bagian 16
Lengan kekar pak Dwi yang sawo matang itu menyembulkan otot dan uratnya, ketika digapainya pinggul bu Rara yang berlemak putih glowing itu.
Diselipkannya kedua tangannya antara pinggul bu Rara dan kasur tua itu, dipeluknya semakin merapat.
"Pak Dwi.. " Bu Rara melingkarkan lengannya, memeluk kepala pak Dwi, sampai tenggelam diantara susunya.
"Hmphh" Dengan suara parau dan satu gerakan menghentak, diangkatnya bu Rara, didudukkannya perlahan di pahanya yang kini sudah posisi berlutut.
Keduanya berpelukan, bu Rara yang tinggi bongsor itu membekap pak Dwi di antara susunya yang halus seperti kulit bayi, beda dengan wajah pak Dwi yang coklat keriput terbakar matahari.
Pak Dwi dan bu Rara masih dalam posisi berpelukan tegak , ketika pak Dwi menyandarkan bu Rara ke dinding bata merah berdebu di belakangnya, yang masih ada sisa plesteran lama di sana sini yang belum habis dikerok.
Rambut kecoklatan bu Rara yang sedikit basah oleh keringat di leher dan dahinya, menempel dengan dinding yang berdebu itu, namun nafsu yang sudah ingin dimuntahkannya dari tadi, membuatnya tak ambil pusing lagi.
Pak Dwi menggoyang pelan pinggangnya, membiarkan kontol hitam kerasnya maju mundur dalam jepitan memek bu Rara yang hangat itu.
Suara berkecipak hasil peraduan memek bu Rara dan kontol pak Dwi, bergema di ruang sepi itu, di antara suara engah nafas bu Rara.
Bu Rara tak melepaskan dekapannya, menghimpit wajah pak Dwi di dadanya yang berpeluh.
Bersama-sama, mereka menggoyang pinggang masing-masing.
Pak Dwi menyodok maju, bu Rara ikut mengencangkan jepitan pahanya di pinggang pak Dwi.
Dan demikian berulang, bersama dengan suara kecipak tadi, di tengah keheningan hari minggu di rumah yang biasanya tengah ramai tukang bekerja.
"Ooh hmmhhh... " Bu Rara sesekali menyibak rambutnya, menyeka pula butir keringat di dahinya.
"Mmmphh... Emmhhhh... Ahh... " Bu Rara memejam, bersandar menatap langit.
"Enaknya pak.. Ouhh.. " Bu Rara kian gelisah dalam nikmatnya.
"Ooh... Mphhhhh.. " Bu Rara mempercepat goyangan pinggangnya.
"Ouhh.. Ouhhh... Pak.. Paak... " Bu Rara memerah wajahnya, wajah pak Dwi sedari tadi dibiarkan saja di antara pelukannya, terjepit diantara kedua susu tinggi lemaknya.
"Pak, aku rasa mau keluar.. Aku.. Mau di atas pak.. Nunggangin kontolmuh.. " Bu Rara sejenak memandangi pak Dwi, memundurkan badannya.
Pak Dwi tanpa menjawab, dengan patuh mundur dan kembali berbaring telentang.
Pentungan hitamnya tegak, mengkilat penuh cairan kenikmatan dari dalam memek bu Rara.
Bu Rara mengocok pelan pentungan hitam pak Dwi, dengan wajah bahagia sekali, tak sabar ingin didudukinya, digoyang, dijepit seerat-eratnya.
Eman yang sudah tertumpah duluan maninya tadi di lantai, masih melotot, melihat adegan itu, seperti mimpi, pikirnya mungkin, bu Rara memang luar biasa.
Burung mudanya kembali mengeras, di dalam kocokan-kocokannya.
Eman meski melotot, sekarang sudah tidak se-shock tadi.
Tak ingin disia-siakannya lagi maninya, ingin ditahan-tahan kocokannya sampai bu Rara selesai juga disana.
Bu Rara merangkak di atas pak Dwi, dipandanginya mesra, meski sebenarnya bukan pandangan cinta.
Pandangan bu Rara hanya kehausan, kehausan yang selama ini gagal disejukkan oleh Bill.
Hanya pak Dwi, yang secara ajaib, meski tubuhnya tua, namun tanpa diduga-duga, staminanya mampu memuaskan dahaga bu Rara.
Bu Rara meraih pentungan pak Dwi yang tetap keras seperti kayu, digesek-gesekkannya ke klitorisnya.
"Ahh.. Pak Dwi masih keras aja.. " Bu Rara tertawa kecil sambil mengecup bibir pak Dwi, diikuti pergumulan lidah yang intens dan penuh nafsu.
"Mhhhhhh.. " Bu Rara membelalak di tengah pergumulan lidahnya dengan pak Dwi, ketika pak Dwi menghentak naik pinggangnya, sampai mentok kontol hitamnya.
"Mhhh... Oumhhhhhh.. Mhhhhh... " Bu Rara memasrahkan diri, yang tadinya hendak menggoyang pak Dwi dengan posisi WOT, kini pak Dwi tengah menyodok dengan buasnya dari bawah.
"Anying.. " Eman keceplosan namun masih setengah berbisik.
Orang tua edan, pikirnya.
Bu Rara melepaskan diri dari pergumulan lidah, kini menegakkan dirinya, bersiap meraih orgasme dari goyangannya kini.
"Mhhhhh... Ehmhhhh.. " Bu Rara menggoyang dengan liarnya, sebelumnya bahkan tidak seliar ini.
Pak Dwi yang tadinya tenang, nampak tegang juga, meringis, mencoba menjaga agar tidak sampai tersembur maninya.
Diraihnya susu bu Rara, diremasnya pelan.
"Remas yang kuat pak... "
Bu Rara terengah-engah, sekujur tubuhnya menegang.
Bu Rara melihat pak Dwi yang meringis, lalu berkata "keluarin aja pak.. Ouhhh.. "
"Akuhh... Mauh keluar... Jugah... " Lanjut bu Rara.
CROTTTTT
Semburan hangat memenuhi liang sorga bu Rara, disaat diraihnya juga orgasmenya yang kesekian kali.
Tangannya mencengkeram dada pak Dwi, pinggangnya berkedut kedut, bulir keringatnya mengalir deras.
"Oughhhhhh... "