Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
makasih apdet nya @lerlah
Sama sama hu
makasihs abdetnya suhu @lerlah
86 suhuu
Makasih buat lanjutan kisahnya hu
Iya hu sama sama
makasih updet lanjutannya @lerlah
Sama samaaa
Kenapa gak di Stadìon Palaran hu karantina nya lebih besar dan dipinggiran kota lebih bisa dikontrol 😄😄
Nah itu dia..
1. Ane sengaja bikin karantina nya di pusat kota supaya penanganan medisnya cepet. Seems logical to me.
2. ANE LUPA ADA STADION PALARAN ahahaha
Siap huu
Matursuwun update lanjutanya Boss @lerlah
Sama samaaa
 
Catatan Kesembilan
Perdana Hermanto​





H+2, Grogol, DKI Jakarta



Dalam waktu satu malam, polisi dan tentara segera membentuk sebuah pos evakuasi sekaligus pos Komando di Universitas Trisakti Grogol, Jakarta Barat.



Saya yang memang dua hari lalu baru saja menjadi pembicara utama di sebuah kuliah umum di universitas ini saat semuanya terjadi langsung memerintahkan anak buah saya untuk segera menjadikan tempat ini sebagai posko evakuasi karena letaknya yang berada di dekat jalan tol yang sangat berguna sebagai akses logistik dan pergerakan tentara.



Sementara itu Wakil Presiden, beberapa menteri dan orang orang penting pemerintahan ini langsung diungsikan ke istana negara tempat dimana keluarga saya berada bersama militer. Beberapa orang penting lainnya sedang berada di Nusa Dua, Bali, menurut laporan, mereka sudah dievakuasi ke Bandara Ngurah Rai.

Saya sendiri menolak untuk di evakuasi. Dalam keadaan genting seperti ini, sudah seharusnya saya berada disini bersama tentara. Apalagi saya dulu juga adalah bekas Panglima TNI.


Saya Perdana Hermanto, Presiden negara ini saat semuanya terjadi. Dan ini lah catatan saya.


Dua hari yang lalu pengamanan di universitas ini tadinya berjalan biasa saja, hanya beberapa polisi dan paspampres yang menemani dan menjaga saya sewaktu saya menghadiri kuliah umum. Namun saat Pratu Ratno Dariyan, Salah satu pengawal terdekat saya memberi tahu bahwa situasi Jakarta berada dalam keadaan gawat, saya segera menyudahi kuliah umum disini. Apalagi saya juga melihat banyak yang sakit saat mendengarkan kuliah saya. Saya jadi teringat laporan Kementrian Lingkungan Hidup & Kehutanan yang menyatakan ada kondisi yang aneh di Lapisan Udara Kota - Kota Besar di Indonesia sejak seminggu lalu, namun tidak ada yang terjadi selanjutnya. BIN juga melaporkan kejanggalan penyakit yang tiba tiba muncul siang ini di berbagai daerah.

Saya sudah memerintahkan instansi yang terkait untuk segera melakukan investigasi tadi pagi dan akan memberikan laporan kepada saya nanti sore. Namun sepertinya keadaan lebih gawat dari yang saya duga.


Dengan sigap waktu itu saya segera dikawal keluar, namun saat berada di luar gedung, saya mendengar suara teriakan dimana mana, kecelakaan mobil dimana mana, dan entah datang darimana, seorang mahasiswa dengan brutalnya mencoba menyerang saya tanpa menggunakan senjata. Tentu saja mahasiswa itu sudah berubah menjadi mayat, tapi saat itu saya dan pengawal saya belum mengetahui apa yang terjadi. Akibatnya, salah satu pengawal saya, Pratu Derry, digigit oleh mahasiswa itu di tangan, mahasiswa itu segera ditangani oleh pengawal saya dan situasi berhasil dikendalikan. Beberapa polisi dan pengawal saya kemudian segera mengamankan situasi dan membawa saya ke dalam mobil.




Saya tidak meminta mobil untuk berjalan karena saya segera bertanya kepada Ratno bagaimana situasinya, bertanya apakah penyebab kerusuhan tiba tiba ini, dan bertanya apakah keluarga saya tidak apa - apa. Ratno tidak bisa menjawab dua pertanyaan awal saya, namun dia bisa memastikan bahwa keluarga saya selamat.




Tak lama kemudian Ratno mendapatkan laporan bahwa situasi sudah sangat parah dan tidak aman untuk Saya pergi ke istana negara, saya segera disarankan untuk bertahan di tempat saya berada dan nantinya saya akan dijemput oleh helikopter yang akan membawa saya ke Istana Bogor. Saya tolak karena saya ingin keluarga saya yang diselamatkan terlebih dahulu. Beberapa Polisi yang berada di area kampus segera diperintahkan untuk membuat Pos Komando dengan bekerjasama dengan beberapa Paspampres yang ada. Sementara itu suasana di Kampus Trisakti sudah semakin tidak karuan. Semua orang berlarian karena kemunculan mayat yang semakin banyak. Terjadi sedikit pertempuran antara Polisi dengan puluhan orang gila yang berbondong bondong mendatangi areal parkiran tempat pos Komando berada. Situasi sempat terdesak, namun datangnya Batalyon Infantri Mekanis 201 dan Batalyon Komando Paskhas 467 membuat keadaan berbalik dan dengan cepat situasi berhasil diamankan.




Setelah situasi berhasil diamankan, saya segera turun dan masuk ke Pos komando. Sudah ada laptop, tempat duduk, dan beberapa orang yang siap melaporkan situasi yang ada kepada saya. Diluar Pos Komando, bala bantuan Polisi pun telah tiba dan membantu mengamankan area.




Saya dihubungkan dengan mereka yang berada di Istana Negara lewat Laptop, Saya segera memerintahkan untuk mengadakan pertemuan untuk berkoordinasi. Setelah saya mengadakan pertemuan sejenak bersama mereka, saya segera memutuskan bahwa tempat ini harus dijadikan pos evakuasi dan bahwa semua militer terdekat harus segera mengamankan bandara, pelabuhan laut, dan kota kecil terdekat dari semua kota besar yang nantinya akan digunakan sebagai tempat penampungan rakyat yang mengungsi.





Hari menjelang maghrib saat saya melihat militer dari berbagai batalyon berbondong bondong datang ke lokasi saya dan dengan segera mengamankan Trisakti hingga ke Jalan layang di depan kampus ini. Banyak warga yang selamat juga mulai berdatangan ke kampus ini untuk mengungsi, termasuk keluarga saya yang datang dengan helikopter dari Istana Negara. Mereka menceritakan bahwa keadaan di sekitar istana negara sangat mencekam dan semakin tidak aman, beberapa kali Tentara yang menjaga istana harus bertempur menahan mayat yang jumlahnya ratusan, Istana negara masih bertahan namun tidak lama, amunisi semakin menipis dan para tentara mulai kelelahan akibat konstan bertempur dari siang tadi..




Saat malam datang, keadaan semakin kacau, banyak sekali saya denger rentetan tembakan di kejauhan, bahkan ledakan. Namun situasi di Trisakti saat itu sudah dalam kendali militer. Warga warga yang datang masuk hingga ke dalam gedung kampus karena sudah tidak cukup lagi tempat di luar.




Para penasehat keamanan saya meminta saya untuk segera pergi ke Istana Bogor yang sudah lebih aman, Namun saya menolak untuk meninggalkan rakyat. Pemimpin yang baik bukanlah pemimpin yang memimpin rakyatnya di saat sejahtera, tetapi yang memimpin rakyatnya keluar dari kesengsaraan menuju kesejahteraan.




Malam itu malam yang sangat penting buat negara ini. Semua keputusan keputusan penting dilakukan malam itu, keputusan ekonomi, keputusan militer, keputusan politik, haha politik.. Politik sudah tidak berarti apa apa lagi di situasi seperti ini.




Saat subuh, saya dibangunkan oleh Ratno untuk segera bersiap siap meninggalkan pos evakuasi ini. Ratno melaporkan kondisi dan situasi selama saya mengambil istirahat dari tadi malam. Saya baru tidur 2 jam. Karena banyaknya warga yang datang ke lokasi ini, kemunculan mayat mayat itu semakin banyak. Saking banyaknya bahkan militer harus mundur beberapa ratus meter dari perimeter terdepan lokasi ini.




Saya segera bangun dan langsung naik helikopter untuk melihat keadaan sekitar Trisakti.




Parah. Jakarta sudah tidak dapat dikuasai lagi oleh militer. Asap hitam mengepul dimana mana. Kebakaran dimana mana, segerombolan mayat dalam jumlah besar juga tersebar di hampir semua titik di pusat kota. Daerah Matraman sudah dipenuhi mayat mayat itu, Bundaran HI terlihat sepi hanya ada barisan panjang mobil mobil yang ditinggalkan yang panjangnya sampai beberapa kilometer. Wilayah sekitar Istana Negara terlihat seperti zona perang, barikade ada dimana mana, masih ada tentara yang menjaga Istana Negara agar tidak jatuh diserbu mayat. Di daerah Semanggi, Pancoran, Tebet, hingga menuju Halim keadaan terlihat sepi. Halim sendiri sudah dikuasai oleh militer yang menampung warga warga yang mengungsi. Saya lalu kembali ke Trisakti.




Saat mendarat, saya segera meminta militer untuk segera berpindah posisi dari Kampus Trisakti ke Jalan tol di depan kampus ini. Saya meminta mereka untuk segera mengamankan Jalan tol untuk persiapan evakuasi menuju bandara. Lalu saya segera meminta progres militer di kedua bandara, bandara mana sajakah yang sudah dikuasai, Halim sudah dikuasai dari semalam, sedangkan Soekarno - Hatta belum. Militer menyarankan untuk mengevakuasi semuanya ke Halim. Akhirnya diputuskan saat itu juga untuk melakukan proses evakuasi ke Halim. Militer mulai mengamankan jalan tol dari Trisakti hingga menuju Halim dengan menggunakan Panser Panser untuk menyingkirkan kendaraan dan membuka jalan. Saya meminta Keluarga saya untuk segera pergi ke Halim dan menunggu disana.




Hari sudah lewat siang saat Ratno kembali melapor kepada saya. Saat ini kami benar benar sudah harus pergi dari tempat ini karena situasi sudah sangat genting. Lewat pemantauan Helikopter dapat diketahui bahwa mayat mayat bergerombol hingga sampai ratusan ribu mulai mendekati universitas ini dari arah pusat kota. Dan warga warga sudah diungsikan ke jalan tol dan sudah siap bergerak. puluhan Truk truk militer mulai berangkat diiringi panser panser yang menjaga di depan dan belakang truk. Saya sendiri tetap tinggal di Trisakti untuk mengawasi persiapan pertempuran melawan mayat mayat itu. Mayat mayat ini harus ditahan agar tidak menyerbu Halim nantinya.




Saya sedang berjalan ke jembatan layang di depan Trisakti saat saya melihat tiga jet tempur milik AU terbang rendah dan melepaskan roket dan menembakkan peluru dari senjata mesin mereka secara bertubi tubi. Ledakkan terdengar berkali kali saat roket itu menghantam targetnya. Tak lama kemudian dentuman artileri terdengar.




Saat saya sampai di jembatan layang, dari jauh saya melihat kepulan asap bekas hantaman roket jet tempur, dan ratusan ribu mayat berjalan ke arah kami.




Ini dia.. Pertempuran Trisakti akan segera dimulai..




Saya segera meminta Tank dan panser panser untuk membuka jalan dan diiringi dengan truk truk militer yang menampung para warga yang mengungsi. Sementara itu artilerry, helikopter, jet tempur, dan meriam kapal laut yang sudah berada di perairan lepas Tanjung Priok tak henti hentinya menembak ke arah mayat mayat itu untuk melindungi warga yang mengungsi ke arah Lapangan terbang halim yang berjarak kurang lebih 15 KM dari Trisakti.




Sementara itu kekuatan militer yang lebih besar lagi telah berkumpul di Cikampek, 90km di tenggara Jakarta. Cikampek adalah sebuah kota kecil penghubung Jakarta, Cirebon, Purwakarta, dan bahkan Bandung. Jalur Tol dan Jalur Kereta api yang melintasi kota ini menjadikan kota ini vital untuk pusat komando dan pusat distribusi logistik.




Bunyi ledakan dan letusan bercampur dengan bunyi mesin jet pesawat dan deru baling baling helikopter yang tidak henti hentinya menembaki gerombolan mayat mayat yang jumlahnya ratusan ribu itu. Bunyi ledakan yang lebih besar lagi terdengar beberapa kali hasil dari tembakan AL Koarmabar (Komando Armada Barat) yang menurunkan 5 Kapal Frigate nya di Tanjung Priok.




Sebanyak itu senjata yang mengarah ke mayat mayat, namun tetap saja tidak cukup untuk memukul mundur mayat mayat itu. Perlahan tapi pasti, Tembakan artileri mulai mereda. Jet tempur dan helikopter mulai kembali ke Halim untuk mengisi kembali peluru. Sedangkan artileri sudah tidak menembakkan lagi pelurunya karena sudah tidak ada lagi peluru.




Saya dengan sigap langsung memberi komando untuk tidak mundur dan jangan panik.




"Kita harus melindungi warga yang saat ini mengungsi ke bandara Halim! Kita tidak boleh membiarkan mereka melawan mahkluk ini! Lindungi negara ini! Jangan Menyerah!" Teriakku dengan megaphone untuk mengobarkan semangat mereka.




Saya tidak menyangka bahwa hingga peluru artileri kami habis, mayat mayat itu belum habis. Mereka terus maju, dan sesekali berlari. Tentara yang berada di perimeter terdepan pun mulai menembakkan senjata mereka. Namun setiap mereka menembak jatuh satu, muncul 10 dari belakang mayat itu yang menyerbu. Tidak butuh waktu lama bagi tentara terdepan untuk segera mundur meninggalkan barikade kantung pasir yang daritadi malam mereka buat.




Ada lima perimeter tentara yang dibuat untuk menahan mayat itu sebelum mencapai lokasi kami saat ini. Namun Saya sadar, pertempuran ini tidak mungkin kami menangkan. Dentuman ledakan dari kapal laut masih membombardir mayat mayat itu, tapi tidak cukup. Bahkan sepertinya mayat mayat itu sekarang berjumlah jutaan. Dan mereka tidak hanya muncul dari satu arah saja, mayat mayat itu juga muncul dari kiri tol dan dari kanan juga. Kami dikepung tiga arah.




Bunyi tembakan semakin nyaring terdengar, granat, pelontar granat, bahkan senjata peluncur roket sudah dipergunakan, namun tidak terlalu berarti. Mayat mayat itu tetap maju menyerang kami.




Ratno pun memaksa saya untuk segera meninggalkan Jembatan dan pergi ke Halim menggunakan helikopter. Saya belum mau pergi. Saya tau kehadiran saya disini mengobarkan semangat tentara yang pasti akan berjuang. Ratno pun menurut.




Jet tempur akhirnya kembali mengudara dan dengan segera menembaki sasaran dengan misil dan roket. Bahkan kali ini datang pesawat Hercules yang menjadi pesawat pengebom yang membombardir habis mayat mayat itu. Untuk sementara saja. Karena setelah asap asap bom menghilang, di depan kami langsung terpampang lagi jutaan mayat yang siap menerjang kami.




Tentara tentara mulai goyah, mereka mulai panik, bahkan ada beberapa yang mundur. Mayat mayat itu sudah semakin mendekat. Teriakan terdengar, mereka telah menembus pertahanan kami. Mereka telah sampai di lokasi ini. Dalam sekejap wilayah sekitar Trisakti sudah dipenuhi mayat mayat itu. Ratno segera meminta saya untuk pergi. Namun saya masih menolak, saya bilang kepada dia bahwa saya baru akan pergi bila Rakyat sudah sampai di Halim.




Sementara itu saya melihat situasi sudah semakin parah. Mayat mayat itu sudah mendekat dari tiga arah, Tentara di jembatan layang akhirnya mulai menembak ke Universitas Trisakti. Ironis, sejarah berulang kembali, Tragedi Trisakti kembali berulang. Jet tempur dan helikopter kali ini harus kembali lagi ke Halim untuk mengisi amunisi. Mayat mayat itu sudah semakin dekat.




Ratno lalu memberi kabar bahwa Progres rakyat yang sedang dalam perjalanan ke Halim berjalan lancar. Mereka sudah sampai di Halim saat ini dan Truk truk yang mengangkut mereka sudah kembali ke dekat Trisakti.




Saya segera mengangguk dan meminta tentara untuk segera mundur. Mereka telah menjalankan tugas berat mereka dengan sangat baik. Tentara tentara itu segera mundur dengan teratur dan masuk ke truk truk militer. Sementara itu Ratno dan saya segera menuju ke helikopter untuk pergi ke Halim.




Kami kalah di Pertempuran Trisakti. Namun kami berhasil menyelamatkan banyak sekali warga warga Jakarta. Menurut saya, Kami lah yang menang.
 
Wow ada cerita zombie .. :kk:
Sebagai penggemar Resident Evil izinkan hamba yang hina ini untuk membaca ceritanya om @lerlah
Semoga ada zombie wanita yang diikat ditiang gawang dengan kedua kaki mengangkang.

:kangen:
Wah ada penggemar zombie.. bagus deh, semoga cerita ini memenuhi ekspektasi ente yaaaa
Nunggu update
Siaapp akan di update
 
Catatan Kesepuluh
Leonardo Leiwakabessy​




H+32, Disuatu tempat yang aman


Aku mempersilahkan pak Leo untuk duduk. Pak Leo adalah seorang prajurit berpangkat kopral yang Ikut dalam Pertempuran Trisakti dan Pertempuran Halim. Dua pertempuran awal di Jakarta yang berakhir dengan kekalahan. Saya berhasil membujuknya untuk menceritakan kenapa Pertempuran Trisakti dan Pertempuran Halim berakhir dengan kegagalan. Dengan seragam tentaranya yang sudah lusuh ia masuk ke ruangan saya diiringi Sapto. Seperti biasa saya menawarkannya minum dan mempersilahkan dia duduk.

Baiklah, bisakah anda ceritakan tentang Pertempuran Trisakti dan Halim?

Ya, tentu saja. Saya tidak mungkin melupakan kedua pertempuran itu.

Mengapa tindakan militer saat itu gagal?

Mudah saja pak, kami kekurangan logistik. Kami kekurangan peluru. Dan jumlah mereka yang sangat banyak pada akhirnya mengalahkan kami waktu itu.

Presiden sendiri mengakui bahwa Pertempuran Trisakti memang kekurangan logistik, tapi Halim? Itukan pusat militer, bukankah kalian seharusnya tidak kekurangan?

Pertempuran Halim sendiri sebenarnya adalah pertempuran yang lebih menyulitkan lagi dari pertempuran Trisakti. Karena letak Halim yang masih berada di tengah kota, kami harus melawan mayat mayat itu dari segala arah. Kami tidak bisa mengonsentrasikan tembakan kami ke satu arah pak. Pertempuran Trisakti justru bisa dimenangkan apabila mayat mayat itu tidak muncul dari arah kiri dan depan kami. Maka dari itu, bila pertempuran Trisakti berlangsung lebih dari setengah jam, maka pertempuran Halim tidak sampai 15 menit.

Tidak ada faktor lain?

Ya ada.. Tentu saja ada pak. Saat di Trisakti, Komandan kami menyuruh kami untuk menggunakan baju siap tempur, yang artinya kami harus menggunakan body armor, helm, membawa air minum, dan semua hal yang sebenarnya tidak berguna saat melawan mereka. Body armor? Untuk apa? supaya kami kebal dari cakaran mayat mayat itu? lalu bagaimana bila mereka menggigit kami? Body armor dan helm tidak ada gunanya saat melawan mayat mayat itu. Kami seharusnya membawa tas berisi amunisi, granat. Bukan air minum, ration!

Kami harus menghemat tembakan kami, kami harus menembak apabila kami yakin tembakan kami akan membunuh mereka, yaitu dengan menembak kepala. Awalnya kami menembak jantung mereka, namun mereka tidak mati. Lalu kami mencoba menembak kaki mereka untuk memperlambat pergerakan mereka, dan itupun tidak berhasil.

Barulah saat kami menembak kepala mereka akhirnya mereka terjatuh dan tidak bergerak lagi. Namun satu mayat jatuh, 100 lagi muncul. Tidak mudah untuk membidik kepala mayat mayat itu dari jarak lebih dari 100 meter. Belum lagi tembakan artileri dan Kapal laut yang menggetarkan tanah membuat kami kesusahan membidik mereka.

Baiklah, berarti memang saat itu banyak faktor yang tidak terduga dan membuat TNI harus mundur dari kedua pertempuran itu. Lalu bisakah anda menceritakan pengalaman anda saat berada di Pertempuran Halim?











H+3, Bandara Halim Perdana Kusuma DKI Jakarta



Evakuasi militer besar besaran dari Trisakti berhasil dilakukan. Hampir seluruh kekuatan militer TNI yang berada di Trisakti kini sudah membuat pertahanan di daerah Airport Halim Perdanakusuma.



Disini kami bersiap untuk bertahan. Rasa kepercayaan diri kami semua sedikit goyah saat kami harus mundur dari Trisakti. Tapi disini? Disini pusat Kekuatan militer kami. Tidak mungkin kami kalah disini..


Situasi mulai genting kembali saat komandan memberitahuku bahwa lebih dari ratusan ribu mayat sudah terlihat mendekat Bandara Halim. Mayat mayat ini pasti juga mayat mayat yang sama dengan yang kami hadapi sehari sebelumnya di Trisakti..



Tadinya, Halim adalah basis terdepan kami untuk melawan dan menghabisi mayat mayat itu. Namun karena situasi yang makin parah dalam satu malam terakhir ini, Halim hanya menjadi pos Evakuasi terbesar di Jakarta. Dan sudah dari tadi subuh proses evakuasi warga dimulai, satu persatu warga diangkut dengan konvoy truk militer menuju ke Basis Komando di Cikampek, tempat dimana Kekuatan militer disiapkan untuk nantinya memukul balik Jakarta.



Kami segera bersiap di posisi penjagaan kami. Medan pertempuran telah kami persiapkan, sebuah jalanan lurus sepanjang 2 kilometer yang membentang dari Pintu Masuk wilayah Halim hingga ke Areal Bandara. Jalan masuk ke Bandara sudah diblokade dengan kawat, bahkan ranjau. Panser dan Tank diposisikan di belakang kami di ujung jalan. Sepanjang perimeter telah kami letakkan karung karung pasir dan kawat berduri untuk memblokade mayat mayat itu memasuki bandara. Semua senjata yang ada di Bandara ini sudah bersiap siap untuk melawan Mayat itu.



Sementara itu keadaan di dalam bandara dan sekitar komplek bandara masih juga penuh sesak oleh pengungsi, mungkin hampir 20 puluh ribu warga sipil masih tersisa disini dari sebelumnya berjumlah diatas 50 ribu lebih. Puluhan pesawat Hercules sudah siap terbang untuk mengevakuasi para pengungsi. Beberapa pesawat komersil yang berada di bandara juga dipergunakan untuk terbang dan evakuasi. Semua pesawat ini akan menerbangkan pengungsi ke beberapa bandara yang sudah dikuasai militer seperti Bandara Achmad Yani di Semarang, Adi Soemarmo di Solo, Adi Sucipto di Yogyakarta, dan Bandara Radin Inten di Lampung. Sementara itu pesawat tempur dan helikopter tak henti hentinya lepas landas dan mendarat dari Bandara ini untuk menggempur mayat mayat yang sedang menuju ke bandara ini dari tadi malam.



Pak Presiden sendiri menolak untuk segera diungsikan ke Cikampek. Sementara itu keluarganya sudah terbang lebih dahulu dengan helikopter menuju istana Bogor kurang lebih setengah jam yang lalu.



Satu persatu pesawat akhirnya lepas landas membawa pengungsi. Masih banyak juga pengungsi yang pergi dengan truk militer dan kendaraan sipil lainnya ke arah Cikampek. Namun proses evakuasi berjalan terlalu lambat. Mayat mayat itu akhirnya tiba di lokasi kami.



Awalnya, hanya muncul beberapa mayat saja dan bisa diatasi dengan mudah oleh kami. Namun lama kelamaan mereka mulai datang secara bergelombang. Puluhan, ratusan, ribuan! Tak terhitung peluru yang sudah kami tembakkan untuk menghabisi mereka. Tak henti - hentinya kami menembakkan peluru kami hingga membuat senjata kami menjadi sangat panas. Beberapa dari kami bahkan sampai melempar senjata kami ke tanah karena tidak kuat menahan panas yang terhantar ke tangan kami. Beberapa orang menyiramkan air minum ke senjatanya untuk mendinginkan suhu senjata kami. Dari belakang kami artileri terus menggempur posisi mayat itu berbarengan dengan bunyi senapan mesin dan meriam tank yang ada di belakang kami.



Kemudian mayat mayat itu mulai menyebar tidak ke pintu utama saja, namun mereka mulai datang dari barat ke arah gedung bandara. Kemudian muncul lagi dari arah komplek TNI AU yang berada di selatan bandara dan kurang dijaga TNI. Dalam sekejap mereka seperti mengepung Bandara ini. Kami berusaha sekeras tenaga menembak kepala mereka. Namun rasa panik yang menghantui kami, juga beban tanggung jawab apabila kami gagal maka rakyat yang belum sempat mengungsi ini akan menjadi korbannya membuat akurasi kami melemah. Mereka baru terhenti langkahnya bila otak mereka hancur.. Jadi meleset sedikit saja tembakan kami, mereka tidak akan jatuh. Beberapa mayat tetap berjalan meskipun rahang bawah mereka sudah hancu dan memperlihatkan isi tenggorokan mereka. Suatu hal yang mustahil dilakukan manusia biasa.



Lama kelamaan, menembak kepala mereka menjadi susah. Belum lagi bila beberapa mayat mayat itu berlari dengan lincah. Mayat mayat yang berlari inilah yang menjadi prioritas untuk kami habisi. Mortar, granat, dan senjata mesin bertubi tubi menghajar mereka, namun tetap saja mereka datang. Pemandangannya pun lebih mengerikan lagi. Organ organ tubuh yang lepas berceceran dimana mana. Darah tertumpah di jalanan. Kulit kulit terkoyak dan memperlihatkan daging atau bahkan tulang dari mayat mayat itu. Namun tetap saja mereka berjalan ke arah kami seperti tidak ada yang terjadi. Jalanan panjang dua kilometer itu lama kelamaan mulai dipenuhi mayat mayat itu. Jarak mereka pun sudah sangat dekat, sudah memasuki 150 meter terakhir.



Dan akhirnya aku mendengar mereka telah menembus kami dari arah barat. Tapi perintah mundur tidak dikumandangkan. "MERDEKA ATAU MATI KAWAN!" Begitu teriak Letnan pasukanku. Aku pun pasrah dan siap untuk menghadapi maut. Sudah tugasku sebagai tentara untuk melindungi negara, dan mati demi negara.



Namun seorang perwira memanggilku. Dia menyuruhku dan beberapa orang lagi untuk mengikutinya melindungi presiden. Rupanya dia tetap tidak mau pergi meskipun keadaan sudah sangat diluar kendali.



Aku dan beberapa tentara segera mengikuti sang perwira itu ke area runway pesawat. Aku terkejut melihat disana masih banyak sekali pengungsi dan pesawat yang belum lepas landas. Area bandara sudah mulai kacau, sudah banyak mayat yang masuk dan menggigiti warga. Beberapa orang sipil terlihat berusaha melindungi diri mereka sebisa mungkin, namun banyak yang menjadi korban pada akhirnya. Kami melihat sejumlah tentara sedang membentuk formasi untuk melindungi Presiden. Segera kami datang dan membantu. Ini pertama kalinya aku bertemu Presiden. Ia tampak kelelahan dan frustasi. Namun dia masih terlihat memberikan perintah untuk menyelamatkan warga terlebih dahulu. Dia memang presiden yang baik.



Perwira itu kemudian meminta presiden untuk segera pergi naik pesawat karena bila melihat kondisinya, Halim sebentar lagi akan jatuh. Dan akhirnya presiden setuju juga untuk pergi meski tampak di pancaran matanya terasa berat.. Namun ada satu masalah, pilot pesawat kami tergigit oleh mayat itu saat kami sedang mengawal presiden ke pesawat. Berusaha untuk tidak putus asa, akhirnya Kami meminta presiden untuk menunggu di Pesawat Kepresidenan dan kemudian mencari warga yang berprofesi sebagai pilot atau tentara TNI AU yang mungkin berada di bandara ini.



Kami berteriak di area bandara mencari pilot ditengah kepanikan itu. Sambil sesekali menembak mayat yang mendekat ke arah kami. Seseorang kemudian berteriak bahwa dirinya pilot. Kami menengok ke arahnya, dia sedang memegang badan anaknya yang mati tergigit mayat itu. Anak itu juga sepertinya sudah ditembak di kepala sehingga tidak berubah menjadi mayat.




Sambil tetap menangis dia berkata kembali kepada kami bahwa dia seorang pilot. Kami lalu menjelaskan padanya bahwa presiden membutuhkan pilot untuk segera pergi dari lokasi ini. Dia pun mengangguk dan mencium kening anaknya. Dia hapus air matanya dan pergi bersama kami ke pesawat Presiden. Di pesawat kami sudah melihat pesawat terisi penuh dengan warga dan beberapa tentara. Presiden juga terlihat berada diantara mereka. Raut muka tegang tersirat di muka mereka semua, beberapa bahkan tidak kuat menahan tangis. Tidak henti hentinya mereka melihat ke jendela untuk melihat perkembangan situasi. Kami lalu segera bersiap untuk lepas landas.



Tak lama kemudian kami pun sudah lepas landas dari Bandara dan dari jendela pesawat kami melihat kehancuran Halim. Mayat mayat itu menghabisi tentara dan para pengungsi yang tidak sempat menyelamatkan diri. Truk - truk militer berhamburan keluar dari bandara menabrak apapun yang berada di jalanan. Rentetan tembakan senjata terlihat di berbagai penjuru. Situasi sudah berubah menjadi ajang menyelematkan diri sendiri di bawah sana..




Kami melihat pemandangan itu dengan sangat terpukul. Dalam dua hari kami mengalami kekalahan, dan kekalahan kali ini memakan korban lebih dari 20 ribu orang.



Saat Pesawat mulai Stabil, Pak Presiden berdiri dan menghampiri kokpit bersama perwira yang tadi memintaku untuk ikut bersamanya. Pak Presiden kemudian menghampiriku dan rekan rekanku yang lain lalu menyodorkan tangannya untuk berterimakasih. Aku pun dengan bangga menjabat tangannya, namun kemudian air mata menetes dari mataku. Aku juga merasa malu, teman temanku di bawah sana berjuang dan mati demi negara, sedangkan aku sendiri selamat.




Pak presiden menenangkanku, dia berkata semua orang punya takdirnya masing masing dan belum takdirku untuk mati saat ini. Aku pun lalu menegakkan kepalaku dan berterimakasih kepadanya. Aku lalu mengikutinya kedalam kokpit untuk bertemu sang pilot.




Pak presiden mengucapkan terimakasih juga kepadanya sambil bertanya namanya, Jansen Wowor, jawab si pilot itu.




Presiden lalu meminta Jansen untuk mengarahkan pesawat ke Yogya, dimana Militer juga sudah menyiapkan Basis Komando disana
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd