Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Kutukan Gunung Kemukus

Status
Please reply by conversation.
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
mantap hu :konak::konak:
tapi masi penasaran, pas satria pamit mau kebogor, lastri lagi hamil, itu anaknya siapa??
 
mantab kalii suhu ini, ayoo sattt hajarrr terusssss
 
setelah baca yg ini jadi ingat lagi sama cerita Kokom tobrut suhu....
 
Bimabet
Chapter 5




"Bu, kondisi keuangan kita semakin lama semakin morat marit. Semua bisnis kita mengalami masalah, ibu tahu hal itu kan?" tanya Haji Ugan kepada istrinya, Hajjah Rani saat mereka bercengkrama di teras rumah setelah anak bungsunya berangkat sekolah.


Rumah ini terasa sepi, sejak kedua anak gadis mereka kuliah di luar kota, Sheilla putri sulung mereka sedang kuliah di Jakarta. Sedangkan putri kedua Sinta saat ini kuliah di Yogya di sebuah Universitas Negeri yang terkenal dan putri bungsu mereka Nabila sudah kelas 12 SMK, sebentar lagi Nabila akan mengikuti jejak kakaknya. Otomatis Haji Ugan dan Hajah Rani hanya tinggal bertiga di rumah yang cukup besar ditemani oleh dua orang ART.


"Iya Pak, Ibu tahu. Kita harus sabar, Insya Allah akan ada jalan keluarnya." jawab Hajah Rani berusaha menenangkan hati suaminya. Senyum manis tidak pernah lepas dari bibirnya yang tipis, senyum yang membuat suaminya jatuh hati pada pandangan pertama. Bahkan senyum yang dimilikinya masih tetap menawan dan mampu menundukkan pria yang melihatnya. Hanya itu yang bisa dilakukannya, menenangkan hati suaminya saat menghadapi kesulitan seperti sekarang. Hajjah Rani hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa, kesehariannya tidak pernah lepas dari urusan dapur dan rumah, serta rutin mengikuti pengajian.. Dia berbeda dengan ibu ibu lainnya yang sering keluar rumah, ikut arisan dll karena dukungan finansial suaminya.

Masa lalu membuat Hajjah Rani lebih menikmati hidupnya yang sekarang, menghabiskan waktunya di rumah, dari pada berkumpul dengan ibu ibu yang pada akhirnya mereka akan saling pamer kekayaan suami suami mereka. Kalau bicara tentang kekayaan dan kemewahan, kemewahan yang pernah dinikmatinya saat gadis lebih dari yang diberikan Haji Ugan. Ibunya adalah istri kedua dari seorang bos mafia yang sangat menakutkan pada masa jayanya, hidupnya berlimpah kemewahan sebelum ayahnya Si Tompel mati dibunuh oleh rivalnya.

"Kita tidak bisa terus bersabar, Bu. Hutang Bapak sudah semakin banyak, kalau keadaan kita tidak membaik dalam waktu dekat, entah apa yang akan terjadi dalam waktu tiga tahun yang akan datang." jawab Haji Ugan gelisah, tangannya mempermainkan taplak meja yang tertata rapi.


Haji Ugan menatap istrinya Hajjah Rani yang tetap cantik di usia 47 tahun, seakan waktu tidak mampu merenggut kecantikan dan kemudaan wajahnya. Atau mungkin itu sebuah kutukan yang menimpa Hajjah Rani, wajahnya tidak pernah berubah sejak dinikahinya 25 tahun yang lalu. Bahkan apabila di jejerkan dengan anak anaknya, mereka seperti kakak dan adik. Haji Ugan menarik nafas panjang, berusaha mengusir semua ketakutannya. Takut ketika dia jatuh miskin Hajjah Rani akan pergi meninggalkannya begitu saja bersama pria lain, ya pasti akan banyak pria yang mau menerima bahkan tersedia melakukan apa saja untuk mendapatkan Hajjah Rani.

Tapi rasa takut terbesar Haji Ugan bukanlah kehilangan Hajjah Rani istrinya yang cantik, tapi ketakutan terbesarnya adalah jatuh miskin. Haji Ugan lahir dari keluarga miskin, sehingga sejak kecil dia harus berjuang sendiri mencari nafkah untuk mengganjal perut yang kelaparan karena sering ibunya tidak masak karena tidak adanya uang. Pasar adalah tempatnya mengais rejeki, menjajakan kantong plastik kepada para ibu rumah tangga yang sedang berbelanja dan juga menawarkan tenaganya untuk membantu membawakan barang belanjaan mereka.

Beranjak remaja, Haji Ugan kecil tumbuh menjadi pemuda tegap yang bekerja menjadi kuli bangunan. Nasib baik mempertemukannya dengan Hajjah Rani yang saat itu sedang terlunta-lunta dalam keadaan hamil, dia membantunya mencari rumah kontrakan untuk Hajjah Rani. Perlahan benih cinta di antara mereka tumbuh, akhirnya mereka menikah setelah Hajjah Rani melahirkan dan anak yang dilahirkannya diadopsi oleh sepasang suami istri yang belasan tahun menikah belum mempunyai keturunan. Nasibnya berubah drastis, dengan uang tabungan yang dimiliki Rani, dia mencoba peruntungan menjadi pemborong bangunan. Usahanya berkembang pesat, dari sekedar renovasi rumah, membangun rumah dari nol dan menanjak ke berbagai proyek besar. Sekarang usahanya mengalami kerugian, berbagai macam proyek yang dijalaninya macet di tengah jalan. Semakin lama usahanya semakin sulit, hutang menumpuk membuatnya ketakutan jatuh miskin. Itu ketakutan terbesar di dalam hidupnya.

Ketakutan yang sama besarnyapun dialami oleh Hajjah Rani, terbayang olehnya saat ayah kandungnya tewas terbunuh, dia dan ke dua adiknya Rini dan Ratna harus jadi tawanan musuh ayahnya dan mereka hampir saja dijerumuskan menjadi pelacur kalau saja tidak ada seseorang yang bersedia menolongnya. Lalu dia hidup terlunta-lunta setelah adik pertamanya Rini meninggalkannya dengan semua uang tabungan peninggalan ayahnya. Pengalaman paling mengerikan, hidup tanpa uang sepeserpun membuatnya nekat menjual diri ke seorang pria yang berani membayarnya mahal. Kembali dia bertemu dengan pria yang pernah menjadi tuan penolongnya, dan pria itu kembali menolongnya dan memberikannya uang yang sangat besar dan mampu membuatnya bertahan hingga sepuluh tahun tanpa bekerja. Padahal bukan uang itu yang diinginkannya, tapi perlindungan dari tuan penolongnya sehingga dia rela melayaninya di ranjang selama sebulan hingga akhirnya di hamil dan pria itu memaksanya pergi dengan alasan sudah mempunyai tiga orang istri dan tidak mungkin menambah jumlah istrinya lagi.

Dengan perasaan sakit, Rani meninggalkan pria itu dan bertemu dengan Haji Ugan muda yang dengan ikhlas menolongnya hingga mendapatkan sebuah kontrakan dan setelah dia melahirkan mereka menikah. Bukan karena cinta, tapi Rani sangat membutuhkan perlindungan dari pria itu, perlindungan yang membuatnya merasa nyaman. Tidak, dia tidak mau kehilangan haji Ugan, apapun akan dilakukannya untuk mempertahankan Haji Ugan untuk tetap di sampingnya.

"Sudah Pak, kita serahkan semuanya ke Allah. Ibu yakin, pasti akan ada jalan keluarnya." jawab Hajjah Rani tersenyum, senyum yang akan mampu merontokkan hati setiap pria yang melihatnya. Tapi tidak Haji Ugan, yang masih larut dalam rasa takutnya.


“Bu, bagaimana dengan Gunung Kemukus?” tanya Haji Ugan dengan jantung berdegup kencang menunggu jawaban dari Hajjah Rani pertanyaan yang sudah beberapa kali diulangnya dalam seminggu ini. Pertaruhan yang sembrono, bisa saja Hajjah Rani marah dan meninggalkannya, tapi takut miskin membuatnya nekad menanyakan hal yang sama.


"Bapak, gila. Ibu sudah bilang, tidak mau.!" jawab Hajjah Rani keras, bagaimana mungkin dia mau melakukan ritual sesat, membiarkan tubuhnya dinikmati pria lain. Itu rencana paling gila yang pernah didengarnya, sungguh tega suami yang dicintainya melakukan hal itu padanya.


"Ini semua demi kita, demi masa depan kita." jawab Haji Ugan pelan, dia sudah berusaha meyakinkan istrinya untuk melakukan ritual itu. Ritual gila yang sebenarnya tidak masuk akal, dengan melakukan zina di Gunung Kemukus, semua masalahnya bisa teratasi. Hati dan pikirannya sudah buntu, rasa takut jatuh miskin terus membayanginya.


"Itu gila, tidak mungkin aku menjual jiwaku ke Iblis untuk melakukan perbuatan terkutuk itu." jawab Hajjah Rani tegas dan meninggalkannya Haji Ugan tanpa bicara. Dadanya terasa sesak, Hajjah Rani menggigit bibir menahan tangis yang hampir tidak mampu ditahannya.


"Ibu harus mempertimbangkan usul dari bapak itu, mungkin ini jalan satu satunya yang bisa menyelamatkan semua bisnis Bapak." kata Haji Ugan, dia mengikuti Hajjah Rani masuk ke dalam rumah hingga langkah kakinya harus terhenti saat Hajjah Rani masuk ke dalam kamar dan menutup pintu membiarkan Haji Ugan berdiri mematung menatap daun pintu yang tertutup.


Hajjah Rani merebahkan tubuhnya di atas spring bed empuk, memejamkan matanya. Perlahan, Hajjah Rani menarik nafas berusaha mengendalikan kemarahan yang nyaris tidak mampu ditahannya. Gila, setelah mereka hidup berumah tangga selama dua puluh dua tahun, tiba tiba suaminya menyuruh dia melakukan hubungan sex dengan pria lain. Walau dengan kalimat yang diperhalus, melakukan ritual agar kehidupan ekonomi mereka kembali membaik.


Hajjah Rani memiringkan tubuh saat Haji Ugan masuk, rasa sakit kembali menusuk hatinya. Kenapa setelah puluhan tahun berumah tangga tiba-tiba Haji Ugan seperti ingin menyingkirkannya dengan melakukan ritual sex di Gunung Kemukus? Bukankah itu artinya dia ingin menyingkirkannya, tidak lagi membutuhkannya.

“Bu, pikirkanlah, semuanya untuk kita dan juga anak anak. Mereka masih butuh biaya besar.” Kata Haji Ugan, dia belum putus asa membujuk istrinya, dia sangat hafal sifat Hajjah Rani yang akan mudah luluh setiap kali dihadapkan dengan kepentingan anak anak mereka.


Hajjah Rani hanya diam, menutup wajahnya dengan guling berusaha mengabaikan apa yang sedang didengarnya. Namun kalimat terakhir dari Haji Ugan mampu sedikit mengusik hatinya. Dia tidak bisa mengabaikan kepentingan anak anaknya, dia rela melakukan apa saja demi anak anak dan juga mempertahankan suaminya.


“Bapak benar benar rela, tubuh ibu dinikmati pria lain?” tanya Hajjah Rani dengan suara tercekat, dia tidak mau anak-anaknya menderita dan gagal meraih cita-cita mereka kuliah hingga mempunyai gelar dan juga dia sama takutnya kehilangan suami yang sudah melindunginya selama puluhan tahun.

“Bapak tidak rela, tapi kita terpaksa melakukannya.” Jawab Haji Ugan duduk di pinggir ranjang, diusapnya punggung Hajjah Lilis yang tidur memunggunginya. "Terutama bapak tidak ingin ibu mengalami nasib yang sama seperti Bapak, jadi orang miskin itu sangat menakutkan." Gumam Haji Ugan dia merebahkan tubuhnya di belakang Hajjah Rani dan memeluknya dengan penuh kasih sayang.

"Kenapa bukan Bapak yang melakukan ritual, bukankah itu lebih baik?" tanya Hajjah Rani.


"Karena Bapak tidak mau mengkhianati Ibu, lagi pula menurut cerita yang Bapak dengar, yang kemungkinan berhasil biasanya seorang wanita." jawab Haji Ugan, dia mulai bisa tersenyum. Hajjah Rani sudah memberi lampu hijau.


"Baik, Ibu setuju. Dengan syarat, Ibu yang menentukan siapa yang akan menjadi pasangan ritual." jawab Hajjah Rani pelan mendengar alasan Haji Ugan menyuruhnya melakukan ritual, dia percaya itu dilakukan Haji Ugan karena cintanya pada keluarga.

"Benarkah itu, Bu?" tanya Haji Ugan tertawa senang, dia langsung memeluk Hajjah Rani dan menciumi lehernya yang tertutup jilbab.


"Ya, Ibu yang akan menentukan siapa yang akan jadi pasangan ritual. Bapak harus setuju dan mengatur orang itu bersedia menjadi pasangan ritual di Gunung Kemukus." jawab Hajjah Rani, ciuman Haji Ugan mau tidak mau membangkitkan gairahnya yang sudah hampir satu bulan tidak disentuh.


"Katakan siapa orang, itu? Bapak yakin, tidak akan ada lelaki yang menolak ibu." jawab Haji Ugan, tangannya meremas payudara Hajjah Rani yang besar, gairahnya bangkit membayangkan pria lain menyentuh tubuh istrinya, gairah yang bercampur rasa cemburu yang asing dan janggal.


Hajjah Rani tidak menjawab, matanya terpejam menikmati perlakuan Haji Ugan. Sudah lebih satu bulan, Haji Ugan tidak pernah menyentuhnya. Sedangkan sex adalah salah satu yang membuat Hajjah Rani bahagia, orgasme yang diraih selalu membuatnya tertidur lelap, bermimpi tidur dalam pelukan pria yang jauh lebih muda usianya. Pria yang lebih pantas menjadi anaknya.

Hajjah Rani menggelengkan kepalanya pelan, berusaha mengusir wajah pemuda tampan yang selalu mengisi mimpi-mimpinya selama beberapa bulan ini. Tidak, pemuda itu lebih pantas jadi anaknya, pemuda itu pasti seumuran dengan anak pertamanya yang diadopsi oleh sepasang pasutri setelah dia melahirkannya. Anak yang terlahir dari benih pria yang pernah menolongnya.

Hajjah Rani terus memejamkan matanya, dan akhirnya dia menyerah membiarkan pria muda itu memeluknya dari belakang, meremas payudaranya yang besar bercup B tersembunyi di balik baju syar'inya. Perlahan Hajjah Rani membalikkan tubuhnya ke hadapan pria itu, matanya terbuka pelan dan pada saat itulah Haji Ugan mencium bibirnya dengan bernafsu membuat Hajjah Rani tersadar dari lamunannya, ternyata bukan pemuda itu yang sedang mencumbunya, melainkan suaminya. Tanpa sadar, Hajjah Rani mendorong Haji Ugan hingga terjatuh dari ranjang.


"Jangan sentuh aku, sebelum aku pulang dari Gunung Kemukus dengan pria itu." kata Hajjah Rani, suaranya begitu dingin.

----XXX----

Jaja, seorang pemuda berusia 25 tahun, bekerja serabutan dan yang paling sering menjadi kuli bangunan. Apapun pekerjaannya selama menghasilkan uang, Jaja tidak pernah menolaknya. Dari penghasilan yang tidak tetap, Jaja mampu membiayai ibunya yang seorang janda ditinggal mati suami dan seorang adik perempuannya yang masih sekolah di sebuah SMK Negeri yang tidak jauh dari rumahnya. Lebih tepatnya Ibu angkat karena sebenarnya Jaja tidak pernah kenal orang tua kandungnya. Dia dibesarkan di sebuah panti asuhan hingga umur 6 tahun dia memutuskan untuk melarikan diri dari panti untuk mencari ibu kandungnya, selama hampir dua tahun dia menjadi gelandangan di Pasar hingga akhirnya dia bertemu dengan Ibu angkatnya itu yang mengajaknya pulang dan menyekolahkannya, memperlakukannya seperti anak kandungnya sendiri.

"Ja, mau ke mana?" tanya Bu Wati wanita berusia 57 tahun yang terlihat awet muda sehingga dia lebih suka dipanggil Teh dari pada ibu dan memang panggilan itu lebih cocok untuknya saat Jaja melintas di depan pintu dapurnya yang terbuka dan tepat menghadap rumah kontrakan Jaja. Teh Wati adalah pemilik rumah kontrakan yang terdiri dari empat pintu, kontrakan itu berjajar di samping rumah Teh Wati dan jalannya buntu.

Ada yang aneh pada wajah Bu Wati yang terlihat seperti wanita berusia 40 an tahun dan menjadi gunjingan di lingkungannya. Ada yang mengatakan semuanya terjadi karena operasi plastik dan bahkan yang paling sadis mengatakan dia mempunyai banyak susuk yang membuatnya awet muda. Operasi plastik mungkin itu hal paling masuk akal, dengan kekayaan yang dimilikinya.

Wajah Bu Wati bisa dikatakan manis,, tubuhnya yang agak gemuk terlihat sekal dan masih keras dan yang paling menonjol adalah payudaranya yang besar. Kulitnya yang hitam manis, justru membuatnya terlihat semakin menarik dan eksotik. Jaja tersenyum ramah, keramahan yang sudah menjadi ciri khasnya. Karena hidup mengajarkannya selalu ramah pada siapapun, dengan keramahan maka rezeki akan mengalir seperti air, begitu prinsip yang dianut Jaja. Dan senyumnya kali ini menyimpan maksud lain, Jaja yakin Bu Wati mengetahui hal itu.

"Ke warung, beli rokok Bu " jawab Jaja tidak pernah mau memanggil yeh seperti yang dilakukan orang lain, dia tersenyum ramah, matanya melihat ke bagian dalam dapur untuk memastikan tidak ada orang di dalam. Beruntung, rumah kontrakan yang dia tempati berada di gang buntu dan hanya ada 4 rumah yang menghadap tembok tinggi rumah Bu Wati.

Jaja teringat dengan kejadian kemarin saat sedang merenovasi rumah penginapan melati, dia berpapasan dengan Bu Wati yang keluar dari dalam kamar dengan seorang pria muda, apa lagi yang mereka kerjakan selain berbuat mesum. Jaja kembali melihat ke dalam, berharap keberuntungan berpihak padanya. Sepertinya dia harus memanfaatkan kesempatan yang ada untuk menikmati tubuh Bu Wati gratis, dari pada harus ke tempat pelacuran kelas teri yang PSK nya sudah pada tua dan jelek dan berisiko terkena penyakit kelamin.

“Masuk yuk ada yang mau Ibu bicarakan, mumpung sepi.” Kata Bu Wati menarik tangan Jaja setelah yakin situasi memungkinkan, dia harus menyuruh Jaja tutup mulut tentang kejadian di penginapan dan cara yang paling manjur menyumpal mulut Jaja dengan bibir bawahnya.

“Aku mau beli rokok dulu, Bu..!” jawab Jaja jual mahal, dia harus bisa menarik ulur perasaan Bu Wati.

“Cerewet...!” seru Bu Wati tidak peduli dengan protes Jaja, segera mengunci pintu dapur setelah yakin mereka aman karena penghuni rumah kontrakan miliknya sedang bekerja, hanya ada Jaja yang sedang nganggur. Dia harus bicara dengan Jaja tentang insiden dia keluar kamar penginapan dengan seorang pemuda agar rahasia ini tersimpan rapat, bukan suaminya yang dia takuti, tapi tetapi gunjingan tetangga yang akan terdengar ke anak semata wayangnya.

"Ada perlu apa, Bu?" tanya Jaja pura pura pilon, jantungnya berdegup kencang membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Apakah Bu Wati akan langsung memperkosanya, atau memberinya sejumlah uang tutup mulut? Jaja tidak menginginkan uang, dia hanya menginginkan memek wanita yang usianya lebih tua dari pada ibu angkatnya.

"Duduk, Ja ! Ibu Wati mau minta tolong Jaja mau merahasiakan kejadian kemarin, apapun permintaan Jaja pasti akan ibu turuti asal Jaja janji tidak akan cerita ke orang lain." kata Bu Wati pelan, matanya menatap tajam dan harus mengakui ketampanan Jaja yang sangat bertolak belakang dengan wajah ibunya yang jelek. Melihat wajahnya saja sudah membuatnya terangsang, andai pemuda ini menginginkan memeknya sebagai upah tutup mulut.

"Och kejadian kemarin, memang Bu Wati mau ngasih aku apa?" tanya Jaja tersenyum licik, harapannya hampir menjadi kenyataan melihat tubuh bugil Bu Wati dan menikmati jepitan memeknya. Kontolnya langsung menegang tanpa bisa dicegah, kapan lagi dia akan bisa menikmati memek gratis wanita manis yang duduk di hadapannya.

“Bu, mau apa?” tanya Jaja pura-pura kaget saat Bu Wati menariknya masuk ke dalam ruang keluarga yang besar. Gila, dia tidak menyangka akan secepat ini Bu Wati akan menyumpal mulutya dengan memeknya yang nikmat agar rahasia perselingkuhannya tertutup rapat. Ini terlalu mudah, sangat mudah di luar perkiraannya. Jaja menatapnya heran, semoga ini bukan jebakan yang akan mencelakainya. Dalam situasi seperti ini, Jaja dibuat tidak berkutik. Semua rencana yang sempat disusunnya buyar, Bu Wati justru mengambil alih semua rencananya. Dia lebih paham harus melakukan apa dalam situasi yang sedang dihadapinya.

“Mumpung ada waktu, aku akan menyumpal mulutmu supaya tidak bocor dan sampai terdengar oleh tetangga dan anakku..” Jawab Bu Wati mendorong Jaja hingga jatuh terduduk di sofa empuk tempat bercengkrama dengan keluarga dan tanpa menunda lagi Bu Wati melumat bibir Jaja dengan rakus, dia sudah berpengalaman dan tahu apa yang diinginkan oleh Jaja. Menyumpal mulut Jaja bukan dengan uang atau rokok, tapi dengan memeknya yang selalu gatal pengen digaruk kontol perkasa seorang pemuda. Terlebih kalau pemuda itu perjaka ting-ting, pejuhnya bisa digunakan sebagai obat awet muda. Mungkin cerita itu hanyalah sebuah mitos, namun Bu Wati sudah membuktikannya sendiri, di usia hampir enam puluh tahun dia terlihat 20 tahun lebih muda dari usianya.

Jaja terdiam oleh serangan agresif Bu Wati yang beringas, kegarangannya hilang dalam sekejap. Bibir Bu Wati begitu lihai mencumbu bibirnya dengan rakus, lidahnya seperti ular yang meliuk menyusup masuk ke dalam rongga mulutnya dan perlahan-lahan berhasil menyadarkan Jaja harus melakukan apa. Jaja mulai membalas ciuman Bu Wati dengan bernafsu, tangannya mulai bergerilya meremas payudara sekal yang sejak tadi sudah diincarnya. Aneh, payudara itu masih terasa kenyal seperti buah pepaya yang menggantung.

"Ja, ingat. Jangan sampai kejadian ini diketahui orang lain, kamu akan celaka karena sudah berani mencicipi tubuhku." bisik Bu Wati pelan, dia sudah berhasil menaklukkan kuda liar yang akan segera menungganginya. Beruntung sekali bisa menaklukkan Jaja dan keberuntungannya akan semakin sempurna kalau Jaja seorang perjaka ting-ting, itu akan membuatnya awet muda.

"Aku belum pernah mencicipi tubuh Bu Wati, apa lagi memek Bu Wati.." jawab Jaja, tangannya tidak bosan meremas payudara sekal Bu Wati, dan tidak mungkin ada pria yang bosan meremas payudaranya yang menurutnya indah. Bau keringat Bu Wati semakin membuatnya terangsang.

"Kata siapa buktinya tanganmu sekarang lagi meremas-remas toketku, dasar tolol..! Seru Bu Wati menggoda, matanya menatap tajam wajah tampan Jaja dengan bernafsu, rahangnya yang kekar membuatnya terlihat jantan. Entah apakah kontolnya sejantan penampilannya, atau justru mengecewakan seperti pemuda yang dibawanya ngamar hingga kepergok Jaja. Ingin membuktikan bahwa Jaja bukanlah ayam sayur, Bu Wati berjongkok untuk membuka celana training Jaja.

"Salah Bu Wati, kenapa menggodaku, lelaki mana yang akan tahan” jawab Jaja, dia terpaku saat Bu Wati berjongkok dan menarik celana training dan juga celana dalamnya sekaligus, sehingga kontolnya yang sudah ngaceng langsung terekspos di depan wajah Bu Wati yang ternganga kaget.

"Ada apa, Bu?" Tanya Jaja tersenyum geli melihat ekspresi wajah Bu Wati melihat kontolnya yang berdiri tegak, semua wanita yang melihat akan melotot kaget melihat ukurannya yang besar dan panjang.

"Gila, ini kontol apa pentungan !" seru Bu Wati takjub, matanya melotot melihat kontol Jaja yang sudah mengacung sempurna. Belum pernah dia lihat kontol sebesar ini, sangat menakjubkan dan sekaligus mengerikan. Entah bagaimana rasanya saat kontol itu menerobos memeknya, sakit atau nikmatkah? Pertanyaan itu bergelut dalam pikirannya dan membuatnya sangat penasaran, apa yang akan dirasakannya saat kontol itu memasuki memeknya dan menyentuh bagian terdalam. Ukuran kontol Jaja mengingatkannya pada seseorang yang pernah menjadi pasangan ritualnya di Gunung Kemukus, kontol sebesar ini akan membuat memeknya ngilu saat pertama kali masuk namun sesudah itu akan memberinya kenikmatan yang sulit dirangkai dengan kata-kata.

"Masih segini dibilang besar, sepertinya biasa saja." Goda Jaja menggerak-gerakkan kontolnya naik turun, otot-otot kontol terlihat menonjol mengelilingi batang kontolnya. Ini benda kebanggaannya, sudah banyak wanita yang bertekuk lutut saat kontolnya mengaduk-aduk memek mereka.

"Mantab, kontol kamu sudah ngaceng aja, seakan tahu nemekku sudah menunggunya." Wati berhasil mengendalikan diri, dia membalas godaan Jaja. Dibelainya kontol Jaja untuk merasakan teksturnya yang kokoh, lalu menggenggamnya untuk memastikan kekerasan kontol itu dan dia harus mengakui kontol itu sangat keras melebihi kontol yang pernah ditemuinya dan ini membuatnya semakin takjub.

Perlahan, Wati mendekatkan wajahnya mencium bau kontol yang berbaur dengan bau Pesing namun Wati tidak merasa terganggu dengan bau itu, bau yang justru membuatnya semakin bernafsu. Lidahnya terjulur menyusuri batang yang sebenarnya tidak terasa nikmat, namun nafsu membuatnya sangat menyukai rasa yang menempel di lidahnya. Lidahnya bergerak lincah menjilati setiap permukaan batang yang berdiri tegak, bahkan biji peler Jajapun tidak luput disentuhnya.

Jaja memejamkan mata menikmati lidah kasar Wati menyentuh batang kontolnya dan membuat sekujur tubuhnya merinding nikmat, Jaja merebahkan tubuhnya membiarkan Wati memanjakannya dengan kenikmatan yang tidak bisa setiap saat didapatkan. Dan puncaknya saat kontolnya terbenam dalam mulut Wati, wanita itu menghisapnya dengan kuat serta kepalanya bergerak naik turun seperti sedang mengocok kontolnya.

"Ahhhhh...!" Jaja mendesah lirih, ruang tamu yang luas itu menjadi semakin panas oleh birahi yang membakar jiwanya. Tanpa sadar, Jaja memegang kepala Wati dan menggerakkannya dengan kasar.

Slup srup.... Kepala Wati terus bergerak memompa kontol Jaja, dia sama sekali tidak terusik oleh jambakan kasar Jaja. Baginya menyepong kontol seorang pria adalah sebuah keasyikan tersendiri, semacam hobi yang membuatnya ketagihan terutama saat kontol itu mengaduk-aduk memeknya dan mampu memberinya orgasme berkali-kali. Baginya, kontol adalah benda ternikmat yang akan dihisapnya hingga isinya terkuras habis, baik oleh mulutnya maupun oleh memeknya yang selalu dirawat sebaik-baiknya.

"Kamu suka, Ja?" tanya Wati tanpa memalingkan wajahnya dari kontol Jaja yang sudah basah oleh air liurnya. Mulutnya mulai bisa beradaptasi dengan ukuran kontol Jaja. Ada suatu kebanggaan tersendiri, rasa suka bisa mendapatkan kontol yang berbeda dari kontol para selingkuhannya yang berukuran standar, biasa biasa saja. Ini kontol istimewa, dan harus diperlakukan dengan cara istimewa. Wati membelai kontol Jaja dengan jarinya yang kasar karena terbiasa dengan pekerjaan Ibu Rumah Tangga, membelai kepala kontol yang lunak dengan sepenuh hati.

"Iyya, buuuu...!" seru Jaja, matanya menatap Wati yang kembali memulai aktivitasnya, mencaplok kepala kontol Jaja dan menghisapnya dengan bernafsu. Kepalanya bergerak turun naik mengocok kontol Jaja, walau tidak semua batang kontol Jaja yang mampu ditelannya.

"Sudahhhh, Buuuu....!"seru Jaja, dia tidak bisa menahan diri lebih lama lagi. Rasa ngilu dan nikmat, bisa membuatnya KO sebelum ronde yang sesungguhnya. Reputasinya sebagai pejantan tangguh akan ternoda, hal itu tidak boleh terjadi apa lagi di hadapan wanita yang baru akan digaulinya.

Jaja menarik Wati dan menjatuhkannya di sofa. Sebagai seorang pesilat yang dipelajarinya sejak kecil, hal itu sangat mudah dilakukannya dan tidak perlu diceritakan secara detail, adegan biasa terjadi di film action sehingga bukan rahasia umum lagi. Jaja merangkak di atas tubuh Wati, dia sangat ingin mengulum bibir tipis Wati yang sensual. Juga membalas perlakuan Wati tadi. Jaja begitu bernafsu mengulum bibir Wati yang membalas dengan suka cita, sementara tangannya terus meremas payudara Wati dengan kasar dan ternyata wanita itu sangat menikmati perlakuan kasarnya.

Puas bercumbu, Jaja membuka kaos longgar yang dipakai Wati yang justru merasa senang dengan perlakuan Jaja, dia berhasil membangunkan macan tidur dalam gairah birahi yang selalu menguasai jiwanya. Bibirnya tersenyum genit menggoda Jaja yang sangat terampil membuka baju wanita. Tubuhnya agak terangkat saat Jaja berusaha membuka pengait BH dan memberi akses Jaja agar lebih mudah membuka bajunya. Pemuda itu sudah jatuh dalam pelukannya, dia bisa menjadikan pemuda itu sebagai budak sex nya. Wati begitu percaya diri keindahan tubuhnya akan mampu membuat Jaja bertekuk lutut.

"Bu, indah sekali. ?" Seru Jaja takjub tubuh melihat kemolekan tubuh wanita yang lebih pantas jadi ibunya, badannya yang gempal begitu menggoda birahinya terlebih sepasang payudaranya yang besar menggelantung seperti buah pepaya. Dengan tangan gemetar Jaja menyentuh permukaan payudara yang berkulit halus, kehalusannya tidak kalah oleh Wulan anaknya.

"Tetek Ibu sudah kendur, ya?" goda Wati melihat wajah Jaja yang terpesona melihat keindahan payudaranya.

"Indah, sangat indah." jawab Jaja yang sudah terbiasa merayu wanita, dia sangat tahu bagaimana membuat wanita tersanjung. Bukan hanya satu wanita yang pernah ditaklukannya, dari ibu-ibu, janda dan para gadis dan prestasinya menaklukkan wanita adalah ketika dia berhasil meniduri Wulan putri bungsu Wati.

"Gombal...!" seru Wati merasa tersanjung, ucapannya terhenti saat Jaja menjilati puting payudaranya yang mengacung tegak karena rangsangan birahi, lalu menghisapnya dengan rakus diiringi gigitan kecil yang membuat sekujur tubuhnya merinding nikmat. Ini yang sangat disukainya, payudara adalah bagian sensitif dari tubuhnya setelah itilnya.

Jaja begitu rakus menghisap puting payudaranya, kalau saja payudaranya mengeluarkan ASI tentu sudah habis oleh Jaja yang tidak pernah mendapatkan ASI dari ibu kandungnya. Ibu kandung yang sudah membuangnya begitu lahir, sehingga dia sangat terobsesi dengan payudara wanita terutama yang sedang menyusui. Sayang, belum pernah dia menyusu pada wanita yang sedang menyusui.

"Jaja, kamu kurang ajar. Memek istri orang kamu obok obok. Och, ennnak banget...!" seru Wati saat tangan Jaja berhasil menggapai memeknya, menemukan celah sempit yang selalu tersembunyi dan basah oleh birahi.

"Bu, bulunya dicukur ya?" tanya Jaja, saat jari jarinya menyentuh permukaan kulit yang kasar, lalu semakin jauh menyusup masuk ke lobang sempit yang sudah sangat basah. Ya, lobang memek yang menjanjikan kenikmatan surga dunia.

"Ochhhh, nikmat... Iya memang dicukur, kan sering dipakai..!" jawab Wati santai, dia rutin mencukur jembut agar brondong-brondongnya bebas menjilatinya.

Bosan dengan payudara dan hanya mencolok memek dengan jari, Jaja segera menarik celana legging Wati hingga benar benar bugil. Warna memeknya yang agak kehitaman tidak mengurangi keindahannya, serasi dengan warna kulitnya yang hitam manis.

"Hihihi, Teteh suka dengan gayamu...!" seru Wati tertawa senang, Jaja pasti akan segera menyeruput cairan memeknya dengan bernafsu, menelan sari madu birahi yang sangat nikmat. Dan lebih dari itu, Wati semakin penasaran bagaimana rasanya memeknya yang mungil dicoblos kontol Jaja yang besar dan panjang mengingatkannya dengan Ujang pria yang pernah menjadi pasangan Ritual Sex di Gunung Kemukus, pria yang tidak pernah bisa dijangkaunya lagi. Apakah pemuda ini mempunyai kemapuan seperti yang dimiliki Ujang sehingga membuatnya orgasme berkali-kali hingga kehabisan tenaga, kegarangan kontolnya hanya enak dilihat?

Jaja tidak mendengar apa yang dikatakan Teh Wati, konsentrasinya tertuju ke memek yang menyimpan kenikmatan surga duniawi. Dalam sekejap wajahnya terbenam di selangkangan yang menebarkan aroma khas memek bercampur dengan sabun khusus vagina, lidahnya memburu itil yang mencuat dari belahan memek, menggelitiknya dengan liar membuat Wati menggelinjang nikmat.

"Iyaaaaa, awwwww ennnnnakkkk....!" seru Wati takjub, tubuhnya menggelinjang nikmat. Pemuda ini sepertinya bukan ayam sayur, dia tahu cara mempermainkan birahi seorang wanita.

"Ampunnnnn, Jaaaaa... Ibuu sudah nggak kuat, entot aku sekarang, sebelum Wulan pulang..!" seru Wati mengingatkan Jaja dengan keadaan mereka, sewaktu waktu anak bungsunya pulang dan memergoki perbuatan bejad mereka.

"Iyyyya, Tehhh." jawab Jaja segera bangun dan menarik kaki Wati sehingga pantatnya tepat di pinggir sofa, dia tidak mau kedatangan Wulan membuatnya batal menikmati memek Wati yang sudah terpampang di hadapannya. Jaja memegang ke dua kaki Teh Wati, dikangkangkan selebar lebarnya untuk mempermudah penetrasi yang akan segera dilakukannya.

Tanpa disuruh Wati meraih kontol Jaja dan mengarahkannya tepat di lobang memeknya yang terbuka, menanti dengan perasaan was-was kontol Jaja menerobos memeknya. Apakah dia akan merasakan sensasi yang sama seperti yang dirasakannya saat kontol Jalu (Ujang) menerobos memeknya beberapa puluh tahun yang lalu,.?

"Ja, masukin pelan pelan. Kontol kamu kegedean, jangan kasar ngentotnya..!" seru Wati dengan jantung berdebar kencang, semoga Jaja memperlakukan memeknya dengan lembut walau sebenarnya dia sangat menyukai gaya ngentot yang cenderung cepat, tapi kontol para selingkuhannya tidak sebesar kontol Jaja, kecuali Jalu yang berhasil menghamilinya dan memberikan putri cantik bernama Wulan.

"Iya Bu, aku akan santai ngentotnya..!" jawab Jaja, dia sudah biasa melihat ekspresi wajah ketakutan wanita saat dia akan melakukan penestrasi karena ukuran kontolnya yang besar, tapi setelah itu mereka biasanya berteriak histeris menerima sodokan demi sodokan kontolnya yang membuat mereka orgasme berkali-kali.

Perlahan Jaja mendorong kontolnya menerobos memek Wati yang walaupun sudah sangat basah namun masih terasa sangat sempit karena ukuran kontolnya, dia tidak berkedip melihat kontolnya bergerak perlahan tertelan di memek Wati yang terbuka lebih lebar dari biasanya hingga akhirnya kontolnya tertelan semuanya.

"Aduhhhh, Jak...!" seru Wati takjub melihat memeknya berhasil menampung semua bagian batang kontol Jaja, dia menarik nafas panjang berusaha membuat memeknya rileks sehingga rasa ngilu itu perlahan sirna.

"Kontol kamu kegedean Ja, seperti kontol ayahnya Wulan...!" Gumam Wati tanpa sadar, wajah Jalu terbayang jelas, hentakan demi kontol pria itu seperti sedang mengaduk-aduk memeknya dengan irama yang membuatnya orgasme berkali-kali dalam setiap persetubuhan mereka.

"Iya Bu, ini juga sudah pelan." jawab Jaja bangga dengan ukiran kontolnya yang besar, entah sudah berapa banyak wanita yang bertekuk lutut oleh keperkasaannya dan ini patut disyukuri.

"Aduhhhh, Jajaaa...!" seru Wati menjerit lirih saat Jaja mencabut kontolnya, dinding memeknya seperti tertarik dan kemudian kontol Jaja kembali masuk dengan cepat hingga mentok dasar memeknya. Rasa ngilu dan nikmat bersatu, berlomba menguasai Wati yang hanya pasrah menerima perlakuan pemuda tampan itu.

“Gila, kontol kamu enak banget !” seru Wati mendelik melihat kontol Jaja bergerak di memeknya, tidak sia-sia dia menyumpal mulut Jaja dengan memeknya. Kenikmatan dahsyat yang pernah dirasakan dengan Jalu sepertinya akan kembali terulang membuatnya kehabisan tenaga akibat orgasme yang datang silih berganti seakan tidak akan berhenti. Pemuda seperti inilah yang dicarinya selama ini, bukan brondong ayam sayur yang kehabisan tenaga di tengah jalan.

“Iya Bu, Wulan juga bilang gitu.” Jawab Jaja keceplosan mengatakan hal yang seharusnya tetap menjadi rahasia, apa lagi wanita yang sedang dinikmati adalah ibu kandung Wulan.

“apa? Kamu sudah pernah ngentot Wulan..?“ tanya Wati terkejut, refleks dia mendorong tubuh Jaja sehingga hampir jatuh ke lantai.

"Eh, itu Bu...!" seru Jaja kaget, dia memaki kebodohan dirinya sendiri. Rasa nikmat membuatnya jujur, terlalu jujur hingga lebih pantas disebut bodoh.

"Ceritakan, apa yang sebenarnya terjadi..?" bentak Wati marah, dia memang tahu dengan kebinalan Wulan yang menunjukan tanda-tanda mewarisi sifatnya dan dia tidak bisa menyalahkan Wulan untuk hal itu. Mungkin ini adalah [Kutukan Gunung Kemukus [/B], karena sebab Ritual Sex di Gunung Kemukus lah Wati mengandung Wulan. Tidak heran Wulan mempunyai libido sex yang liar.

"Itu terjadi sebelum bertemu Bu Wati di penginapan, aku juga bertemu Wulan dan seorang pria keluar dari kamar penginapan." Jawab Jaja jujur, dia sudah terlanjur mengatakan hal itu dan tidak perlu lagi dia menyimpan rahasia ini.

"Jadi kamu ngancam Wulan, sehingga kamu bisa ngentotin anakku?" tanya Wati sudah bisa menduga kejadian yang sebenarnya, gila semuanya berasal dari perbuatannya. Wulan adalah anak hasil hubungannya dengan Jalu selama melakukan ritual, sepertinya anak itu memang dilahirkan untuk mewarisi semua kebinalannya dan Wati harus bisa menerima itu semua dalam hidupnya.

"Ya sudahlah, nasi sudah menjadi bubur., Selama kamu kamu bisa menjaga rahasia ini, kamu bisa bebas menikmati memekku dan Wulan selama dia mau." Jawab Wati menarik nafas panjang, bisa jadi Wulan adalah tumbal perbuatannya melakukan Pesugihan Gunung Kemukus, sehingga anaknya itu mempunyai sifat liar dan memuja sex sebagai bagian dari hidupnya.

"Bu Wati, nggak marah?" Tanya Jaja heran, namun pertanyaannya di jawab Wati dengan mendorongnya rebah di lantai ruang tamu yang dingin. Teh Wati berjongkok di atas kontol Jaja dan tanpa ijin dia langsung mendudukinya, blessss kontol Jaja kembali menerobos memeknya.

"Ochhhhh kontol kamu mentok memekku, sakit tapi enak...!" seru Wati lirih, tanpa menunggu memeknya bisa beradaptasi dengan kontol Jaja, dia langsung memacunya perlahan-lahan.

"Bu Wati memeknya sempit amat...!" seru Jaja takjub, memek wanita berusia 57 tahun ini ternyata tidak kalah rasanya dengan anak gadisnya. Entah bagaimana cara Wati merawat memeknya, cengkeramnya begitu terasa.

"Pastilah, memekku terawat dengan baik, karena ini aset paling berhargaku. Apa lagi sering dipake, harus benar-benar dirawat." jawab Wati bangga. Kalau ada yang bertanya tentang wajah dan tubuhnya yang awet muda, atau memeknya yang tetap rapat, Wati sendiri tidak pernah bisa menjawabnya. Semuanya terjadi secara alami, atau mungkin ini akibat dari Ritual Sex di Gunung Kemukus.

Wati terus menggerakkan pinggulnya naik turun, semakin lama semakin cepat dan lancar kontol Jaja keluar masuk tanpa hambatan, lendir memeknya semakin banyak yang keluar menjadi pelumas alami, namun tidak mengurangi jepitannya yang kuat mencengkram kontol Jaja. Rasa sakit dan ngilu yang sempat dirasakannya, berganti dengan rasa nikmat yang luar biasa sehingga membuatnya mendesis kadang berteriak kecil.

"Aduhhhh, aku kelllluar...!" seru Wati, orgasmenya datang begitu tiba tiba dan tanpa dapat dicegahnya. Memeknya berkedut, meremas kontol Jaja.

"Ich, aku belum keluar Bu." kata Jaja, dia menggerakkan pinggulnya naik turun berusaha memompa memek Wati yang mengeram dan mencengkeram dadanya. Bibit tubuh Wati yang semok membuat Jaja agak kesulitan, namun dia tidak mau menyerah terus memompa memek Wati dari posisinya.

"Capek, gantian ya..!" Seru Wati yang tidak puas dengan hanya sekali orgasme yang baru saja dialaminya, dia segera beranjak dari atas tubuh Jaja dan menungging membelakangi pemuda itu, pantatnya bergerak kiri kanan seperti pantat itik menggoda Jaja.

Tanpa disuruh pun Jaja akan mengejar memek Wati, nafsunya begitu besar dan tidak mau kehilangan jepitan memek Wati begitu saja. Jaja segera memasukkan kontolnya ke memek Wati yang basah oleh lendir birahi, kontolnya menerobos kasar hingga dasar memek Wati. Jaja langsung memacu kontolnya dengan cepat, mengaduk-aduk memek Wati membuat tubuh wanita itu berguncang keras.

"Pelan pelan Ja, sakitttt..!" seru Teh Wati, walau memeknya sudah sangat basah, namun terjangan kontol Jaja yang kasar membuatnya kesakitan bahkan tubuhnya tersungkur di lantai yang basah oleh keringat mereka berdua.

Jaja seperti tidak peduli, dia terus memompa dengan kasar dan bertenaga. Konttolya menumbu lobang memek Wati yang sudah banjir dan menimbulkan bunyi yang memenuhi ruangan kamar yang sempit sehingga menjadi musik yang menambah aura birahi.

"Iyaaa, gituuu sayyyy... Uhhhh memekku ennnnak banget...!" seru Wat histerisi, rasa sakit dan ngilu yang dirasakannya sudah hilang dan berganti oleh rasa nikmat yang tiada duanya. Matanya mendelik nikmat saat Jaja terus memompanya dengan kasar, tubuhnya berguncang keras menerima sodokan demi sodokan Jaja.

"Ja, Ibu kelllluar lagiii... Gila, ennnak banget..! Yang kenceng Ja, entot memek ibu...! seru Wati, tubuhnya yang basah terdorong maju oleh hantaman demi hantaman Jaja, payudaranya yang bergesekan dengan lantai keramik membuat sensasi aneh yang membuat orgasmenya kembali datang tanpa bisa dicegah. Tubuh Wati mengejang berkali-kali saat orgasme itu membuatnya kehilangan kesadaran.

Melihat Wati yang sudah tidak berdaya, Jaja mencabut kontolku. Dengan kasar dia membalikkan tubuh Wati, mengangkat kedua kakinya dan membukanya lebar-lebar, kembali Jaja menghujamkan kontolnya ke memek Wati dengan kasar. Kontolnya kembali memompa memek Wati dan membuat tubuh wanita itu beringsut maju dan akhirnya terhenti saat kepalanya membentur tembok.

"Aduhhh, gila kamu..!" Seru Wati jengkel, namun diakhiri dengan suara tawanya yang merasa lucu dengan situasi yang sedang dihadapinya.

"Maaf, " jawab Jaja tanpa merasa bersalah dengan kejadian kecil tadi.

"Gila, kamu belum ngecrit juga..!" seru Wati takjub dengan daya tahan Jaja, pria ini pejantan tangguh yang selama ini dia cari. Pejantan yang mampu memberinya kenikmatan maksimal yang jarang didapatkannya. Beruntung dia bisa mendapatkan nya, dia tidak lagi perlu bingung mencari kontol lain. Wati tersenyum bahagia, dipeluknya leher Jaja dan diciumnya bibir pemuda itu yang terus memompa memeknya yang terasasemakin lebar lobangnya.


Tidak berselang lama, kembali Wati mendapatkan orgasme yang kesekian kalinya. Tubuhnya melenting seperti cacing kepanasan, staminanya seperti habis terkuras. Untung saja pada saat yang bersamaan, Jaja mendapatkan orgasme pertamanya.


"Bu, akkku kelllluar..!" seru Jaja histeris, kontolnya menghujam keras disertai tembakan pejuh yang banyak membanjiri memek Wati.


"Ibujj jugaaa kelllluar..!" seru Wati takjub, pejuh Jaja yang hangat membuat orgasmenya semakin nikmat dan dahsyat

----XXX----

"Ja, kamu dicari Pak Agus. !" kata Jupri ke Jaja yang muncul dari gang sempit rumah kontrakannya, sebuah kebetulan tidak disangka.

"Iya, Pri. Sekarang Pak Agus ada di mana?" tanya Jaja antusia, ini pasti masalah kerja dan membuatnya bersemangat.

"Di rumahnya, tadi kamu di telpon tapi HP kamu nggak aktif." jawab Jupri.


"HP ku tadi di cas. Ya sudah, aku ke rumah Pak Agus dulu. Makasih, Pri." kata Jaja, dia segera bergegas ke rumah Pak Agus mandor bangunannya. Akhirnya setelah dua hari luntang kantung, datang juga kerjaan yang ditunggu sebelum uang simpanannya habis. Dengan langkah ringan, Jaja berjalan cepat ke rumah Pak Agus yang tidak terlalu jauh, hanya berbeda RT. Tidak berapa lama dia sampai di rumah Pak Agus.

"Assalamualaikum...!" Jaja mengucapkan salam dengan suara keras di depan pintu rumah yang terbuka.

"Wa 'alaikum salam, Ja. Ayo masuk." jawab Pak Agus yang memang sudah menunggunya sejak tadi.

Jaja segera masuk ke dalam rumah tanpa bersalaman dia duduk di hadapan Pak Agus, mandor yang selalu memberinya pekerjaan. Bahkan bisa dikatakan, Jaja salah satu anak buah kepercayaan Pak Agus, pekerjaannya selalu rapi dan selalu mendapatkan pujian dari Bosnya.

"Gini Ja, kamu bisa nggak ke Solo nyelesain kerja di sana selama seminggu? " tanya Pak Agus, dia tahu Jaja pasti tidak akan menolak pekerjaan, itu yang dia suka dari Jaja.

"Sama siapa, Pak?" tanya Jaja antusias, dia sudah sering kerja di luar kota dengan teman temannya, dia sangat suka kerja di luar kota karena menambah pengalamannya.

"Sendiri, cuma pinising aja. Paling lama dua minggu." jawab Pak Agus, dia lega mendengar kesanggupan Jaja. Kalau saja Jaja menolak karena ada pekerjaan lain, urusannya akan menjadi runyam karena Bosnya hanya menginginkan Jaja yang mengerjakannya.

"Och begitu/ kapan saya berangkat, Pak?" tanya Jaja, dia ingin secepatnya pergi dan pulang bawa uang yang cukup banyak, karena biasanya kalau kerja di luar kota upahnya lebih besar.

"Hari Rabu, Ja. Ini tiketnya, kamu naik Bus dari Terminal Bubulak dan ini uang makanmu selama di Solo." kata Pak Agus sambil menyerahkan selembar tiket Bus malam yang sudah dipersiapkan sejak tadi dan sebuah amplop berisi uang makan selama di Solo. Dia tidak tahu berapa Rupiah isi amplop yang diserahkan kepada Jaja, karena itu langsung dari Bos dan dia tidak mempunyai keberanian untuk membukanya.

"Siap, Pak. Och ya, alamatnya, Pak?" tanya Jaja, Pak Agus belum memberi alamat yang harus ditujunya.

"Ada di amplop, ya sudah kamu pulang." kata Pak Agus menyuruh Jaja pulang, urusannya sudah selesai.

----XXX----

Keesokan Harinya di rumah Haji Ugan.


"Bu, sudah siap?" tanya Haji Ugan yang tiba tiba masuk kamar membuat Hajah Rani yang sedang bersolek kaget, sehingga bros yang akan dipakainya terlepas jatuh.

"Kalau masuk, ketuk pintu dulu, Pak." gerutu Hajah Ranj mengambil bros yang jatuh dan kembali memakainya di tempat yang dirasanya pantas.

"Ibu cantik, sekali." puji Haji Ugan kagum, wanita yang dinikahinya 22 tahun yang lalu tidak pernah berubah, sebuah kutukan membuatnya tetap muda, seolah usia tidak mampu mendekatinya.

"Tentu saja aku cantik, itu yang bikin Bapak ngejar ngejar Ibu." jawab Hajah Rani tanpa melihat wajah suaminya, dia sengaja berdandan maksimal untuk pemuda itu, bukan untuk suaminya.

"Ya Bu, sampai sekarang wajah ibu tidak berubah sedikitpun, kecantikan Ibu seperti abadi." jawab Haji Ugan menatap takjub, bahkan semua temannya sering bertanya, di mana istrinya melakukan operasi plastik. Hal yang tidak pernah dilakukan istrinya.

"Sudah, aku harus segera berangkat ke Terminal, jangan sampai ketinggalan bus." kata Hajah Rani, dia berusaha menghindari ciuman Haji Ugan ke pipinya, hatinya merasa muak dengan Haji Ugan yang sudah memaksanya melakukan ritual, melacurkan tubuhnya ke pria lain walau

Melacurkan tubuhnya, kata itu sebenarnya tidak cocok karena dia sendiri yang menentukan siapa pria yang akan menggaulinya selama di Gunung Kemukus. Pemuda yang menarik perhatiannya dan merasakan puber kedua tanpa disadarinya.

Dia yang memilih pria muda itu, pria muda yang menarik perhatiannya dan tanpa disadari sering mengisi khayalannya saat berhubungan intim dengan suaminya. Ya, dia seorang pezinah, zinah hati dan pikiran. Ah persetan dengan semua itu, suaminya lebih gila lagu, memaksanya melakukan ritual zina di sebuah tempat maksiat.

"Iya, Bu..!" jawab Haji Ugan, dia mengangkat koper Hajah Ranj yang besar, begitu banyak pakaian yang dibawanya seakan dia akan pergi jauh, bukan hanya satu atau dua minggu.

"Berat..!" gumam Haji Ugan, dua tidak bisa protes kenapa Hajah Rani membawa banyak pakaian, dia sudah sangat hafal dengan tabiat Hajah Rani yang selalu membawa banyak pakaian saat bepergian. Ini menjadi hal yang biasa buatnya, walau untuk itu dia harus menggerutu dalam hati karena membawa barang banyak yang belum tentu dipakai semuanya.

Dengan bersusah payah Haji Ugan membawa koper besar ke atas mobil, sementara Hajjah Rani sudah duduk di dalam mobil tanpa merasa bersalah. Bahkan ada kesenangan tersendiri melihat Haji Ugan bersusah payah membawa koper, kesenangan yang membuatnya tersenyum geli.

Tidak berapa lama, Haji Ugan selesai menaruh barang bawaan Hajjah Rani, dia menarik nafas lega saat duduk di belakang kemudi. Dilihatnya Hajjah Rani yang asik membuka HP, entah apa yang sedang dilakukannya dengan HP miliknya. Haji Ugan tidak tertarik untuk mengetahuinya.

"Kita jalan, Bu." Haji Ugan mulai menjalankan mobil keluar dari pekarangan rumahnya yang besar, seorang ART sudah membuka pintu pekarangan dan segera .menutupnya kembali setelah mobil keluar dari pekarangan.

"Selesai ritual Ibu mau mampir ke Yogya." kata Hajah Lilis tanpa menoleh ke arah suaminya yang sedang menyetir.

"Iya, berarti Ibu seminggu di Gunung Kemukus dan seminggu di Yogya?" tanya Haji Ugan tidak merasa perlu bertanya kenapa Hajjah Rani akan ke Yogya, padahal sstahunya tidak ada sanak famili di sana.

"Mungkin, tergantung nanti. Oh ya, Bapak sudah menghubungi pasangan ritual Ibu kan?" tanya Hajjah Rani,, dia takut bukan pemuda itu yang menjadi teman ritualnya nanti.

"Sudah, kalian akan satu Bus. Jadi Ibu tidak perlu khawatir, semuanya sudah Bapak atur." jawab Haji Ugan, gairahnya kembali bangkit membayangkan tubuh istrinya dinikmati pria lain.

Hajjah Rani menarik nafas panjang, dadanya berdesir aneh. Jiwanya tegang akan bertemu dengan pria itu dalam situasi yang sangat berbeda, bukan lagi sebagai istri Bos tapi sebagai pasangan selingkuh yang akan memadu cinta selama berhari hari. Tubuh mereka akan bersatu tanpa sehelai benangpun, hal yang selama ini belum pernah terpikir olehnya. Lamunannya membumbung tinggi sehingga tidak menyadari mobil yang mereka naiki sudah sampai terminal Bus Bubulak.

"Bu, sudah sampai." Haji Ugan menepuk pundaknya, membuat Hajjah Rani tersadar dari lamunannya.

"Iya, Pak...!"/jawab Hajah Rani, dia segera turun disusul Haji Ugan yang segera menurunkan koper besar dari bagasi belakang mobil. Mereka lalu memasuki ruang tunggu terminal bus. Hati Hajjah Rani terus berdesir aneh, langkah kakinya terasa begitu ringan seperti tidak menapak pada tanah, matanya terus mencari sosok pemuda yang akan menjadi pasangannya selama di Gunung Kemukus, namun dia harus kecewa karena tidak menemukan pemuda itu di setiap tempat yang bisa terlihat oleh matanya

"Tidak ada, dia belum datang." gumam Hajjah Rani kecewa, dia segera duduk di kursi. Harapannya melihat pemuda itu menunggunya di sini, ternyata tidak terjadi.

"Siapa, Bu?" tanya Haji Ugan pelan, dia tahu siapa yang dimaksud istrinya.

"Sudah, Bapak pulang saja." suruh Hajjah Rani saat Haji Ugan akan ikut duduk di sampingnya. Dia tidak perlu menjawab pertanyaan suaminya, itu hanya basa basi yang tidak perlu dijawab.

"Ibu nggak mau, Bapak mengantar sampai atas bus?" tanya Haji Ugan, heran.

"Nggak enak Pak, nanti dia keburu datang." jawab Hajjah Rani, jantungnya berdegup semakin kencang, bibirnya kelu tidak mampu mengucapkan nama pemuda itu. Nama itu seperti sesuatu yang sakral, tidak bisa diucapkan di sembarang tempat.

"Ya sudah, Bapak pulang dulu." jawab Haji Ugan mengerti, istrinya tentu merasa canggung dengan kehadirannya saat bertemu pemuda itu di sini. Pemuda itu pasti akan merasa lebih canggung lagi apabila melihatnya, dia akan merasa curiga sebelum sampai tujuan, Gunung Kemukus.

Hajjah Rani mencium tangan Haji Ugan, dia melepas kepergian Haji dengan senyum sinis, entah kenapa sejak Haji Ugan memintanya melakukan ritual Sex di Gunung Kemukus, semakin hari dia semakin muak melihat suaminya.

"Bu, busnya sudah datang. Mari saya bawakan kopernya." kata seorang kenek bus menyadarkan Hajjah Rani dari lamunannya. Hajjah Lilis hanya mengangguk mengiyakan, dia mengikuti kondektur naik bus yang berhenti tepat di hadapannya.

Hajjah Rani duduk di kursi yang sesuai dengan nomer di nomer tiketnya, hatinya gelisah karena pemuda yang akan jadi pasangannya belum juga datang sementara waktu keberangkatan bus tinggal 15 menit lagi. Waktu terus bergerak, Hajjah Rani semakin panik saat kondektur masuk dan mulai menghitung jumlah penumpang, sementara pemuda yang ditunggunya belum juga datang.

"Masih ada penumpang yang belum datang, mas...!" seru Hajjah Rani saat melihat petugas loket naik dan berembuk dengan kondektur seakan sedang berunding apakah penumpang yang belum datang harus ditinggal.

"Iya Teh, kita tunggu 10 menit lagi lebih dari sepuluh menit terpaksa kita tinggal. Tadi sudah kami coba menghubungi nomer HPnya, tapi tidak aktif." jawab kondektur bus.

"Iya, Mas." jawab Hajjah Rani lega.

Namun setelah 10 menit ternyata orang yang ditunggu belum juga datang, bus akhirnya mulai jalan dan meninggalkan terminal membuat Hajjah Lilis Rani. Dia akan pergi ke Gunung Kemukus tanpa pemuda itu?


BERSAMBUNG
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd