Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Perasaan Yang Sama
Mulustrasi Nisa Tanpa Cadar



Aku nisa, lengkapnya nisa arifah. Sekarang aku berumur 25 tahun. Semenjak kejadian aku dan mas toni sedang diintip oleh ayahnya sendiri pak burhan. Hubunganku dengan mas toni jadi renggang. Mas toni pun sepertinya juga canggung mencoba membuka obrolan denganku. Pernah suatu ketika di dalam kamar mas Toni mencoba membuka obrolan. Saat itu aku tidur menyamping, memunggungi suamiku.

Nis, tangan mas toni memegang lenganku. Sebenarnya aku tau mas toni ingin mengajakku bicara tapi aku pura-pura tidur saja.

Mas toni menghembuskan nafas panjang dan suasana semakin hening.

Aku yang masih trauma atas sikap kasar mas toni hanya berusaha mengacuhkannya saja. Jantungku rasanya berdetak lebih cepat. Sekujur tubuhku seperti lunglai mengingat kembali kemarahan mas toni.

Kugenggam tanganku erat-erat di depan dada, dengan berusaha tertidur. Tidak terasa adzan subuh berkumandang. Mas toni mencoba membangunkanku.

Nis, nisa, sudah subuh nih. Bangun. Kata mas toni.

Aku yang sedari tadi yang hanya pura-pura masih tidur. Pura-pura kaget, eh iya mas. Aku bangun merapikan rambutku yang panjang dengan menyelipkannya ke telinga.

Nisa masih marah ya sama mas? Mas toni membuka obrolan.

Enggak mas, nisa gak marah kok. Aku duduk menunduk di tepi ranjang was was kalo mas toni marah lagi.

Trus kenapa nisa diemin mas? Mas toni memegang pipiku lalu menolehkan untuk menatapnya. Tanganku digenggamnya.

Enggak mas, beneran nisa gak marah. nisa tuh gak marah mas tapi nisa takut, tetapi kata-kata itu tidak mampu aku ucapkan hanya dalam batin saja.

Ya sudah kalo gitu, mas takut nisa masih marah sama mas. Kata mas Toni menghembuskan nafas panjang.

Mas toni pun bergegas siap-siap sholat subuh ke masjid. Aku pun juga, tetapi aku sholat di rumah saja.

Waktu pun berjalan dengan cepat, kucoba memberanikan diri dan melupakan yang terjadi kemarin. Sedikit demi sedikit aku membuka obrolan dengan suamiku.

Kulihat ayah juga sudah terbangun, saat kita berpapasan mata kita saling beradu. Deg, perasaan apa ini.

Spontan aku menundukkan pandangan dengan perasaan deg-degan.

Di meja makan, mas toni dan ayah sama-sama terdiam. Aku melirik mereka berdua. Huh, padahal kemarin sudah saling memaafkan tapi kenyataannya masih canggung juga.

Kusiapkan nasi goreng telor di meja.

Mas, pake krupuk? Tanyaku ke mas toni.

Eh iya, jawab mas toni tergagap. Sepertinya dia sedang melamun.

Ayah mau krupuk juga? Tawarku.

Iya mau nis. Sahut ayah mertuaku.

Setelah sarapan selesei, aku membereskan piring-piring ke dapur. Tidak sengaja aku menabrak ayah saat berjalan.

Eh maaf yah, aku yang tadi berjalan menunduk memandang wajah ayah yang lebih tinggi dari aku. Kita saling berhadap-hadapan, saling menatap.

Maafin ayah juga nis, lalu aku berjalan ke dapur dengan memegang tumpukan piring sarapan kami.

**********

Pagi itu setelah sarapan aku tidak sengaja menabrak nisa menantuku. Darahku berdesir saat menatap matanya. Nisa tidak memakai cadar, hanya hijab lebar saja menutupi sebagian tubuhnya.

Kutatap tubuh nisa yang berjalan ke dapur, pantatnya yang membulat membuatku menelan ludah.

Tanpa sadar tanganku sudah berada di tonjolan penisku dari luar celana yang aku pakai. Astaghfirullah, kenapa aku nafsu lagi dengan menantuku sendiri.

Aku berusaha untuk sadar, tetapi pikiran mesumku mengambil alih. Dan susah sekali untuk aku kendalikan.

Tiba-tiba aku teringat tawaran toni kepadaku tentang mencarikanku pasangan hidup. Tapi saat ini, aku hanya ingin istrinya. Iya aku tidak bisa membohongi hasratku sendiri kalo aku menginginkan nisa istrinya setelah kejadian kemarin.

Tetapi aku berpikir bagaimana caranya aku bisa mendapatkan nisa. Gak mungkin aku kurang ajar dengan nisa, aku menghormatinya karena dia akhwat bercadar.

Yah, tangan toni memegang pundakku. Ngelamun aja. Kata toni.

Eh enggak ton. Aku menjawab.

Toni melihat ke arah istrinya, lalu kembali ke arahku dengan tersenyum. Ya sudah kalo gitu, Toni mau siap-siap dulu mau berangkat ke kantor katanya.

Iya ton, ayah juga mau siap-siap ke peternakan.

Mas berangkat ya dek, kata toni.

Iya mas, nisa mencium punggung tangan anakku.

Setelah toni berangkat ke kantor, aku tidak kunjung berangkat juga ke peternakan milikku.

Ayah gak ke peternakan? Celetuk nisa.

Eh iya nis, ini mau berangkat. Jawabku kaget karena aku baru saja melamun.

Nisa tersenyum, pagi-pagi udah melamun sih yah. Nanti kesambet lho.

Jantungku berdetak kencang lagi melihat tatapan dan senyumannya.

Enggak nis, ayah gak melamun. Aku mengelak.

Yasudah ayah berangkat dulu ya. Aku berpamitan dengan nisa.

Yasudah hati-hati di jalan.

Assalamualaikum.

Wa'alaikum salam.

Di perjalanan wajah, senyuman, matanya dan tentu saja bulatan pantatnya terus membayangi pikiranku. Berkali-kali mobilku hampir menabrak kendaraan lain di jalan.

Dancuk, bisa bawa mobil gak sih? Teriak si pengemudi sepeda motor yang hampir aku tabrak.

Aku menghentikan mobilku lalu melongokkan kepalaku, maaf pak.

Hampir saja batinku, sadar burhan sadar itu menantumu sendiri. Lalu aku menancap gas mencoba membuang pikiran mesum itu dari pikiranku.

Sesampainya di peternakan, lagi-lagi aku teringat senyum itu. Bibir merahnya seakan-akan menggodaku. Cium aku pak, cium nisa.

Ahhhh aku gak kuat. Aku buru-buru masuk ke dalam kamar mandi. Kupelorotkan celanaku. Dengan memejamkan mata aku membayangkan nisa sedang mengulum penisku.

Nisa, ayah menyukaimu nisa. Clok clok clok.

Aku keluar, crot crot crot.

*********

Melihat tatapan ayah, aku jadi teringat penisnya yang besar. Nafasku ngos-ngosan mengingat ayah menikmati menonton persetubuhanku dengan mas Toni. Tanpa sadar aku memegang vaginaku dibalik dasterku. Aku kucek-kucek, rasanya geli-geli nikmat. Sambil aku memejamkan mata menyebut-nyebut nama ayah mertuaku.

Saking tidak kuatnya aku berjalan menuju kamar mandi. Kulepas semua pakaianku. Dengan posisi mengangkang aku masturbasi memuaskan diriku sendiri dengan membayangkan ayah sedang menyetubuhiku.

Dalam hati aku merutuki diriku sendiri, kamu nakal ya nis, ingat dirimu siapa. Kamu istri mas toni, kamu juga akhwat bercadar.

Tapi, tapi aku suka. Aku ingin ayah, aku ingin penisnya yang besar.

Colokanku ke vaginaku semakin cepat sampai tubuhku yang duduk mengangkang mengejang.

Ahhhhhhh enak yah. Puasin nisa.


Bersambung
 
Terakhir diubah:
Bimabet
Membingungkan


Sepulang dari peternakan, aku masih terbayang-bayang senyum nisa. Di dalam mobil aku berpikir ini cinta ataukah nafsu. Tetapi kalo ini cinta saat aku mengingat bibirnya aku ingin sekali melumatnya. Pasti rasanya manis banget.

Tidak terasa penisku menegang, kucoba mencari tempat sepi di sekitar bangunan pertokoan yang sudah tidak ditempati. Mobilku berhenti di depan toko. Dengan terburu-buru aku memelorotkan celanaku. Sekarang penisku yang kata almarhumah istriku dulu seperti monster aku kocok dengan cepat sambil membayangkan menantuku.

Iya lebih dalam lagi nis, aku membayangkan nisa mengulum penisku.

Hampir setengah jam tanganku mengocok penisku sendiri. Ah siyal, capek tanganku.

Kubuka apps michatku, aku booking purel sekenanya.

Akhirnya mobilku melesat menuju hotel. Sudah gak sabar aku melesakkan penisku ke dalam vagina sungguhan.

***********


Di rumah aku gelisah, sehabis masturbasi nafsuku tidak kunjung padam. Bolak-balik aku ke kamar mandi sambil membawa hpku yang berisi bokep berbagai genre.

Ahhhh, crot crot. Tubuhku mengejang, kakiku tersentak-sentak. Ini orgasmeku yang kesekian kali. Saat aku merangsang vaginaku lagi dengan aku mulai menekan kelentitku, mataku terpejam.

Mataku sudah tidak lagi memandang ke arah layar hp, yang terbayang di kepalaku hanya ayah. Ayah yang sedang memamerkan penis perkasanya. Kucolok vaginaku dengan cepat, ah ah ah yaahhh, lebih cepat, lebih cepat genjot vagina menantu nakalmu ini.

Crot crot, aku tergolek lemas di atas kloset. Setelah itu aku berdiri mengguyur tubuhku dengan air yang memancar dari shower.

Kuhanduki tubuhku, di depan cermin kulihat tubuhku. Aku tersenyum sendiri. Kupegang payudaraku, kutekan-tekan. Sangat kencang batinku. Tidak kendor sedikitpun. Iya aku memang belum dikaruniai anak di umurku yang sudah menginjak 25 tahun.

Aku keluar dari kemar mandi memakai kimono lengan panjang dengan rambut tergerai basah.

Lagi-lagi saat aku akan menuju kamar aku berpapasan dengan ayah mertuaku. Aku tersenyum lalu menyapanya.

Oh ayah udah pulang? Kataku.

Iya nih nis, baru saja sampai. Jawab ayah mertuaku.

Tidak sengaja tatapanku menunduk, kulihat gundukan menggembung di balik celananya.

Astaghfirullah, besar banget. Aku menelan ludah.

Emm nisa ke kamar dulu ya yah, kataku.

Silahkan nis, kata ayah.

Ntah apa yang dipikirkan ayah dengan penampilanku. Ayah kini bisa melihat betisku yang tiap hari aku tutup dengan daster panjang.

Setelah memasuki kamar, aku memilih pakaian yang paling cantik. Dress panjang warna biru, dengan hijab panjang dengan warna serupa. Lalu ntah dorongan darimana aku duduk di depan meja riasku untuk memoles wajahku.

Sempurna batinku, aku buru-buru keluar dari kamarku untuk menyiapkan kopi untuk mertuaku.

Kopinya yah, kubuatkan kopi hitam kesukaannya.

Terima kasih nis, kata ayah.

Toni belum pulang? Tanyanya.

Belum yah, jawabku.

Saat aku hendak berdiri daster panjangku terinjak. Tubuhku jatuh ke arah ayah. Sekarang aku berada di atas ayah menindih tubuh ayah.

Assalamualaikum nis. Eh itu suara mas Toni.

Tetapi aku dan ayah tidak sempat bangun. Mas Toni melihatku menindih ayah.

Kami ketakutan dengan buru-buru duduk normal di atas sofa. Aku pun menunduk dengan tangan aku kepalkan, aku takut.

Mas Toni hanya tersenyum, mas ganti pakaian dulu ya nis, gerah.

Aku dan ayah saling tatap. Ada apa ini sebenarnya.


Bersambung
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd