Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY Living Your Fantasy [NEW UPDATE Act 11]

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Act 8: A Hurt Day

Saat ini terlentang tubuh putih telanjang diatas ranjang yang biasa ia gunakan untuk memeriksa pasien-pasiennya. Kedua tangannya telah terborgol dan terkunci di salah satu sisi ranjang tersebut. Nafasnya cepat namun dalam. Dadanya yang telah kulucuti kain penutupnya, bergerak maju mundur seiring dengan nafasnya yang cepat. Kedua putingnya sudah menyembul siap untuk dihabisi.

“Jangan kecewain aku Ric!”

Jelas sekali dia menginginkan sesuatu yang lebih kali ini. Dia membawaku hingga ke ruangan ini, ruangan yang bukan biasanya kita gunakan untuk berhubungan sex. Ruangan yang sangat mendukung karena aktivitas kami kali ini sudah tertutup tirai yang mengelilingi ranjang kami sehingga tertutup dari dunia luar. Pintu ruangan ini pun sudah terkunci sehingga aku tidak akan khawatir akan ada orang lain yang tiba-tiba memasuki ruangan kami.

Dari raut wajahnya yang sekarang Gracia telihat sangat nakal dengan menggigit bibirnya, aku mengerti bahwa itu merupakan kode darinya untukku berbuat kasar. Penisku mengeras. Kulepaskan celana jeans dan celana dalamku lalu sekarang terpampang penisku yang sudah siap mengkasari seluruh tubuh Gracia.

Aku naik ke atas ranjang dan menyodorkan penisku masuk masuk ke mulut Gracia.

“hmmmph.…hmmphhh...hmmmmphh….hmmmmmph…….”

Nikmat sekali rasanya. Kusodokkan penisku lebih dalam hingga kepala penisku menyentuh kerongkongannya. Kuletakkan tangan kananku dibelakang kepala Gracia dan tangan kiriku di dagunya supaya mulutnya tetap rapat. Kudorong kepalanya kedepan dan kupaksa dia menelan penisku dalam-dalam.

“uhuk….mmmphm…uhuk….mmmphhh”

Gre tersedak berkali-kali dan air matanya pun mulai mengalir keluar. Berkali-kali juga mulut Gre mual seperti akan muntah. Bernafas adalah hal yang sulit untuk Gre saat ini. Terasa bahwa aku sedang menyakitinya tapi ia sendiri yang memintaku untuk seperti ini.

“Do you want me to stop?” Aku menawarkan Gre untuk memperhalus permainan kami. Matanya melirik keatas lalu ia menggelengkan kepalanya dan kekeh untuk diteruskan dengan cara yang sama.

Kulepaskan penisku dari mulutnya yang berlumuran dengan air liurnya sendiri. Kuremas dengan kencang kedua payudaranya dan kuhisap kedua putingnya secara bergantian. Payudaranya yang sangat pas dengan genggaman tanganku memudahkanku memainkannya dengan liar. Warna payudaranya yang sebelumnya putih kini memerah karena remasanku. Gre bergumam, mengerang merasakan perihnya payudaranya dibantai oleh tangan dan mulutku. Puting coklatnya mengerucut tiap kali ku remas payudaranya dengan kuat.

Aku mulai kebingungan apakah aku harus menghentikan permainan ini, atau membiarkan Gre untuk bernafas sejenak dan memulainya lagi dengan cara yang halus. Namun kode perkataan Gre diawal membuyarkannya. Sepertinya kali ini ia memang menginginkan untuk bermain dengan cara kasar seperti ini. Ditambah lagi dengan libidoku yang sudah naik membuatku tidak ingin membuat hal ini terasa kentang.

Pinggangnya menggelinjang. Klitoris dan vaginanya sudah gatal untuk segera dimainkan. Dengan keadaan kedua tangan Gre yang terborgol oleh besi yang salah satu ujung ranjang, ia tidak bisa untuk menyentuh alat vitalnya sendiri kali ini.

Tidak ingin mengecewakannya, langsung kugosok klitorisnya dengan jari jempolku lalu kubenamkan kepalaku diantara kedua pahanya. Kali ini dadanya gantian menggelinjang. Kedua tangannya yang terborgol memberontak meminta dilepaskan. Aku tidak menghiraukannya dan terus menghisap lipatan-lipatan vaginanya.

“AHHHH RICO AHHHHHH……… “

Desahannya semakin kencang. Aku khawatir permainan kami akan tidak sengaja terdengar oleh orang yang lewat di depan ruangan. Kuambil celana dalam Gre yang berwarna biru tua yang tergeletak di lantai, kucium bibir lembut Gre yang berwarna merah lalu kupaksa masukkan celana dalam itu ke dalam mulutnya sehingga semua suara yang keluar dari mulutnya dapat teredam.

Kumiringkan tubuh Gre ke kiri. Aku tampar kedua pantatnya secara begantian.

PLAK

Terdengar suara teriakannya yang teredam.

PLAK

Pukulan keduaku membuat erangannya semakin panjang seiring dengan nafasnya.

PLAK

Pukulan ketigaku membuat Gre menangis. Air matanya mengalir. Gre seperti hendak berkata meminta permainan kasar ini dihentikan. Aku sudah dalam tahap tidak mau mengakhirinya dan ingin terus melanjutkannya, whatever it takes.

Penisku sudah semakin kencang meminta untuk segera disenangkan. Kucoba membuka kedua paha Gre supaya dapat segera kumasukkan batang kejantananku ini ke dalam liang kenikmatannya. Namun Gre yang masih menangis ini defensif, dia tidak mau membuka kedua pahanya. Sepertinya ia benar-benar ingin mengakhiri permainan ini.

Di pikiranku sekarang sudah tertanam untuk menghukumnya, seperti perkataannya sendiri sesaat sebelum permainan ini dimulai.

Kupegangi kedua lututnya dan dengan tanganku kupaksa Gre membuka kedua pahanya. Terpampang vaginanya yang sudah basah dengan air liurku dipermainan awal. Langsung kuhujamkan penisku masuk ke dalam vaginanya. Tubuh Gre bergetar memberontak membuat ranjang bergetar dan membuatku kesulitan memainkan tempo permainanku. Kekuatanku yang lebih besar berhasil meredamkannya.

“Shhsss… ahhhh…. Ssshhhh…. Oh yeahhh” desahanku menikmati setiap gesekan batangku di dalam vagina Gre.

Kusodokkan dengan kencang terus menerus penisku di dalam vaginanya hingga berulang kali kepala penisku menyentuh ujung vaginanya dan kujadikan kedua payudaranya sebagai tumpuanku. Gre bergumam seperti meminta tolong tapi aku tidak menghiraukannya.

Today gonna be a rough night baby…” kataku.

Kubalikkan badan Gracia hingga sekarang dia membelakangiku dengan kepala masih menempel pada bantal. Gracia sangat pasrah kali ini. Rambut kepalanya sudah sangat kusut berantakan dan menutupi area wajahnya. Lalu kumasukkan penisku ke vaginanya lagi.

Payudaranya bergerak maju mundur menggantung kebawah akibat genjotan doronganku. Kupeluk tubuhnya dari belakang dengan tangan kananku. Kurapikan rambut yg menempel di wajah karena keringatnya menuju ke telinganya lalu kuciumi pipinya, masih dalam keadaan ku menggenjot vaginanya. Yang terdengar saat ini hanya hentakan tubuh kami yang saling bertemu.

10 menit berlalu dan yang kutunggu pun akhirnya akan tiba. Kubalikkan badan Gracia seperti semula. Kucabut penisku dari vagina Gre lalu kukocok di depan wajahnya.

CROT… CROT… CROT…CROT…CROT…

Tembakan spermaku membasahi seluruh wajahnya dan menetes ke bantal yang dikenakannya. Kucabut celana dalam di mulutnya dan lalu kuciumi bibirnya yang lembut.

“HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA…..” Gre tertawa lebar setelah ronde pertama permainan kami berakhir. Wajahnya saat ini terhiasi oleh air matanya yang sudah mengering. “Kamu lucu banget Ric!”

“Hah? Lucu karena apa?” tanyaku bingung.

“Tadi kamu sempet bingung kan mau ngapain? Mau lanjut atau engga.”

“I… iya kok kamu nyadar?”

“Iyalah abis aku tadi liat muka kamu kayak orang kebingungan. Kamu keliatan banget belum pernah main kasar kayak gini sebelumnya hahahaha”

“Yee kok kamu jadi ngeledek aku gini. Lagian tadi kamu juga minta buat berhenti kan?”

“Iya sih hahaha tapi aku seneng kamu akhirnya ga berhenti. Aku menikmati banget. Makasih ya sayang.” Gre memberiku gesture kecupan. “Kamu masih kuat gak Ric?”

“Kalo aku masih kuat emang kenapa?”

“Aku kan belum keluar tau.” Gre mengeluarkan duck face versi cemberutnya yang lucu.

“Ah masa sih aku keluar duluan? Oke aku lepasin dulu tangan kamu ya.” Kulepaskan tangan Gre dari ikatan borgol diujung ranjang dan ia berganti posisi menjadi duduk diatas ranjang.

“Aku tetep pake aja deh Ric, aku suka pake ini. Aku lagi pengen nakal”

Masih dalam keadaan tangan terborgol, aku menuntun Gre menuju meja kerjanya yang berada tidak jauh dari ranjang. Aku sedikit waspada karena sekarang kami berada di area yang tidak tertutup oleh tirai. Walaupun Gre berusaha menenangkanku, kekhawatiranku yang berlebih membuatku tetap was-was jika ada yang akan melihat kami melalui kaca pintu.

“Jam segini belum waktunya satpam lewat sini kok” kata Gre berusaha menenangkanku.

“Tetep aja sayang aku ga tenang” kataku sambil mendorong meja kerja Gre ke sudut yang tidak terlihat dari luar. “Nah gini kan enak.”

Aku yang masih setengah telanjang melepas kemejaku kemudian mengarahkan Gre untuk berlutut di depanku.

“Bikin aku ngaceng lagi dong sayang.”

Tanpa ragu Gre langsung mengulum penisku higga seluruhnya masuk ke dalam mulutnya. Tanpa paksaan, kali ini ia sendiri yang membuat mulutnya tersedak karena kepala penisku mencapai kerongkongannya lagi. Karena masih terborgol dan tidak dapat dipisah, kedua tangan Gre mengocok penisku secara bersamaan.

Kuangkat tubuh Gre keatas meja kerjanya. Penisku yang sudah kembali tegak kumasukkan kembali ke vagina Gre.

“Ahhh… yeah Rico fuck me yeahhhh……”

Kedua payudara Gre menyembul terapit oleh lengannya karena tangannya terborgol di depan. Kuremasi kedua payudaranya menggunakan tanganku sambil Gre juga memainkan klitorisnya menggunakan kedua tangannya. Buku-buku dan kertas yang berada disamping kami satu persatu berjatuhan ke lantai karena permainan kami.

Ku balikkan badan Gre. Hasratku untuk ‘menghukum’ Gre kembali muncul. Ku tampar keras kedua pantat Gre secara bergantian hingga memerah.

PLAK… PLAK… PLAK…

Aku terfokus pada anusnya dan aku tergoda melakukan anal kali ini. Aku sempat berpikir sejenak untuk melakukannya karena ini akan pertama kali melakukan anal. Ku gesekkan penisku di anusnya dan kumulai memasukkan adik kecilku ini.

“Rick… please stop! Don’t! I really begged you this time!” kata Gre saat baru kepala penisku saja yang masuk

Why?”

“Aku nggak suka Anal.”

“Iya kenapa? Karena sakit?”

“Bukan Ric, anal buatku disgusting.”

Jujur aku kecewa dengan perkataan Gre barusan. Hasratku yang sempat naik kini kembali turun. Gre membalikkan badannya dan dengan menggunakan kedua tangannya, dia membuka lubang vaginanya dan tersenyum kode halus untuk aku kembali berhubungan sex normal saja.

“Ahhh fuuuckkk yeahhh Rico aku keluar ahhh… aaaaahhhhhh” Desahnya saat ku genjot kembali vaginanya. Terasa penisku dibanjiri oleh cairan kewanitaannya yang keluar hingga menetes membasahi meja dan lantai.

Aku yang masih ‘nanggung’ kemudian naik ke atas meja dan berlutut tepat diatas dada Gracia. Kujepitkan penisku di kedua payudaranya kemudian ku gerakkan maju mundur dengan pelan untuk menikmati kulit payudara Gre.

CROT CROT CROT CROT

Spermaku kembali menembak deras ke wajahnya dan mengalir turun membasahi meja kerjanya. Aku turun dari meja dan bersandar ke tambok, membiarkanku dan Gre mengatur kembali nafas kami.

Thanks for today ya Ric”

“Sama-sama sayang. Kamu bersih-bersih dulu nanti gantian. Abis itu kita beresin ruangan ini.”

“Ga usah sayang. Besok aku berangkat pagian kok dari jadwal praktek aku, jadi masih akan ada waktu buat beres-beres. Mending kita mandi bareng abis itu makan aja abis ini, emang kamu ga laper?”

“Aku laper sih tadi macet di jalan gak sempet makan dulu sebelum kesini. Yaudah yuk mandi, ada banyak handuk kan disini?”

**

Selesai bersih-bersih badan, kami pun berjalan keluar rumah sakit dan hendak mencari tempat makan karena kami berdua sangat lapar setelah tenaga cukup terkuras. Satpam dan resepsionis menatap kami berdua berjalan keluar menuju ke lobi. Mereka tersenyum melihat kami berdua berjalan begandengan. Aku tidak tau apa yang ada didalam kepala mereka. Bisa jadi senang melihat kami sebagai sesosok pasangan berpegangan erat berjalan bersama atau memang ternyata mereka tau apa yang baru saja kita perbuat. Aku yang pemalu memulai percakapan dengan Gracia untuk menghindari mereka.

“Kamu mau makan apa Ge? Ini udah malem banget sih jadi pilihan kita pasti terbatas.”

“Sate kambing aja yuk! Di deket sini ada sate kambing kesukaan aku jadi kita jalan kaki aja. Kamu bisa tinggalin mobil disini Ric. Hmm nanti aku bakal minta banyakin lemak. Yummy…”

“Aku heran sama kamu Ge.”

“Heran kenapa?”

“Kamu kan dokter, tapi makanannya ga sehat mulu. Kok bisa sih?”

“Hehehe aku lemah kalo soal makanan. Sama aja kayak masih banyak dokter yang ngerokok sampe sekarang, kalo aku lemah sama godaan kolesterol. Hufff makanya sekarang aku gendut...” ucap Gre sambil membesarkan kedua pipinya.

Dadaku nyeri melihat ekspresi Gre barusan.

“Tuh asepnya udah keliatan Ric, kita udah mau nyampe.”

Gre berlari ke arah kios dengan ekspresi seperti anak TK yang baru kelar kelas dan ketemu abang-abang penjual jajanan favoritnya. Kios sate langganan Gracia ini memang tidak besar tapi penuh sesak oleh pelanggan. Dapat ditebak kalo sate disini memang enak. Aku harus rela berdiri menunggu sampai ada pelanggan yang selesai makan agar aku bisa dapat tempat duduk.

“Eh ada neng Gracia. Tumben bawa pacarnya kesini, biasanya juga sendirian. Kan abang jadi cemburu.” Sapa salah satu penjual sate.

“Iya dong bang biar abang gak godain aku mulu dan inget istri di rumah.”

“Ah eneng selalu gitu sama abang.”

“Iya dong. Aku pesen kayak biasa ya bang, banyak lemaknya.”

“Siap neng, kalo pacarnya?”

“Saya seporsi biasa aja bang ga pake lontong” jawabku.

“Siap laksanakan bang. Maaf ya tempat lagi penuh. Itu keluarga yang duduk di pojok kayaknya udah mau selesai jadi sabar sebentar ya….. Eh tapi tu orangnya udah berdiri jadi cepetan ditempatin aja bang keburu diambil orang.”

Kami pun segera menempati kursi kosong itu.

Untuk terus hidup

Di masa seperti ini

Manakah yang harus aku percaya

Walau ku berfikir

Jawaban tak terlihat



Aku tidak pernah takut akan terluka

Tak peduli seberat apapun juga

Dibandingkan... dibandingkan dunia

Diriku hanyalah bagai hanya seekor serangga saja..




Suara nyanyian menggelegar nan merdu dari seorang pengamen wanita ini menyihirku seketika walaupun aku tidak familiar dengan lagu yang dibawakannya. Tak pernah aku mendengarkan suara bagus sepeti itu dari seorang pengamen. Giginya gingsul di kedua sisi. Wanita ini sangat lihai memainkan gitarnya. Pasti wanita ini sering menyanyi di gereja kupikir. Gracia tak segan-segan memberikan uang selembar 100 ribu kepada pengamen ini. Jumlah yang tidak biasa untuk diberikan ke seorang pengamen.

“Ihhh… makasih banyak Ci Gre. Selalu baik kayak biasanya…” kata pengamen itu setelah diberi uang oleh Gracia.

“Sama-sama Sisca. Suara kamu bagus kok jadi pantes kamu dapet segitu.”

“Yaudah cik. Aku doain Ci Gre rejekinya tambah lancar dan langgeng sama pacar gantengnya ini.” sama seperti tukang sate, pengamen ini mengira aku dan Gre sudah pacaran.

“Hahaha iya amin. Makasih ya Sisca.”

“Pamit dulu ya cik. Keburu warung sebelah dipatok pengamen lain.”

Aku makin kagum dengan Gracia. Masuk sekolah dokter tidaklah mudah. Seleksinya sangat ketat dan biayanya sangat mahal. Tak heran jika ketika sudah lulus kuliah, para dokter membangun image eksklusif dan harus balik modal dengan hidup mencari hidup enak. Berdasarkan pengalamanku, hampir tidak pernah aku menemukan dokter yang mau hidup susah dan mau bergaul dengan tukang sate pinggiran atau pengamen, sementara Gracia punya cita-cita yang sangat mulia seperti:

“Kamu tau provinsi NTT gak Ric?”

“Tau dong. Semua anak yang pernah sekolah pasti tau provinsi NTT. Kenapa Ge dengan NTT?”

“Disana alamnya kan bagus, aku mau deh suatu saat memulai kehidupan baru disana. Walaupun sudah ramai dengan pariwisata, tapi banyak wilayah disana yang masih butuh bantuan tenaga medis. Jadi profesiku pasti kepakai banget disana. Walaupun uangku ga banyak nanti, tapi aku pasti bakal bahagia banget bisa bantu banyak orang dan menikmati alam disana. Apalagi kalo kamu bisa nemenin aku J”

“SATEEE DATANGGGG….. serius banget nih ngobrolnya. Pasti ngomongin nikah ya? Nanti pesen sate abang ya buat di kawinan neng sama abang.” datang tukang sate membawa makanan kami.

“Hahaha bisa aja si abang, makasih ya” jawab Gracia.

“Sama-sama neng Gracia, selamat menikmati.”

Ketika aku tidak siap menjawab ajakan Gracia, tukang sate ini menyelamatkanku. Tentu aku belum siap menjawab ajakan Gracia. Hidup bersama dengan pasangan masih jauh dari pikiranku saat ini. Walaupun sudah mau lulus, statusku saat ini masih mahasiswa. Aku masih harus mencari pekerjaan dan masih jauh dari kata settle saat ini. Aku pasti akan membahas ini bersama Gracia namun sekarang belumlah saatnya.

Untung saja Gracia sedang lapar-laparnya, dan lupa apa yang ia bicarakan. Dia langsung melahap sate-sate penuh lemak pesanannya. Ah aku jadi gak lapar melihat Gracia yang lucu ini. Sepertinya aku sudah menemukan momen favoritku ketika bersama Gracia, yaitu menemani dia makan.

286148432fb38d58a1a7419e5af7f27e26c36f50.jpg


“Ih itu dimakan napa Ric sate kamu, kok kamu malah liatin aku sih.”

“Iya abis kamu lucu banget kalo lagi makan. Kayaknya momen favoritku sama kamu, pas kamu lagi makan gini deh.”

“Yaudah, berarti kita gak usah sex lagi ya. Kirain momen favorit kamu, waktu kita lagi gituan” ucap Gracia sambil bisik-bisik.

“Ye gak gitu juga kali hahahaha beda dong kalo gituan kan udah pasti enak.” Jawabku. “Btw temenku Dey suka makan juga lho dan temenku Chika jago masak karena diajarin mamanya. Kamu nanti coba deh kenalan sama temen-temen aku, pasti cocok.”

“Wah boleh banget tu Ric, kapan-kapan ajak aku”

“Siap”

By the way kamu minggu depan nyusul aku ke Bali ya!”

“Ngapain aku harus nyusul kamu ke Bali?” tanyaku sambil menjulurkan lidah.

“Ya kan kamu pasti stress kan abis sidang butuh hiburan. Kita jalan-jalan aja disana. Setelah seminar aku akan nambah beberapa hari buat stay disana.”

Kupikir dalam hati, ide ini benar-benar bagus, bisa liburan di Bali menikmati waktu hanya berdua bersama Gracia.

“Boleh yuk sayang. Aku juga kayaknya masih ada tabungan buat kesana. Nanti kabarin ke aku aja kamu nginep di hotel mana.”

“Aduduh sakit…” Gracia tiba-tiba meringis kesakitan sambil memegangi payudara kirinya.

“Eh kenapa sayang?”

“Ni sakit tau masih perih, kamu ngeremesnya kenceng banget tadi” duck face lucu Gracia terlihat untuk ketiga kalinya malam ini.

“Ya maaf sayang kan kamu sendiri yang minta kasar tadi hahaha…”

**

Sementara itu di tempat lain, Dey di kamarnya memastikan bahwa pintu kamarnya sudah terkunci rapat dan menutup korden jendela kamarnya. Kini Dey dalam keadaan sendiri dan bebas melakukan apapun yang diinginkannya.

Dey membuka laptopnya diatas kasur tidurnya dan membuka sebuah folder yang ter-enkripsi dengan password. Lalu folder itu menampilkan beberapa video rekamannnya dulu saat ia masih rutin bersetubuh dengan Rico. Dey memasang kedua earphone Bluetooth-nya yang terlah terkoneksi dengan laptop lalu ia memainkan salah satu video yang berjudul “Pertama kali.mp4”.

Tapi ia lupa kalo kalo dirinya masih berpakaian lengkap. Dey melepas kacamata bulatnya, kemudian melepas celana pendek dan celana dalamnya.

Dey mengangkangkan kedua kakinya. Jari telunjuk dan jari tengah tangan kanannya bergerak naik turun di area pinggir lubang vaginanya yang bersih tercukur tanpa bulu. Tangan kiri Dey membuka setengah kaos yang dikenakannya kemudian meremas payudara kirinya dan mencubit-cubit puting berwarna hitamnya.

“Ssssh… ahhh…. Ssshhh… ahhhh” Desahan Rico dan Dey di didalam video memenuhi kedua telinga Dey ditambah dengan suara desahan yang sama keluar dari mulut Dey saat ini.

Kemudian Dey memasukkan jari tengah dan jari manisnya kedalam lubang vaginanya yang sudah basah bermuluran dengan pelumas vaginanya.

“Ahhh Rico ahhhh Rico akhirnyaa kontol lu Ric ahhhh… enak banget…..”

Dey menambahkan jari telunjuknya dan sekarang 3 buah jari kelaur masuk vaginanya. Terbayang dalam pikiran Dey kali ini penis Rico yang besar dan panjang sedang memenuhi vaginanya. Deru nafasnya meninggi. Suasana menjadi semakin gerah dan AC kamar pun tidak terasa. Ia mengeluarkan tiga jari yang ada di vaginanya kemudian membersihkan cairan dengan mulutnya.

Dey melepas bajunya lalu kini ia sudah dalam keadaan telanjang bulat. Kedua tangannya lalu meremas dengan keras kedua payudaranya.

“Remas yang kenceng Rico sampe perih… ahhhh. Terusss Rico ahhh… kasari aku Rico….”

Tangan kanan Dey kali ini berpindah kembali ke vaginanya. Dey mempermainkan klitorisnya dengan cara memutar-mutarkannya. Pinggang Dey bergerak tidak teratur, tak kuasa menahan nikmatnya stimulasi pada syaraf-syaraf klitorisnya. Matanya terpejam dan nafasnya terengah-engah merasakan kenikmatan sentuhan pada klitoris yang tiada tara. Keringatnya menetes bercucuran membasahi tempat tidurnya.

CROT CROT CROT CROT

Dey yang telah mecapai orgasmenya menyemprotkan cairan ke sprei dan laptop yang ada di depannya. Nafasnya melambat. Kini yang ada dipikirannya adalah membuat skenario yang bisa membuat semua yang dibayangkan olehnya malam ini menjadi kenyataan esok hari setelah ia menonton film bersama Rico.
 
Terakhir diubah:
Tq atas updateny suhu
 
Tq atas updateny suhu
Makasih udah update lagi.....

Sama2 hu. Ditunggu terus update dari kita ya :pantat:

wah keren updatenya, aliass kapan ni dey huu? wkwkwkwk
wah dey udah colongan aja
Apakah Dey benar2 syg atau cuma terobsesi sesaat
Dey ambis sekali :marah: :goyang:

Wah ternyata gak cuman ane yang suka Dey, ternyata banyak yang nungguin. Jadi semangat nulis Dey. :nenen:

Waduh gre...

Maafin Rico yang bikin Gre perih hu :goyang:


Waahh menarik karena ada tamara hehe

kalo Tamara sabar dulu ya hu, menunggu umur legalnya datang baru di.......... :mantap::mantap:


wajib diikuti
suka banget

makasih banyak hu, semoga selalu suka dan ngikutin terus ya..... ;)
 
Act 9: Sex Appeal

Sial batinku. Aku bukan lagi bangun kesiangan kali ini melainkan sudah sangat kesorean. Jam dinding yang berada tepat lurus dengan pandangan mataku di tembok saat aku bangun sudah menunjukkan pukul 4 sore sementara aku janji menjemput Dey pukul 5 sore di tempat magangnya. Keasyikanku bercinta dengan Gre membuat badanku lelah ditambah nongkrong di tempat sate sampai hampir pagi, membuat aku tertidur pulas seperti bayi.

Tidak ada persiapan spesial buat kencan kali ini. Well, karena mungkin juga aku gak terlalu nganggep ini kencan. Aku justru terbiasa berpakaian santai kalau pergi ke mall. Kaos polos warna gelap, celana casual pendek, dan sneakers Air Jordan menjadi pakaian rutinku saat aku pergi ke mall entah dengan siapapun. Apalagi kali ini dengan teman lamaku, Si Dey. Bukan kencan kali ini yang kupikirkan melainkan aku ingin membantunya mengatasi depresi.

Dalam perjalanan pulang mengantar Gracia ke apartemennya semalam, aku dapat beberapa pencerahan mengenai depresi. Untuk kasus macam Dey, dia pasti sekarang sedang mengalami kondisi trauma karena secara tidak sadar, dia dilecehkan secara seksual oleh orang yang tidak disukainya.

“Nih aku jelasin ya biar kamu gampang cerna Ric. Orang depresi tu akan kehilangan mood dalam hidup, kayak gak mau makan, jadi ansos, gampang nangis karena suka mikir yang engga-engga. Dan kalo sampai stressnya numpuk, bisa aja si yang kena depresi bakal bunuh diri.”

“Bunuh diri? Seserius itukah Gre?”

“Iya Ric, kebanyakan kasus bunuh diri di dunia ini karena depresi.’”

Aku shock mendengar pernyataan Gracia. Bunuh diri? Aku sering mendengar berita tentang bunuh diri di internet maupun di TV tapi aku gak menyangka hal-hal seperti itu bisa saja terjadi di sekitarku. Apalagi Mario menginfokan kepadaku lagi kalau Dey sekarang tergantung dengan obat-obatan anti depresinya membuatku tambah khawatir.

Aku menuruni tangga rumahku, dan ternyata mama sedang asyik makan cemilan kue dan menikmati teh panasnya.

“Loh Ma? Ini kan weekday kok mama gak kerja? Atau jangan2 mama udah pulang?”

“Mama lagi ambil cuti Ric buat istirahat di rumah. Kamu mau kemana? Style kamu sih udah kayak mau ke mall.”

“Iya Ma aku emang mau ke mall. Hari ini kan premier Once Upon a Time in Hollywood. Aku mau nonton sama Dey.”

“Sama Dey aja? Atau sama yang lain juga?”

“Sama Dey aja Ma.”

“Oh jadi anak Mama udah move on dari mantannya. Bagus deh. Salam ya buat Dey walaupun mama lebih seneng kamu sama Chika.”

“Ah mama ni kebiasaan deh, frontal banget kalo nasihatin Rico. Lagian temen Rico yang suka nonton film di bioskop kan Dey doang Ma jadi temen Rico nonton ya cuma Dey.”

Aku mengambil sebuah apel dan menggigitnya sembari bergegas menuju mobil karena aku sudah hampir telat menjemput Dey.

“Dah Ma, Rico berangkat ya.”

“Kok buru-buru banget. Gak mau mama bikinin susu dulu? Atau mama siapin makan?”

“Gak Ma, nanti makan di mall aja.”

Ibukota selalu macet. Oleh karena itu aku sudah menbuat speaker di mobil ini sebagus mungkin supaya aku nyaman bermacet-macetan berkendara. Bosan dengan musik yang ada di Spotify, aku memilih mendengarkan radio kali ini.

“Jadi guys kali ini kita mau ngebahas ni yang namanya Sex Appeal atau yang dalam bahasa Indonesia dinamakan daya tarik sex.” Dibuka oleh seorang penyiar radio yang cara bicara yang medhog ngapak.

“Bener banget Desy. Buat kalian para pria yang masih menjomblo sampai sekarang ngga usah khawatir karena disini kita akan menjelaskan sedetail mungkin apa tu daya tarik sex.” Sahut penyiar pria. “Jadi boleh tolong dijelasin dulu gak Desy, apa itu sebenernya Sex Appeal biar para pendengar tau dulu ni pengertiannya sebelum kita ngebahas yang lebih detail lagi.”

“Boleh banget jadi Sex Appeal itu merupakan suatu daya tarik yang terpancar dan dapat menimbulkan suatu keinginan untuk melakukan hubungan sex. Begitu pengertiannya.”

Aneh sekali radio ini. Masih sore tapi sudah membahas hal-hal yang berbau dewasa. Tapi bahasan kali ini membuatku sadar apa yang selama ini aku rasakan ke Dey. Satu-satunya faktor yang membuatku cukup tertarik dengan Dey adalah sex appeal-nya.

Setiap bagian tubuh Dey, seperti wajahnya, sorot matanya, bentuk tubuhnya sangat sensual dan dapat membuatku terangsang. Dadanya tidak terlalu besar tapi karena Dey selalu berpakaian sexy dan ketat, payudaranya terlihat menonjol dan pusarnya selalu kelihatan. Belum ditambah lagi dengan rok mini dan celana ketatnya. Membuat pahanya dan lekuk bokongnya membuat setiap penis pria normal berdiri.

Ah pikiranku sudah kotor saja gara-gara siaran radio ini. Aku yang selalu bisa menahan hasrat seksualku ke Dey kini berharap setelah menonton film nanti, aku bakal dapat ‘kesempatan’. Tak masalah juga jika dua hari beruturut-turut aku berhubungan sex. Toh libidoku masih kuat. Mungkin saat ini aku benar-benar menyadari kalau prinsipku tak mau berhubungan badan dengan teman sendiri sudah runtuh. Mengobati depresi Dey seakan menjadi excuse-ku untuk menikmati sensualitas tubuhnya.

KRINGGG… KRINGGGG… KRINGGGG…

Suara radio di mobil terputus dengan adanya panggilan masuk dari Dey.

“Ric, dimana? Jadi nonton kan kita?”

“Iya Dey sorry gw bangun kesorean tadi. Gw udah di jalan kok. Menurut GPS sih masih 15 menit lagi. Eh tapi ini bener kan alamat yang lo kasih Dey? Kok tujuannya kayak masuk perumahan gitu ya?”

“Bener kok Ric. Start up tempat gue magang kan masih kecil. Kantornya masih di rumah founder-nya.”

“Oke Dey noted. Tunggu gue ya Tuan Putri”

“Ih ko lu tumben so sweet banget mangil gue tuan putri?”

“Emang ga boleh?”

“Boleh dong hihihi…. Nanti masuk aja ya terus kita cabut…”

Mungkin Dey heran dengan kelakuanku kali ini. Dey sudah terbiasa dengan sikapku yang dingin kepadanya selama ini dan kata-kata yang menurut Dey so sweet barusan merupakan respon dari kembalinya ketertarikanku kepada Dey. Aku tidak ingin membuang percuma ‘kencan’ kita hari ini dan ingin menikmati sepenuhnya apa yang bisa aku nikmati.

Memang kantor Dey ini terletak di tengah-tengah perumahan. Tipikal perumahan, selalu sepi saat weekday seperti ini. Hanya rumah inilah yang terlihat ramai sama lalu lalang dengan kegiatan karena kegiatan bisnisnya. Jalanan muka rumah ini sangat luas sehingga jika ada mobil parkir di kedua sisi jalan, tidak akan menjadi masalah untuk mobil lain melewatinya.

Setelah memarkirkan mobilku diantara mobil-mobil karyawan, aku bergegas masuk ke kantor Dey, yang dari semula memang tidak terkunci. Dey ternyata sudah siap menyambutku di depan. Wajahnya entah kenapa sangat sumringah ketika aku datang. Pakaian yang dikenakannya hari ini



“Yuk Ric masuk dulu, gue mau ambil tas sekalian terus kita cau deh.”

“Wih udah siap banget fans Quentin Tarantino ini. Kok lu boleh sih pake pakaian kayak gini ke kantor?”

“Ya kan gue kerja di start-up, pakaian gue gak se-formal kalo kerja di kantoran biasa dong Ric. Ntar kalo lu udah lulus sidang terus apply di start-up, pasti juga pakaiannya bebas.”

“Ga pake baju boleh?” tanyaku bercanda.

“Ga pake celana juga boleh ntar kalo kita udah di kamar berdua” jawabnya, entah bercanda atau serius.

Dey menggandengku masuk ke bagian lebih dalam dari rumah…. eh kantor ini. Didalamnya kantor ini memang sudah diatur sedemikian rupa hingga menyerupai sebuah kantor start-up. Tidak ada cubicle terlihat seperti kantor-kantor kebanyakan yang aku tau. Hanya tersisa empat lelaki di kantor itu yang sedang mengobrol di ruang santai, mengeliling meja bulat. Masing-masing memegang cangkir kopi yang berisikan kopi hitam.

Guys kenalin ini cowok gue, Rico namanya.” Kata Dey kepada teman-temannya, yang entah kenapa aku tidak heran diperkenalkan seperti itu oleh Dey. “Ric kenalin itu yang pake kaos biru dongker CEO kita, namanya mas Ardian, terus yang gendut di sebelahnya namanya Mas Bagong, sebelah kirinya yg rambut kriting namanya Yudi, dan yang kurus namanya Indra.”

“Halo semua salam kenal.” Sapaku ke orang-orang ini. Dua diantaranya ramah tapi dua yang lain engga. Mudah sekali ditebak jika keduanya mempunyai perasaan terhadap Dey. Kedua orang itu adalah Bagong dan Yudi. Kedua orang tersebut sangat cemburu aku diperkenalkan sebagai pacarnya Dey. Kecemburuan mereka semakin diperparah dengan....

Mmmuahhhhhh

Dey menciumku pipiku dan mengambil tas dimeja. Dia ingin meyakinkan ke teman-teman kerjanya jika aku merupakan pacarnya sekaligus membuat kedua orang yang menyukainya cemburu. Wanita memang mempunyai kepuasan tersendiri jika bisa membuat cemburu orang lain.

“Eits santai bos, jangan jadiin kantor ini tempat mesum HAHAHAHA” Respon mas Ardian pada ciuman Dey.

“Ah mas kaku amat orang cuman cium pipi. Lagian kalo malem kalian juga pasti manggil perek kesini kan ngaku.” Kata Dey.

“Jangan buka kartu gitu dong Dey hahaha” jawab teman Dey yang bernama Indra. “Itu si Dey, daritadi ngomongin mau nonton sama elu Rico, kayaknya dia seneng banget hari ini nonton sama lo.”

“Ya siapa sih yang ga seneng mau pacaran… ya gak Ric?” jawab Dey. Mukanya memerah rahasianya hari ini terbongkar. Aku mengangguk mengiyakan pernyataannya.

“Yaudah semua kita cabut dulu, permisi mas-mas semua.” Pamitku sopan.

**

“Boong lu Mar kata lo Dey lagi depresi, ini dia lagi sama gue ketawa-ketawa aja bocahnya”

“Ya karena dia lagi sama elu ****** makanya dia seneng. Kan gue udah bilang kalo yang bisa nyembuhin dia depresi cuman elu”

Begitulah sepenggal obrolan Whatsapp ku dengan Mario sambil menunggu Dey makan sempol kejunya. Setiap keju yang molor keluar dari sempolnya karena gigitannya, pikiranku membayangkan itu adalah pejuku yang sedang dimainkan oleh mulut Dey. Ah pikiranku sudah kotor aja.

“Lu pesen makan dong Ric, masa gue makan sendirian. Ini foodcourt banyak makanannya masa satupun lo gak ada yang mau.”

“Ya abis gue mau makan ramen yang ada di lantai bawah, lo larang duluan. Gue kan kalo ke mall sukanya makan ramen Dey.”

“Lo boleh makan apapun disini selain makanan Jepang. Mantan lo lagi di Tokyo jadi gue gak mau lo makan malah inget mantan lo. Posesif ni gue.”

“Iye dah, gue pesen KFC aja. Lo mau nitip gak?”

“Iya gue mau cream soupppp. Deyumyumyum.”

“Baiklah.”

Bergegas ku beli ayam dan cream soup lalu kembali ke meja kami. Dey melahap habis cream soup yang aku belikan. Tanpa sadar, waktu sudah menunjukkan T-20 menit sebelum penayangan.

“Ih lu kalo makan lama banget deh Ric. Sini kasih gue code sama passwordnya, biar gue yang cetak tiket duluan. Ntar lo nyusul ke atas ya.”

“Baik Tuan Putri, aku nanti menyusulmu sayang…”

Muka Dey langsung memerah setelah ku panggil Tuan Putri dan sayang. Dey lalu bergegas naik ke lantai bioskop.

Saat ku makan dalam keadaan terburu-buru, seseorang menarik kursi yang berada di depanku dan mendudukinya. Mataku mengarah ke wajahnya yang sepertinya cukup familiar, pernah ketemu entah dimana. Mulutku yang tengah penuh dengan makanan dan bengong, membuat mukaku terlihat bodoh.

Dan aku memang bodoh. Bagaimana aku bisa lupa dengan wajah ayah Gracia. Ciri kumisnya yang khas mengingatkanku kepadanya.

“Sendirian aja nak Rico?”

“I…iya Om Hilman lagi pengen jalan-jalan sendirian aja di mall. Biasa om anak muda kadang-kadang pengen me time.” Balasku dengan terbata-bata dan masih sedikit shock.

Aku tidak mungkin berbicara jujur jika aku sedang pergi bersama wanita selain Gracia. Apalagi setelah tempo hari Om Hilman ‘menitipkan’ Gracia kepadaku.

“Om juga sendirian aja?”

“Oh engga, kebetulan itu sama tante. Dia lagi antri beli makanan. Nanti dia boleh ya duduk disini jadi kita ngobrol bertiga. Sekalian saya kenalin ke mama Gracia. Mengganggu nak Rico kah?”

Untung aku sudah beli tiket nonton yang bentar lagi mau mulai, jadi aku ada alasan untuk menolaknya.

“Waduh maaf ni om, aku ada jadwal nonton juga jadi aku mau naik sekarang karena sebentar lagi filmnya mau mulai.”

“Oh baiklah kalau begitu. Tapi om boleh pesan sesuatu ya nak Rico. Tolong pertimbangkan baik-baik permintaan Om tempo hari untuk menjaga Gracia. Om denger kamu udah mau selesai kuliahnya. Setelah itu bisa dong nikah.”

“Waduh iya Om hehehe aku pasti pikirin kok. E e e mari om saya naik dulu keatas…” jawabku salah tingkah sambil berpamitan.

Segera ku naik escalator panjang yang langsung menuju ke bioskop sebelum Om Hilman memenuhi pikiranku dengan Gracia. Bukanku ingin melupakan Gracia, tapi hari ini aku sudah memutuskan untuk fokus bersama Dey dan memikirkan hal lain di kemudian hari. Sekali lagi, aku tak pernah berpikiran se-playboy ini sebelumnya.

“Ih lu lama banget sih Ric kalo makan. Hampir tadi gw susulin lo ke bawah. Yuk masuk” kata Dey memarahiku sambil menyeretku menuju pintu masuk Studio Velvet.

“Iya Sorry tadi gue ketemu temen lama jadi ngobrol dikit.”

“Ih boong lu kan ga punya temen selain gue sama yang lain Ric.”

Dey menyerahkan tiket petugas dan kita pun masuk ke area bioskop tepat saat filmnya dimulai. Kami menaiki ranjang velvet yang berada di paling depan pojok sebelah kanan. Tipikal velvet, ranjang warna hitam, dua bantal warna biru dongker dan dua selimut warna biru dongker berlogo CGV.

“Ih bagi dong selimutnya….” Eyel Dey karena aku sudah langsung memakai salah satu selimut yang tersedia sendirian.

“Itu kan masih ada satu lagi bisa lu pake…” balasku.

“Gak mau…”

Dey menarik selimutku kemudian kita memakai satu selimut yang sama. Dey memelukku dari samping dan secara otomatis tangan kiriku merespon dengan melingkari kedua pundaknya.

Film yang kami tunggu-tunggu ini berjalan mengecewakan. Untuk ukuran film Quentin Tarantino, film ini cenderung boring. Tidak ada darah, perkelahian seru yang memompa jantung, dan twist yang kita nanti-nantikan tidak kunjung datang, Mungkin karena sebab itu juga, sekarang Dey mencari kesibukan lain. Tangan Dey sekarang sudah meraih bagian penisku dari luar, yang masih tertutup oleh celana pendek dan celana dalam. Mata Dey masih menatap ke layar sedangkan ‘aksinya’ tertutup oleh selimut yang kami pakai berdua. Penisku mengeras mendesak seakan celana yang kupakai tidak kuat menahannya. Langsung kubalas dengan tangan kiriku memelintir bagian puting Dey dari luar juga. Kaos dan bra yang dikenakannya tipis sekali sehingga aku dapat mengetahui posisi putingnya walaupun belum ‘kurogoh’.

“Uhhh…..” denguh Dey.

Sontak tangan kiriku berpindah dari puting ke mulut Dey untuk meredan desahannya.

“Jangan lupa ini tempat umum, tahan dulu lah desahannya” bisikku.

Dey menganguk tanda bahwa dia mengerti. Kemudian Dey membuka resleting celanaku dan mengeluarkan penisku dari dalam celana. Adik kecilku yang sudah tegak berdiri ini dikocoknya pelan. Aku memejamkan mataku saking enaknya merasakan permainan tangan Dey ini dan sekuat tenaga aku menahan agar tidak mendesah.

Bibir kami berdua pun bertemu. Dey berinisiatif memasukkkan lidahnya ke mulutku dan menjelajahi seluruh rongga mulutku. Kubalas perlakuan Dey dengan menghisap lidah manisnya yang berada di mulutku. Sedikit aneh karena terakhir Dey makan cream soup yang rasanya asin, tapi kali ini bibirnya terasa manis.

Fuck CCTV karena aku yakin tidak hanya kami yang melakukan hal-hal semacam ini di studio velvet. Aku pikir petugas sudah sangat terbiasa menyaksikan hal-hal seperti ini dan aku yakin saat manajemen bioskop melaunching velvet, mereka memperhitungkan ‘benefit’ seperti ini kepada customer.

Seluruh bagian badan kami saat ini sibuk menyenangkan lawan mainnya. Kumasukkan tanganku melalui lubang celana atas dan aku dapat dengan mudah meraih klitorisnya karena tidak terhalang oleh bulu-bulu. Dey pun menahan desahannya dan hanya terdengar hembusan nafas kecil yang keluar dari mulutnya.

BYAKKKKKKK……

Lampu bioskop tiba-tiba menyala dan credit scene sudah terpampang di layar. 5 detik dalam keadaan kaget dan bengong. Bibir kami masih bertemu dan masing-masing tangan kami masih memegang alat kelamin lawan main. Kami langsung bergegas merapikan diri kami masing-masing agar tidak terlihat seperti pasangan yang baru saja mesum. Para penonton yang lebih dulu turun beberapa melihat kearah kami yang memakai satu selimut berdua. Untungnya aku cukup apatis dengan pemikiran orang jadi biasa saja.

“Nanggung ga sih?” Tanya Dey.

“Nanggung? Maksud lo gimana Dey?”

“Lo udah terlanjur sange kan Ric? Ayo sekalian ngewe abis ini. Memek gw gatel banget lama gak dimasukkin kontol lo Ric.”

“Yukkk….” Jawabku sigap “Tapi dimana? Keburu turun ni gairah gue kalo harus nyari tempat dulu jauh-jauh”

“Ini mallnya kan nyambung sama hotel Ric, kita sewa hotel aja disini. Lagian kalo jauh juga ntar gue bikin sange lagi.”

Kami bergegas turun dari ranjang velvet menuju ke hotel. Kami berjalan bergandengan selayaknya orang berpacaran. Wajahnya sumringah sepertinya karena akhirnya aku tidak menolak ajakan sex-nya seperti beberapa minggu lalu. Sesampianya di resepsionis, Dey sibuk memesan kamar hotel untuk kami sedangkan aku teralihkan oleh barisan whiskey yang ter-display di belakang para resepsionis.

“Lantai 48 banget Mba?” kata Dey kepada resepsionis wanita yang sangat rapi mengenakan blazer, tipe resepsionis hotel berbintang.

“Iya kak maaf hotel lagi penuh karena sedang banyak pejabat dari daerah yang menginap.”

“Yaudah deh. Mana kartunya Mba”

“Mba, saya pesen Jack Daniels originalnya satu ya. Langsung saya bawa aja Mba.” Sahutku ke resepsionis.

“Ih…. Ngapain sih pake minum segala? Katanya lu udah sange…” kata Dey kepadaku.

“Ya gapapa kan alkohol bisa menambah gairah…”

“Iye tapi ntar lo cepet letoy”

“Engga tenang aja percaya ama gue”

Resepsionis hanya bisa tersenyum melihat kami berdua.

“Sudah ada kondom kan ya Mba diatas?” tanyaku sambil menerima sebotol whiskey pesananku.

“Sudah kak…”

Kami bergegas masuk ke dalam lift menuju ke kamar yang kami pesan. Dey mengeluarkan muka cemberutnya karena dia adalah orang yang takut ketinggian, sementara kita mendapat kamar di lantai yang cukup tinggi, lantai 48. Tangan kananku merangkulnya lalu kucubit hidungnya.

“Eh kita kan mau enak-enak, jangan cemberut lah. Lo udah nunggu-nunggu hal ini kan?”

Dey pun tersenyum malu dengan perkataanku barusan. Kami masuk ke kamar dan Dey langsung melepas sepatunya dan naik keatas ranjang. Sementara aku lebih bersabar, aku bersantai meletakkan sebotol whiskey ku di meja kecil diantara dua kursi santai yang terdapat di pojok ruangan dan duduk di salah satu kursinya. Meja itu sudah tersedia sloki untukku menuangkan minuman.

“Sini lah minum dulu. Ini slokinya ada dua…”

“Ih katanya lu ga sabar udah sange…”

“Katanya lu bisa bikin gue sange lagi?”

Dey pun turun dari ranjang, melepas baju dan celananya, lalu menemaniku minum dengan hanya mengenakan bra dan celana dalam berwarna abu-abu. Tato ular kecil di samping payudaranya yang selama ini tertutup, menjadi terlihat.

Aku berjalan menuju jendela hotel dan memandangi jalanan ibukota dari lantai 48. Aku sangat suka pemandangan mobil-mobil di jalanan kota pada malam hari seperti ini. Dey menuangkan whiskey ke dalam slokinya. Dia agak ragu mengikutiku menuju ke samping jendela, namun akhirnya dia berjalan mendekatiku namun tidak melihat sisi luar jendela.

“Lu udah gedhe Dey, kok masih takut aja sama ketingian.” Sambil meminum habis whiskey yang ada di slokiku.

“Eh phobia ketinggian tu gak pandang umur ye…”

“Iye… logat lu jadi keluar gitu…” Aku bejalan menuju meja, menuangkan kembali whiskey kedalam sloki dan kembali menuju ke jendela.

“Eh ini kita jadi mau ngewe gak sih? Lu ambil minum mulu. Kalo lu udah mabok malah bisa-bisa gak jadi nih”

“Jadi lah yuk….”

Kami meletakkan sloki kami masing-masing. Aku melepas sepatuku. Lalu Dey berlutut di depanku dan membantuku melepas celana pendek dan celana dalamku hingga aku tidak berpakaian lagi dari pinggang kebawah.

“Ini dia si Dhedi, uler kesayangan gue…” ekspresi Dey melihat penisku setelah sekian lama. Dhedi adalah singkatan dari Dhea’s Dick, dia menamainya beberapa tahun lalu.

“Yaudah sikat!” kataku.

Penisku dikocoknya hingga mengeras lagi. Dey mulai mengulum kedua bolaku dan perlahan melahap penisku perlahan mulai dari kepala penis hingga habis sampai ujung.

Mmmphhh… Slurrrpppp…. mmmphhh… ahhhhhhhhh…… slurrpppppppp……. mmmmphhhhhh…… ahhhhhhhhh ………..

Suara air liur mengiringi kuluman dan sedotan mulutnya yang telah dipenuhi penisku.

Dengan liar Dey memainkan penisku hingga membuat rambutnya berantakan. Tugasku adalah menjaga rambutnya agar tidak menghalangi wajahnya agar Dey dengan leluasa memainkan penisku.

Dey kemudian berdiri dan menciumku sambil tangannya meraih kunci bra di punggungnya. Ia tampak ingin segera menelanjangi diri sendiri tapi aku menghalanginya.

“Eits… gue aja yang buka. Gue pengen sensasi nelanjangin lo Dey…”

Kuputar badan Dey hingga aku sekarang melihat punggungnya. Lalu kulepaskan kaitan bra nya kemudian tanganku berpindah untuk melepas celana dalamnya. Aku berdiri lalu kedua tanganku meremas payudara Dey dari belakang. Aku bisa merasakan kedua payudara Dey mengeras di tanganku. Tangan Dey melakukan tugasnya dengan memainkan vaginanya.

“Ahhhhhhhh…… enak….. perihhhh…. tapi enak………… ahhhhhhhh……..”

“Mendesah aja yang kenceng, kita udah ga di bioskop lagi, ga ada yang denger…”

Lalu Dey berbalik badan dan melepas sisa kain yang masih aku pakai yaitu kaosku. Dey memegang tanganku dan hendak menuntunku ke ranjang untuk memulai bercinta yang sesungguhnya, namun aku tidak bergerak.

“Kita disini aja Dey…” kataku menghentikan langkah Dey dan meminta Dey untuk menetap di depan jendela. Aku berjalan menuju laci dan mengambil kondom yang sudah tersedia lalu memakainya. Lalu aku berjalan kembali menuju jendela untuk segera memulai percintaan kami. Terlihat Dey sudah melepas kacamatanya.

“Kita mau main disini? Gak di kasur aja?”

“Udah lu nurut aja ama gue, pasti enak”

Aku balikkan tubuh Dey dan kini ia sudah menghadap ke jendela. Kuseret pinggangnya hingga kini ia dalam keadaan setengah membungkuk dan tangannya bertumpu pada jendela.

“Ih gue kan takut ketinggian Ric. Terus sekarang gw ngadep ke jendela.”

“Gapapa rasain sensasinya. Makin deg-degan sensasinya makin enak. Ini gue masukin si Dhedi ya…”

BLEESSSSSSS

PLAKKKK……. PLAKKK…. PLAKKKK… PLAKKKK…. PLAKKKKK….. PLAKKKKKK…

AHHHHH….. AHHHHH…. AHHHHHH…… UHHHHHH….. AHHHHHHHH……..

PLAKKKK……. PLAKKK…. PLAKKKK… PLAKKKK…. PLAKKKKK….. PLAKKKKKK…

Mata Dey terpejam karena takut akan ketinggian sementara mataku terpejam karena nikmatnya liang vagina Dey. Kedua tanganku secara bergantian menggerayangi kedua payudara Dey yang sedang bergelantungan.

AHHHH…. SSSSHHHH… AHHHHH TERUS RICCC….. AHHHHHH…….

Terlihat Dey sudah larut dalam kenikmatan hentakan bertubi-tubi ‘ular kesayangannya’ membuat ia tak takut lagi untuk memandangi jendela luar. Kepalanya yang ikut bergoyang membuat rambutnya berantakan dan gerah sehingga ia melepas ikatan rambutnya.

“Pindah kasur yok Ric. Gue pegel lama-lama kalo posisinya gini terus.”

Dey berdiri kemudian menuntunku ke atas Kasur. Dey melentangkan tubuhnya diatas kasur. Kucium keningnya, bibirnya, lehernya, perut, hingga kedua kakinya. Aku menikmati setiap jengkal dari tubuh paling sensual yang pernah ada. Her body is really a wonderland.

Lalu Dey menaikkan kedua kakinya ke kedua bahuku. Lalu kugoyangkan kembali penisku masuk ke dalam vaginanya.

PLAKKKK……. PLAKKK…. PLAKKKK… PLAKKKK…. PLAKKKKK….. PLAKKKKKK…

“Enak banget sih Ric Ahhhh….. Ahhhhh…. Ahhhhhh…… hmmmmm….. Ahhhhh…..”

PLAKK……. PLAKKK…. PLAKKKK… PLAKKK…. PLAKKKKK….. PLAKKK…… PLAKKK…

Seranganku kedalam vaginanya semakin cepat. Otakku seperti merespon bahwa wanita yang ada dihadapanku ini memiliki daya tarik sex yang tinggi.

Dey menurunkan kakinya dan menggenggam kedua tanganku. Semakin lama genggamannya semakin kencang dan sepertinya aku tau apa yang akan terjadi.

“Ahhh… Rico gue keluar aaaaaaahhhhhhhhhhhhh……”

Dey meraih orgasme pertamanya. Sayang sekali karena kondom ini, kulit penisku kurang maksimal menikmati cairan vaginanya yang keluar. Mata Dey menatap mataku dengan nafas yang masih belum teratur.

“Makasih ya Ric. Akhirnya setelah 2 tahun gue bisa ngelakuin ini lagi sama lo.”

“Manis banget nih ngomongnya mentang-mentang udah keturutan enaknya. Gue belum keluar nih…”

“Pindah kamar Mandi yuk….” Ajak Dey…

Dey menuntunku menuju kamar mandi. Kamar mandi yang cukup luas maklumlah ini hotel berbintang. Aku terkejut ketika bathub kamar mandi ini sudah di penuhi oleh kelopak-kelopak bunga mawar. Kami tiba di bagian kamar mandi tepatnya berada di bawah shower.

“Ric sekarang lo tiduran deh…”

Aku pun menuruti Dey dengan menidurkan tubuhku di lantai kamar mandi yang masih kering karena belum digunakan. Lalu Dey menyalakan shower air panas yang kemudian membasahi bagian tubuh dan kakiku. Dey lalu menaiki pinggangku lalu memegang penisku yang masih mengeras dan memasukkan kembali ke dalam vaginanya.

CPLAKKKK…….. CPLAKKKK…… CPLAKKKKK… CPLAKKKKK…… CPLAKKKKKK……. CPLAKKKKKKK…….

CPLAKKKK…….. CPLAKK…… CPLAKKKK… CPLAKKKKK…… CPLAKKK……. CPLAKKK……. CPLAKKKK

CPLAKKKK…….. CPLAKKK…… CPLAKK… CPLAKKKKK…… CPLAKKK……. CPLAKKKKKKK……. CPLAKKKK

Suara pertempuran tubuh kami diiringi gemercik air. Seluruh tubuh Dey kali ini sudah sangat basah diterpa air hangat shower. Air hangat pancuran shower ini seakan menjadi tambahan pelicin permainanku hingga intensitas goyangan meninggi.

KRRTTT…… KRTTTT….. KRTTTT….. KRRRTTTTT….. KRRTTTTTTT

SRRRREKKKK……. SREKKKKKK……. SREKKKKKK…….. SREKKKKKKKKKK

Ahhhh nikmat sekali saat Dey bergerak maju mundur membuat sensasi geli pada penisku. Kubelai rambut basahnya yang sudah berantakan agar aku tetap bisa menikmati wajahnya yang sedang horny.

Semakin lama aku semakin tak kuat melihat wajah Dey yang seksi. Seluruh tubuhku menegang tanda bola-bolaku sudah sudah siap untuk meledakkan isinya. Aku menutup mataku untuk menikmati saat-saat gesekan terakhir sebelum penisku memuncratkan cairan kentalnya. Kucengkeram kuat-kuat payudara Dey dan Dey merespon dengan mempercepat gerakan naik turun badannya.

CROTTTT….. CROTTTTT….. CROTTTT….. CROTTTT….. CROTTTTT…….

Sperma-spermaku menyembur di dalam kondom yang aku kenakan.

“Makasih Ric… Peju lu anget banget gue suka….” Kata Dey yang masih duduk diatasku.

“Hah maksud lo gimana Dey? Emang berasa? Gue kan pake kond…..”

Terlihat Dey sambil tersenyum sudah memegangi kondom di tangan kirinya. Tanpa sadar saat aku memejamkan mata, Dey mencabut kondom itu dari penisku dan aku telah orgasme di vaginanya tanpa pengaman. Vaginanya meneteskan spermaku yang tetap keluar banyak walaupun hari sebelumnya aku sudah ‘bermain’ bersama Gracia.

“Ngapain lo copot dah? Kalo lo hamil gimana?”

“Ya itu emang tujuan gue. Gimana lagi cara ngiket lo Ric biar lo gak sama wanita lain kalo gak pake cara seperti ini? Gue harus hamil biar lo kawinin gue.”

“Gila lo ya?

“Engga gue gak gila. Gue rasional. Gue gak akan bisa buat dapetin lo pake cara biasa-biasa aja.”

“Terserah lu dah. Tapi ntar kalo lo hamil tetep bakal gue bawa ke klinik ******.”

“Ih engga, jahat banget lu Ric.”

“Abis lu egois banget.”

Dey membalas dengan senyuman tanpa ada beban bersalah sama sekali. Multiple orgasm dalam dua hari ini membuat tubuhku sangat rileks dan aku tidak bisa berlama-lama larut dalam amarahku. Kami mandi membersihkan badan kami masing-masing lalu kembali ke kamar.

Dey tertidur dalam keadaan tersenyum dan memelukku. Sementara aku belum bisa tidur dan menonton Pulp Fiction untuk mengobati kekecewaanku menonton film yang menurutku kurang bagus kali ini.

Kuambil handphone ku dan melihat ada 14 missed call dari Anin.

“Kenapa Nin?” chatku di Whatsapp.

“Lo udah ngerti kan Ric istilah FwB? Besok ke rumah gue ya! :)” Balas Anin 15 menit kemudian.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd