Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Catatan Ketujuh
Yusuf Haniwar

H + 20 Jam, Samarinda


Suasana di Zona Karantina Kota Samarinda saat itu terlihat mencekam. Situasi yang terjadi di berbagai kota di Indonesia terjadi juga di Samarinda. Awalnya hanya beberapa orang yang datang ke rumah sakit atau puskesmas karena merasa tidak enak badan. Namun setelah pasien yang masuk ke tiap rumah sakit di Samarinda semakin bertambah, Pemerintah Kota Samarinda lewat arahan Kementrian Kesehatan ke semua Provinsi di Indonesia akhirnya memutuskan untuk membuat sebuah Zona Karantina sebagai Pusat Penanganan Pasien COLVID-BT.

Setiap Kota memilih tempat sendiri untuk dijadikan Zona Karantina. DKI Jakarta membuat Zona Karantina di Monas, Surabaya di deket Balai Kota, Bandung di Alun – Alun, sementara Samarinda sendiri memutuskan untuk mendirikan Zona Karantina di Kawasan GOR Segiri.

Pemkot bekerjasama dengan Dinas Kesehatan dan TNI – Polri bekerja cepat membangun Zona Karantina GOR Segiri. Lapangan Bola langsung ditutup oleh material kayu sebagai alas dan didirikan tenda besar yang menutupi lapangan rumput di tengah stadion. Pagar Kawat berduri dibentangkan di sepanjang komplek GOR Segiri untuk mencegah penduduk masuk. Penduduk yang tinggal di daerah sekitar Stadion diungsikan karena harus steril dari manusia.

Keluarga yang ingin menjenguk pasien yang berada di Stadion hanya diperbolehkan masuk dari Utara dimana terdapat lapangan besar yang telah disulap menjadi sebuah bangunan tempat besuk Pasien sekaligus tempat mendaftarkan pasien..

Tiap sudut daerah stadion didirikan Pos Patroli gabungan Polisi dan TNI yang berpatroli di area sekitar jalan.

Zona ini diharapkan dapat menampung pasien COLVID – BT hingga mencapai 50.000 orang.

Layaknya Daerah – daerah lain yang nampaknya meremehkan jumlah pasien yang terjangkit COLVID-BT, Zona Karantina yang dibuat oleh Pemkot Samarinda ternyata tidak cukup untuk menampung jumlah pasien yang datang. Memasuki hari kedua, tenda di tengah lapangan stadion sudah hampir penuh sesak oleh pasien.

Di lapangan utara, kericuhan sering pecah karena menumpuknya manusia yang ingin masuk ke dalam Zona Karantina. Beberapa kali Polisi harus tangan dan membubarkan situasi tersebut menggunakan panser dan gas air mata. Akhirnya Militer turun tangan untuk menjaga wilayah sekitar stadion dan memperketat akses masuk. Wilayah sekitar stadion benar benar ditutup sama sekali dan pasien yang akan masuk hanya bisa lewat Taman Samarendah sekitar 700meter di Barat Daya Stadion. Dimana Truk militer telah menunggu untuk mengangkut mereka ke Stadion.

Setelah upaya untuk menutup atap Stadion Segiri dengan terpal berhasil dilakukan, pasien yang baru masuk akhirnya dapat diletakkan di luar tenda dan tidak lagi menumpuk di dalam, bahkan hingga sampai ke kursi penonton. Sepertinya agak sulit dipercaya saat melihat ke dalam stadion dan yang ada di pandangan mata adalah lautan manusia terbaring sakit, puluhan dokter dan suster lalu lalang silih berganti memonitori keadaan pasien.

Namun pasien tiap hari terus berdatangan. Tiap hari ada belasan ribu pasien baru yangdibawa oleh truk militer dan ditempatkan ke dalam stadion. Karena kurang nya jumlah tenaga medis, terpaksa pasien harus melakukan semuanya sendiri, mulai dari saat turun dari Truk, sampai harus tiba di matras tempat mereka harus dirawat, semuanya tidak didampingi oleh tenaga medis. Mereka terlihat seperti narapidana yang digiring masuk ke dalam penjara. Hanya yang benar benar sudah tidak mampu berjalan saja yang dibantu oleh tenaga medis. Untungnya memang COLVID-BT ini tidak menunjukkan gejala parah yang membuat manusia tidak bisa bergerak. Mayoritas pasien terlihat seperti orang yang demam saja dan sebenarnya dapat beraktivitas sedikit.

Pada hari ketiga, jumlah Pasien yang masuk menjadi rekor terbanyak, lebih dari 35.000 orang tercatat masuk ke Zona Karantina. Namun semenjak itu jumlah pasien yang masuk menurun. Hingga pada hari kelima semenjak COLVID-BT itu menyeruak jumlah pasien yang masuk hanya sekitar dua puluh lima orang saja. Total ada lebih dari 80.000 orang yang datang ke Zona Karantina dan didiagnosa Positif COLVID-BT.

Data dari Kementrian Kesehatan juga menunjukkan hal yang sama di seluruh wilayah Indonesia.

Beberapa wartawan melaporkan adanya tindakan militer bersama dengan pihak asing yang dilakukan di seluruh penjuru Indonesia dalam menekan angka pasien COLVID-BT. Di Samarinda sendiri memang sempat ada Tim dari WHO yang berkunjung datang pada hari kedua untuk bertemu Gubernur Kalimantan Timur dan Walikota Samarinda sebelum akhirnya pergi bersama pihak TNI.

Ada kabar bahwa pihak WHO telah mendapatkan Vaksin untuk membasmi Virus mBT-V dan Parasit HS-Cord. Ada juga yang mengabarkan adanya Black Ops yang dilakukan di kantung kantung wilayah penderita COLVID-BT dan membasmi mereka semua. Tipikal Teori Konspirasi seperti biasanya.

Memasuki hari Keenam. Keadaan sudah mulai terkendali. Polisi berhasil mengamankan wilayah Kota Samarinda. TNI dengan rutin menjaga wilayah Zona Karantina dan selalu mengangkut mereka yang datang di Taman Samarendah untuk masuk ke Zona Karantina. Namun begitu, menurut laporan Virologis dan penelitian para Dokter, mereka terus melihat adanya peningkatan aktivitas Virus dan Parasit di tubuh manusia yang mereka periksa.

Sebagian besar pasien memang dalam kondisi stabil, akan tetapi tiap hari jumlah pasien yang masuk dalam kondisi kritis semakin bertambah. Para ahli kesehatan memperkirakan akan adanya mutasi Virus dan keadaan pasien harus terus dimonitor secara ketat.

Sementara itu media luar negeri mengabarkan bahwa seluruh Dunia sedang berjuang menghadapi COLVID-BT. Pemerintah Indonesia sendiri sudah mendapatkan konfirmasi bahwa semua ini berasal dari Serangan Bio Terorisme meskipun belum ada grup yang bertanggung jawab. Dalam waktu dua minggu ke depan, Pemerintah juga telah merencanakan Rapid Test untuk melihat sejauh mana masyarakat Indonesia yang terkena COLVID-BT.

Badan Kesehatan Dunia WHO telah mendeklarasikan wabah COLVID-BT ini sebagai Pandemi dimana di seluruh Dunia sudah tercatat ada lebih dari 300 Juta Kasus.

Dan akhirnya pada hari kedelapan, seminggu setelah perjangkitan terjadi, bencana itu datang. Pasien pertama meninggal akibat Virus COLVID-BT akhirnya diumumkan oleh Pemerintah di siang hari. Setengah jam kemudian, pasien yang meninggal dilaporkan sudah mencapai lebih dari 100 ribu orang.

Di Samarinda sendiri ada lebih dari 5 ribu pasien yang sudah kritis meninggal Dunia secara mendadak dalam waktu bersamaan. Semua yang meninggal langsung dibungkus plastic untuk mencegah penularan COLVID-BT dan ditempatkan di dalam tenda yang cukup besar di area Kolam Renang di sebelah barat Stadion.

Tidak ada satu orang pun yang tahu bahwa mereka akan bangkit kembali, dan dalam sekejab berhasil mendobrak tenda dan merangsek keluar, menyerang semua orang yang berada di Zona Karantina.

Dari sinilah semuanya bermulai di Samarinda.

Seorang wartawan wanita dengan tepat menyebutkan mereka sebagai Mayat Hidup saat melaporkan kejadian serupa di Zona Karantina Surabaya. Liputan terakhir yang diputar di televisi berulang kali sebelum akhirnya sinyal televisi diputus.

Dan semuanya berubah jadi perjuangan bertahan hidup.

Mayat itu sudah menguasai Kota Samarinda.

Saya dan rombongan berhasil menyelinap kabur dari Samarinda bersama Konvoi Militer untuk pergi ke Basis Militer Samarinda Utara yang berada di dekat Bandara Aji Pangeran Tumenggung Pranoto
 
Catatan Kedelapan
Gagam Nugraha​


H+1, 08.17 WIB Sekeloa, Bandung


Sebuah Helikopter daritadi malam terbang mengitari sekitar Dago dengan pengeras suara yang mengumumkan klo Militer dan polisi sedang bekerjasama untuk membangun titik titik aman dari 'Mayat' itu.



Ya, Mayat. Itulah sebutan untuk mereka yang buas itu.



Berawal dari seorang reporter tv swasta yang melaporkan kondisi di Surabaya kemarin sore, Reporter itu kemudian mendeskripsikan orang orang yang buas dan menggigit itu dengan sebutan 'Mayat' karena mukanya yang pucat dan bergerak layaknya orang yang tidak mempunyai akal budi. Semenjak itu, istilah Mayat digunakan untuk mendeskripsikan orang orang buas itu.



"WARGA KOTA BANDUNG YANG BISA MENDENGAR SUARA INI! TNI DAN POLISI SUDAH MENYIAPKAN POS EVAKUASI DI SIMPANG DAGO, GEDUNG SATE, DAN CIHAMPELAS!"



"JANGAN PERGI KELUAR SENDIRIAN! USAHAKAN PERGI BERKELOMPOK KE POS EVAKUASI INI!"



Begitu suara pengumuman yang daritadi dikumandangkan Helikopter itu.



"Hayuk atuh a.. kita ke rumah aku duluuu.." Rengek Muti yang daritadi panik.



Ia terpaksa menginap di kosanku karena semenjak tadi malam, suasana di Bandung sudah sama buruknya dengan kota kota besar Indonesia yang lain. Teriakan dimana mana, orang orang berlarian.. Hingga yang terparah terdengar bunyi letusan tembakan, erangan erangan menyeramkan, dan kebakaran dimana mana.



Aku dan Muti susah tidur, kami berdua merasa ketakutan dan akhirnya bahu membahu memblokade pintu kosan kamarku. Akhirnya kita berdua terlelap karena terlalu lelah berjaga jaga, dan terbangun oleh suara helikopter itu.



"Nyambung teu telepon na?" Tanyaku pada Muti.



"Teu nyambung aa.. aduuuhh gimana yaa? Aku takut aa!" Jawab muti panik. Tangannya berulang kali memencet tombol telepon di hp nya.



"Yauda lah, kita kesana ajaahh.." Aku menawarkan solusi, dan nekat juga sih. Sebenernya aku takut klo harus keluar dari kamar kosanku ini. Aku tidak yakin dapat melindungi diriku sendiri dan Muti, tapi aku tau, berdiam diri di kosan tidak akan menyelamatkan kami berdua.



"Aku takut aa.. ntar klo ketemu orang orang itu gimana?" Tanyanya gelisah.



"Mayat maksud kmu? Tenang atuuhh.. kan ada aku.. aku lindungin kmu lah neng geulis!" Canda ku.



"Ah si aa mah gombal ga liat liat sikon ih.. neng teh lagi panik ini ih.." Ujarnya sedikit ngambek, tapi akhirnya tersenyum juga.



Kita berdua akhirnya memberanikan diri untuk pergi keluar. Berbekal senjata sapu ijuk untuk memukul mayat mayat itu, aku dan dia akhirnya membongkar blokade pintu kamar kosan ku dan pergi keluar. Kami mengecek kamar kamar kosan disamping kamarku untuk mencari teman pergi, namun tidak ada satupun yang menjawab. Entah belum pulang, entah tidak berani menjawab.



Perlahan lahan kami berdua ke luar dari kosan sambil mendongak ke kiri dan ke kanan. Jalan gang kosan ku terlihat sepi. Kmi segera keluar dan menuju ke rumah Muti yang jaraknya tidak begitu jauh dari kosanku, kurang lebih hanya 500 meter saja, di daerah Tubagus Ismail.



Sepanjang jalan kami bertemu dengan beberapa orang yang juga ingin pergi ke tempat evakuasi, dan tidak jarang juga kami harus berlari lari mengumpat menghindari segerombolan mayat yang sedang makan jenazah seseorang.



Dengan susah payah kami akhirnya sampai di komplek Tubagus Ismail dan harus berpisah dengan orang orang yang pergi dengan kami. Lalu kami dengan segera pergi ke rumah Muti. Sepi! Tidak ada satu orang pun di komplek ini kecuali beberapa jenazah yang badannya habis dimakan mayat mayat itu.



Yang ternyata sudah ditinggalkan orang orang rumahnya, kami hanya menemukan catatan di meja ruang tamu rumahnya yang bertuliskan "Pergi ke tempat evakuasi, bertemu disana ya Nak, Hati hati. Komplek ini tadi Diserbu mayat mayat itu."



Ternyata benar dugaan kami.. Mayat mayat itu sudah mendatangi komplek ini tadi. Ayah Muti adalah seorang Kolonel angkatan darat, dan sudah pasti ayahnya mendapat prioritas diselamatkan. Muti lalu mengambil sepucuk senjata tangan 9mm yang disimpan ayahnya di lemari pakaian kamar orang tua nya. Kami lalu mengambil tas dan memasukkan sisa sisa makanan yang tidak sempat dibawa keluarga Muti dan pergi keluar dari komplek itu menuju ke titik evakuasi.



Di sepanjang jalan raya menuju ke Simpang Dago, tempat dimana terdapat pos evakuasi, banyak sekali jenazah yang bergeletakan di tengah jalan. beberapa mobil juga ditinggalkan dalam keadaan mesin menyala, beberapa toko ditinggalkan terbuka, banyak jejak darah di jalan dan ditembok.



Dan akhirnya kami mengenali beberapa jenazah yang ada di jalan itu. Mereka adalah orang orang yang tadi sempat pergi berbarengan dengan kami!



Dan itu berarti? Ada mayat mayat itu disekitar kami.



DOR!!



Bunyi tembakan handgun.



"Muti?" Tanyaku heran kemudian melihat ke arah sebuah gan dimana Muti menembakkan senjatanya.



DOR DOR DOR!



Empat kali Muti menembak ke arah mayat yang berjalan menuju kami, tapi mayat itu tidak juga roboh. Muti mulai terlihat panik. Dibelakang mayat itu, muncul segerombolan mayat lain yang bergerak kearah kami. Dan beberapa ada yang berlari ke arah kami!



Dengan segera kami berlari juga. Bunyi erangan mayat itu makin lama makin terdengar mendekati kami. Oh tidak!



Aku menggenggam tangan Muti dan memaksanya untuk berlari lebih kencang, aku harus melakukannya bila kita berdua ingin selamat, aku yakin muti tahu itu.



Itu dia! pos evakuasi itu sudah terlihat! Terlihat barikade mobil polisi di ujung jalan, dan beberapa orang polisi terlihat bersiaga saat melihat kami.



Kami segera melambaikan tangan dan berteriak minta tolong, namun polisi polisi dan tentara itu tidak bergeming sedikitpun. Mereka malah menodongkan senjatanya kearah kami.



Mereka akan.. menembak kami?



"Ayo cepat kesini! Ayo cepat!" Sahut salah satu polisi itu dengan toa nya.



lega rasanya mendengar mereka merespon, kami mengerahkan segenap tenaga terakhir kami untuk sampai ke polisi itu.



Tas ku ditarik! Aku segera mengayunkan gagang sapu ijukku ke belakang dan pukulanku tepat mengenai muka mayat itu. Mayat itu terjerembab jatuh, tapi dengan cepat segera berdiri dan mengejar lagi, namun kami sudah sampai ke polisi itu.



"Tembak!" Ujar salah seorang perwira. Dan terdengarlah bunyi tembakan yang tidak henti hentinya menembaki mayat mayat itu. Kami pun akhirnya selamat dan berhasil sampai di titik evakuasi itu.



Muti akhirnya bertemu dengan ayah ibu dan kakak adiknya. Dan kami dapat beristirahat. Ayah muti memberitahu kami bahwa nanti malam kami akan dievakuasi ke Jatinangor, sebuah kota kecil di luar Bandung. Disana, tentara tentara telah menyiapkan operasi militer untuk memukul balik mayat mayat itu dan merebut kembali kota Bandung.



"Kamu lagi ngapain?" Tanyaku pada Muti yang daritadi duduk sendirian dan sedang menulis di meja.



"Aku lagi nulis cerita kita tadi Gam.." Jawabnya sambil tetap konsen nulis.



"Nulis?" Tanyaku heran.



"Buat apa?"


"Engga tau sih.. Buat catetan aja.. Siapa tau berguna kan.. " Jawabku padanya.


Muti menganggukan kepalanya dan membiarkanku sendiri menulis catatan ini.
 
Bimabet
Catatan Ketujuh
Yusuf Haniwar

H + 20 Jam, Samarinda

Suasana di Zona Karantina Kota Samarinda saat itu terlihat mencekam. Situasi yang terjadi di berbagai kota di Indonesia terjadi juga di Samarinda. Awalnya hanya beberapa orang yang datang ke rumah sakit atau puskesmas karena merasa tidak enak badan. Namun setelah pasien yang masuk ke tiap rumah sakit di Samarinda semakin bertambah, Pemerintah Kota Samarinda lewat arahan Kementrian Kesehatan ke semua Provinsi di Indonesia akhirnya memutuskan untuk membuat sebuah Zona Karantina sebagai Pusat Penanganan Pasien COLVID-BT.

Setiap Kota memilih tempat sendiri untuk dijadikan Zona Karantina. DKI Jakarta membuat Zona Karantina di Monas, Surabaya di deket Balai Kota, Bandung di Alun – Alun, sementara Samarinda sendiri memutuskan untuk mendirikan Zona Karantina di Kawasan GOR Segiri.

Pemkot bekerjasama dengan Dinas Kesehatan dan TNI – Polri bekerja cepat membangun Zona Karantina GOR Segiri. Lapangan Bola langsung ditutup oleh material kayu sebagai alas dan didirikan tenda besar yang menutupi lapangan rumput di tengah stadion. Pagar Kawat berduri dibentangkan di sepanjang komplek GOR Segiri untuk mencegah penduduk masuk. Penduduk yang tinggal di daerah sekitar Stadion diungsikan karena harus steril dari manusia.

Keluarga yang ingin menjenguk pasien yang berada di Stadion hanya diperbolehkan masuk dari Utara dimana terdapat lapangan besar yang telah disulap menjadi sebuah bangunan tempat besuk Pasien sekaligus tempat mendaftarkan pasien..

Tiap sudut daerah stadion didirikan Pos Patroli gabungan Polisi dan TNI yang berpatroli di area sekitar jalan.

Zona ini diharapkan dapat menampung pasien COLVID – BT hingga mencapai 50.000 orang.

Layaknya Daerah – daerah lain yang nampaknya meremehkan jumlah pasien yang terjangkit COLVID-BT, Zona Karantina yang dibuat oleh Pemkot Samarinda ternyata tidak cukup untuk menampung jumlah pasien yang datang. Memasuki hari kedua, tenda di tengah lapangan stadion sudah hampir penuh sesak oleh pasien.

Di lapangan utara, kericuhan sering pecah karena menumpuknya manusia yang ingin masuk ke dalam Zona Karantina. Beberapa kali Polisi harus tangan dan membubarkan situasi tersebut menggunakan panser dan gas air mata. Akhirnya Militer turun tangan untuk menjaga wilayah sekitar stadion dan memperketat akses masuk. Wilayah sekitar stadion benar benar ditutup sama sekali dan pasien yang akan masuk hanya bisa lewat Taman Samarendah sekitar 700meter di Barat Daya Stadion. Dimana Truk militer telah menunggu untuk mengangkut mereka ke Stadion.

Setelah upaya untuk menutup atap Stadion Segiri dengan terpal berhasil dilakukan, pasien yang baru masuk akhirnya dapat diletakkan di luar tenda dan tidak lagi menumpuk di dalam, bahkan hingga sampai ke kursi penonton. Sepertinya agak sulit dipercaya saat melihat ke dalam stadion dan yang ada di pandangan mata adalah lautan manusia terbaring sakit, puluhan dokter dan suster lalu lalang silih berganti memonitori keadaan pasien.

Namun pasien tiap hari terus berdatangan. Tiap hari ada belasan ribu pasien baru yangdibawa oleh truk militer dan ditempatkan ke dalam stadion. Karena kurang nya jumlah tenaga medis, terpaksa pasien harus melakukan semuanya sendiri, mulai dari saat turun dari Truk, sampai harus tiba di matras tempat mereka harus dirawat, semuanya tidak didampingi oleh tenaga medis. Mereka terlihat seperti narapidana yang digiring masuk ke dalam penjara. Hanya yang benar benar sudah tidak mampu berjalan saja yang dibantu oleh tenaga medis. Untungnya memang COLVID-BT ini tidak menunjukkan gejala parah yang membuat manusia tidak bisa bergerak. Mayoritas pasien terlihat seperti orang yang demam saja dan sebenarnya dapat beraktivitas sedikit.

Pada hari ketiga, jumlah Pasien yang masuk menjadi rekor terbanyak, lebih dari 35.000 orang tercatat masuk ke Zona Karantina. Namun semenjak itu jumlah pasien yang masuk menurun. Hingga pada hari kelima semenjak COLVID-BT itu menyeruak jumlah pasien yang masuk hanya sekitar dua puluh lima orang saja. Total ada lebih dari 80.000 orang yang datang ke Zona Karantina dan didiagnosa Positif COLVID-BT.

Data dari Kementrian Kesehatan juga menunjukkan hal yang sama di seluruh wilayah Indonesia.

Beberapa wartawan melaporkan adanya tindakan militer bersama dengan pihak asing yang dilakukan di seluruh penjuru Indonesia dalam menekan angka pasien COLVID-BT. Di Samarinda sendiri memang sempat ada Tim dari WHO yang berkunjung datang pada hari kedua untuk bertemu Gubernur Kalimantan Timur dan Walikota Samarinda sebelum akhirnya pergi bersama pihak TNI.

Ada kabar bahwa pihak WHO telah mendapatkan Vaksin untuk membasmi Virus mBT-V dan Parasit HS-Cord. Ada juga yang mengabarkan adanya Black Ops yang dilakukan di kantung kantung wilayah penderita COLVID-BT dan membasmi mereka semua. Tipikal Teori Konspirasi seperti biasanya.

Memasuki hari Keenam. Keadaan sudah mulai terkendali. Polisi berhasil mengamankan wilayah Kota Samarinda. TNI dengan rutin menjaga wilayah Zona Karantina dan selalu mengangkut mereka yang datang di Taman Samarendah untuk masuk ke Zona Karantina. Namun begitu, menurut laporan Virologis dan penelitian para Dokter, mereka terus melihat adanya peningkatan aktivitas Virus dan Parasit di tubuh manusia yang mereka periksa.

Sebagian besar pasien memang dalam kondisi stabil, akan tetapi tiap hari jumlah pasien yang masuk dalam kondisi kritis semakin bertambah. Para ahli kesehatan memperkirakan akan adanya mutasi Virus dan keadaan pasien harus terus dimonitor secara ketat.

Sementara itu media luar negeri mengabarkan bahwa seluruh Dunia sedang berjuang menghadapi COLVID-BT. Pemerintah Indonesia sendiri sudah mendapatkan konfirmasi bahwa semua ini berasal dari Serangan Bio Terorisme meskipun belum ada grup yang bertanggung jawab. Dalam waktu dua minggu ke depan, Pemerintah juga telah merencanakan Rapid Test untuk melihat sejauh mana masyarakat Indonesia yang terkena COLVID-BT.

Badan Kesehatan Dunia WHO telah mendeklarasikan wabah COLVID-BT ini sebagai Pandemi dimana di seluruh Dunia sudah tercatat ada lebih dari 300 Juta Kasus.

Dan akhirnya pada hari kedelapan, seminggu setelah perjangkitan terjadi, bencana itu datang. Pasien pertama meninggal akibat Virus COLVID-BT akhirnya diumumkan oleh Pemerintah di siang hari. Setengah jam kemudian, pasien yang meninggal dilaporkan sudah mencapai lebih dari 100 ribu orang.

Di Samarinda sendiri ada lebih dari 5 ribu pasien yang sudah kritis meninggal Dunia secara mendadak dalam waktu bersamaan. Semua yang meninggal langsung dibungkus plastic untuk mencegah penularan COLVID-BT dan ditempatkan di dalam tenda yang cukup besar di area Kolam Renang di sebelah barat Stadion.

Tidak ada satu orang pun yang tahu bahwa mereka akan bangkit kembali, dan dalam sekejab berhasil mendobrak tenda dan merangsek keluar, menyerang semua orang yang berada di Zona Karantina.

Dari sinilah semuanya bermulai di Samarinda.

Seorang wartawan wanita dengan tepat menyebutkan mereka sebagai Mayat Hidup saat melaporkan kejadian serupa di Zona Karantina Surabaya. Liputan terakhir yang diputar di televisi berulang kali sebelum akhirnya sinyal televisi diputus.

Dan semuanya berubah jadi perjuangan bertahan hidup.

Mayat itu sudah menguasai Kota Samarinda.

Saya dan rombongan berhasil menyelinap kabur dari Samarinda bersama Konvoi Militer untuk pergi ke Basis Militer Samarinda Utara yang berada di dekat Bandara Aji Pangeran Tumenggung Pranoto
Kenapa gak di Stadìon Palaran hu karantina nya lebih besar dan dipinggiran kota lebih bisa dikontrol 😄😄
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd