Catatan Kedelapan
Gagam Nugraha
H+1, 08.17 WIB Sekeloa, Bandung
Sebuah Helikopter daritadi malam terbang mengitari sekitar Dago dengan pengeras suara yang mengumumkan klo Militer dan polisi sedang bekerjasama untuk membangun titik titik aman dari 'Mayat' itu.
Ya, Mayat. Itulah sebutan untuk mereka yang buas itu.
Berawal dari seorang reporter tv swasta yang melaporkan kondisi di Surabaya kemarin sore, Reporter itu kemudian mendeskripsikan orang orang yang buas dan menggigit itu dengan sebutan 'Mayat' karena mukanya yang pucat dan bergerak layaknya orang yang tidak mempunyai akal budi. Semenjak itu, istilah Mayat digunakan untuk mendeskripsikan orang orang buas itu.
"WARGA KOTA BANDUNG YANG BISA MENDENGAR SUARA INI! TNI DAN POLISI SUDAH MENYIAPKAN POS EVAKUASI DI SIMPANG DAGO, GEDUNG SATE, DAN CIHAMPELAS!"
"JANGAN PERGI KELUAR SENDIRIAN! USAHAKAN PERGI BERKELOMPOK KE POS EVAKUASI INI!"
Begitu suara pengumuman yang daritadi dikumandangkan Helikopter itu.
"Hayuk atuh a.. kita ke rumah aku duluuu.." Rengek Muti yang daritadi panik.
Ia terpaksa menginap di kosanku karena semenjak tadi malam, suasana di Bandung sudah sama buruknya dengan kota kota besar Indonesia yang lain. Teriakan dimana mana, orang orang berlarian.. Hingga yang terparah terdengar bunyi letusan tembakan, erangan erangan menyeramkan, dan kebakaran dimana mana.
Aku dan Muti susah tidur, kami berdua merasa ketakutan dan akhirnya bahu membahu memblokade pintu kosan kamarku. Akhirnya kita berdua terlelap karena terlalu lelah berjaga jaga, dan terbangun oleh suara helikopter itu.
"Nyambung teu telepon na?" Tanyaku pada Muti.
"Teu nyambung aa.. aduuuhh gimana yaa? Aku takut aa!" Jawab muti panik. Tangannya berulang kali memencet tombol telepon di hp nya.
"Yauda lah, kita kesana ajaahh.." Aku menawarkan solusi, dan nekat juga sih. Sebenernya aku takut klo harus keluar dari kamar kosanku ini. Aku tidak yakin dapat melindungi diriku sendiri dan Muti, tapi aku tau, berdiam diri di kosan tidak akan menyelamatkan kami berdua.
"Aku takut aa.. ntar klo ketemu orang orang itu gimana?" Tanyanya gelisah.
"Mayat maksud kmu? Tenang atuuhh.. kan ada aku.. aku lindungin kmu lah neng geulis!" Canda ku.
"Ah si aa mah gombal ga liat liat sikon ih.. neng teh lagi panik ini ih.." Ujarnya sedikit ngambek, tapi akhirnya tersenyum juga.
Kita berdua akhirnya memberanikan diri untuk pergi keluar. Berbekal senjata sapu ijuk untuk memukul mayat mayat itu, aku dan dia akhirnya membongkar blokade pintu kamar kosan ku dan pergi keluar. Kami mengecek kamar kamar kosan disamping kamarku untuk mencari teman pergi, namun tidak ada satupun yang menjawab. Entah belum pulang, entah tidak berani menjawab.
Perlahan lahan kami berdua ke luar dari kosan sambil mendongak ke kiri dan ke kanan. Jalan gang kosan ku terlihat sepi. Kmi segera keluar dan menuju ke rumah Muti yang jaraknya tidak begitu jauh dari kosanku, kurang lebih hanya 500 meter saja, di daerah Tubagus Ismail.
Sepanjang jalan kami bertemu dengan beberapa orang yang juga ingin pergi ke tempat evakuasi, dan tidak jarang juga kami harus berlari lari mengumpat menghindari segerombolan mayat yang sedang makan jenazah seseorang.
Dengan susah payah kami akhirnya sampai di komplek Tubagus Ismail dan harus berpisah dengan orang orang yang pergi dengan kami. Lalu kami dengan segera pergi ke rumah Muti. Sepi! Tidak ada satu orang pun di komplek ini kecuali beberapa jenazah yang badannya habis dimakan mayat mayat itu.
Yang ternyata sudah ditinggalkan orang orang rumahnya, kami hanya menemukan catatan di meja ruang tamu rumahnya yang bertuliskan "Pergi ke tempat evakuasi, bertemu disana ya Nak, Hati hati. Komplek ini tadi Diserbu mayat mayat itu."
Ternyata benar dugaan kami.. Mayat mayat itu sudah mendatangi komplek ini tadi. Ayah Muti adalah seorang Kolonel angkatan darat, dan sudah pasti ayahnya mendapat prioritas diselamatkan. Muti lalu mengambil sepucuk senjata tangan 9mm yang disimpan ayahnya di lemari pakaian kamar orang tua nya. Kami lalu mengambil tas dan memasukkan sisa sisa makanan yang tidak sempat dibawa keluarga Muti dan pergi keluar dari komplek itu menuju ke titik evakuasi.
Di sepanjang jalan raya menuju ke Simpang Dago, tempat dimana terdapat pos evakuasi, banyak sekali jenazah yang bergeletakan di tengah jalan. beberapa mobil juga ditinggalkan dalam keadaan mesin menyala, beberapa toko ditinggalkan terbuka, banyak jejak darah di jalan dan ditembok.
Dan akhirnya kami mengenali beberapa jenazah yang ada di jalan itu. Mereka adalah orang orang yang tadi sempat pergi berbarengan dengan kami!
Dan itu berarti? Ada mayat mayat itu disekitar kami.
DOR!!
Bunyi tembakan handgun.
"Muti?" Tanyaku heran kemudian melihat ke arah sebuah gan dimana Muti menembakkan senjatanya.
DOR DOR DOR!
Empat kali Muti menembak ke arah mayat yang berjalan menuju kami, tapi mayat itu tidak juga roboh. Muti mulai terlihat panik. Dibelakang mayat itu, muncul segerombolan mayat lain yang bergerak kearah kami. Dan beberapa ada yang berlari ke arah kami!
Dengan segera kami berlari juga. Bunyi erangan mayat itu makin lama makin terdengar mendekati kami. Oh tidak!
Aku menggenggam tangan Muti dan memaksanya untuk berlari lebih kencang, aku harus melakukannya bila kita berdua ingin selamat, aku yakin muti tahu itu.
Itu dia! pos evakuasi itu sudah terlihat! Terlihat barikade mobil polisi di ujung jalan, dan beberapa orang polisi terlihat bersiaga saat melihat kami.
Kami segera melambaikan tangan dan berteriak minta tolong, namun polisi polisi dan tentara itu tidak bergeming sedikitpun. Mereka malah menodongkan senjatanya kearah kami.
Mereka akan.. menembak kami?
"Ayo cepat kesini! Ayo cepat!" Sahut salah satu polisi itu dengan toa nya.
lega rasanya mendengar mereka merespon, kami mengerahkan segenap tenaga terakhir kami untuk sampai ke polisi itu.
Tas ku ditarik! Aku segera mengayunkan gagang sapu ijukku ke belakang dan pukulanku tepat mengenai muka mayat itu. Mayat itu terjerembab jatuh, tapi dengan cepat segera berdiri dan mengejar lagi, namun kami sudah sampai ke polisi itu.
"Tembak!" Ujar salah seorang perwira. Dan terdengarlah bunyi tembakan yang tidak henti hentinya menembaki mayat mayat itu. Kami pun akhirnya selamat dan berhasil sampai di titik evakuasi itu.
Muti akhirnya bertemu dengan ayah ibu dan kakak adiknya. Dan kami dapat beristirahat. Ayah muti memberitahu kami bahwa nanti malam kami akan dievakuasi ke Jatinangor, sebuah kota kecil di luar Bandung. Disana, tentara tentara telah menyiapkan operasi militer untuk memukul balik mayat mayat itu dan merebut kembali kota Bandung.
"Kamu lagi ngapain?" Tanyaku pada Muti yang daritadi duduk sendirian dan sedang menulis di meja.
"Aku lagi nulis cerita kita tadi Gam.." Jawabnya sambil tetap konsen nulis.
"Nulis?" Tanyaku heran.
"Buat apa?"
"Engga tau sih.. Buat catetan aja.. Siapa tau berguna kan.. " Jawabku padanya.
Muti menganggukan kepalanya dan membiarkanku sendiri menulis catatan ini.