairahnya. Namun jelas, untuk saat ini, Gita bukan wanita murahan, yang mau dan rela bersetubuh dengan siapa saja,apalagi dengan bandot tua jelek, seperti Pak Wahyu, jelas dia tidak sudi ,
Gita mengunci ruangannya, kemudian melepas jaket partai , menyisakan blus putih tanpa lengan yang menunjukkan lengan putihnya.

Dia kemudian duduk di kursinya, satu tangannya pelan masuk ke balik blusnya. memainkan buah dadanya pelan. nafasnya mulai tidak beraturan. Beberapa saat kemudian, blus putih sudah tidak berada di tempatnya, diikuti sebuah bra cream yang sekarang berserakan di lantai. Dari remasan, jari- jari Gita sudah berganti dengan cubitan pada putingnya yang sudah mengeras.
Namun, sejurus kemudian Gita menghentikan desahannya, menarik nafas, kemudian menghubungi sebuah nomor.

“Rani,dimana?” tanya Gita, masih berusaha menormalkan suaranya.

“Ini udah deket kok mbak”

“Ya sudah, nyampe kantor langsung ke ruangan Mbak ya”

“Siap Mbak” jawab Rani di seberang sana.
Gita pun mematikan handphonenya.

---**---

Pak Wahyu mengangkat handphone yang berdering, sementara tangannya yang lain mengelus pipinya yang tadi menjadi sarang kemarahan tangan Gita, dia tidak menyangka perempuan tersebut berani melawannya, lebih jauh lagi, lepas dari genggamannya.

“Selamat sore, apa kabar Pak Wahyu?”

“Siapa ini?”

“Ah, sudahlah, tidak penting, yang penting saya punya penawaran menarik buat Bapak”

“Persetan dengan penawaran, anda siapa?”

“Baiklah kalau bapak memaksa, mungkin napa sudah pernah mendengar nama saya walau belum pernah bertemu langsung. Perkenalkan, saya King”

END OF CHAPTER 3
 
titip tiang hu. ane baru mampir lagi nih ke postingan suhu...
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd