Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Siapakah Fatimah Az-zahra...?

  • Sosok wanita baru dalam cerita ini

    Votes: 62 23,7%
  • Sosok wanita yang menyamar dalam cerita ini

    Votes: 200 76,3%

  • Total voters
    262
Bimabet
siap om masih setia menunggu dipojokan warung sambil ngopi :kopi:
ok om... cekidot...

asik.... dpt cerita flashback tentang adit dan tasya waktu lepas segel nih.

ditunggu kelanjutan nya suhuu deqwo...
Hehe....salah om ane bukan suhu deqwo,... ane...rad76.
 
Chapter 17. Rumah Impian Kita


Cuplikan chapter sebelumnya.....


Lamunanku buyar saat bi Minah menegur ku pelan.

"Maaf den Adit, kopi nya sudah siap".
.
.
.
Images_11.jpg

Aditya Febriansyah aka Adit

Pov Adit


"Eh...Eh, iya bik!", sahut ku kaget. "Makasih bik".

Kopi hitam ditemani kue kering tersaji di meja sofa tempatku bersandar. Segera ku angkat gelas dan ku seruput kopi hitam tersebut.

Aroma kopi yang sangat khas membuat mata ku dan bersemangat, ah kopi yang enak nih, kopi Sumendo. Aku mengambil kue kering dan mencelupkan ke dalam kopi kebiasaan yang sukar aku hilangkan sampai sekarang.

Berselang beberapa menit kemudian mang Ujang datang menemuiku, berdiri dihadapnku. Ia mengatakan bahwa motor tersebut sudah ia siapkan dan sudah ada di teras depan, sempat ia melakukan ujicoba dahulu untuk menguji kelayakannya.

"Den Adit, motornya lumayan bagus kok, tadi sempat mamang coba beberapa kali puteran ngetest mesinnya, ternyata mantap den".

"Terima kasih mang. Jadi layak pake ya", jawab ku sambil mengacungkan ibu jari.

Aku lalu memintanya duduk karena ada beberapa hal serius yang ingin kubicarakan dengan mang Ujang.

"Sini mang duduk! Adit mau ngomong!".

Lalu mang Ujang duduk menghadapku, sempat ia mengeryitkan matanya, terlihat ada kebingungan di wajahnya. Tetapi aku memberikan senyum meyakinkannya bahwa ini tidak ada masalah kerjaan mereka tetapi ada hal lain.

"Nggak usah bigung mang! Tidak ada sangkut paut sama pekerjaan mamang dan bibik, ini tentang masalah Adit", ucap ku mencoba menjelaskan padanya.

"Begini mang, Adit bisa minta tolong omongan Adit tadi jangan sampai di ketahui Tasya atau papa dan mama, Adit bukan bermaksud merahasiakan pernikahan Adit tetapi Adit merasa Tasya pasti akan berusaha mengganggu rumah tangga Adit yang baru saja dimulai, mamang bisa kan menjaga rahasia ini sampai nanti ada waktunya biar Adit sendiri yang mengatakan pada papa dan mama, soalnya Adit takut ada kesalahfahaman informasi dari Tasya pada papa dan mama jika masalah ini sampai mereka mengetahuinya".

"Iya den mamang akan rahasiakan masalah Aden menikah, walaupun non Tasya nantinya akan memaksa mamang dan bibik, mamang percaya Aden melakukan ini denga. niat baik, tetapi mungkin ada alasan tertentu hingga aden merahasiakannya", ucap mang Ujang menanggapi.

Aku tersenyum setelah mendengar kesediaan mang Ujang merahasiakan pernikahan ku.

"Ini ada uang buat gaji mamang dan bibik selama 2 bulan ke depan, serta kebutuhan mamang dan bibil mengurus rumah ini. Adit titip dan percayakan sepenuhnya kepada mamang dan bibik merawat dan menjaga rumah ini sampai nantinya Adit kembali membawa istri Adit", ucapku sambil menyerahkan uang dalam amplop coklat yang sempat ku ambil dalam lemari pakaianku.

"Dan satu lagi mang, jika tasya kemari mamang dan bibik bersikap yang wajar dan jangan membuat kecurigaan pada Tasya, mamang faham!".

"Iya den. Mamang faham", sahut mang Ujang tegas.

"Yaudah gitu aja mang, Adit pamit ya. Nanti kalo mamang mau hubungi Adit, mamang telepon saja ke ibu Melda, nanti biar ibu Melda yang menghubungi Adit", kata ku tegas.

Kuhabiskan dulu kopi hitam yang tadi tinggal separoh lalu aku segera bangkit sambil menenteng tas ransel, diantar mang Ujang ke depan teras rumah.

"Mang Ujang. Adit pergi ya", kata ku sambil melambaikan tangan.

"Iya den, hati-hati dijalan!", sahutnya membalas lambaian tanganku.
.
.
.
Pov 3rd


Satu jam kemudian...

Motor yang Adit kendarai telah sampai di depan pekarangan rumah mas Prima, ia sengaja membunyikan gas keras-keras.

Usahanya berhasil membuat seluruh penghuni rumah Prima berhamburan keluar rumah, termasuk juga Cinta yang ikutan tergopoh-gopoh ikut melongok ke luar.

"Kalau mau ngojek bukan di sini bang tempat mangkalnya, hehehe", ucap Prima sambil tertawa kecil.

"Neng Cintanya ada, Mas?", ucap Adit serius.

"Ada tuh sedang ngintip, hehehe", sahut Prima cepat.

"Tadi ia pesan gojek mas. Minta diantarkan ke rumah kontrakan", ucap Adit membalas candaan mas Prima.

"Hahahaha...", tawa mbak Dewi dan mas Prima terbahak-bahak.

Cinta yang tadi sempat melongokkan kepala ke luar ikutan tertawa mendengar candaan Prima dan Adit, ia lalu keluar mendekati mereka.

"Bang ojek udah datang ya, kena macet bang kok lama", canda Cinta menyindir Adit sambil memanyunkan wajahnya.

"Tadi ada si komo lewat neng. Jadi jalanan macet tak bergerak", sahut Adit asal.

Cinta yang sempat cemberut seketika tertawa lebar. Prima semakin keras tawanya. Sementara Dewi tertawa terpingkal-pingkal sambil memegang perutnya mendengar jawaban Adit yang spontan tapi menggelitik.

"Dah ah, ajak masuk laki mu, Cin!", ucap Prima menyudahi candaan mereka.

"Yuk mas, masuk dulu ke dalam! Bantu Cinta berberes".

Setelah memarkirkan motor, lalu ia menggandeng tangan Cinta. Mereka masuk ke dalam dengan perasaan bahagia.

Adit membantu Cinta membereskan pakaian mereka dan memasukkannya ke dalam tas, dan setelah siap, Adit segera membawanya ke luar dari kamar diikuti Cinta yang mengekor dibelakangnya.

Setelah berpamitan dengan Prima dan Dewi, Adit dan Cinta sudah bersiap menuju rumah kontrakan yang telah dipersiapkan oleh Adit untuk mereka tempati.

Jarak tempuh dari rumah Prima menuju runah kontrakan memerlukan waktu sekitar 30 menit, akhirnya mereka telah sampai ditempat mereka tuju.

farmhouse-exterior.jpg

ilustrasi rumah kontrakan​

Sebuah rumah kontrakan yang terletak di kawasan pemukiman yang masih asri, jalannya tidak terlalu lebar, hanya cukup dilalui satu mobil, tetapi sangat teduh karena tumbuh pepohonan rindang di sisi kiri dan kanan jalan.

Pertama kali melihat rumah ini, Cinta sudah jatuh hati. Rumah bercat putih yang mungil, terdiri dari dua buah kamar tidur, ruang tamu, dapur dan kamar mandi.

Sudah ada beberapa perabotan di dalamnya, seperti lemari, meja, kursi, tempat tidur, peralatan dapur bahkan kulkas.

Rumah ini terlihat cantik, sejuk dan teduh. Cinta merasa kerasan berada di sini. Memang tidak sebanding dengan rumah orangtuanya yang megah dan mewah. Tetapi entah mengapa, Cinta merasa nyaman dan tenteram di dalam rumah mungil ini.

Adit pun memuji hasil kerja anak buahnya yang bisa mencarikan rumah kontrakan sesuai keinginannya, rumah sederhana, bersih dan rapi.

"Apa rumah ini tidak terlalu besar mas buat kita", tanya Cinta ragu-ragu. "Kita kan hanya berdua".

"Dek, kamu perlu tempat dengan sirkulasi udara yang baik", jawab Adit mengingatkan. "Kamu kan sedang mengandung".

"Tapi rumah sebagus ini.... Apa tidak terlalu mahal?", Cinta menoleh ke arah Adit. "Berapa harga sewanya pertahun, Mas?".

"Sudahlah, Cinta sayang", potong Adit cepat. "Jangan pikirkan masalah biayanya. Saat ini kita perlu tempat untuk memulai kehidupan baru kita. Yang perlu dipertanyakan, kamu suka atau tidak dengan rumah ini?".

Cinta langsung memeluk Adit, ia bersorak senang karena Adit suaminya benar-benar membuatnya senang dan gembira.

"Mas, kamu itu pinter banget bikin adek senang, adek makin sayang kamu mas".

"Sama dek, Mas juga makin sayang kamu. Sudah dek, nanti saja kita sayang-sayangan. Kita perlu berberes terlebih dahulu. Adek pilih mau di kamar mana yang ini apa yang itu?!".

"Iya mas, hehehe... Kamar yang ini saja mas, kalo kamar yang itu buat kamar tamu saja mas, siapa tau nanti ada keluarga kita yang mampir dan menginap di sini".

Mereka kompak sebagai pasangan suami istri menata barang-barang keperluan mereka. Menyusun dan merapikan sesuai keinginan mereka dan setelah hampir 1 jam akhirnya rumah itu sudah rapi dan makin indah dan cantik.

"Ah, capek ya mas", ucap Cinta dengan nafas terengah-engah.

"Iya capek dek, tapi sekaligus senang karena mas bersama kamu dek", sahut Adit.

"Iya mas, apalagi sekarang kita berada di rumah impian kita", sahut Cinta sambil melirik jam di dinding di kamar mereka.

Sudah jam 19.00 wib, wah nggak terasa mau malam.

"Sudah waktunya makam malam, mas", ucap Cinta mengingatkan.

"Kalau begitu kita pergi sekarang", Adit melompat turun dari ranjang.

"Kemana, Mas?", tanya Cinta tercenung. "Adek tidak mau kita makan di luar, hanya menghabis-habiskan uang. Adek ingin sekali memasak".

"Nah, tunggu apalagi? Ayo, kita belanja".

"Adek....", Cinta menunduk tersipu-sipu. "Adek pengen belajar masak seperti mbak Dewi mas".

"Kalau begitu kita beli saja bumbu jadi", timpal Adit santai. "Banyak kok dijual di supermarket. Kita hanya tinggal meraciknya. Praktis".

"Apa kita bisa mampir ke toko buku?".

"Mau beli buku novel, ya?", sergah Adit maklum. "Betul juga ya. Kamu perlu buku-buku bacaan untuk mengisi waktu daripada bengong di rumah".

"Bukan mas. Adek mau beli buku masakan, tapi boleh juga kalau dibeliin sekalian buku novelnya", sahut Cinta dengan wajah memerah.
"Adek ingin belajar memasak supaya bisa memasakkan untuk suamiku ini".

Adit seketika mencium kening Cinta saking senangnya mendengar niat Cinta untuk memasakkannya.

"Makasih sayang, mas tidak menuntut banyak dari kamu dek, mas hanya minta kamu bahagia dalam menjalani hidup ini bersama mas".

"Adek sekarang ini merasakan kebahagiaan itu, Mas. Menjadi istri mas Adit adalah kebahagiaan dan anugerah buat Cinta".

"Ayo kita pergi sekarang, Dek. Ntar keburu tutup supermarket dan toko bukunya", ucap Adit mengingatkan.

"Ayo....", sahut Cinta senang.
.
.
.
Dirumah kediaman Pramudya...


Malam semakin larut, didalam kamar tidur suami istri terlihat kecanggungan di antara mereka.

Sekar duduk memunggungi Pramudya suaminya di tempat tidur sementara Pramudya sendiri duduk di seberangnya.

Sejak kaburnya Cinta, mereka seperti dua orang yang asing satu sama lain. Yang saling menyelidik dan mencurigai, siapa yang berkhianat di antara mereka.

"Untuk apa papa masih membantunya segala?", sungut Sekar kesal. "Kalau dia ingin melepaskan diri dari kita, dia harus membuktikannya!".

"Apakah dengan cara menghukum?", kilah Pramudya pelan.

"Biarkan saja dia menderita", sahut Sekar dingin. "Dengan begitu dia baru mengerti, semua kemewahan yang kita limpahkan adalah demi kebahagiaannya!".

"Pemberontakan sebaiknya tidak dibalas dengan kekerasan. Pasti ada cara lain untuk meredakan perlawanan", sanggah Pramudya.

"Sejak dulu papa memang tidak pernah membiarkan mama mencintainya sepenuh hati", bisik Sekar lirih dengan kepala menunduk. "Mama melakukan semua ini karena mama tidak ingin kehilangan Cinta, karena mama ingin dia menjadi yang terbaik".

"Mencintai dan mengekang adalah dua hal yang berbeda, Ma", sergah Pramudya sabar. "Membebaskan merupakan hal yang paling berat saat kita mencintai seseorang. Karena semakin kuat kita mengikat kakinya, merantai hatinya, justru semakin kuat hasratnya untuk melarikan diri. Biarkan rasa cinta itu tumbuh dengan sendirinya, hanya dengan begitu kita bisa melihatnya indah merekah".
.
.
.
Sementara itu di tempat lain....
large.jpg

Anastasya Putri Widjaja aka Tasya

Pov Tasya

Aku sedang berbicara serius melalui telepon selulerku dengan orang-orang suruhanku

"Kalian kasih pelajaran saja untuknya, tapi ingat jangan sampai kalian menghabisi nyawanya! Saya ingin dia tau kalau saya tidak main-main dengan ucapan saya kemaren. Kalian faham!".

"..........", sahut orang di seberang telepon sana.

"Jangan lupa hancurkan handycamp dan ambil semua barang buktinya jangan sampai ada yang tertinggal, harus benar-benar bersih".

"...........", sahut orang di seberang telepon sana.

"Kalau tugas kalian selesai kirim buktinya padaku secepatnya. Biar segera ku selesaikan pembayaran untuk tugas kalian. Segera kerjakan sekarang".

Aku lalu menutup sambungan telepon, dan kembali menyenderkan tubuh ku ke sofa.
Mataku memandangi sebuah bingkai dan foto yang berada di meja hiasku, ya itu foto kenangan kami berdua, foto saat kami sedang berjalan-jalan di eropa tiga tahun lalu.

Aku sempat kesal karena tadi siang aku ke rumah Adit tetapi dia tidak ada dirumahnya, yang ada mang ujang dan bik minah. Sempat aku misscall ke nomor ponselnya sampai 7x dan mengirimkan sms yang sampai saat ini tidak ia respon sama sekali.

"Kenapa Dit? Kenapa kamu jahat kepadaku? Apa kamu benar-benar menganggapku seperti adikmu sendiri? Tapi aku tidak akan nyerah untuk mendapatkan mu, lelaki yang telah menjadi penyelamatku".

Aku semakin larut dalam kenangan bersama Adit, aku tidak akan membencinya walaupun ia dingin dan cuek terhadapku, aku tersenyum ketika pertama kali kami bertemu kembali setelah beberapa tahun sejak aku mengenalnya. Aku kesal bercampur kecewa ketika waktu di bandara ia tidak ingat tentang aku, sampai-sampai aku memancing emosinya dengan menyebutnya seorang supir.

Wajar kan kalau aku kesal mosok cewek secantik dan seseksi ku tidak ia ingat, padahal cowok-cowok di luar sana berebut pengen kenalan dan sengaja menarik perhatianku dengan berbagai cara.

Apa jangan-jangan ia memang lupa sama aku, kan waktu itu tubuhku gemuk dan bulat tidak seperti sekarang...? Hahahaha...

Jadi ingat kembali saat pertamakali aku mengenalmu Dit, kamulah lelaki pertama yang membuatku menjadi wanita istimewa dan kamulah yang telah mengunci hatiku untuk tidak melirik bahkan tergoda dengan lelaki manapun.

Flashback Tasya....

Aku terlahir dari keluarga konglomerat, kakek ku , aku memanggil beliau opa. Yang mendirikan Widjaya Grup adalah pengusaha yang sangat di segani di Indonesia bahkan di luar negeri.

Papaku merupakan putra sulung dari opa diberi tanggung jawab mengelola hotel bertaraf internasional yang tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia.

Sejak usia 5 tahun sampai usia 8 tahun aku tinggal di Amerika karena papa dan mama memutuskan melanjutkan S2 mereka di sebuah universitas ternama di sana.

Di lingkungan yang bebas dan budaya yang mengedepankan kapitalisme membuat aku menjadi sosok yang manja, angkuh dan menganggap rendah orang lain. Tidak banyak teman membuat aku kesepian, hanya segelintir orang yang ku kenal. Teman sekolah ku pun tidak banyak, hanya beberapa orang salah satunya melanie adalah anak pengusaha dari Indonesia yang membuka bisnisnya di sana.

Setelah papa dan mama menyelesaikan study S2 nya, kami kembali lagi ke Indonesia, usia ku saat itu belum genap 9 tahun.

Papa dan mama memutuskan membeli rumah mewah perumahan elit di Kelapa Gading, dan kembali melanjutkan memimpin dan mengelola hotel yang beberapa tahun lalu sempat ia serahkan kepada paman.

Sementara Opa dan oma sejak dulu tinggal di Surabaya, di kompleks perumahan xxx. Kompleks perumahan elite di kota Surabaya, mereka memintaku untuk tinggal bersama mereka sementara waktu karena kangen sama aku, cucu pertama mereka.

Walau berat aku tidak bisa menolak keinginan opa dan oma, karena kepengen dekat denganku sebagai cucunya. Aku berangkat ke Surabaya diantar oleh om Richard, adik bungsu papa.

Opa sendiri yang menjemputku di bandara didampingi seorang supir dan pengawal pribadi beliau.

"Ini Surabaya Sya, coba kamu lihat patung itu! Patung itu lambang kota surabaya. Ikan hiu dan buaya", ucap opa sambil menunjuk ke arah patung tersebut.

Aku melihat patung yang opa kasih tunjuk, sambil mengangguk-angguk kepala walau saat itu aku tidak terlalu fokus dan memperhatikan beliau karena ingatanku masih kepada papa dan mama ku di Jakarta.

"Nah nanti kamu opa kenalkan sama anak pak Gunawan, dia mungkin sebaya dengan mu Sya, namanya Adit. Kira-kira usianya 12 tahun. Kamu bisa main sama dia, anaknya baik kok, rumahnya bersebelahan dengan rumah opa".

Aku hanya diam tak merespon sama sekali, malah seakan malas menanggapi omongan kakek waktu itu.

"Lucu lihat kamu Sya. Kamu kangen sama papa dan mama kamu, ya nanti kalo sampe di rumah opa langsung telepon papa dan mama kamu biar kamu ngomong sama mereka, udah jangan melamun saja nanti cantiknya hilang loh".

Mendengar candaan opa aku bisa sedikit tersenyum, ternyata opa sangat menyenangkan juga.

"Iya, Opa", jawab ku singkat dan malu-malu.

Keesokan harinya aku diajak opa dan oma untuk berkunjung ke rumah pak Rahadi Wahyu Gunawan dan Hanum Prawiradiraja.

Om Gunawan dan tante Hanum panggilan ku pada mereka orang tua bocah yang disebutkan opa kemaren.

"Ee... Om wijaya dan tante", seru tante Hanum saat menyambut kedatangan kami.

Oma dan tante Hanum cipika cipiki, sementara opa dan om Gunawan berpelukan aku sempat dicuekin sesaat sama mereka.

Tetapi sesaat kemudian tante Hanum menyapaku dengan ramah.

"Ini cewek cantik siapa namanya?".

Aku malu-malu ketika itu, lalu menjawab "Tasya tante".

"Wah nama yang cantik sama seperti orangnya ya pa", sahut tante Hanum sambil menoleh ke om Gunawan.

Jujur aku senang saat tante memuji ku walau aku sadari saat itu tubuhku gendut dan bulat tidak seperti cewek seusiaku.

"Bentar-bentar, tante kenalin sama anak bungsu tante, supaya kalian bisa main bersama", ucap tante Hanum sambil pergi meninggalkan kami semua.

Opa, oma dan om Gunawan melanjutkan obrolan mereka, sementara aku hanya bengong. Mataku menelisik seluruh ruangam rumah mereka yangbtidak kalah mewah dan bagusnya seperti rumah oma dan opaku.

Sesekali aku menguping pembicaraan mereka yang sangat serius, tapi itu tidak menjadi perhatianku yang masih kecil dan tidak faham sama sekali.

Lalu tak lama kemudian tante Hanum datang bersama seorang anak lelaki yang lebih tinggi dariku mungkin saat itu ia sudah mau masuk SMP.

"Tasya, ini Adit anak tante. Dit, ini Tasya cucu om Widjaja. Ajak main ya di belakang, tapi awas jangan nakalin dan bikin nangis Tasya", ucap tante Hanum.

"Iya ma. Ayo kita main ke belakang!", ajak Adit padaku sambil menarik tanganku.

Aku sempat menoleh ke opa dan oma, mereka berdua mengangguk lalu aku mengikuti Adit menuju ke belakang rumah mereka.

Sesampainya kami disana, aku terpana dan terkagum-kagum dengan suasana belakang rumah Adit.

Di belakang rumah Adit seperti layaknya kita sedang berada di sebuah pedesaan. Terdapat berberapa binatang peliharaan yang lucu dan menarik, dengan rimbunnya berbagai jenis pepohonan dan tanaman. Serta ada kolam yang berisi berbagai jenis ikan dengan miniatur air terjun. Disamping kiri ada berbagai jenis tanaman hias mulai dari anggrek, mawar, bonsai dan banyak lagi yang tidak aku ketahui nama tanaman hias tersebut.

"Kok jadi bengong, nggak suka tempatnya ya", kata Adit bingung saat melihat ekspresi ku yang tertegun.

"Nggak kok malah tempatnya bagus banget. Aku mau ke sana!", kata ku sambil berlari menuju pohon rambutan yang saat itu sedang lebat buahnya.

Adit ikutan berlari menyusulku dari belakang, setelah sampai aku melompat-lompat untuk meraih buah rambutan yang berwarna merah menggoda ku untuk memetiknya, tetapi usahaku gagal karena lumayan tinggi dari jangkauanku.

"Kamu tunggu dibawah saja, biar Adit ambilin", ucap nya lalu ia mulai naik memanjat pohon rambutan tersebut.

Banyak banget rambutan itu diambil oleh Adit lalu ia jatuhkan ke bawah, aku berteriak kegirangan memunguti buah rambutan tersebut.

Adit kemudian turun dari pohon rambutan setelah merasa cukup banyak ia telah memetiknya.

Hari itu aku sangat bahagia sekali, seakan lupa kesedihanku jauh dari mama dan papa, kegembiraan seorang bocah yang terbiasa hidup dengan kemewahan dan kemanjaan.

Keesokan harinya, Adit yang main ke rumah opa sambil membawa sepeda bmx, ia lalu masuk setelah dipersilahkan oleh asisten rumah tangga, setelah pamitan sama oma, Adit membawaku ke taman di kompleks perumahan.

"Dit, ajarin Tasya ya", ucapku memintanya mengajari ku bersepeda.

"Jangan Sya, nanti jatuh", ucapnya khawatir.

"Pokoknya ajarin", kata ku tegas.

Adit terpaksa mengikuti kemauanku, ia dengan telaten mengajari ku hingga aku bisa bawa sepeda dengan lancar.

"Makasih Dit!", ucapku setelah sampai ke rumah diantar Adit pake sepeda.

Selama beberapa hari kemudian kami selalu bermain bersama. Kadang aku yang mendatangi rumahnya, dan kadang Adit ke rumah opa, main PS, main di belakang rumahnya dan min sepeda, sejak aku bisa bawa sepeda aku minta dibeliin sepeda.

Sifatku yang manja dan keras kepala, adalah hal tidak bisa aku rubah, tetapi Adit tidak serta merta marah dan menjauhiku, ia bagai seorang kakak yang selalu menurut dan mengalah demi membuatku tertawa dan tersenyum.

Suatu hari karena bosan main sepeda hanya di taman kompleks saja aku mengajak Adit untuk mencoba bersepeda di luar kompleks sambil beli ice cream, Adit menolak keras karena ia takut kami kenapa-kenapa, tapi aku tetap ngotot dan memaksa bahkan berniat mencoba sendiri mengayuh sepeda ke luar kompleks.

Pada saat kami berada sudah di luar kompleks, terlihat mobil dan motor yang melaju sangat kencang. Adit berusah membujukku untuk kembali masuk ke dalam kompleks tetapi aku tak menggubris malah menjalankan sepedaku semakin cepat.

Entah disadari atau tidak jalur yang kupakai ternyata berlawanan, jalanan yang sepi membuatku lalai.

Dari arah berlawanan sebuah motor dengan kecepatan tinggi, dan tinggal beberapa detik lagi mungkin motor itu akan menghantamku, aku sudah pasrah dan seolah tidak tau apa yang bisa kulakukan. Seakan saat itu tubuhku tak bisa lagi kugerakkan dan hanya menunggu malaikat maut menjemputku.

Tetapi tanpa aku duga sama sekali Adit sudah terlebih dahulu menyusulku dan kemudian ia melompat dan memelukku ke sisi kanan yang teenyata sebuah tanah kosong yang becek.

"Brrruuummm..... Braaaakkkk... Ciiiittt.... Braaaammm".

Motor yang dalam kecepatan tinggi itu menghantam kedua sepeda kami hingga terpental sangat jauh ke sisi kiri dan kanan dan membuat kedua sepeda kami ringsek dan bengkok terhantam jalanan yang sepi itu. Motor itu terus berlalu tanpa menghiraukan kami, melaju dengan kencang meninggalkan kami dan kedua sepeda kami yang tidak bisa kami pergunakan lagi.

Tubuh kami berguling-guling ke tanah yang becek tersebut sampai semua pakaian dan tubuh kami kotor semua, berbau dan kotor.

Tubuhku yang gemuk menindih tubuh Adit dibawah, setelah kami berguling-guling beberapa kali. Aku sempat memandangnya lama pada saat aku berada diatas tubuhnya sambil berpelukan.

Sejak saat itu bayangan dan tatapan matanya sudah mengisi hati dan mengunci hatiku dari pria lain.

Aku jatuh cinta pada orang yang telah menyelamatkanku, mungkin saja aku hanya tinggal nama saja jika tidak ia tolong kala itu.

Drrrrtttt..... Kriiiing.....

Ponselku bergetar dan berbunyi menyadarkan ku dari lamunanku. Saat aku melihat layar telepon seluler. Aku tersenyum lebar karena yang meneleponku adalah om Gunawan, papanya Aditiya Febriansyah. Lelaki yang telah mengusik hidupku sampai detik ini.




Bersambung....
 
Gagal pertamax
Sorry ya om... tapi dinikmati saja nanti chapter selanjutnya makin menarik kok....heheheh...

Tega bener da ah motongnya, tapi terima kasih atas konsistensi updatenya
wah heheheh....sabar om... masih panjang kok ceritanya.... nanti yang menunggu kisah Adit-Tasya di eropa akan ada waktunya nanti... tetap ikuti ceritanya...

wow...tasya nya rajin senam ya :p
apa mama cinta mau buat...
Hehehhe.... Tasya yang dulunya gendut berubah menjadi seksi berkat usahanya utk tampil cantik utk Adit, mama Sekar nggak kan mungkin mencelakakan anaknya om...ia sekedar kesal padanya...
 
Maaf suhu sebelumnya ....
Menurut ane ini cerita seperti jalan tol ... Lempeng banget .... Belum ada konfliknya , memang belum di munculkan ya suhu ....
Aneh juga kenapa si Adit masih menutupi jati dirinya dari Cinta , buat apa ..? Toh Cinta sudah takluk sama Adit .... Kecuali si Cinta masih benci dan sombong bin congak dengan Adit , ini akan jadi sangat menarik jalan ceritanya ...

.... Piss suhu :bata::bata::bata::bata:
 
Wah mantap om :Peace:;):beruang:
Lumayan om...di chapter 17 ini...ada 4 plot cerita yang mesti ane bagi feelnya... mungkin ada plot yang tidak begitu menarik, semoga saja pembaca bisa menikmati sajian ane pada chapter 17 kali ini.
 
Maaf suhu sebelumnya ....
Menurut ane ini cerita seperti jalan tol ... Lempeng banget .... Belum ada konfliknya , memang belum di munculkan ya suhu ....
Aneh juga kenapa si Adit masih menutupi jati dirinya dari Cinta , buat apa ..? Toh Cinta sudah takluk sama Adit .... Kecuali si Cinta masih benci dan sombong bin congak dengan Adit , ini akan jadi sangat menarik jalan ceritanya ...

.... Piss suhu :bata::bata::bata::bata:
memang belum om...tapi kalo teliti.... semua mulai mengarah ke konflik...

Masih panjang om... bisa lebih dari 50 chapter... makanya dinikmati saja alurnya....
 
Bimabet
kayaknya udah jadi tanda atau kode deh.
klo ada spoiler cerita pasti deh beberapa kalimat lagi akan ada tulisan 'bersambung'......
















:jempol:
Hahahaha... tau aja om RAYxy. Makasih sudah setia mengikuti cerita ini.

Udah lumayan kok om mungkin tinggal tunggu konflik apa yang terjadi nantinya..
Bisa dari tasya sama mama cinta ya hehehehe..
Hehehe siap om... minta arahan dan petunjuknya om...hehehe
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd