Shibuya
Guru Semprot
MOSQUITO
Nguuung... Nguuung.... Nguung...
Seekor nyamuk terbang cantik dengan sayap kecilnya. Emisi karbondioksida menuntunnya memasuki sebuah ruang kelas melalui ventilasi kecil yang berada di atas pintu. Mendekati hiruk pikuk mahasiswa yang pagi itu begitu bersemangat memulai aktifitas.
Makhluk kecil itu beberapa kali hinggap di permukaan kulit, namun terasa begitu sulit karena sang manusia bergerak dengan lincahnya. Bercengkrama, menyanyi, belajar presentasi, melompat kegirangan. Sungguh sangat sulit dihinggapi.
Seolah mempunyai semangat yang sangat tinggi, ia tak menyerah terus terbang mencari mangsa baru.
Sensor panas membawanya pada salah satu manusia yang terlihat cukup minim gerak.
Seorang gadis berambut sebahu yang sedari tadi hanya bertopang dagu sambil menjentik-jentikan jemarinya di permukaan meja. Kadang mata bulatnya bergulir ke kanan kiri, bahkan ke atas.
Sepertinya gadis berusia 20 tahun bernama Meru itu sedang berpikir keras tentang sesuatu.
Tapi ia masih belum sadar telah ditargetkan seekor nyamuk betina yang sedang kelaparan.
Serangga itu kian mendekat, hampir sampai dan bersiap merobek kulit leher putih itu.
Nguuuuung... Nguuuuggggg...
Namun...
Csssssssh
"Waaaa!!" Bunyi itu membuat gadis tersebut berjingkat. Sedangkan nyamuk jatuh seketika di permukaan meja. Tapi si gadis langsung terbatuk-batuk sembari menatap kesal ke arah gadis lain yang kini sudah di samping mejanya tertawa terbahak-bahak.
Gadis ceroboh itu sepertinya baru saja menyemprotkan racun serangga yang membuat pernapasannya terganggu barusan. Terbukti di tangan gadis itu menggengam kaleng spray kecil bergambar serangga.
"Namiiiii!" Meru Melotot tapi malah terlihat imut. "Ini sama sekali tidak lucu! Bagaimana kalau terkena mataku?!" Rutuknya kesal.
Nami nyengir canggung. "Maaf maaf, habisnya aku melihatmu melamun dari tadi, sampai tidak sadar ada nyamuk ke arahmu." Gadis tomboy itu lalu mendekat dan mengamati bangkai nyamuk yang telah terjatuh di meja Meru.
"Meru lihat! Dia benar-benar mati!"
Meru yang masih kesal hanya melirik malas sahabatnya itu.
"Lagipula kenapa harus begitu heboh? Semua pestisida diciptakan untuk membunuh serangga."
"Heeeeh...kau ini benar-benar kurang informasi? Hidupmu hanya untuk berpikir bagaimana cara mengencani Kyoshiro si patung es itu?" Nami mencibir. "Bahkan kau tidak tau baru-baru ini pestisida hanya bisa membuat nyamuk pingsan?"
Meru kembali ke tempat duduknya lemas, dan menanggapi Nami asal-asalan, "Haa...benarkah?Aku pikir nyamuk di jaman sekarang sudah mempelajari ilmu kebal dari internet." Ia mulai berpangku dagu lagi.
Nami meliriknya sewot, "Terserah kau saja, aku tidak akan mengajakmu bicara lagi." Dia kesal mendengar jawaban Meru. Ia pun memilih mengamati kaleng pestisida itu dengan kagum.
"Waaah bukankah ini produk baru buatan perusahaan keluarga Kyoshiro?"
Mendengar nama pemuda pujaannya disebut, Meru tersentak menoleh, melihat sekilas produk itu lalu merebutnya dari tangan Nami. Tiba-tiba dia punya ide untuk mendekati Kyoshiro.
"Nami chan, aku pinjam sebentar ya." Berbeda 190° dari keadaannya barusan. Meru tiba-tiba bersemangat dan langsung pergi membawa kaleng pestisida itu meninggalkan Nami yang hanya melongo tak mengerti.
"Tap tapi itu milik kelas." Nami sedikit berteriak. Percuma, suaranya tertelan suara bising teman-temannya. Ia hanya mengedikan bahu lalu bergabung untuk bergosip dengan yang lain.
Sementara itu, nyamuk yang dikira sudah mati perlahan menggerakan kaki depannya. Disusul kaki-kaki yang lain, lalu berguling menopang kembali tubuhnya. Ia mulai mengepakan sayap kecilnya, lalu terbang kembali menuju kerumunan.
Tidak lama suara teriakan perempuan terdengar dari sana.
"Kyaaaaaarrghhhh."
MOSQUITO
AUTHOR : SHIBUYA
RATING : Mature, 20+
GENRE : FANTASI
AUTHOR : SHIBUYA
RATING : Mature, 20+
GENRE : FANTASI
MERU
KYOSHIRO HARADA
Taro Motomiya
"Kyoshirooo...!!"
Suara melengking itu hanya membuat seorang pemuda yang sedang fokus membaca buku di taman melirik ke sumber suara, tak tertarik pada gadis yang melambaikan tangan lalu berlari ke arahnya.
"Kyoshiro selamat pagi." Gadis itu memiringkan kepala di depan wajah Kyo menyapa ceria. Tanpa permisi duduk di samping si pemuda yang hanya menjawab "Hm." Malas. Ia tampak tidak suka dengan kedatangannya.
Meski begitu Meru Takahashi tidak peduli, "Kyoshiro, lihatlah ini." Ia mengeluarkan kaleng pestisida kecil dan menggerak-gerakannya di depan wajah Kyo. Kyoshiro melirik sebentar, menghela napas lalu kembali fokus pada bacaannya.
"Ini produk terbaru dari perusahaanmu kan?" Dengan mata berbinar ia menunggu jawaban si pemuda.
Tak ada tanda-tanda mau menjawab senyum lebar hilang dari bibir Meru. Tak patah semangat dia mencoba lagi, "Wah aku sangat kagum dengan ini, kau tau? Dia membunuh nyamuk hanya dengan 3 detik." Meru menggunakan ketiga jarinya. "Aku heran kenapa semua produk dari perusahaanmu begitu mengaggumkan dan sempurna?" Bualnya mirip sales promotion girl, Kyo berpikir posisi itu cocok untuk Meru.
"Aku sedang sibuk." Hanya kalimat itu yang akhirnya keluar dari bibir pemuda yang minim ekspresi tersebut.
Dahi Meru berkedut. Sulit sekali membuat topik menarik bagi Kyo, tapi ia masih belum menyerah. "Aku sangat berterima kasih karena perusahaanmu telah menciptakan produk luar biasa ini."
"Berterima kasihlah pada ayahku."
Lagi-lagi Kyoshiro membuatnya bungkam. Tidak masalah Meru akan terus berbicara selama masih bernapas, tapi baru saja akan membuka mulut suara seseorang menginterupsinya.
"Meru, kau di sini? Aku mencarimu ke mana-mana."
Degh
Jantung Meru berhenti sesaat mendengar suara yang tak asing baginya. Suara dari seseorang yang paling tak ingin dia temui di dunia ini.
Gadis itu menunduk seketika, tatapannya jatuh pada lantai bermotif segi lima. Meru melirik sedikit, di sana melihat sepasang air jordan dior yang sudah pasti ia kenal siapa pemiliknya.
Meski begitu matanya tetap membulat melihat sosok tuan mudanya yang berbadan tinggi tegap itu sudah berdiri di sana. Padahal dua tahun yang lalu dia pindah ke Amerika untuk melanjutkan pendidikan, tapi entah kenapa sekarang dia pulang.
"T-tuan muda?" Lirihnya terdengar gelisah.
Kedatangan pemuda yang dipanggil tuan muda oleh Meru itu juga mengusik perhatian Kyoshiro, pemuda dengan tatapan lembut itu kini menajam melihat siapa yang datang.
Taro Motoyama, rival lamanya telah kembali. Mereka adalah ujung tombak tim basket masing-masing di sekolahnya dulu. Bahkan Orang menyebut pertandingan antar tim keduanya adalah el clasico. Masa lalu tim mereka masih terbawa sampai sekarang.
Suasana mendadak canggung.
"Hei kenapa kalian menatapku begitu?" Tanya Taro sinis sekaligus memecah keheningan. "Kyoshiro, kau tidak menyapaku?" Ejeknya sambil meletakkan telapak tangannya di pundak Kyo.
Kyoshiro tampak muak dan menepis tangan Taro di pundaknya hingga terlepas tanpa keluar sepatah kata pun dari mulutnya.
Taro berpura-pura memasang wajah sedih. "Waaah...kasar sekali, sejak kapan si culun ini menjadi seperti ini?"
"Jika sudah selesai pergilah." Suara tegas yang disukai Meru itu membuat Taro mengendikan bahu tak peduli.
"Baiklah lagipula aku tidak ada urusan dengan pecundang sepertimu. Aku hanya ingin bertemu kelinci kecilku." Sambil mengatakannya Taro merendahkan tubuh, merangkul bahu Meru dan menatapnya.
Otomatis hidung Taro hampir menempel di pipi Meru. Bahkan gadis itu bisa mencium aroma leather yang berkelas dari kulit Taro.
Aksi tersebut disaksikan Kyoshiro melalui lembaran-lembaran ujung buku yang dibacanya, dia boleh bilang tidak peduli. Tapi Meru tampak tak nyaman membuatnya memperhatikan diam-diam. Itu terlihat dari si gadis yang berkali-kali menggigiti bibir sensualnya.
Berada di posisi itu memang membuat Meru risih, lantas dia berdiri. Mau tidak mau Taro mengikutinya juga. "Maaf aku harus pergi tuan." Mengabaikan keberadaan Kyoshiro yang tadi membuatnya datang ke tempat ini, Meru melangkah pergi untuk menghindari Taro.
Tapi sebelum terlalu jauh melangkah lengan Meru lebih dulu ditahan. "Hei buru-buru sekali? Kemarilah, ada yang ingin aku bicarakan." Mengabaikan ringisan Meru yang merasakan sakit di bagian lengan, Taro menarik gadis itu agar mendekat padanya.
"T-tuan muda sakit." Meru berontak, ia menolak tapi tenaganya tak cukup kuat untuk beranjak. Malah detik berikutnya Taro menariknya dengan kasar agar mengikuti ke mana pemuda kaya raya itu melangkah.
"Kyoshirooo...." Rengek Meru saat ia dibawa.
Kyoshiro sedikit tersentak melihat Meru diperlakukan kasar, apalagi saat gadis itu memanggil namanya dengan tatapan memohon untuk diselamatkan. Tapi ia sendiri kesal dengan gadis yang setiap hari mengganggunya tersebut, lagipula itu bukan urusannya kan? Taro adalah majikan Meru yang merupakan anak dari kepala asisten rumah tangga keluarga Motoyama. Jadi Kyoshiro berpikir biarkan saja kedua orang itu mengurus urusan mereka.
Taro sudah cukup jauh menarik paksa Meru bersamanya. Setelah beberapa saat berjalan kini dia menemukan kelas kosong. Taro berpikir itu adalah tempat yang cocok untuk melepas rindunya pada Meru. Lebih tepatnya melecehkan Meru.
Brukh!
Permukaan tembok yang keras langsung mengenai tubuh bagian belakang Meru saat Taro mendorongnya ke sana. Belum habis mengaduh, masing-masing tangannya sudah diletakkan ke dinding samping kepalanya. Mengunci agar Meru tak leluasa bergerak.
Taro menarik salah satu sudut bibirnya menatap Meru dari ujung kaki bersneaker putihnya, celana pendek berwarna sage green yang memamerkan paha mulus itu, hingga atasan tank top ketat yang menonjolkan betapa besarnya payudara Meru. Luarannya jas berwarna senada dengan celana yang ia kenakan.
Meru menggigit bibir, memalingkan wajah karena tidak nyaman dipandang majikannya dengan pandangan liar. Tapi usahanya itu malah menjadikan lehernya sebagai sasaran empuk dari Taro Motoyama yang langsung menciumi dan menjilatinya.
Tak ingin menyia-nyiakan dua buah dada yang menggantung Taro menggunakan kedua tangannya untuk meremasnya meski resikonya adalah tangan Meru yang terbebas.
Benar saja, Meru berusaha mendorong pundak Taro. Tapi tenaganya yang tak sebanding itu sama sekali tak membuat tubuh Taro bergeser. Malahan Taro semakin menekan tubuhnya, menghimpit mempersempit gerakannya.
Tak hanya itu, Taro juga sempat melolosi pakaian Meru. Dia buang outer Meru ke lantai menyisakan tanktop putih berpotongan rendah yang membuatnya menelan ludah, karena sebagian daging kenyal itu terekspose bebas.
"Ugh! Hentikan!" Menjerit dan berusaha memukul saat Taro menyingkap tanktopnya, tapi tak berarti apa-apa bagi si pemuda.
Detik berikutnya malah Taro menenggelamkan kepala di belahan dadanya, menghirup dalam-dalam aroma lavender bercampur keringat yang menguar dari kulit Meru. Aroma yang menantang kelelakian Taro seolah mengundangnya untuk melakukan lebih dari ini.
Entah dengan gerakan profesional yang seperti apa, dada besarnya sudah lolos begitu saja dari bra yang Meru pakai. Dan itu memudahkan Taro untuk segera mencicipi rasanya.
"Kau tau aku sangat merindukan ini?" Bisik Taro dengan napas hangat memburu. Meru hanya menggeleng, memejam, menahan segala rasa yang akan dia terima seperti yang sudah-sudah.
"Eeemmmmhh...." Dia melenguh dan seluruh rambut di permukaan kulitnya meregang saat lidah basah si tuan menyentuh puncak dadanya. Seolah sengaja, Taro meruncingkan lidah dan membuat gerakan menggelitik puting Meru hingga membuat si pemilik mendesis tertahan.
Ini bukan yang pertama, anak dari majikannya ini sudah melecehkannya dari mereka duduk di bangku sekolah menengah pertama, dan Meru tidak pernah memberi tahu siapapun atau ibunya akan kehilangan pekerjaan.
Meru sudah tidak punya Ayah lagi, dia hanya mengandalkan ibu. Oleh karena itu dia memilih untuk menyimpanya agar kehidupan mereka tetap baik-baik saja di pinggiran istana Motoyama.
Tangan Taro semakin nakal, dia membelai kasar paha Meru, menelusupkan salah satu tangannya ke celah celana dan menyentuh pangkal pahanya. Reflek paha Meru mengatup, hal itu malah membuat jemari liar Taro semakin jauh menyentuh lipatan yang kini sudah basah karena terus menerima serangan darinya.
"Uuuughh su-dah..." Pintanya, tak sanggup menerima dua serangan sekaligus. Putingnya dihisap Taro bergantian, kewanitaannya dimainkan hingga cairan bening terus merembes keluar.
Meru menggigit bibir menahan desahannya agar tidak lolo dan membuat Taro senang. "S-sudah, lepaskan."
"Hm? Lepaskan? kau yakin? " Tanya Taro dengan nada mengejek, sementara tangan di kewanitaan Meru ditarik mundur. "Baiklah akan aku lepaskan."
Mendengarnya Meru sedikit lega, ternyata tidak terlalu sulit membujuk Taro Motoyama.
Namun sepertinya pemuda itu sengaja menggoda, sekarang dia malah membuka kancing celanan Meru, menurunkan resletingnya dan menariknya ke bawah.
"Tuan muda hentikan!" Nadanya terdengar panik saat celana pendeknya sudah turun di lutut.
Tapi Taro sudah tidak bisa berhenti, gairah untuk menyetubuhi anak pembantunya ini sudah tidak bisa dibendung lagi. Setelah sekian lama tidak bertemu ia dapati tubuh Meru semakin molek berisi, wajahnya jauh lebih cantik dan muda.
Tidak, tidak Taro Motoyama mengibarkan bendera putih. Lupakan hotel mewah, lupakan hari istimewanya untuk menyatukan tubuhnya dengan Meru. Sekarang juga akan dia renggut keperawanan Meru.
Ia pijat lagi kewanitaan Meru dari balik celananya yang sudah basah, mulutnya sibuk melumati bibir sensual Meru, menjilati telinga, menggelitik serta menghisapnya gemas. Hingga tak terasa tangan Taro kembali menelusup dibalik lipatan panas berlendir.
"Uuuhhhh...tuan muda, cukup." Pinta Meru dengan wajah memohon. Tapi tak mungkin. Dengan satu tarikan celana dalam itu sudah menyusul celana satunya, menyangkut di lutut.
Menggunakan lututmya Taro melebarkan paha Meru yang kini semakin panik saat mendengarTaro juga menurunkan resletingnya.
"Mmnnhhnn...tidak tuan! Tuan muda berhenti! Sssh!" Desahan Meru tertahan merasakan benda tumpul asing yang menyentuh lubang kawinnya.
Dia terkejut, berusaha melepaskan diri. Tapi kali ini Taro menjambak rambut pendek Meru hingga tak punya pilihan selain mendongak dengan minim gerak. "Aaakkh!" Sementara Taro sibuk menjilati lehernya sambil mengambil posisi untuk menyetubuhi Meru.
Namun sebelum kejadian buruk itu terjadi, mereka dikejutkan oleh mahasiswa yang berbondong-bondong berlarian, sambil berteriak.
"Selamatkan diri kalian!"
"Bahaya...cepat pergi!"
Taro yang tidak tahu apa yg sebenarnya terjadi menghentikan semua aktifitasnya. Mata tajamnya melihat sana sini banyak mahasiswa yang berlari dengan mulut dan pakaian yang dipenuhi darah. Dia berdecih sambil menutup kembali resletingnya, lalu ikut berlari panik meninggalkan Meru yang masih kebingungan dengan apa yang terjadi.
Tak lama dia melihat ratusan serangga yang serupa dengan nyamuk namun berukuran besar tengah terbang mengejar para mahasiswa.
Gadis itu terlihat panik kebingungan, jika lari semua bisa melihat bagian-bagian sensitivnya. Ia duduk jongkok, menutup kepalanya dengan kedua telapak tangan. Meru menangis tidak tahu apa yang harus dia lakukan.
Di tengah keadaan yang membingungkan dia mendengar suara Nami berteriak memanggil namanya. "Meruuuu...Meru cepat pergi!"
Saat dia mengangkat kepala Meru melihat Nami yang sedang dikerubuti sekelompok nyamuk berukuran besar. Gadis itu semakin putus asa melihat sahabat satu-satunya tampak kuwalahan melawan nyamuk yang sudah berkali-kali menusukinya dengan jarum yang tajam dan beracun.
"Meru lari!!"
"Namiii...Namiii..." Tidak bisa bergerak dari tempatnya Meru hanya berteriak memanggil nami yang kini memuntahkan darah dengan mata melotot. "Kyaaaaaa!!! Namiiiii!!!" Meru histeris menyaksikan Nami yang perlahan tubuhnya melemas jatuh ke lantai.
Meru menjerit-jerit, kakinya benar-benar terasa lumpuh. Kejadian yang baru saja menimpanya kini tengah merusak mentalnya.
Tak ayal dia pun menjadi sasaran empuk beberapa ekor nyamuk yang sepertinya telah berevolusi menjadi 10x lebih besar dari ukuran biasanya. Namun seseorang lebih dahulu menyemprotkan racun nyamuk dari kaleng kecil untuk menghalau kawanan serangga tersebut untuk sementara.
Orang itu menepuk pundaknya "Apa kau ingin mati?" Suara yang sangat ia kenal itu menyadarkan Meru.
"Kyoshiro! Kyoshiroooo! Nami.... aku takut sekali." Tangisnya.
Kyoshiro melihat jasad Nami, lalu melihat keadaan Meru. Pemuda itu sungguh merasa prihatin, apalagi Meru tampak mengenaskan. Lantas Kyoshiro memungut blazer yang tergeletak untuk menutupi tubuh seksi Meru.
"Berdirilah, ayo cepat. Kita harus segera pergi." Sedikit susah payah Kyoshiro merangkul Meru, membantu gadis itu berdiri.
Setelahnya mereka bergegas pergi dengan Kyoshiro yang mengibaskan tangan di udara melindungi diri dari kejaran nyamuk.
BLAM!
Pintu Range Rover Kyoshiro ditutup dengan keras saat keduanya berhasil berlomba memasuki mobil mewah itu dengan para nyamuk. Di luar jendela nyamuk-nyamuk seukuran belalang menabraki kaca memaksa masuk.
Kyoshiro menghela napas mulai menjalankan mobilnya pelan, keadaan di luar pun sudah sangat kacau. Orang-orang berteriak sambil berlarian menghindari nyamuk yang berterbangan seperti hujan serangga.
Beberapa dari mereka mulai terinjak satu sama lain, sebagian lagi ada yang tergigit dan langsung muntah-muntah. Tak lama tubuh mereka muncul benjolan yang terus membesar kemudian pecah mengeluarkan cairan serupa nanah.
Suasana kota pun tampak sangat kacau, jeritan dan tangisan di mana-mana, kecelakaan terjadi di sana-sini.
Sirine polisi dan ambulance bersahutan memenuhi langit. Asap-asap melambung dari dashboard mobil yang terbakar. Sepertinya nyamuk lebih dulu menginvansi kota sebelum menyerang area kampus sekitar.
Di dalam mobil Kyoshiro menajamkan tatapan matanya, dengan lincah memutar setir mobil menghindari bangkai-bangkai mobil, tubuh-tubuh manusia yang sudah berserakan. Dalam benaknya ia bertanya apa yang sedang terjadi. Sementara Meru hanya terdiam dengan wajah tegang, menggenggam erat sabuk pengaman tanpa sepatah kata yang dia ucapkan.
Semuanya membuat Meru bagai di dalam mimpi buruk dan dia ingin segera bangun.
Di tengah ketegangan keduanya tiba-tiba sesuatu yang menyeramkan mengejutkan mereka.
BRAK!
"Kyaaaaaah!" Meru menjerit menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangan, sedangkan Kyoshiro mendadak menghentikan laju mobilnya dengan dada berdebar.
Ternyata kaca depan mobilnya tertimpa sesuatu. Itu adalah sesosok manusia dengan ratusan nyamuk yang menghisap darahnya hingga mengering, orang itu seperti sedang berjubah ratusan nyamuk di sekujur tubuhnya.
Meru menangis ketakutan, Kyoshiro meliriknya sebentar, dibanding gadis itu Kyoshiro terlihat lebih tenang meski dia tetap berdebar-debar.
Setelah berkutat dengan keteganggan yang hampir membunuh mentalnya selama dua jam, Kyoshiro menginjak gas sekencang-kencangnya pergi menjauhi kekacauan kota.
MOSQUITO
Sementara itu seorang pria separuh baya perpenampilan rapi berjalan tergesa-gesa di sebuah gedung yang setiap sisi di temboknya terdapat ukiran-ukiran mewah bertema nyamuk di sepanjang lorong. Wajahnya tampak tegang dan serius menandakan bahwa ada masalah besar yang mereka hadapi.
Diikuti dua bodyguardnya orang itu masuk ke dalam ruangan dengan pintu berbahan baja berukir nyamuk aedes berukuran besar, di bawahnya terdapat nama perusahaan dengan huruf arial tegas bertuliskan 'MYG COMMPANY.'
Di dalam ruangan sudah ada pria paruh baya lain berpenampilan tak kalah rapi dengannya, rambutnya tersisir rapi ke belakang. Bedanya pria itu tampak lebih muda sekitar dua tahun.
"Pak Harada?" Sapa pria tersebut saat melihat rekannya masuk. Dia adalah Sato Harada, generasi kedua dari perusahaan YAMAHARA.CO. Seorang pengusaha produk rumah tangga yang menjual beberapa merk terkenal. Perusahaannya sudah berdiri dari puluhan tahun yang lalu, dan sudah membuka cabang produksi di beberapa negara besar.
Semua produknya tidak ada yang bisa diragukan, mulai dari pengharum ruangan, pembersih kaca, pembersih lantai, tak lupa lotion nyamuk dan obat serangga semprot sudah menjadi andalan masyarakat di berbagai belahan dunia.
"Apa yang terjadi? Kenapa keadaan di luar menjadi sangat kacau sekali?" Malas berbasa-basi ia memberondong pertanyaan pada rekannya, Koji Motoyama.
"Aku hanya melakukannya sesuai perintahmu, sejak satu bulan yang lalu kami sudah menyebarkannya di berbagai belahan dunia. Aku rasa ini telah sesuai rencana." Jawab pria itu lugas.
"Tapi bukan ini keinginananku." Sato Harada membela diri. "Merenggut jiwa? Aku kira tidak akan sejauh itu!" Dari nadanya jelas sekali pemilik YAMAHARA.CO itu sangat marah. "Kau yakin sudah meneliti dengan benar makhluk kecilmu itu sebelum merilisnya?"
"Pak Harada apa sekarang anda sedang meragukan kemampuan timku?" Tanya Koji Motoyama dengan wajah tak percaya.
"Bukankah anda mengatakan jika nyamuk ini hanya kebal anti nyamuk semprot biasa?!"
"Pak Harada mohon redakan amarah." Pinta Koji Motoyama melihat rekannya meledak-ledak.
Koji motoyama, pria ini adalah pemilik pabrik nyamuk Myg company. Di mana awalnya perusahaan itu telah bekerja sama dengan pemerintah. Bekerja sama untuk menghasilkan mutan nyamuk jantan yang digunakan untuk menekan angka kelahiran nyamuk betina, di mana betina adalah pelaku utama penyebar penyakit.
Myg company hanya mengembangbiakan nyamuk pejantan. Karena pada dasarnya nyamuk hanya menghisap nectar, tapi untuk memenuhi kebutuhan protein nyamuk betina harus menghisap darah.
Di Myg company para penjantan ini akan disterilkan sehingga nyamuk betina tidak akan bisa bertelur dan akhirnya akan mati begitu saja tanpa berkembang biak.
Tapi atas dasar keserakahan manusia Myg company telah bekerja sama dengan perusahaan Yamahara.co menciptakan konspirasi dengan memproduksi nyamuk mutan yang kebal racun biasa. Lalu nyamuk-nyamuk itu dilepaskan di seluruh dunia untuk meningkatkan penjualan produk. Dan konspirasi yang lebih besar lagi, Yamahara.co menciptakan vaksin untuk virus baru yang dibawa oleh nyamuk-nyamuk ciptaan mereka.
Awalnya itu adalah skenario bagus, di mana saat nyamuk-nyamuk super yang tercipta mulai menginvansi dunia, Sato Harada akan merilis vaksin pertamanya.
Sesuai perencanaan di awal semua berjalan dengan lancar. Produknya laku keras di pasaran. Nyamuk mutan mati dengan sekali semprot, hanya 3 detik untuk membuat mereka berjatuhan.
Tapi beberapa minggu terakhir mulai banyak kasus kematian dan penyakit menular disebabkan oleh nyamuk yang mereka lepaskan. Tidak ada satu orangpun yang tau bahwa pandemi itu adalah kesengajaan, kecuali mereka yang merencanakan.
Kini racun aerosolnya tidak mempan lagi. Nyamuk-nyamuk itu tidak mati, hanya pingsan lalu bangun lagi. Atau pergi kemudian kembali lagi.
"Aku hanya ingin tahu, apa anda meneliti serangga itu dengan serius?" Sato Harada tak puas dengan jawaban rekan bisnisnya.
Tapi sebelum Ayah dari Taro Motoyama menjawab, seseorang lebih dulu mengetuk pintu.
Setelah dipersilahkan masuk oleh atasannya, seseorang berpenampilan serba putih dengan pelindung wajah dari mika plastik membungkuk memberi salam. Sepertinya dia staff laboratorium atau semacamnya.
"Katakan apa yang kau dapatkan?" Koji Motoyama bertanya tak sabar pada pria yang baru saja masuk tersebut.
"Tuan Motoyama, kami menemukan jenis baru yang berbeda dari spesies yang kita lepaskan."
"Apa? Katakan aku salah dengar." Koji motoyama menautkan alis berharap yang didengarkannya salah. Sementara Sato Harada tak kalah terkejut. Namun si peneliti meyakinkan bahwa ia tidak salah.
Mereka pun bergegas ke ruang laboratorium, menuju kotak kaca berukuran 3x2 meter berisikan satu bangkai nyamuk berjenis aedes. Yang membuat mereka terkejut adalah nyamuk pembawa virus demam berdarah itu berukuran 10x lipat dibanding nyamuk pada umumnya.
"Kemungkinan nyamuk ini telah berevolusi di alam bebas pak, masa hidupnya juga diduga bertambah, berkembang biak dengan cepat karena betina yang seharusnya tidak bisa bertelur, malah bertelur dan menghasilkan jenis super ini sebanyak 2x lipat. Selain itu ia kebal racun dan perilakunya menjadi sangat agresif."
Mendengar penjelasan tersebut, kedua petinggi perusahaan itu memasang wajah seolah tak percaya.
"Tidak mungkin..." Sato Harada menggumam,menggeretakan rahangnya.
Sementara Koji Motoyama seperti menemukan ide. "Pak Harada, bukankah ini kesempatan bagus untuk mengembangkan penawarnya? Kita bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar."
Sato Harada tampak terkejut mendengar perkataan Koji Motoyama."Apa anda benar-benar gila?! Membiarkan orang lain mati hanya untuk uang?!" Jawabnya, benar-benar tak habis pikir.
Koji tersenyum sinis, mirip sekali dengan putra semata wayangnya. "Sudahlah pak Harada, anda tidak usah bicara seolah anda perduli dengan orang lain." Tak disangka kalimat itu terucap dari mulut seseorang yang terlihat sangat menghormati Sato Harada.
"Dari awal kita sudah mentargetkan akan pandemi ini. Itu artinya anda sudah membuang nurani sejak dahulu hanya untuk keuntungan sendiri. Jika sekarang anda peduli, bukankah sudah terlambat?" Perkataan dari Koji Motoyama sejujurnya sangat menusuk dadanya, dia merasa bersalah karena yang pria itu katakan adalah kenyataan.
"Menurutku akan jauh lebih baik jika anda menebus rasa bersalah itu dengan membuat penawarnya. Bukankah itu bentuk kepedulian yang lebih berguna?"
"Kau ini benar-benar...." Hampir saja Sato Harada memberi bogem mentah kepada Koji Motoyama. Namun yang ditargetkan tidak menunjukan perlawanan ataupun pertahanan, hanya tersenyum sinis membuat sato Harada membiarkan tangannya mengepal di udara.
"Pak Harada, anda harus berhati-hati. Aku tidak menjamin dalang dibalik pandemi ini akan terus aman dari masyarakat. Lagipula Pemerintah akan membayar berapapun untuk penawar pandemi. Anda hanya perlu menyiapkan perusahaan bayangan untuk menjual vaksinnya bukan?"
"Apa yang sebenarnya anda rencanakan?" Sato Harada mengepal emosi.
"Aku hanya membantu anda agar semakin kaya raya."
"Tsk!"
MOSQUITO
Kyoshiro memarkir mobil di depan rumah besarnya, saat ia bersiap keluar sepasang tangan lentik menarik jaket yang ia kenakan.
"Kyo?" Suara lembut pemilik tangan itu membuat Kyoshiro menoleh.
Kyoshiro agak terkejut, ia hampir saja lupa bahwa Meru bersamanya. Si gadis yang saat ini tampak kacau, make up dan rambutnya berantakan, pakaian yang ia kenakan hanya tersisa bra berenda yang tak cukup menampung kedua dadanya yang gemuk berisi. Masih ada blazernya tapi itu hanya bisa menutupi bagian perut, tidak dapat mengcover dadanya karena kain itu berpotongan V.
Kyoshiro yang tak sengaja melihat gundukan menggemaskan itu langsung mengalihkan atensi. "Astaga, kenapa aku membawamu ke sini dengan pakaian seperti itu?" Ia bergumam, pipinya samar- samar bersemu merah muda.
Padahal Meru yang sudah terlanjur menggilai Kyo setengah mati sama sekali tidak keberatan jika pemuda itu menatap bagian pribadinya sebanyak yang Kyo mau. Tapi karena menghargai pemuda itu, dia mengatupkan blazer menutupi dadanya.
"K-kau bisa antar aku pulang?" Tanya Meru berhati-hati, takut Kyoshiro marah. Dia tau malam sudah menjelang, apalagi pasti Kyo masih shock dengan kejadian barusan dan butuh istirahat. "A-atau pinjami aku telepon, aku akan menghubungi Ibu dan segera pulang"
Kyo sedikit berpikir, mengingat kejadian barusan tidak memungkinkan mengantar Meru pulang. Semakin malam, pasti nyamuk-nyamuk itu semakin aktif. Ia juga tidak bisa membiarkan seorang gadis pulang sendirian di tengah gawatnya keadaan di luar.
"Masuklah, aku akan meminjamimu pakaian." Kata Kyoshiro tanpa menatap wajah Meru. Lalu ia keluar dari mobil.
Meru ragu, dari dalam mobil ia mengamati rumah Kyoshiro yang amat mewah.
Lampu bersinar keemasan menerangi teras rumah bak istana kenegaraan. Rumah itu bahkan lebih mewah dari rumah Koji Motoyama yang ia tempati. Para penjaga berdiri rapi di tempat masing-masing, tiga pelayan wanita menunduk menyambut kepulangan Kyoshiro.
Lama tak kunjung keluar dari dalam mobil sport itu, Kyoshiro berbalik. "Apa kau sangat menyukai mobilku?"
Meru tersentak, berteriak kecil meminta Kyo untuk menunggunya, lalu keluar mobil sambil menyilangkan blazer untuk menutupi dadanya dan berlari kecil mengekori Kyo.
"Beri dia pakaian dan biarkan beristirahat. Aku akan mandi sebentar." Kyo memerintah pelayan yang menunggunya, dan balas dengan bungkukan hormat. Lalu pemuda itu terus berjalan menuju kamarnya.
Melihat penampilan Meru yang seperti itu, pelayan saling melirik dan tersenyum, berpikir tuan mudanya baru saja melakukan sesuatu yang menyenangkan bersama meru.
"Mari ikut saya Nona." Ajak salah satu pelayan menunjukan jalan. Meru yang merasa setara dengan mereka menjadi canggung diperlakukan dengan sopan seperti itu. Namun ia hanya mengikuti alur saja. Yang penting ia ingin segera mandi dan berganti pakaian.
Di dalam kamar mandi Kyoshiro berdiri di bawah guyuran shower yang hangat, air membasahi rambutnya yang langsung mengalir membasahi punggung tegapnya, dadanya yang bidang, dan perutnya yang ramping dengan enam kotak seksi.
Beberapa kali ia mengusap wajah hingga ke rambutnya dengan pikiran yang terus melayang ke kejadian sore tadi. Seumur hidup ia baru melihat dan mengalami kejadian yang biasanya hanya dia lihat di dalam film. Nyamuk sebesar itu, jumlah yang begitu banyak, dan tubuh manusia yang seolah tak ada harganya.
Sekarang bisakah perusahaannya membuat racun yang lebih baik dari sebelumnya?
Puas melamun sambil membersihkan tubuh, Kyoshiro mematikan shower, menyambar handuk dan melilitkannya di pinggang. Tak lupa dia sambar handuk kecil untuk mengeringkan rambut kelamnya.
Kyoshiro berjalan keluar dari kamar mandi sambil mengusap-usap rambut dengan handuk, tapi alangkah kagetnya ketika Kyo melihat sesosok gadis sedang berada di kamarnya memunggunginya.
Betis wanita itu begitu bersih dan mulus, bahkan paha yang terekspose pun tak nampak setitik noda atau sekedar tahi lalat.
Mendengar ada suara dari belakang, si gadis yang sedang memilih-milih chanel televisi itu menoleh.
Tak kalah terkejut saat tatapan keduanya bertemu. Sama-sama terbelalak. Terlebih Kyo yang melihat gadis itu mengenakan kaos miliknya, kaos berwarna putih yang kini terlihat seperti daster di tubuh mungil itu. Tanpa celana, membiarkan pahanya telanjang menggoda.
"Meru? Kenapa di sini?" Tanya Kyoshiro menautkan alis heran.
Meru tidak menjawab, rasanya ia sangat susah bernapas. Bahkan dia hanya mematung menatap tubuh Kyoshiro yang setengah telanjang.
"Kau mengintipku?"
Baru saat suara menuduh itu terdengar, ia langsung menunduk mengalihkan tatapan dari pahatan sempurna di depannya.
Kyoshiro yang tak nyaman juga segera mengambil pakaian dan mengenakannya.
"Pe-pelayanmu mengantarku ke sini." Suara Meru terdengar bahwa dia salah tingkah.
"Astaga, apa mereka bodoh?" Kyoshiro langsung mengambil telepon paralel di meja samping tempat tidur, berniat memanggil pelayannya. "Istirahatlah di kamar tam-" Belum sempat menyelesaikan kalimatnya ia menangkap pemandangan yang membuat matanya hampir meloncat keluar.
Dari pantulan kaca hiasan sandaran tempat tidurnya, ia melihat celana dalam dan bra wanita terjemur rapi di gantungan jaketnya. Ia meletakan kembali teleponnya dan menatap Meru yang sudah meringis karena malu telah tertangkap basah.
Cepat-cepat ia berlari dan mengambil pakaiannya dari sana dan menyembunyikan di balik punggung. "Ma-maaf Kyo aku pikir tadinya aku sendirian di kamar ini."
Kyo membuka mulutnya namun tak berkata menyadari kenyataan bahwa di balik kaos itu Meru tak lagi memakai pakaian dalamnya. Ia akan menyalahkan semesta jika sesuatu terjadi pada Meru. Tapi Kyo masih sehat, ia tidak akan menyentuh gadis dari kalangan remeh itu.
"Mereka hanya memberimu kaos ini?" Tanya Kyoshiro masih heran.
Meru menggeleng, "I-itu." Menunjuk kasur, di sana ada celana piyama milik Kyoshiro. "Tapi terlalu besar, aku tidak bisa memakainya."
Kyoshiro hanya melirik sebentar, menghela napas dan berkata. "Baik istirahatlah di sini, biar aku yang ke kamar tamu." Lalu ia berbalik berniat mengambil celana di lemari, tapi Meru menghentikannya.
"Kyo, aku pikir kita bisa tidur berdua. Eh!" Mati! Bukan itu yang ingin dikatakan Meru. Gadis itu membeku menyesali kalimat yang keluar dari mulutnya. Dia seharusnya mengatakan dia saja yang pindah ke kamar lain.
Mendengarnya Kyo merinding, menatap Meru dengan tatapan 'jangan bermimpi'. Ia pun tidak menanggapi, memilih pergi menuju lemari pakaiannya.
"Baiklah kalau kau tidak mau! A-aku boleh meminjam telepon untuk menghubungi rumah Tuan Motoyama? Aku ingin ibu menjemputku."
Kyo hanya mengangguk lalu mengambil ponselnya dari nakas dan memberikannya pada Meru.
Sementara Meru menelpon, Kyo memilih pakaian, dan memakainya di toilet. Ia mendengar Meru memberi kabar pada ibunya yang terdengar menangis panik. Lalu ia merengek agar dijemput dan dibawakan pakaian.
Tak lama setelah Kyo keluar dari kamar mandi, Meru memberikan ponsel itu pada Kyo dan mengucapkan terima kasih.
"Kau akan dijemput?"
"Iya." Meru mengangguk pasti, "Kenapa? Apa Kyo kecewa aku akan pulang?" Godanya mencoba mencairkan suasana yang sejak tadi terasa canggung.
Kyo mendecih remeh. "Daripada sibuk menggodaku lebih baik kau keringkan pakaian dalammu dengan pengering rambut sebelum ibumu datang."
Meru yang tidak terima dipermalukan berniat angkat bicara, tapi atensi Kyo beralih ke tayangan televisi yang menyiarkan berita terkini. Ia memberi isyarat 'stop' pada Meru, gadis itu pun mengerti. Dan keduanya fokus pada layar tivi yang menampilkan ratusan orang yang terinfeksi demam berdarah telah memenuhi kapasitas rumah sakit.
Banyak masyarakat yang dinyatakan meninggal karena tak tertangani dengan baik. Narasi berita mengatakan bahwa virus demam berdarah ini berbeda tipe dengan demam berdarah biasanya.
Digolongkan ke dalam virus varian baru.
Pasien biasanya akan meninggal dalam waktu 6 jam dari waktu terinfeksi jika tidak cepat-cepat diberi penanganan medis. Sementara itu obat untuk demam berdarah biasa saja belum ditemukan, dipastikan akan sulit menemukan vaksin untuk jenis baru ini.
Dan mereka tidak ada harapan hidup jika bertemu sekelompok nyamuk yang bergerombol menghisap darah korbannya hingga kering seperti zombie.
Keadaan menjadi semakin gawat saat stok darah dinyatakan menipis, dan di kondisi seperti itu tidak banyak orang yang mau mendonorkan darah mereka.
Untuk mencegah semakin banyaknya pasien, pemerintah memutuskan untuk melumpuhkan semua kegiatan masyarakat. Menutup akses ke luar kota, dan mewajibkan mereka untuk terus berada di rumah dengan menutup semua ventilasi yang bisa dimasuki oleh nyamuk mutan tersebut.
Jika ingin keluar rumah, pemerintah menyarankan untuk memakai pelindung badan berbahan besi atau plastik yang mengcover semua anggota tubuh mereka.
Melihat betapa kacaunya keadaan di luar, Meru menggigiti kuku jempolnya gelisah.
Dia ingin pulang dan bertemu ibunya. Sementara Kyo tengah sibuk membuat spam panggilan kepada Ayahnya yang tak kunjung menjawab teleponnya.
Sekitar 20 menit terdengar suara mobil dan klakson mulai memasuki halaman kediaman Harada. Kyo pikir itu ayahnya, tapi setelah pelayannya mengetuk pintu dan masuk memberi tahu ternyata bukan.
"Tuan muda, perwakilan dari keluarga Motoyama datang ingin menjemput nona Meru."
Meru langsung berdiri, "Ah benarkah?" Melihat pelayan yang mengangguk hormat, lantas Meru bergegas membereskan tas dan segala isinya. Lalu ia segera berterima kasih pada Kyoshiro.
"Kyoshiro aku pulang dulu,terima kasih."
Kyo yang belum sempat menjawab hanya melongo melihat Meru segera pergi tergesa-gesa dari kamarnya.
Sementara itu di luar, Meru yang semula bersemangat untuk pulang hanya berdiri di depan mobil yang menjemputnya.
Mendadak dia malas untuk pulang, karena melihat Taro sudah bersandar di pintu Porsche miliknya.
Dia berniat kembali ke dalam dan menginap saja, tidak apa-apa jika di dapur atau halaman belakang sekalipun daripada satu mobil dengan serigala yang hampir selalu memangsanya ini.
Tapi saat Meru akan berbalik lengannya sudah lebih dulu ditarik kasar, membuatnya menabrak dada bidang Taro yang seharusnya bisa membuatnya nyaman.
"Ugh! Tuan muda lepaskan."
Taro tersenyum sinis, "Masuklah lebih dulu aku akan melepaskannya di dalam.
Memangnya kau ingin jadi tontonan?"
Meru sangat kesal mendengar respon Taro yang selalu tak jauh dari hal-hal mesum."Tuan muda aku tidak bercanda!"
"Aku juga tidak bercanda." Ia menatapi penampilan Meru yang hanya memakai kaos kebesaran milik Kyoshiro. "kau berpakaian seperti ini di rumah si brengsek Kyo? Tidak aku sangka kau benar-benar nakal."
"Tuan muda, lebih baik aku jalan kaki dan digigit nyamuk saja daripada pulang bersamamu!" Ia kibaskan cengkraman Taro agar terlepas, tapi pemuda itu lebih siaga, mencengkramnya lebih kuat.
Dia pun menarik tangan Meru, memaksanya masuk ke dalam mobil tanpa perlawanan yang berarti. Setelah Meru berhasil ia kurung di dalam Porsche mewahnya, kemudian Taro menyusul dan segera mengunci pintu, menstarter mobilnya buru-buru. Tidak memberi kesempatan Meru untuk kabur.
Segera mobil itu pun melesat meninggalkan kediaman Harada yang laksana kerajaan modern tersebut.
Di tengah perjalanan Meru hanya menatap jalanan yang gelap dengan tatapan tajam dan bibir yang mengerucut. Ia benar-benar tidak suka berada di mobil mewah ini dengan lelaki semacam Taro.
Sementara Taro sedikit menoleh ke arah gadis di sampingnya, ia tatapi paha mulus Meru. Ia pun tak tahan untuk tidak menyentuhnya, ia ulurkan tangannya dan mengelus dengan gerakan menggoda.
Meru memutar bola matanya kemudian memberi tatapan membunuh pada pria disampingnya ini serta menepis dengan kasar tangan itu dari pahanya.
"Wow sangat agresif." Decih Taro mengejek. "Itulah kenapa aku sangat menyukaimu." Setelah menerima penolakan kasar dari Meru, bukannya sadar diri dan menghentikan aksinya, Taro Motoyama malah menelusupkan tangannya lebih dalam.
"Nnhh!" Meru memekik menahannya dengan mengapit, dia gunakan dua tangannya untuk menarik tangan Taro dari sana. Tapi jemari Taro sudah mendarat di tempat paling pribadinya.
Taro pun terkejut oleh penemuannya yang menarik. Gundukan dengan rambut halus favoritnya itu tak berpenghalang sama sekali. Sambil menyetir dengan satu tangan ia menyeringai liar, menggerakan tangannya semakin ke dalam meraih kehangatan yang sedikit basah.
Meru meringis, dia tetap berusaha sekuat tenaga menahan pergelangan tangan Taro,membatasi gerak jemari nakal Taro.
"Apa yang kau lakukan dengan pecundang itu sampai melepas celana dalammu?" Tanyanya sembari terus menggosok pelan permukaan dalam kewanitaan Meru. "Kau tidur dengannya? Cih! Aku sangat iri!"
Meru menggeleng. "Ti-tidak tuan." Suaranya serak menahan desahan. Ia terus menggeliat antara menolak dan tubuhnya yang malah berhianat merasakan nikmat. Wajahnya pun memanas, dikening mulai muncul titik-titik keringat.
"kau pikir aku percaya?" Salah satu sudut bibir Kyo tersungging. "Aku akan memeriksanya sendiri. Jika terbukti, aku benar-benar akan menghancurkan hidupmu." Setelah mengatakannya Taro menepikan mobil dan berhenti tanpa melepaskan tangannya dari kewanitaan Meru. Ia pun langsung berusaha menindih gadis itu agar tidak banyak bergerak.
"Uh.Tuan muda!"
Taro meremas payudaranya, mencium paksa bibir yang sedikit pucat tanpa lipgloss itu. Dan dengan cekatan ia tarik ke atas ujung bawah kaos Meru melewati kepalanya. Satu-satunya penghalang tubuh Meru dibuang begitu saja. Kini dia telanjang bulat bersama pria yang dibencinya.
Mata Taro terbelalak melihat kemolekan tubuh Meru tanpa busana. Tatapannya otomatis menuju pada kedua payudara besar yang tengah naik-turun karena si empunya bernapas dengan keras. Tidak ada tanda kemerahan bekas kecupan orang lain, lantas Taro tersenyum sedikit bangga, Meru sepertinya tidak berbohong.
Lalu atensinya beralih turun ke perut Meru yang tidak terlalu langsing, sedikit turun ia bisa melihat pada bagian favoritnya.
Gundukan tembam dengan rambut pubic tipis membuatnya semakin menarik untuk disentuh dan dia mainkan hingga puas.
"Kita bisa melakukannya sekarang?" Bisik Taro berniat merenggut keperawanan Meru saat itu juga. Karena semakin dewasa, ia tidak mau orang lain lebih dulu merebutnya.
Gadis itu berteriak, berontak, ia bergerak seliar-liarnya agar terlepas dari cengkeraman Taro yang mulai menciumi lehernya sembari menelusupkan salah satu tangannya ke kewanitaan Meru, bermain sesukanya di sana. Menggosok pusat rangsangnya yang membesar, menusukan salah satu jarinya ke lubang kawin gadis itu.
Tapi tak peduli seberapa kuatnya ia berontak, lelaki itu tetap bisa menjamah tubuhnya dengan mudah. Memagut paksa bibirnya, menghisapi leher wangi sabunnya, hingga meninggalkan bekas membiru yang membuat Taro bangga akan karyanya.
"Ahhh...Tuan muda, berhenti..." Desahnya payah.
Meru pikir itu cukup untuk menghentikan singa yang kejantanannya mulai mengeras itu? Tidak mungkin, Taro bukan orang yang mudah puas. Ciumannya bergerak menurun ke dada, bahkan ia belum menyesap manisnya puncak dada kecoklatan yang sudah meneggang itu, tidak mungkin Taro berhenti.
Oleh karena itu, Taro melepaskan mainannya yang sudah basah kuyup di bawah sana, berganti meremas padatnya kedua dada Meru sambil menyesapnya kuat sampai keluar darah jika perlu.
"Ammhh..." Salah satu puncak dada sebesar biji bago dilahap bergantian, pemiliknya mendesis tidak suka. Tapi reaksi lain dari tubuhnya membuat si pemangsa mengulum senyum sinis.
Karena saat Taro menggunakan lututnya untuk membuat Meru membuka paha, Taro merasakan lututnya basah oleh cairan yang dihasilkan serviks si dara.
"Kau menyukainya?" Bisik Taro terdengar seksi. Meru yang sedari tadi memejamkan mata sambil menangis hanya menggeleng.
"Kenapa berbohong? Dia ingin-" Bisik Taro memasukan kedua jarinya ke lubang basah Meru.
"Ugh! Tuanh..." Meru berjingkat saat kedua jari tuannya memasukinya tanpa aba-aba.
".... Segera dimasuki." Lanjutnya sambil menggerakan kedua jari di dalam kewanitaan Meru.
Gadis itu mengatupkan pahanya agar tangan Taro berhenti, tapi malah Taro kembali menyergap payudaranya. Mengulum putingnya, menjilat, sesekali ia gigiti tak peduli Meru merintih. Entah sakit atau nikmat, yang jelas suara itu membuat Taro makin bersemangat.
Kejantanannya kian menegang, sakit jika tidak segera dilepaskan. Ia mengangkat sedikit pinggulnya melepas resluiting celana pendek yang ia kenakan dan mengeluarkan jagoannya.
Taro kembali menggunakan pahanya untuk melebarkan paha Meru. Dengan usaha yang sedikit ekstra, dia segera menempelkan kepala kejantanannya ke dalam liang hangat yang terus merembeskan cairan pelumas alami itu.
Meru menggeleng ketakutan merasakan benda tumpul asing menggosok-gosok permukaan kewanitaannya. Hingga saat itu Taro mulai menyodok-nyodok tepat di lubang kawinnya memaksa masuk.
Masih sedikit sulit, Taro berdecak kesal. Kemudian dia sedikit mundur, sekarang menggunakan kedua tangannya untuk menaikan kedua kaki Meru ke atas bangku. Lalu Taro membuka paha Meru selebar-lebarnya, hingga gadis itu merasa sangat malu. Apalagi saat mata Taro menatap miliknya yang basah mengkilat-kilat terkena sinar lampu jalan.
Meru menggigit bibir ngeri saat melihat bahasa tubuh Taro yang seperti ingin melahap kewanitaannya sampai habis.
Ketakutannya menjadi nyata ketika Taro sudah puas melihat miliknya yang berwarna merah daging dengan begitu jelas, pemuda itu segera menjilati kewanitaannya dengab rakus dan tanpa ragu-ragu.
Meru menjerit kecil, menggoyangkan pinggulnya agar Taro tak bisa menyesap bulatan kecil paling terasa geli itu. Tapi usahanya malah membuatnya menggelinjang sendiri, karena saat pinggulnya bergerak pusat dari segala titik rangsangnya itu otomatis mengenai lidah Taro yang sedang bergerilya.
"Aaah... Tuan muda cukup!" Ia menjambak rambut tebal Taro Motoyama hingga beberapa akarnya tercabut.
Puas menyesap segala sumber kemanisan di muka bumi ini, Taro mengangkat kepalanya untuk menatap Meru yang sudah lemas tak berdaya. Badan dan rambutnya basah kuyup meski sedang berada di dalam mobil yang ber AC.
Di sela-sela Meru mengumpulkan pasokan oksigen ke dalam paru-parunya, Taro tidak mau menunggu terlalu lama lagi. Dia mengulang adegan yang sempat tertunda barusan. Membuka lebar-lebar paha Meru dan menggesekan kepala kejantanannya di lubang surga duniawinya.
"T-tuan muda, cukup. Hentikan!" Kali ini tak ada lagi harapan untuknya selamat, usaha Meru sia-sia. Kini dia amat kelelahan, tidak punya tenaga lagi untuk melawan. Dengan penuh sesal dan perasaan membenci diri sendiri ia memilih pasrah.
"Berhenti merengek eh?" Hina Taro, "Padahal aku lebih suka jika kau berpura-pura menolak seperti tadi?" Setelah mengatakannya ia mendorong kuat-kuat pinggulnya hingga setengah kepala penisnya masuk. "Aku akan menujukan padamu apa itu surga." Bisiknya, sembari mengulum telinga Meru. Gadis itu meringis kegelian, pasrah dan berharap Taro akan melakukannya dengan cepat.
'Ggrrttt...grrtt...grrttt.'
Terdengar suara ponsel yang berdering. Taro berdecak kesal karena deringnya mengganggu proses penyatuannya dengan Meru. Awalnya ia ingin mengabaikan, tapi ponsel itu terus berdering dan membuyarkan konsentrasinya untuk bersenang-senang.
Dengan emosi Taro mencabut kejantanan yang belum sempat masuk seluruhnya dan meraih ponsel dari dashboard.
"Halo?" Terlihat nama 'Ayah' di layar sebelum Taro menjawabnya.
Untuk sementara Meru merasa lega, ia memungut kaosnya di kolong bangku dan memakainya buru-buru.
Tidak mau menyia-nyiakan waktu, Meru juga mengambil kesempatan untuk kabur sementara Taro berbicara pada ayahnya. Saat itu wajah Taro menegang, ia tampak menghawatirkan sesuatu.
Tapi Meru yang mencoba membuka pintu mobil merasakan sakit di lengan karena Taro lebih dulu menahannya. Bisa dilihat lengan Meru mungkin sekarang sudah membiru karena semenjak pagi hari terus diperlakukan kasar oleh Taro Motoyama majikannya.
"Jangan di buka! Bahaya!" Serunya, sesaat setelah menutup telepon dari Ayahnya Koji Motoyama. Wajah mesum yang tadi membuat Meru jijik, kini berganti raut panik.
"Ganti pakaianmu, kita tidak akan pulang ke rumah." Perintah Taro selanjutnya sambil melemparkan paperbag berisi pakaian Meru yang ia bawa dari rumah. Tapi Meru menghiraukan perkataan tuannya.
Yang benar saja, tidak pulang ke rumah? Dia mau menculik Maru? Pikir gadis itu sinis? "Aku tidak mau pergi denganmu!"
Taro menatap tajam gadis di sampingnya. "Turuti perintahku selama aku masih baik padamu." Perintahnya tegas. Lalu kembali fokus pada jalan di depan, Taro sama sekali tidak terlihat santai seperti biasanya.
Dia pun mulai menstarter mobil, tapi hal yang tak pernah dia duga terjadi. Meru berhasil membuka pintu dan langsung melompat keluar, gadis itu sempat terguling tapi masih bisa bangun dan pergi berlari melawan arah berniat kembali ke rumah Kyoshiro.
"Ck! Brengsek!" Taro murka. Dia keluar dari mobilnya dan mengejar Meru. "Gadis bodoh! Kembalilah!" Teriaknya. Dia tidak mau kehilangan tikus mangasanya semudah itu.
Sementara Meru yang sejak tadi sudah terkuras tenaganya, mulai berlari dengan lebih lambat . Jantungnya berdebum-debum keras, dia sangat kelelahan dan takut menjadi satu. Bahkan kini pengelihatannya mulai mengabur. Meru berlari terseok-seok sambil tanpa alas di permukaan aspal yang masih terasa hangat di kaki.
Taro juga semakin mendekat dengan punggung mungil di depannya, tapi si pemilik tiba-tiba jatuh tersungkur kepayahan.
BRUKH
"Dasar bodoh! Sudah kubilang jangan pergi!" Maki Taro geregetan. Ia tarik lengan Meru dengan kasar seperti biasa agar gadis itu berdiri.
Meru menangis, bukan karena siku-siku kaki dan tangannya yang lecet, perih terluka, tapi karena kebebasannya kembali terenggut manusia bajingan seperti Taro Motoyama.
Dengan kasar pula Taro menarik Meru untuk kembali ke mobil. Mengabaikan meski gadis itu menolak dengan segala bentuk gerak. Tak habis akal Meru pun duduk di jalanan, tapi terus ditarik hingga ia mengaduh kesakitan.
Ditengah adegan pemaksaan itu, Taro mengendurkan cengkramannya ketika mendengar suara sesuatu mulai mendekat.
Auara mendengung seperti ratusan kepakan sayap serangga. Otomatis Taro melepaskan tangan Meru untuk fokus pada apa yang ia dengar.
Meru yang merasa genggaman itu terlepas, lantas dia mencoba melarikan diri lagi. Kali ini Taro tidak mengejarnya membuat Meru lega. Tapi baru beberapa meter Meru berhenti, ia mendengar apa yang Taro dengar tapi kali ini ia melihat wujud dari pemilik suara tersebut.
Meru membuka mulut dan matanya lebar-lebar melihat sekelompok nyamuk sebesar belalang kayu terbang ke arahnya. Kakinya semakin lemas, ia mematung, jangankan berlari untuk berdiri saja ia tak sanggup.
Meru ambruk di aspal, dengan mudah menjadi sasaran ratusan nyamuk yang langsung menyerangnya. Dia hanya bisa menangis histeris mengibaskan tangan ke udara agar nyamuk tidak sempat menggigitnya.
Taro yang melihat hal itu malah panik sendiri, dia kebingungan antara menolong Meru atau pergi meninggalkannya. Tapi beberapa ekor nyamuk terbang mengincarnya. Akhirnya si brengsek penakut itu memilih berlari menuju ke mobilnya meninggalkan Meru yang bergulung-gulung berjuang sendirian.
Taro Motoyama yang kelelahan pun tak berlari begitu kencang, nyamuk telah meraihnya, terbang mengerubuti wajahnya. Sambil berlari Taro juga mengibaskan tangannya ke udara.
Ia beruntung karena telah meraih pintu mobil, melepas kaos dan mengibaskannya agar nyamuk menyingkir. Lalu ia masuk sambil menutup keras-keras pintu.
Terlihat sekelompok serangga itu menabrak-nabrak kaca mobilnya hingga menimbulkan bunyi 'Tak.tak.tak.' keras seperti hantaman kerikil.
Sambil mengatur napas Taro menyalakan mobilnya, menengok ke belakang teringat akan nasib Meru yang menyedihkan. Taro merasa bersalah harus membiarkan gadis itu mati sia-sia, padahal dia belum sempat menidurinya dengan tuntas.
Tak mau lama-lama mengingat Meru, Taro menginjak gas dan pergi meninggalkan sekumpulan nyamuk yang terus mengejarnya.
Sementara Meru masih berguling-guling di aspal, mendendangkan kaki ke udara membiarkan tubuh bagian bawahnya terlihat. Ia tak peduli malu lagi, Meru masih ingin hidup untuk membahagiakan ibunya. Meski begitu ia merasa tidak akan selamat, nyamuk itu terlalu banyak dan agresif sedangkan dia tidak punya apapun untuk mengusirnya.
Disaat mencekam seperti itu dari arah dia berasal terlihat sorot lampu yang sangat terang mengenainya. Meru sempat mengira dia sudah benar-benar mati, dan itu adalah jalan cahaya menuju surga.
Tapi saat lampu itu semakin dekat Meru sadar itu adalah sorot lampu mobil.
Melihat Meru bergulung-gulung diserang nyamuk mutan seperti itu membuat si pengendara berhenti melaju. Orang itu cepat-cepat turun membawa gas torch bermulut besar lalu menyalakannya tanpa ragu.
Seketika api besar menyala-nyala di udara. Seseorang yang ternyata adalah seorang pemuda itu segera menghampiri Meru, mengayunkan torchnya mengusir si serangga mutan itu.
'Swooooosssh. Swoooossh.'
Nyamuk menyingkir pergi menghindari api tapi terus kembali mencari celah untuk kembali.
"Meru berdiri! Cepat bangun! Masuk ke mobil!" Perintah pemuda itu dengan nada memerintah mengandung kepanikan. Meru yang mendengarnya berdiri tertatih, ia ingin berlari tapi kakinya terasa berat.
Meru menangis menggeleng. Bahkan dia sempoyongan dan hampir jatuh kembali, tapi tangan pemuda itu sigap meraih dan menahan pinggangnya.
Di tengah gentingnya keadaan, Meru sedikit mendongak untuk melihat wajah pemuda yang sedang memegang erat pinggangnya sambil terus mengusir serangga. Ia sangat bahagia dan hampir menangis lagi melihat dia adalah Kyoshiro pangeran pujaannya.
Sesampainya di mobil, Kyoshiro membantu Meru masuk ke dalam dan memastikan Meru aman dari kejaran nyamuk. Sambil terus mengayunkan torchnya, Kyoshiro pun bergegas masuk dan langsung membawa mobilnya pergi.
Terakhir diubah: