Bagian 11 : Satu Hari Sejuta Kesan
Rian POV
“Eh, ini dik, diminum dulu. Adik siapa namanya? Kerja di kantor desa juga ya? Sudah berapa lama pacaran sama Lesti? Dari mana asalnya?”
Gubraakkkk!
Yang mana saya jawab dulu bu?
Pikirku mendengar pertanyaan Ibunya Lesti yang panjang lebar.
“Namanya Kadek Rian, kerja di Kantor Desa, jadi Kaur Umum, pacaran baru dua hari wak, asal dari Dusun Tengah,” bantu Mbok Budi yang membuatku tak tahu harus komentar bagaimana.
“Aahhhhh… Gak ada buk, cuma temenan, kenal juga baru hari ini,” sanggah Lesti melihat aku yang kesulitan menjawab pertanyaan ibunya.
“Iya bu, be-”
“Ouhhh… Baru pacarannya, pantes ibu gak tau, bagus nih satu kantor, jadi ada yang jaga Lesti di kantor desa, hati-hati sama pak kades ya Dek, ” potong Ibunya Lesti sambil menyilahkan kami meminum minuman yang disediakan.
“Ah ibu, beneran kok, kenal ba-”
“Ibu pernah muda juga kok, gak masalah punya pacaran, toh kalian sudah pada kerja, kalau dulu ibu melarang kamu pacaran kan karena masih sekolah, kalau sekarang kan sudah kerja, jadi bolehlah, asal jangan kelewatan ya,” potongnya lagi yang membuat aku dan Lesti saling pandang.
“Kelewatan sih enggak, kan ada aku wak, paling curi-curi ciuman aja di kantor desa mereka,” .
“Mbok Diiiiiiiiiiiiiii!!”
“Uhuk-uhuk,,” jawaban Mbok Budi membuat aku terbatuk sedangkan Lesti menjerit sambil mencubit lengannya Mbok Budi.
“Ehem… Ciuman masih wajar, asal jangan lebih, ” kata Ibu Lesti sambil memandang ke arahku dengan serius.
“Kalau kebelet gimana wak?” kompor Mbok Budi yang membuatku berpikir apa yang ada dikepala anak satu ini sehingga semangat sekali menjodohkanku dengan Lesti.
“Ehem… Pakai pengaman lah, tapi boleh juga sih gak pake pengaman, ibu dah pengen punya cucu nih Dek,” sahut Ibunya Lesti menjawab pertanyaan Mbok Budi sambil menoleh kepada anaknya. Jawabannya itu membuatku hanya bisa tersenyum sambil menggaruk kepalaku yang tidak gatal.
“Ah Ibu, gak ada gitu, diboongin sama Mbok Di, ” protes Lesti yang dianggap angin lalu oleh ibunya.
“Beneran loh Dek, ibu udah pengen punya cucu, bapak juga, sepi ini gak ada yang dirumah, adiknya Lesti selalu keluyuran saja kerjaannya,” kata Ibu Lesti sambil memandangku.
“Eh, itu...”
“Iiihhhh… Ibu, kalau pengen rame, buat aja je adik lagi satu,” potong Lesti.
“Ye… Mana je bisa,” kata Ibu Lesti sambil menggelengkan kepalanya.
“Ayo, diminum dulu,”
“Iya bu,” sahutku sambil menikmati hangatnya kopi di siang yang dingin ini. Sambil mengobrol kami menikmati minuman masing-masing.
“Eh, bu, kalau begitu saya permisi dulu, mumpung belum hujan,” kataku sambil melihat kearah Langit yang terlihat mulai gelap.
“Kok buru-buru? Gak makan siang disini?” tawar Ibu Lesti yang kutolak dengan sopan, Aku dan Mbok Budi menuju keluar rumah yang diantar oleh Lesti dan ibunya.
“Lain kali mampir lagi ya dek, ajak juga Lesti keluar kapan-kapan, dirumah terus ni anak,” kata Ibu Lesti yang membuat aku menoleh ke arah Lesti yang cemberut lalu masuk ke dalam rumah.
“Beh, tenang aja wak, nanti pasti sering kesini Kadeknya,” kata Mbok Budi sambil kabur dengan sepeda motornya.
“Duluan bu,” kataku sambil menuju ke kantor desa dan tersenyum ketika mengingat kesalah pahamannya Ibu Lesti. Hujan rintik-rintik turun ketika aku sampai di kantor desa dan dengan terburu-buru aku masuk kedalam.
“Eh Dek, Bli duluan dulu ya, mumpung belum lebat hujannya, sama Budi aja dulu di kantor, Budi bawa kunci kantor kok kalau nanti ingin pulang sorean,” kata Pak Sekdes di pintu masuk dan tanpa menunggu aku keluar dan menuju sepeda motornya. Sementara itu aku menuju kemejaku dan menaruh berkas aset desa yang aku bawa.
"Yah… Hujan lagi, "kata Mbok Budi ketika hujan turun lagi dengan lebatnya.
"Duh, ngapain enaknya ujan-ujan gini ya?" gumamnya lagi sambil duduk dibelakang meja pelayanan.
"Nonton bokep, " jawabku asal.
"Mana dek?"
"Nonton aja online, "
"Caranya?"
"Suka yang gimana Mbok Di?" tanyaku, sekalian ingin tau preferensi bokep yang disukanya.
Siapa tau…
"Hmmmm….Yang ada variasinya dek, bosen ama yang itu-itu aja, buka baju, telentang, dimasukin, keluar.." gumamnya yang membuatku berpikir beberapa situs video bokep online yang menyediakan video seks yang banyak variasinya.
Aku mengambil mouse dari tangannya lalu memasukkan alamat sebuah situs di browser.
Tak lama kemudian situs itu terbuka lalu kupilih kategori kinky sex. Video-video yang berbau seks yang nakal dan tidak seperti normal seks keliatan di layar.
"Wiihhh, mainnya di bathtub, keluar gak perlu ke kamar mandi lagi. Ah.. Ne mainnya di dapur, isi susu gitu disana," katanya penasaran lalu mengklik sebuah video yang mengambil lokasi di dapur.
Dengan ekspresi serius Mbok Budi menonton video itu, beberapa kali kudengar pekik pelannya ketika pria yang ada di dalam video itu menggoda lawan mainnya.
"Aww.. gak sakit pake pare? " Jerit Mbok Budi ketika si lelaki memasukkan pare dengan ukuran besar kearah vaginan si wanita.
"Kalau dah horny dan vaginanya dah basah, enak tuh" komentarku sambil duduk disebelahnya. Kuambil headset dan mencolokkannya ke komputer lalu memberikan satu headset kepada Mbok Budi, sedangkan aku memakai yang lagi satu.
"Nah itu dah, sekarang Mbok Budi sulit basah deh, mungkin karena usia atau gimana, pas dimasukkin sama suaminya, seringan sakit, jadi gak manikmati, boro-boro orgasme, geli aja nggak, yang ada panas dan sakit" curhat Mbok Budi sambil sesekali merapatkan pahanya.
"Gak pemanasan memangnya?" Tanyaku penasaran dengan kehidupan seksualnya.
"Jarang, Mbok Di dah nafsu, eh suaminya gak bisa bangun adeknya, eh giliran doi nafsu, Mbok Di yang belum siap, jadinya udah beberapa bulan ini gak dapet big O " jawabnya.
"Ye, kalau punya suaminya gak bangun, ya dibangunin dulu lah, " sahutku
"Udah Dek, udah tak belai, cium, tiup, kalau memang suaminya capek, gak bakalan bangun penisnya, " gerutu Mbok Di.
"Kecapean barangkali? " Tebakku.
"Fisik si enggak, pikirannya pasti dek, kerja di lembaga survei suaminya Mbok Di, jadinya Mbok Di sering ditinggal tau. "
"Jablay dong?"
"Iya lah, mau bantu dek?Hihihi" tanyanya sambil tertawa.
"Caranya?"
"Hmmm..." Gumamnya dengan nafas yang mulai memburu diiringi dengan tangan yang membelai Rian Jr dari balik celana yang aku kenakan.
"Pasti enak dah kalau dimasukkin pakai ini" gumamnya dengan tangan naik turun di celanaku.
"Kayaknya lebih besar dari punya suami Mbok Di, lebih keras lagi, pasti mantap dah, lebih gede dari Pak Kades dan Bli Anton juga" bisiknya yang membuatku terkejut.
" Eh, Pak Kades dan Bli Anton?" Tanyaku penasaran mengingat kedua orang itu ada di kantor desa ini.
"Kenapa Dek? Terkejut? Hahaha. Hampir semua yang dikantor ini pasti pernah dicobain Pak Kades dek, kecuali Vian dan Lesti yang masih kesegel, kalau gak pasti diembat juga dah sama bandot tua itu. Untung sekarang ada Irina, jadi pasti doi yang jadi sasarannya. Tapi kasian juga, punya Pak Kades kecil, mana peltu lagi, jadinya gak ada yang puas main sama dia. Kalau Bli Arya, lumayan gede, cuma gak tahan lama juga dek, " curhatnya lagi tanpa malu-malu.
"Jadi pengen nyoba ini…" katanya lagi sambil meremas penisku dari luar celana.
"Awas kalau itu dah keluar sarang, harus dapet mangsa loh" kataku menikmati belaian tangannya.
"Udah dapet berapa perawan nih? " tanyanya dengan pandangan sayu.
"Baru satu, " jawabku pelan dengan tangan membelai dadanya yang lebih kecil daripada punya Irina dan Dayu. Dengan gerakan pelan kuremas dada itu dari balik kemeja dan bra yang digunakannya. Kulihat wajah Mbok Di kalau ada penolakan disana, namun yang ada hanyalah mata sayu dengan nafas yang mulai memburu.
Suara hujan yang sekarang rintik-rintik dan desahan dari film bokep membuat penisku menggeliat di dalam sana. Apalagi sekarang merasakan remasan pelan itu…
"Jadi pengen nyoba" bisik Mbok Di lirih dengan mulut yang dekat dengan wajahku.
"Kenapa gak masukin ke lobangnya Mbok Di biar tau rasanya? " tanyaku sambil memasukkan tanganku ke balik kemeja dan bra yang digunakannya. Kuremas pelan gundukan daging yang masih padat, dengan putingnya yang mulai mengeras.
"Mbok Di pengen sih… Cuma…"
"Cuma..?"
"Cuma, Mbok Di lagi dapet sekarang, hihihi" katanya sambil mengambil sebuah kunci lalu memberikannya kepadaku laku merapikan pakaiannya dan bangun dari kursinya.
"Hahaha… Ada yang bangun tuh, Mbok Di pulang duluan ya, mumpung hujannya sudah reda, matikan komputer dan tutup pintunya ya dek!" seru Mbok Di sambil kabur keluar pintu.
Apesssssss…..
Pikirku sambil melihat celana yang sudah tegang maksimal.
Drtt..drttt…
Getaran hp di saku celana mengalihkan perhatianku. Kulihat ada sebuah pesan whatsapp dari Dayu.
"Sayang, pulang dung… Ada kejutan neh di rumah" pesan Dayu yang kujawab dengan tiga huruf.
"Otw"
Mmmm.. Apa lagi yang dilakukan ne anak?
Gumamku sambil mematikan komputer lalu menutup pintu dan dengan terburu-buru menghidupkan sepeda motor dan melaju ke rumah. Sesampainya dirumah aku memarkir sepeda motor disebelah motor Irina. Membayangkan bisa threesome lagi dengan Dayu serta Irina membuat penisku yang setengah tegang kembali menegang dengan maksimal.Sambil membuka sepatu aku masuk kedalam kamar.
Eh, kok terkunci?
"Sabar sayang, " sebuah suara terdengar dari dalam kamar, entah apa yang direncanakan Dayu sekarang.
"Klik"
"Siap sayang?" Tanya Dayu dengan pakaian yang membuatku tercengang. Pakaiannya terbuat dari kulit yang membungkus ketat tubuhnya dari kaki sampai dengan leher sehingga lekuk tubuhnya terlihat dengan jelas. Di bagian pantat dan vagina ada lobang sehingga memudahkan untuk penetrasi nanti. Kulihat dua lobang itu, sekarang tersumpal dengan dua buah dildo atau vibrator mini. Dayu juga mengenakan sepatu hak tinggi warna hitam yang membuat kaki jenjangnya semakin seksi.
"Gimana, suka? " Tanyanya sambil berlenggok , menuju ke arahku, ditangannya terdapat sesuatu seperti cambuk warna hitam.
"Banget.." jawabku sambil mencoba menyentuh dadanya yang menggunung di balik pakaian itu.
"Eitss.. Nanti dulu, hidangan utamanya bukan aku," kata Dayu sambil melangkah ke samping sehingga terlihat Irina di belakangnya.
What the fuck!
Irina!
Tepatnya, Tubuh Irina yang membentuk huruf Y.
Dibelakang Dayu, Irina berdiri dengan ujung kakinya, kedua tangannya terentang ke atas, tergantung ke plafon dengan tali pramuka. Bibirnya tersumbat dengan ballgag, dengan lelehan air liur yang menetes ke lantai. Hanya dengan menggunakan Stocking warna hitam yang membungkus kakinya sampai paha, Irina terlihat sudah siap untuk ‘dinikmati’. Di bagian bawah, tepatnya di pantatnya nya, terdapat vibrator yang mendengung samar.
Tanpa basa basi aku membuka pakaianku dan melemparnya ke ranjang, sementara itu Dayu menutup pintu dan jendela serta menghidupkan lagu di hpnya.
Kuraba puting Irina yang sudah menegang dan mencubitnya pelan.
"Ughh…" suara desahan Irina tidak terdengar jelas karena tersumbat oleh bola itu.
Plakk!
"Uhh.." suara cambuk ditangan Dayu terdengar dari arah pantat Irina diiringi jerit kesakitannya.
"Ayo dek, sudah basah neh," kata Dayu yang tangannya entah kapan sudah menggosok klitoris Irina.
Kuangkat satu kaki Irina ke pundakku lalu mengarahkan penisku yang sudah mengeras maksimal ke vaginanya.
Bles!
"Ahhh!!"
"Ugh"
Dengan sekali hentakan penisku masuk ke vaginanya yang langsung mencengkram penisku dengan kuat. Desahanku dan jeritan Irina terdengar bersamaan.
"Plak! Plak!Plak"
"Ugh"
Kembali suara cambuk terdengar dari pantat Irina. Beberapa kali juga kulihat dia mengernyitkan dahinya, mungkin menahan sakit di pantatnya itu.
"Dek, masukin, tapi jangan buat di dapet" bisik Dayu ditelingaku laku mengambil dildo yang ada di pantat Irina lalu menggerakkannya maju mundur. Dayu sesekali juga menggerakkannya dengan hentakan keras dan sedikit kasar.
"Plok...Plok..Plok…"
"Uughh...uh.."
"Plak..plak! Plak!
Suara hentakan di vagina Irina, desahan Irina dan suara cambuk Dayu terdengar silih berganti di kamar. Tak lama kemudian kudengar nafas Irina mulai memburu yang langsung kurespon dengan menjauhkan penisku dari vaginanya, hanya menyisakan sedikit kepala penis di permukaan vaginanya itu.
"Ughh..bi dkk " suara Irina terdengar tidak jelas karena ballgag yang ada di mulutnya. Tapi bisa ditebak dari bahasa tubuhnya kalau dia sudah dekat dengan orgasmenya.
Dengan gumaman tak jelas dia mencoba menurunkan badannya sehingga penisku bisa menusuk lagi vaginanya, namun tidak bisa karena terhalang tali yang mengikat tangannya. Kulihat tangannya mulai memerah karena kuatnya tarikan Irina.
"Hahaha, pasti mau nyampe neh pelacur, baru main sebentar udah pengen nyampe ya?" Tanya Dayu yang memberi isyarat agar aku menjauh. Setelah aku menurunkan kaki Irina dan menjauh darinya, Dayu mendekat ke arah Irina dan dengan senyum misterius mengarahkan cambuknya kearah klitoris Irina.
Bisa kulihat pandangan panik di mata Irina mengetahui apa yang akan dilakukan Dayu.
"Safe word?" Tanyaku kepada Dayu, untuk mengetahui apa yang akan dilakukan Irina jika memang dia tidak mau mengikuti permainan ini, atau kalau memang dia tidak menikmati apa yang kami lakukan dan ingin berhenti.
"Kalau sekarang mengedipkan matanya terus menerus, kalau nanti, dia akan bilang, ‘pantat lebar’," bisik Dayu sambil melangkah kearah Irina.
"Lanjut atau berhenti? " Tanya Dayu sambil membelai klitoris Irina yang membengkak dengan cambuk ditangannya.
Kulihat Irina menarik nafas beberapa kali namun matanya tidak mengedip.
"Plak!"
"Ughhhhh!" Jerit irina, merasakan cambukan pelan di klitorisnya. Dayu lalu mengarahkan cambuk itu ke putingnya.
"Plak!"
"Ughh"
Jerit Irina lagi, kuangkat kakinya lagi dengan tanganku, sementara penisku menusuk vaginanya dari belakang.
Jleb.
Penisku dengan mudah masuk ke dalam sana dan dengan cepat kugerakkan maju mundur. Pelan tapi pasti, tusukan ku, cambukan Dayu di puting dan klitoris Irina semakin intens dan kudengar desahan dan nafas Irina semakin memburu.
Ketika nafas Irina sudah semakin cepat, kucabut lagi penisku dan menjauh dari Irina yang sekarang wajahnya sangat merah.
"Hihihi, pasti gatel banget dah yang dibawah itu? Pengen dimasukin?" Tanya Dayu yang menungging didepan vagina Irina dan aku yang paham maksudnya mencabut vibrator yang ada di vagina Dayu dan memasukkannya ke vagina Irina.
Kuambil remote vibrator dari tangan Dayu lalu menekannya.
Suara desahan tertahan Irina kembali terdengar.
Kuarahkan penisku ke arah vagina Dayu lalu memasukkannya pelan-pelan.
"Ahhhh"
"Mantap Yu, masih rapet aja" pujiku sambil menghentakkan penisku ke vagina Dayu. Sambil menghentak Dayu kulihat irina yang kembali mendesah nikmat karena getaran vibrator di vagina dan anusnya.
irina hanya bisa mendelik melihat pemandangan di depannya. Bagaimana aku menusuk lubang Dayu dengan keras, bagaimana desahan Dayu begitu menggema di ruangan.
Ketika kudengar nafas Irina mulai mengeras , kutekan tombol off di remote dan mencabut vibrator itu dari vagina Irina.
Mata Irina mendelik ke arahku, wajahnya terlihat marah karena beberapa kali orgasme gagal diraihnya.
Kumasukkan jariku kedalam vaginanya dan mengocoknya dengan cepat selama beberapa menit sebelum menariknya ketika gerakan dan nafas Irina mulai tidak teratur.
Aku melirik Dayu dan memberikan isyarat kepadanya untuk melepaskan ikatan tangan Irina.
“Aaghhh….” jerit Irina ketika ketika ikatan tangannya terlepas. Dengan beringas didorongnya badanku hingga telentang di ranjang lalu sambil mencabut vibrator dari lobangnya yang basah dan ballgag dari mulutnya, dia naik ke atas badanku lalu dengan sekali hentakan penisku masuk ke vaginanya.
Bless!
“Ahhhhhhh...Bangsat, enaknya!” jerit irina yang lalu bergerak maju mundur diatas tubuhku seperti kesetanan, peluh membasahi tubuhnya dengan wajah memerah dan nafas yang mulai memburu.
Dayu berdiri diatas tubuhku lalu dengan badan menghadap Irina, ditariknya kepala Irina untuk menghisap vaginanya yang juga sudah basah.
“Hisep sampai bersih!” perintah Dayu, masih dengan cambuk di tangannya.
“Ugghhh..” balas Irina dengan kepala yang ditekan dengan erat ke arah vagina Dayu.
Kuambil alih mengocok vaginan Irina dari bawah.
Nafas kami bertiga mulai memburu, mengejar puncak kenikmatan yang sedikit lagi akan kami raih. Dayu menekan kepala Irina ke vaginanya dengan kuat sehingga bisa kudengar Irina yang kesulitan bernafas.
Tiba-tiba badan Irina mengejang dan Dayu melepaskan kepala Irina.
“Ahhhhhhh….” teriak Irina merasakan kenikmatan yang akhirnya berhasil diraihnya. Badannya mengejang beberapa kali dengan vagina yang menyemprotkan cairan membasahi penisku didalam sana.
Brugh…
“Hah..hah...hah...” suara nafas Irina satu-satu merasakan puncak kenikmatan. Dayu menggantikan posisi Irina lalu dengan cepat naik turun di badanku.
Dadanya yang bulat kuremas ketika empunya naik turun dengan ganas.
“Ah Dek, keluarin didalem aja, pengen ngerasain semprotan mu di dalem sana,” pinta Dayu lalu menggerakkan pantatnya memutar, vaginanya seolah mau memeras isi penisku keluar.
“Ahh… Yu, dikit lagi,”
“Ahhh… Barengan...” pintanya.
Kugerakkan badanku naik turun berlawanan dengan gerakan Dayu.
Plok...Plok...Plokk….
Suara badan kami yang beradu terdengar memenuhi kamar. Nafas kami mulai memburu dan akhirnya Dayu yang pertama mengejang, dengan kepala menghadap keatas dan badan yang mengejang beberapa kali.
“Ahh..Dek...” desisnya lalu tubuhnya ambruk menimpa badanku. Aku yang belum nyampai memeluk tubuhnya lalu dengan cepat menggerakkan pinggangku.
“Ahh.. Dayu!!!”
Croottt...croottt..crooot
Beberapa kali penisku menyemprotkan sperma di vaginanya.
Kami bertiga kemudian berbaring kelelahan di ranjang. Aroma sperma dan cairan vagina memenuhi kamar.