Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG (KISAH NYATA) EXTRA TIME

Bagian Tiga.

“Anda sudah setahun di sini. Saya anggap waktu adaptasi sudah lebih dari cukup. Saya juga lihat di semua SK Tim dan Gugus Tugas ada namamu. So, saya minta laporan progress untuk semua kerjaan yang sedang jalan. Bebas dibuat powerpoint atau bentuk lain. Besok siang kita rapat di ruang sebelah, Mbak Dina paparkan ke Saya dan teman-teman satu bagian. OK? Clear ya?”

Dina tampak kaget, pasrah. Tidak ada jawaban lisan.

“Jelas ya? Ada waktu semalam. No, lebih, besok pagi juga masih ada waktu. Kita rapat jam 13.00. OK ya? Bisa kan?”

Nggih, siap Pak.” Ucapnya, pelan, sembari mengangguk. Kurang meyakinkan.

Kupersilakan dia untuk pulang, sudah gelap di luar. Pertemuan itu diakhiri dengan kalimat pamit yang Dina sampaikan. Aku berencana menjadikan anak baru itu untuk berperan sebagai sekretaris, atau semacam staff yang akan memberesi urusanku, mendampingiku kemanapun. Akan kujejali dengan kontol, maksudku berbagai tugas, sebagai hukuman dan pembelajaran baginya, juga agar aku lebih mengenal lingkup kerja baruku dengan lebih baik. Tentu aku berharap dia sebagai anak baru, akan lebih mengenal tugas2 kantor dengan lenbih baik. Agendaku tuntas sudah, kecuali satu. Aku masih penasaran dengan sosok Dina.

Kucoba menelusuri namanya di mesin pencari. Grup-grup alumni juga jadi tempat pencarian. Hanya ada informasi standar di situ, hal yang tak beda jauh dengan dokumen data pegawai. Ternyata kami satu organisasi, ya walaupun berjarak sekian tahun, sepertinya tidak mungkin kami bertemu di acara kemahasiswaan ataupun ajang temu alumni sebelumnya.

Aku kebetulan kenal baik dengan salah satu pengurus penting di organisasi, adik angkatanku, Karman. Sembari mengingat tahun kelulusan dan angkatan masuknya, kutemukan simpulan sementara, harusnya dia dan Dina hanya berjarak 1-2 tahun. Segera kuhubungi pria gondrong yang kini jadi wartawan lepas di ibukota.

Dari berbalas pesan singkat, lanjut ke koneksi telepon. Benar dugaanku, angkatan masuk Dina hanya berjarak satu tahun dengan Karman. Karman bahkan mengaku cukup mengenal adik angkatannya itu. Bahkan, masih cukup sering berhubungan, jika memberi comment pada status WA termasuk kategori “berhubungan”. Beberapa info lain kudapati.

Dari dulu sudah terkenal polos dan lugu, cenderung culun. Masuk organisasi juga karena paksaan dari sahabatnya. Semasa kuliah, Dina belum berhijab, tapi memang terkenal berpakaian sopan dan cukup tertutup. Biar begitu, aset menonjolnya memang sudah cukup tersohor. Yang di luar dugaan adalah, ternyata wajahnya dulu tidak terlalu menarik, muka-muka ndeso kata Karman.

Pada akhirnya, Karman berjanji untuk mencari info tambahan lain setelah kukabari bahwa status pegawai Dina bermasalah, kita sebagai saudara satu almamater dan satu organisasi harus saling bantu, kasihan kan, belum apa-apa sudah dipecat.

“Oiya Bang, dia dulu pegang grafis. Jago desain dia. Pernah ada kan, kayak animasi buat acara alumni gitu. Ada noh di yutup kita. Nah itu Dina yang bikin.” Informasi penting dari Karman. Setidaknya ada satu personel yang bisa diandalkan untuk bikin spanduk 17-an, atau background zoom meeting.

—-

Hari berikutnya.

Rapat kerja pertamaku berjalan lancar. Dina yang kutugasi jadi juru bicara, petugas lapor, ternyata melebihi ekspektasi. Penyampaiannya luwes, runtut, jelas, cukup dalam, poin pentingnya kena. Seperti bukan sosok perempuan gugup yang kutemui kemarin sore. Aku meyakini, kemampuan presentasinya setara dengan pegawai marketing jempolan. Betulan tampak seperti wanita karier, smart. Nggak malu-maluin lah, sebagai sesama alumnus kampus terkenal. Sepanjang pertemuan rapat setengah hari itu aku terpesona.

Bahan paparan menarik, didukung data yang komplit dan informatif.

Pembawaan Dina yang tampak yakin, percaya diri, dan terkesan menguasai materi.

Penampilannya. Ini yang paling masuk. Dina tampak cantik berkelas. Senyumnya luar biasa manis. Dalam seragam kedinasan, sesekali lekuk tubuhnya terlihat. Benar saja, dada dan pantatnya memang menggoda. Dina tampak berusaha keras menutupi kedua aset seksual berharganya itu. Sekeras upayaku menahan horny sesiang itu. Aku masih sempat berfantasi, menyetubuhi perempuan berhijab itu di meja rapat, dari belakang, menghujani pantat indahnya berkali-kali dengan tusukan tegas, membuatnya mendesah, berteriak kepayahan sembari disaksikan para staff. Fuck lah.

“Pak, sudah Pak. Pak Iyan, sudah selesai,...” suara Dina menggema.

Aku terbebas dari lamunanku. Cukup kaget dibuatnya.

“Hmmm… iya,” responku sekenanya.

“Ada yang mau ditanyakan Pak?” tanya perempuan cantik itu kemudian.

“Baik,..Cukup bagus penjelasannya. Bapak Ibu ada yang mau ditambahkan?” Aku bertanya balik ke peserta rapat lainnya. Trik untuk mengulur waktu. Silakan dicoba jika Anda terjebak di posisi serupa.

Rapat berlanjut, tidak banyak detail penting lainnya. Kita skip saja.

—-

Beberapa hari kemudian, jelang weekend.

Alarm tanda jam kerja berakhir berkumandang di kantor ini. Suaranya agak mengganggu sebenarnya. Mirip bunyi tanda bahaya di film-film perang dunia kedua. Aku baru saja selesai ibadah sore. Salah satu momen penting untuk bersosialisasi dengan rekan sejawat, tentu di samping hal utama sebagai umat beragama. Teleponku berdering, tepat ketika aku sampai di pos jaga satpam, nama Karman terpampang di layar HP.

Di kejauhan tampak beberapa pegawai sudah di atas kendaraannya, lengkap dengan helm dan jaket, siap pulang. Tangan mereka sibuk menekan smartphone masing-masing. Tanda bahwa aplikasi presensi sedang diaktifkan.

Suara Karman terdengar jelas di telingaku saat panggilan masuk itu kuterima. Ada basa-basi untuk memulai percakapan kami, sampai kemudian satu kalimat darinya terucap.

Suaminya gay loh Bang, hahahaha….”

Kupandangi sosok Dina yang baru saja menghidupkan sepeda motor matic-nya, jauh di ujung tempat parkir sana.

What the…

bersambung
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd