Part 14 – Cerita Hidupku
Dalam perjalananku menuju Solo, pikiranku kembali melayang pada waktu sebelum pernikahanku. Aku adalah anak ketiga dari 5 bersaudara. Aku ingat, hari itu aku sedang menghabiskan waktu membantu menyiapkan dagangan ibu pemilik pesantren, Bu Nani namanya, kami biasa memanggilnya Bu Lurah. Saat sedang merapikan dagangan, kudengar suara di belakangku “Ki, cukup bantuinnya, kamu ditungguin tuh sama Pakde mu di luar” katanya.
Aku kaget dan bertanya “hah!, ada apa Bu Lurah, kok Pakde sudah menjemput sebelum waktu Nikki libur?”, sambil membereskan barang dagangan, Bu Lurah menjawab “ngga tau, katanya kamu dijemput mau ada hajatan di rumahmu”,
“hajatan apa ya Bu, kok Nikki ngga pernah dengar, tapi yowes aku temuin Pakde sekalian beres2 bajuku dulu” sambil beranjak dari dudukku,
“permisi bu” setelah salim akupun berjalan keluar dan kulihat Pakde sudah menungguku di luar.
“Ada apa Pakde, koq tiba2 ada hajatan Nikki ngga ngerti” tanyaku ke Pakde,
“Iya, ini juga dadakan, mbakmu mau menikah lusa” jawabnya,
“loh, koq Nikki ngga dikasih tau kalo mbak mau menikah” tanyaku kembali sambil berjalan bersama ke arah pondokan.
“Nanti Pakde ceritakan di jalan ya, sekarang kamu bereskan saja barang-barangmu dulu”,
“ya sudah Pakde tunggu di sini sebentar ya, biar gendok beresin baju dulu” jawabku.
Setelah selesai membereskan bawaanku dalam sebuah tas kecil, kamipun naik motor untuk pulang kampung.
Di perjalanan Pakde menceritakan kalau pernikahan mbakku walaupun sudah direncanakan sebelumnya, namun diputuskan dalam waktu yang sangat singkat. Jadi sementara aku ada di pondokan yang cukup jauh dari kampung, maka akupun hanya diberitahu saat dijemput.
Dua jam perjalanan dengan motor, kamipun sampai di rumah. Cukup lelah badanku setelah melalui perjalanan dari pesantren ke kampungku ini, kulihat memang sudah cukup ramai orang di halaman rumahku, beberapa orang terlihat sedang melakukan persiapan untuk pernikahan besok lusa.
Akupun berjalan masuk dan salim ke semua orang yang kutemui dalam perjalananku sampai di dalam rumah, “eh gendok sudah datang” itulah sapaan orang-orang yang melihatku. Mendengar orang-orang mengatakan aku sudah datang, kulihat ibu keluar dari kamarnya, agak berbeda kulihat sambutannya ketika menghampiriku, tidak sesumringah biasanya, apa itu, akupun tidak tahu. Mungkin hanya karena lelah dengan semua persiapan pernikahan ini pikirku. Aku menghampiri ibu dan mengambil tangannya untuk salim.
“Capek ki?” tanyanya,
“lumayan bu, pantat gendok panas duduk di jok motor” jawabku,
“ya sudah kamu mandi dulu ya, biar seger”
“baik bu, gendok mandi dulu” jawabku, sambil melihat ke sekeliling, aku bertanya “calon pengantinnya mana bu, Nikki mau ucapin selamat sama mbak” tanyaku ke ibu.
Aneh kulihat raut wajahnya mendengar pertanyaanku, lalu dia hanya berkata “sudah, kamu mandi dulu, nanti juga kamu ketemu”.