Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Life and Slavery of Widya

Status
Please reply by conversation.
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Part 09

Hari-hari Widya dan Mama-nya (Liana) sebagai budak yang dimiliki negara cukup berat. Widya hanya diperbolehkan mengenakan bra dan chasity belt untuk menutupi kemaluannya. Sementara Liana mengenakan pakaian serupa dengan Widya, namun chasity belt digantikan oleh celana dalam biasa yang terbuat dari kulit.

Widya harus meneruskan sekolah, dan dari surat keputusan kementrian kerajaan kemarin ia juga diwajibkan untuk lulu sekolah menengah. Jika tidak, maka seluruh keluarganya akan dihukum. Widya sendiri tidak mengerti mengapa ia diwajibkan untuk lulus sekolah. Entah apa yang direncanakan oleh orang-orang di kementrian kerajaan.

Di sekolah, Widya harus menerima penghinaan dan hujatan dari orang-orang yang dahulu adalah teman Widya sendiri. Tak jarang juga beberapa teman WIdya sengaja melecehkan gadis itu dengan menyruhnya untuk melakukan tugas-tugas yang memalukan. Ia bahkan pernah digunakan sebagai alat peraga ketika teman-teman Widya meakukan presentasi anatomi tubuh manusia.

99e9171182939404.jpg

Sepulang sekolah, Widya terkadang masih harus melakukan tugas-tugas yang diberikan di pagi hari ketika ia melapor di pos pelaporan budak negara. Tugas-tugas yang harus Widya kerjakan terkadang ringan seperti menyapu jalanan atau membersihkan toilet umum. Namun kadang ia juga harus mengerjakan tugas untuk mengangkut bahan bangunan di tempat kontruksi milik kerajaan.

Kehidupan Mama-nya Widya bahkan lebih buruk lagi. Untuk sebulan ini, ia diharuskan bekerja di dermaga bongkar muat barang. Liana bersama beberapa budak negara dan buruh harus menggangkut bahan-bahan makanan seperti beras dan karung kentang dari dan ke kapal penggangkut.

Sosok Liana terlihat menonjol dibandingkan dengan budak-budak lainnya. Ia jauh lebih cantik dan tubuhnya nampak lebih terawat. Wajar saja karena Liana berasal dari keluarga terhormat. Sedangkan budak yang ada di sana kebanyakan adalah mantan tawanan perang atau orang yang menyandang status budak secara turun-temurun.

Karena sosok kecantikannya, Liana kadang menerima perlakuan yang tidak menyenangkan. Beberapa kali ia harus melayani mandor walaupun sampai sekarang hanya sebatas blow job. Dari rekan-rekan budak sendiri, Liana kadang-kadang di bully. Mereka sengaja mendorong Liana ketika menggangkut beras di punggungnya sehingga jatuh. Atau menginjak-injak jatah makan siang Liana sehingga wanita itu harus bekerja dalam keadaan perut kosong. Para rekan-rekan budak, terutama yang wanita mengganggap Liana terlalu diistimewakan. Ia memang terkadang mendapatkan jatah beras lebih setelah bekerja. Namun itu sebenarnya karena Liana harus melayani nafsu mandor yang memperkerjakannya.

Dua minggu sudah berlalu, dan siang itu Liana bekerja di pelabuhan seperti biasa. Kulit tubuhnya yang halus itu berbalur dengan buih-buih keringat dan debu. Kecantikannya masih terpancar, bahkan jauh lebih terpancar lagi. Rambut Liana ia kuncir kuda, supaya keringat tidak membuatnya berat. Liana seperti yang sudah-sudah, hanya diperbolehkan mengenakan celana dalam dan bra. Keduanya terbuat dari kulit dan berwarna hitam. Bentuknyapun minim dan tidak menutupi auratnya. Namun, dengan pakaian itu ia harus bekerja. Selain itu, ia diijinkan untuk mengenakan sepatu dan sarung tangan. Kedua pakaian itu dianggap untuk keamanan kerja Widya dan masih diperbolehkan oleh para gestapo.

“Kamu hari ini dandan ya?” Kata seorang budak wanita.

“Ciiih, dasar lonte.” Kata budak yang lain.

“Perek, paling abis ini bakal ngentot sama bos mandor.” Kata yang lain lagi.

“Iya, ngentot dibayar beras. Hina banget emang pelacur satu ini.” Tambah yang lainnya.

Liana merasa begitu dihina, namun apa daya ia tak mampu berbuat apa-apa. Tubuhnya tergolong lebih kecil dan lemah dibandingkan dengan para budak yang sudah bekerja bertahun-tahun lamanya di dermaga ini. Ia tak mampu melawan mereka.

Tubuh Liana yang tergolong kecil itu begitu kepayahan mengangkat beras di punggungnya. Keringat mengucur dengan derasnya dan tulangnya serasa mau copot semuanya. Tugas ini sudah ia lakukan selama hampir dua minggu, dan setiap saat ia merasa begitu menderita.

Saat menaiki tangga menuju ke kapal, tiba-tiba tubuh Liana ambruk. Kakinya terasa kram dan tangannya tak mampu menahan beban beras yang begitu berat.

Kebetulan, sang mandor ada di dekat sana. Ia bukannya memarahi, namun justru membantu Liana untuk berdiri. “Kamu tidak apa-apa kan?” tanya si mandor.

Liana menggelengkan kepala, “kakiku hanya kram. Aku masih bisa bekerja.” Kata Liana.

“Kamu istirahat dulu saja.” Kata Si Mandor.

Mandor itu menuntun Liana menuju ke ruangannya. Para budak lain dan buruh kasar yang ada di dermaga itu tahu apa yang akan dilakukan si Mandor. Mandor yang bernama Kunto itu memberikan Liana teh hangat dan sedikit makanan kecil. “Makanlah, biar badan kamu sedikit enakan.” Katanya.

Liana duduk di sebuah sofa yang cukup nyaman. Rasanya, sudah lama sekali ia tidak duduk di kursi senyaman ini. Seluruh barang-barang di rumahnya sudah diangkut oleh gestapo, ia bahkan hanya tidur di sebuah kasur lusuh yang sudah rusak.

Mandor itu tiba-tiba menurunkan celana-nya. Membiarkan kemaluannya yang gemuk itu menggantung. Ia duduk di samping Liana dan meminta wanita itu untuk mulai menyepong kemaluannya.

“Sambil istirahat, sepong kontolku ya. Ndak usah yang kenceng-kenceng, biar kamu juga ndak capek.” Katanya dengan enteng.

Liana mau tak mau menuruti kemauan si Mandor. Jika sampai ia melapor kerja-nya jelek atau tidak disiplin, maka Liana dan bahkan Widya mungkin akan mendapatkan masalah.

Perlahan Lianapun menyepong batang kemaluan Kunto. Tak perlu waktu lama, batang kemaluan itupun sudah berdiri dengan tegaknya. Batang kemaluan itu tidak begitu panjang, namun ukurannya gemuk, segemuk badan Kunto.

Sambil Liana menyepong kemaluan Kunto, si Mandor itu meremasi buah dada Liana. Ia lepas bra yang Liana kenakan agar ia lebih mudah untuk meremasi buah dada wanita itu. “Sungguh kenyal, dan padat.” Kata Kunto.

Sampai hari ini, Liana memang beberapa kali melayani Kunto. Namun pria itu sama sekali tidak pernah menyetubuhi dirinya.

“Liana,” Kata Kunto sambil mengangkat wajah wanita itu. “Kamu cantik.” Kata Kunto lagi. Ia menatap Liana dengan mata berseri-seri. Kunto kemudian mencium bibir Liana dan ia mencium wanita itu secara mesra.

Lidah kedua insan yang dulu berbeda kasta itu saling berpangutan. Entah mengapa nafsu Liana sekarang mudah sekali terbakar. Hanya dengan sedikit rangsangan saja ia sudah terlena begitu saja. Apakah ia moralnya benar-benar sudah jatuh? Apakah perlahan-lahan ia menjadi seorang pelacur murahan?

“Liana,” Kata Kunto sekali lagi. “Aku suka sama kamu.”

Deggg, jantung Liana tiba-tiba seperti berhenti berdetak. Entah apa yang Kunto maksud barusan. Apakah ia sedang mabuk? Atau apakah ia hanya berusaha bercanda?

“Sejak sebelum kamu menjadi budak, aku sudah kagum sama kamu Liana. Mungkin kamu tidak ingat, waktu itu kamu pernah memberi makan seorang preman kelaparan di jalan. Dan preman itu adalah aku.” Kata Kunto.

Liana tentu saja tidak ingat peristiwa itu. Namun ia tak menyangka jika kebaikannya di masa lalu ternyata sedikit membantunya sekarang. Kunto sendiri terkenal sebagai mandor yang kejam. Ia tak sungkan menyiksa budak-budak yang bekerja di bawahnya jika mereka tak menyelesaikan kuota tugas mereka. Kemarin saja, ada seorang laki-laki yang dicambuki di muka umum karena menumpahkan sekarung beras. Liana mungkin sudah melakukan kesalahan itu beberapa kali, dan ia sama sekali tak disiksa oleh Kunto. Kunto hanya sesekali memintanya untuk mengulum kemaluannya.

“Maafkan aku Liana, jika selama ini aku memintamu untuk mengulum batang kemaluanku. Aku hanya pria biasa, dan aku tak tahan melihat tubuh molekmu. Namun aku berusaha untuk tidak mengotori tubuhmu. Setidaknya sampai hari ini.” ungkap Kunto.

Liana menggangguk mencoba mengerti, walaupun ia sebenarnya masih tak bisa menelan informasi yang ada di hadapannya.

“Liana, aku ingin memilikimu.” Kata Kunto. “Setidaknya, biarkan aku memiliki tempat yang belum dijamah oleh orang lain.” Tambahnya.

Liana awalnya tidak mengerti, namun perlahan ia sadar ketika Kunto mulai menyuruhnya menungging dan membuka celana dalam miliknya. Pria itu mengambil sebuah botol oli yang ada di dekat sana. Isi botol oli itu dituangkan ke dubur Liana, ia juga menuangkannya sebagian ke batang kemaluannya sendiri. Dan meratakan oli tersebut di sepanjang batang hitam itu.

“Tenang saja Liana, aku akan melaporkan kalau kamu sudah bekerja giat dan memenuhi kuotamu setiap hari selama sebulan.” Kata Kunto.

Lianapun mengerti sekarang, Kunto rupanya ingin memperawani lubang duburnya. “Tolong, jangan disitu, aku mohon.” pinta Liana.

Namun Kunto sudah kepalang tanggung. “Sudah kamu ndak usah ngelawan Liana. Nikamati saja, kalau kamu melawan, aku loporin kamu ke gestapo kalau kerjamu di sini ndak becus.” Ancam Kunto.

Liana-pun tak mampu berkata-kata apa-apa mendengar ancaman Kunto. Jika para gestapo itu hanya menyiksa dirinya, ia pasrah. Namun jangan sampai Widya juga harus menerima akibatnya. Ia tidak mau hidup anaknya bertambah berat karena dirinya.

“Pelan-pelan ya pak. Ini pertama kalinya.” Kata Liana lirih.

Kunto tersenyum, “tentu saja, aku akan hati-hati.” Tambahnya.

Kunto mencoba langsung memasukan batang kemaluannya yang gemuk itu ke dubur Liana. Namun diameter batang itu rupanya terlalu besar, apalagi lubang dubur Liana masih perawan. Kunto beberapa kali mencoba, namun tetap gagal.

Lalu Kunto sedikit memain-mainkan jarinya di dubur Liana. Perlahan-lahan, jari yang berlapis oli itu masuk ke dalam dubur Liana. Kunto mencoba membuka sedikit lubang dubur Liana sebelum memasukan alat kelaminnya ke sana.

Liana hanya dapat melenguh-lenguh ketika jari Kunto masuk ke lubang duburnya. Jarinya cukup gemuk sehingga rasanya lubang dubur Liana membuka cukup lebar. “Hmmm, ahhh, sakit.” Jerit Liana lirih.

“Sakit awal-awal aja, tenang kok, nanti pasti enak.” Kata Kunto mencoba menenangkan Liana.

Tak hanya memasukan jarinya ke lubang dubur Liana, Kunto juga meremasi payudara dan merangsangi tubuh wanita itu. Dalam posisi menungging seperti itu, payudara Liana nampak menggantung dengan indahnya. Sangat mengundang siapapun yang ingin menikmatinya.

Tanpa Liana sadari, cairan bening mengalir deras dari dalam vaginanya. Cairan itu menandakan jika ia memang terangsang.

“Sekarang pasti sudah bisa, siap-siap ya.” Kata Kunto sambil mengarahkan batang kemaluannya ke lubang dubur Liana.

Dengan permainan jari Kunto tadi, lubang dubur Liana sedikit terbuka. Ujung kemaluan Kuntopun bisa sedikit masuk ke dalam lubang dubur itu. Kunto perlahan menekan kemaluannya agar masuk. Dan Lianapun hanya dapat memejamkan mata, merasakan kepala batang kemaluan yang berbentuk jamur dan berwarna ungu kehitaman itu mulai merangsek masuk. Liana merasakan sedikit perih, namun rasa perih itu tak ada bandingnya dengan penderitaan yang selama ini ia rasakan.
 
Botol oli ????
Jadi pelumas buat Liana pas dianal oli om :takut:
 
request hu, gimana kalo happy ending buat widya tapi bad ending buat liana, tapi tersera suhunya aja sih
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd