Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

pembantuku yang montok & semok

Mantap suhu..
luar biasa updatenya.
 
Seperti halnya dikamar yang tadi, disinipun kami bertiga hanya berbaring-baring sambil mengobrol. Dan Titin lebih banyak berperan sebagai pelayan, yang dengan senang hati membuatkan kami air jeruk hangat atau mengambilkan makanan ringan dari dapur untuk cemilan kami.

"Wah, bapak kesampaian juga kan ngerasain ngentot memek perawan... gimana pak, legit ya.. sempit memeknya...? " ujar Titin, sambil memain-mainkan batang penisku dengan tangannya. Sementara Desi yang berada disebelah kiriku dengan manjanya merangkul tubuhku dengan kepalanya direbahkan diatas dadaku.

"Legitlah...sempit banget...kontol saya kaya di jepit..." jawabku, seraya kukecup kening Desi.

"Hi..hi..hi.. Si bapak, udah seumur gini baru ngerasain memek perawan..." oceh Titin, kali ini tangan kanannya mengocok-ngocok batang penisku.

"Ah, kamu itu tin...ngobrol sih ngobrol.. Tapi kontol saya kenapa kamu kocok-kocok begitu dari tadi, saya jadi ngaceng lagi tuh..." bagaimana batang penisku tidak bangun, bila disebelah kiriku dipeluk oleh gadis muda cantik yang tanpa selembar benangpun melekat ditubuhnya, sedang disebelah kananku adalah wanita seksi, montok dan menggoda yang juga bugil, ditambah lagi tangannya itu selalu usil mengocok-ngocok batang penisku.

"Emang sengaja pak, saya kan juga kepingin dientot..... Masa' dari tadi saya diangguran aja.." rengeknya, dengan gayanya yang manja dan menggemaskan.

"Ih, kamu tuh bisa aja tin, saya jadi kepingin ngentot lagi nih.. "

"Hi..hi..hi... Tapi ngentotnya sama saya dulu lho pak... Sekarang biar Desi yang jadi penonton...."

"Oke deh, kalau begitu..." jawabku.

"Kamu tiduran disini aja ya sayang.... Biar bapak ngentotin ibu kamu dulu... Ibu kamu udah kegatelan tuh..." ucapku pada Desi. Bersamaan dengan itu, dengan lembut kulepaskan rangkulan gadis itu dari tubuhku.

"Asik... Mmm.. Mau ngentot apanya nih pak... Memek apa bo'ol...?" tawar Titin.

"Mmm...bo'ol aja lah tin, tadi kan saya sudah ngentotin memek anak kamu...sekarang giliran lobang pantat kamu yang saya entotin..."

Menyikapi pilihanku itu, Titin segera memposisikan dirinya menungging.

"Kenapa des, kamu koq keliatannya melongo gitu...heran ya...?" tanya Titin kepada Desi. Memang sempat kutangkap dari wajah Desi, sepertinya dia agak terheran waktu mendengar Titin menawarkan pilihan padaku yang mungkin menurutnya ganjil dan tak lazim.

"Mmm... Emang beneran mak, emak mau dientot lobang bo'olnya...?" heran Desi.

"Ya beneran lah....emangnya kenapa?"

"Apa enggak nyeri mak, masa' lobang pantat dimasukin kontol.. "

"Malah ini yang enak tin, nyesek-nyesek enak gitu... Gimana ya pokoknya enak banget deh..."

"Ih, si Emak mah gelo..."

"Lha, kan difilm-film bokep yang biasa kamu nonton juga sering ada adegan ngentot lobang bo'ol des..."

"Iya, itukan orang bule mak, lagian kan itu cuma film..."

"Eh, tapi beneran lho des, emang enak dientot lobang bo'ol mah... Makanya kalo kamu mau, kamu bisa nyoba'in sama bapak... Tapi nanti dulu, sekarang giliran emak dulu ya..."

"Ah, tau lah mak... Biar Desi nonton emak dulu aja.."


Kini aku telah memposisikan diri dibelakang tubuhTitin yang menungging. Batang penisku telah tepat berada dimuka liang anusnya. Kulihat Titin meludahi beberapa kali telapak tangan kanannya, lalu mengolesinya pada anusnya.

"Ayo pak, sok...langsung disodok aja...." pinta Titin, bersamaan dengan itu aku segera mendorong tubuhku kedepan, bless.. dengan mudahnya batang penisku langsung tertanam didalam liang pelepasannya itu.

"Aaaawwwww...sedaaaaapppp..." erang Titin, seolah begitu menikmati hantaman penisku. Wajah Titin sesekali melirik kearah putrinya, seolah ingin menunjukan betapa nikmatnya yang ia rasakan saat itu.

"Iya, terus pak.... Sodokin yang kenceng bo'ol Titin pak...iya pak...aaagghhhhh...sedaaapppp..eeuuiii..." racaunya, sambil telapak tangan kanannya digosok-gosokan pada liang vaginanya sendiri.

Sementara sambil berbaring miring Desi memperhatikan bagaimana ibunya sedang kusodomi liang analnya.

Berbeda saat aku menyetubuhi Desi, dimana batang penisku hanya bergoyang dengan kecepatan rendah dan lembut karena pertimbanganku agar Desi tidak terlalu merasakan perih pada vaginanya, saat aku menyetubuhi liang anus Titin, bokongku bergerak dengan tempo yang cepat dan hantaman yang bertenaga penuh, sehingga menimbulkan bunyi yang riuh. Mungkin hal itu juga yang membuat Desi terkesima menyaksikan aksi kami.

Plookkk..plookkk..plookk..
Plookk...plookkk..plookkk..
Bruuttt...bruutt...jrrootttt...jrroott...
Brruutt..brruutt...jrrootttt...jrroott...

Kira-kira seperti itulah suara yang membuat ruangan itu menjadi riuh. Suara tepukan pahaku yang berbenturan dengan bokong Titin yang terdengar bagai suara orang bertepuk tangan, berpadu dengan suara berpenetrasinya batang penisku pada liang analnya, yang kadang terdengar lucu karena bagai suara orang buang angin. Dan itu masih ditambah lagi dengan racauan dari mulut Titin dan lenguhan dari mulutku.

"Stop dulu pak... tahah dulu..***nti posisi...." pinta Titin, setelah sekitar lima menit aku membombardir liang analnya dengan posisi menungging.

Bersamaan dengan itu dia menarik bokongnya, sehingga batang penisku tercabut dari liang anusnya. Sejurus kemudian Titin memposisikan dirinya berbaring telantang.

"Ayo pak, lanjut... Dilobang pantatnya juga ya pak..." pinta Titin, sambil kedua kakinya diangkat keatas hingga lututnya nyaris menyentuh dadanya, sehingga pantat besarnya itu menyembul kedepan mempertontonkan liang anusnya kearahku.

Sebuah pemandangan yang menggoda, sehingga kusempatkan untuk menjilati liang anusnya itu untuk beberapa saat, sebelum akhirnya kembali kutancapkan batang penisku kedalamnya, lalu kugenjot dengan sekuat tenaga.

"Aaaaaaaaggghhhhhhh....iya pak....entotin yang kenceng pak....Aaaaagghhhhhh.... Titin mau keluar nih pak....Aaaaahhhhhh..." erang Titin, sambil jari telunjuk dan jari tengahnya mencolok-colok liang vaginanya sendiri, sehingga menimbulkan bunyi berkecipakan.

"Aaaaaaaaaaggghhhhhhh.....nikmaaaaaaatttttt...." pekik Titin, dan bersamaan dengan itu dari vaginanya mengeluarkan percikan cairan seperti air seni, yang menandakan bahwa dirinya telah mencapai puncak kenikmatan secara squrting, atau keluarnya air mani dengan jumlah cukup banyak sehingga sekilas tampak seperti sedang mengeluarkan air kencing.

Akhirnya, tubuh Titin tergolek lemas, namun aku masih tetap menghujamkan batang penisku pada liang analnya.

"Des, kamu mau coba'in juga.." tawar Titin, kepada Desi yang sedari tadi hanya terpukau menyaksikan adegan anal seks aku dengan Titin. Dengan penawaran Titin kepada putrinya itu, aku menghentikan kayuhan bokongku sambil menantikan jawaban Desi.

"Mmm..coba'in apa mak..?" ucap Desi.

"Coba'in dientot lobang bo'olnya lah, anal seks kalau istilah kerennya...iya pak?" terang Titin.

"Iya des, barangkali kamu mau mencoba sensasi anal seks?" tawarku juga.

"Mmmm... Ya, boleh juga sih....tapi Desi agak takut nih..." jawab Desi.

"Enggak apa-apa des, nanti pelan-pelan aja koq..." terangku.

"Oke deh kalau begitu, Desi mau pak... Mmm..gimana nih.. Maksud saya, posisinya gimana pak...?"

"Lebih baik kamu nungging aja des, biar lebih leluasa..." usulku.

Seperti yang kusarankan, Desi memposisikan diri menungging, dan akupun telah berada dibelakangnya sambil kedua tanganku mengusap-usap bongkahan pantatnya yang putih mulus.

"Kontol bapak diisepin dulu des, biar nantinya enggak terlalu seret..." saran Titin, pada putrinya.
Seperti yang disarankan ibunya, aku sodorkan batang penisku pada mulutnya. Sehingga sambil dengan posisi menungging Desi mulai mengulum dan menghisapi batang penisku.

"Itu kontol bapak yang lagi kamu isep sekarang, barusan kan abis ngentotin bo'ol emak des... Pasti rasanya beda tuh, jadi lebih gurih ya des...hi..hi..hi.." celetuk Titin, namun Desi hanya melirik sesaat pada ibunya itu, sambil tetap mengulum batang penisku dengan bersemangat.

"Oke, cukup sayang... Sekarang saatnya lobang pantat kamu bapak toblos ya sayang..." ucapku, seranya kuposisikan tubuhku dibelakang bokongnya.

Sebelum aku menusukan batang penisku, tiba-tiba Titin bangkit dan meludahi beberapa kali liang anus putrinya itu.

"Oke pak, sekarang boleh langsung bapak entot...." ucap Titin, yang saat itu duduk disamping tubuh Desi, sambil kedua tangannya menyibak liang anus putrinya itu.

"Aaawwwww.... Periiiihhh..." pekik Desi, saat penisku mulai kudorong kedepan.

"Tahan des, kepalanya udah masuk semua tuh...." ujar Titin, yang setelah itu dia meludahi batang penisku.

"Ayo pak, didorong lebih dalam lagi.... Enggak usah ragu-ragu..." ujar Titin.

Seperti yang dipinta Titin, aku mulai kembali mendorong batang penisku lebih dalam.

"Iya, udah separuh tuh pak....kamu tahan ya des, pokoknya nanti bakalan enak deh...." ujar Titin, yang kembali meludahi batang penisku yang masih tersisa separuh diluar.

"Iya pak, sekarang toblos sampai pol..." seperti yang disarankan Titin, akhirnya kutekan hingga seluruh batang tertanam didalam liang anal Desi.

"Uuuuhhhhhh.... Nyeri mak, nyesek perut Desi, rada-rada mual....uuuugghhhh.." keluh Desi.

"Enggak apa-apa.... Iya pak, langsung dikocok aja...."

Batang penisku mulai bergerak maju mundur berpenetrasi didalam liang anal Desi. Sesekali Desi merintih menahan perih, namun Titin memberikan suport yang mampu membuat putrinya itu lebih tenang dan rileks.

"Biar emak isep-isepin tetek kamu des.. Supaya kamu merasa lebih enakan..." ujar Titin, seraya dirinya berbaring telentang dengan posisi wajahnya tepat berada dibawah buah dada Desi. Lalu mulut Titin mulai menyusu pada puting anak gadisnya itu.

"Ah, iya mak....isepin tetek Desi mak...aaaahhhhh..." erang Desi, sambil matanya separuh terpejam.

"Gimana des, masih terasa perih enggak... Kalau kamu masih perih, saya akan cabut aja.." tanyaku, sekedar memastikan. Karna beberapa menit setelah itu tak lagi kudengar rintihan menahan perih seperti sebelumnya.

"Enggak pak, udah gak sakit...udah mendingan sih... Jangan dicabut dulu kontolnya dong pak... Kayaknya Desi udah mulai merasa enak nih...uuugghhhhhh..." jawab Desi.

"Ya udah, kalau begitu biar bapak entot terus lobang bo'ol kamu ya..."

"Iya pak, entotin terus aja pak....zzzzzz...aaaaagghhhhhh..."

"Iya kan des, emak bilang juga apa... Pasti nanti kamu ketagian deh sama anal seks..." celetuk Titin, disela-sela kesibukannya menyusu pada anaknya itu.

Beberapa menit setelah itu Desi tampak mengejang, diikuti dengan erangannya yang lebih keras dari sebelumnya.

"Aaaaaaggghhhhhhhh.... Desi keluar pak... Desi klimaks..aaagghhhhhh..... Sodok yang kuat paaaakk....aaaagghhhhhhhh..." pekik Desi, seperti yang dipintanya, kupercepat irama kocokanku pada liang analnya.

"Ciumin Desi pak....mmmmmmpppphhh..." pinta Desi, dengan wajahnya menengok kebelakang sambil membuka mulutnya. Kutundukan sedikit wajahku untuk mencapai mulutnya itu. Dan diakhir puncak kenikmatannya itu, kamipun saling berpagutan dengan buas.

Selang beberapa saat diapun hanya terdiam dengan wajah penuh kepuasan, sedang kepalanya direbahkan miring pada bantal dibawahnya. Diriku yang masih belum klimaks tetap menghujami liang analnya itu dengan batang penisku, sehingga kepalanya itu ikut bergerak maju mundur seiring gerakan pantatku.

"Kamu berdiri disini tin..." pintaku pada Titin, saat dia bangkit dari posisi berbaringnya seraya duduk disampingku.

"Maksudnya gimana pak..?" tanya Titin, belum sepenuhnya paham apa yang kumaksud.

"Iya, kamu berdiri menghadap kesana...kamu berdiri mengangkangi Desi, biar saya bisa jilatin bo'ol kamu..." terangku.

"Ooww..begitu, bilang dong..." ujar Titin.

Sejurus kemudian Titin telah berdiri didepanku dengan posisi membelakangiku. Kedua kakinya agak dibuka melebar karena tepat dibawahnya Desi masih dalam posisi menungging. Dengan kedua tangannya bertumpu pada tembok ruangan, Titin menyorongkan pantatnya kearah wajahku. Yang segera kusambut dengan menjulurkan lidahku tepat pada liang anusnya.

"Mmmmmmhhhh.... Uuuhhhh....sedaaaapp.... Wah, sibapak enak pisan euuyy.. Kontolnya ngentotin bo'ol si Desi, mulutnya jilatin bo'ol saya..." ucap Titin, sambil sesekali pantatnya itu bergoyang-goyang menggosok-gosok wajahku.

Ah, betul juga apa yang dikatakan Titin. Ini sungguh sensasi yang luar biasa, dimana secara bersamaan aku menikmati liang dubur dari seorang ibu dan anak kandungnya. Dimana sang anak aku sodomi, sedang sang ibu aku oral liang anusnya dalam waktu yang sama.

Sebuah erotisme liar dan nyleneh namun mengasikan. Yang membuatku semakin terlena dalam nikmat surga dunia. Jiwaku bagai melayang dalam kebebasan. Hingga akhirnya tubuhku mengejang, sebagai tanda puncak kenikmatan telah kucapai bersamaan dengan semburan sperma didalam liang anus gadis muda yang barusan aku perawani.

Aku hanya melenguh tertahan karena wajahku sengaja kubenamkan dengan kuat pada bokong Titin. Kujilat dan kusedot liang anus Titin seiring semburan spermaku. Hingga beberapa detik kemudian akhirnya aku terdiam lemas namun dengan penuh kepuasan.


================


Hari kedua kebersamaan kami semakin erat. Desi lebih terbuka, bahkan cenderung lebih binal dibanding hari pertama dimana dia masih sedikit malu-malu dan kaku. Dihari kedua, disamping vagina dan liang anusnya telah mulai terbiasa menerima hantaman penisku sehingga dia tak lagi merasakan sakit atau nyeri, sepertinya dia juga mulai merasa enjoy dan lepas sebagaimana ibunya. Sehingga dihari kedua itu benar-benar hari yang full seks. Bahkan Desi juga meminta beberapa adegan seks yang munurutnya pernah dia saksikan di film porno. Tentu saja dengan senang hati aku menurutinya.

Namun yang membuatku berkesan adalah saat aku meminta mereka beradegan lesbi. Sebuah sensasi liar dan luar biasa membayangkan bagaimana ibu dan putri kandungnya beradegan seks sesama jenis. Itulah yang mendorongku untuk meminta mereka melakukan hubungan seks lesbi.

"Eh, kemarin aku lihat kamu jilat-jilatin memek Desi tin... Itu tuh, waktu aku memerawani Desi, sebelumnya kan kamu jilatin memek Desi tuh... Gimana kalau kamu sama Desi beradagan lesbian, saling jilatan-jilatan memek atau cium-ciuman gitu lah.. Setuju enggak?" usulku pada mereka.

"Ah, ada-ada aja si bapak, kita kan bukan lesbian pak.... Kita masih perempuan normal lho pak... Kemaren itukan waktu saya jilat-jilatin memek Desi cuma supaya Desinya lebih nyaman aja pak, supaya enggak terlalu tegang otot-otot memeknya..." terang Titin.

"Eh, enggak apa-apa mak... Kayaknya asik juga tuh... Kayak yang difilm bokep itu mak, kan ada juga tuh adegan lesbi... Yuk kita praktekin mak..." ujar Desi, sepertinya dia tertarik dengan usulku itu.

"Ih, dasar kamu des... Aya-aya wae... Ya udah lah kalo begitu.. emak mah Ayu' aja.." setuju Titin.
Dalam hal ini justru Desi yang lebih agresif dan cenderung mengatur permainan, sedang Titin hanya mengikuti saja apa yang diarahkan oleh sang anak.

Lokasi dimana momen itu berlangsung adalah diruang santai, tepatnya diatas sofa. Sedang aku duduk dikursi single sambil asik menonton aksi mereka. Aku yang masih bugil, menyaksikan mereka sambil memain-mainkan batang penisku. Karena memang semenjak pagi tadi hingga siang ini kami semua selalu bertelanjang bulat, baik itu sedang makan, nonton tv, atau renang. Aku hitung semenjak pagi tadi sudah empat kali aku orgasme. Kami sempat melakukannya di ruang santai ini, di kamar mandi, di kolam renang, dan tentu saja dikamar tidur. Beruntung aku telah membekali diri dengan obat kuat yang cukup ampuh, sehingga walaupun berkali-kali aku klimaks, tetap saja batang penisku masih berdiri tegak.

Mula-mula mereka saling berpilin lidah, lalu berciuman . Kemudian wajah Desi mulai turun menciumi tetek ibunya itu. Seperti yang dilakukan Desi beberapa belas tahun lalu saat dirinya masih bayi, tetek ibunya itu kini dihisap dan dikulum dengan antusias.

"Mmmmm....aaaahhhhhh..." desah Titin, sambil membelai rambut anaknya, sedang kedua matanya nyaris terpejam.

Beberapa saat kemudian Desi telah berjongkok dilantai. Paham apa yang hendak dilakukan putrinya, Titin merentangkan kedua pahanya hingga kini dia duduk disofa dengan posisi mengangkang. Liang vaginanya yang telah menganga kebar segera menjadi sasaran lidah Desi yang menjilat-jilat dengan lincah.

Setelah beberapa menit merekapun telah larut dalam adegan persetubuhan sesama jenis. Saling menjilati vagina mereka secara bergantian. Atau secara bersamaan, dengan posisi 69 yang mereka lakukan diatas lantai yang beralaskan karpet berbahan bludru yang halus.

"Jilatin bo'ol emak des..." pinta Titin, dengan posisi menungging dilantai . Dengan kedua lututnya bertumpu pada lantai, sedang tangan dan kepalanya bertumpu pada dudukan sofa,

Seperti yang dipinta Titin, lidah Desi mulai menjilati liang anal ibunya itu.

Ah, sebuah aksi yang membuatku semakin terangsang dan tak sanggup menahan diri hanya dengan menonton saja. Seraya aku menuju kearah mereka. Desi yang juga dalam posisi menungging segera kupegang bokongnya. Seraya kubisikan sesuatu.

"Sambil kamu jilatin bo'ol ibu kamu.... Biar bo'ol kamu bapak entotin juga ya sayang..." bisikku, seraya kuposisikan ujung penisku didepan liang analnya, dan sekali dorong bless... Amblaslah batang penisku tertanam didalam liang analnya, yang diikuti dengan desahan lembutnya. Kulihat Titin menengok kearahku. Dan setelah mengetahui apa yang tengah aku lakukan pada Desi, dia hanya tersenyum seraya kembali menikmati jilatan lidah putrinya yang masih menggelitik liang anusnya.

Setelah beberapa saat aku menghujamkan batang penisku pada liang anal Desi, akhirnya kembali aku klimaks dengan menumpahkan spermaku didalam liang anus Desi.

Dan pesta seks kami terus berlanjut, hingga berakhir pada keesokan sorenya. Dimana aku kembali kerumah, sedang mereka juga kembali kerumah mereka. Dan Titin kembali kerumahku pada pagi harinya.


Disore hari disaat kami makan, tepatnya beberapa menit sebelum kami meninggalkan Vila itu, Titin sempat menyingung tentang putrinya yang tengah butuh pekerjaan.

"Jangan lupa ya pak, tolong anak saya.. barangkali bapak bisa masukin si Desi kerja dikantor... Yah, jadi apa aja lah pak, yang penting dia enggak kerja di pabrik atau jaga toko..." terangnya.

"Saya akan usahakan lah tin, kebetulan saya kenal baik dengan kepala personalia salah satu perusahaan properti yang cukup bonafit.." jawabku.

Sebetulnya aku bisa saja mempekerjakan dia di perusahaanku sebagai tenaga atministrasi. Tetapi sepertinya itu akan terlihat terlalu mencolok, terutama dimata karyawan-karyawan yang lain. Aku kawatir dengan kedekatanku dengan Desi yang sudah sebegitu jauh, membuat Desi tidak dapat dapat menempatkan diri bila berhadapan denganku dihadapan karyawanku yang lain. Dan akibatnya karyawan-karyawanku akan mengerti kalau ternyata ada hubungan spesial antara aku dengannya. Tentu saja itu akan menjadi preseden yang buruk untukku dan keluargaku. Terlebih lagi salah seorang karyawanku masih ada hubungan family dengan istriku. Maka lebih baik Desi aku carikan pekerjaan di perusahaan lain, dan kebetulan perusahaan itu jauh lebih besar dan bonafit dibanding perusahaan kecil miliku yang hanya diisi tak sampai 10 orang karyawan, dengan kantor sewaan yang kecil pula.

Yah, akhirnya Desi diterima bekerja disalah satu perusahaan properti ternama ditanah air. Tentu saja itu karena kepala personalianya adalah teman baikku. Dan kebetulan juga perusahaanku sering mendapatkan proyek dari perusahaan itu.

"Waduh, kalau cuma ijasah SMA sih susah nih... Mau gua tempatin dimana dia, kalau mau jadi cleaning-service sih bisa gua atur.." itu pertama kali jawaban yang diberikan saat aku meminta bantuan padanya.

"Ah, gila lu... Jangan cleaning-service dong.. Apa'an kek, barangkali bagian ngetik-ngetik gitu.. Masa' elu enggak mau nolong gua sih.." rengekku.

"Ah dasar lu, kalo ada maunya..Ya udah nanti gua atur, besok bawa tuh anaknya kesini untuk interviu..." ujarnya. Setelah dengan agak susah payah aku merayu dan meyakinkan dia.

Akhirnya, Desi ditempatkan di perusahaan itu sebagai resepsionis. Hanya berselang 3 bulan setelah itu, entah bagaimana ceritanya dia telah menjabat sebagai sekretaris pribadi boss besar dari perusahaan properti raksasa itu.

"Si boss naksir sama tuh cewek... Jadi dia ditarik ke kantor pusat.." terang temanku yang personalia itu saat aku tanyakan melalui ponsel, tentang bagaimana si Desi bisa secepat itu menjadi sekretaris sedang setauku dia tidak memiliki keahlian dibidang itu.

"Apa dia bisa?" tanyaku.

"Alaaah, itu sih bisa diatur.. Segala urusan-urusan atministrasi dan tetek bengeknya udah ada ahlinya yang ngurus.."

"Jadi?" tanyaku lagi belum sepenuhnya paham.

"Ya, intinya anak itu dijadi'in sekretaris pribadi cuma supaya si boss bisa deket terus sama tuh anak..."

"Apa dia dijadi'in simpenan?"

"Keliatannya... Ah, kayak enggak tau si boss aja... Tua-tua keladi, enggak boleh ngeliat yang licin dikit.." terangnya.


Dan semenjak itu memang aku sudah tak pernah lagi berhubungan dengan Desi. Entahlah, mungkin dia telah mendapatkan zona nyamannya dengan si boss, sehingga hubungan dia denganku dikawatirkan menjadi ancaman atas hubungan khususnya dengan si boss. Tentu saja aku tak mempermasalahkan itu, toh aku masih punya Titin yang tetap setia menampung segala hasrat seksualku.

Memasuki 6 bulan sejak Desi bekerja di perusahaan itu, dia telah memiliki rumah dikawasan Sentul Bogor, plus dengan perabotnya yang serba lux. Tak ketinggalan sebuah mobil mengisi garasinya. Tentu saja semua itu bukan didapat dari gaji seorang sekretaris. Si boss besarlah yang memfasilitasi itu semua sebagai tanda sayangnya pada Desi.

Tentu saja dengan perubahan itu semua, Titin tak lagi bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumahku. Dia tinggal bersama anaknya di rumah barunya itu, sedang rumah lamanya yang diperkampungan padat itu dia kontrakan. Dan yang menggantikan Titin dirumahku sekarang ini adalah seorang perempuan tua berusia enam puluh tahunan yang nyaris pikun dan latahan.

Bagiku itu menjadi lebih baik, sehingga aku bisa lebih leluasa kapan saja bertemu dengan Titin. Aku bisa mampir kerumahnya selesai urusan pekerjaan. Toh alasan kepada istriku mudah saja aku cari.
Enam bulan setelah itu, entah ada angin apa tiba-tiba tiba-tiba Desi nyelonong masuk kekamar ibunya saat aku tengah berasik masuk dengan Titin.

"Tumben des, nanti ada yang marah lho..." sindirku.

"Ah, enggak apa-apalah... Ya, jangan sampai ada yang tau dong, lagian mana mungkin sih dia tau... Abis bosen begituan sama dia, bikin bete.. Lagian jarang juga, belum tentu seminggu sekali saya ngelayanin dia, kebanyakan yang harus digilir sih.." terangnya, seraya melucuti seluruh pakaiannya dan menerkam tubuh telanjangku yang sebelumnya baru saja menyetubuhi ibunya. Akhirnya aku layani juga birahinya itu sambil disaksikan oleh ibunya.

Hmm... Setelah hampir setahun aku tak lagi menyentuhnya, penampilan anak ini jauh lebih cantik dan modis, Tak heran lah, perawatan tubuh dan kecantikan yang super mahal pasti juga difasilitasi oleh bossnya itu, yang adalah termasuk salah satu konglomerat terkaya ditanah air.

Dan untuk selanjutnya akupun kembali sering bertrisome ria lagi dengan ibu dan anak itu. Bedanya kami tak lagi melakukannya di Vila, melainkan hanya dirumah mereka itu.


Sejak keadaan ekonomi mereka menjadi lebih baik, Titin sempat menolak pemberian uang dariku yang selama ini biasa aku berikan padanya.

"Mulai sekarang bapak enggak usah suka ngasih uang lagi lah pak. Bukannya saya menolak, kebetulan hasil uang yang diterima Desi sudah lebih dari cukup, bahkan sudah berlebihan.. Bapak masih mau dateng kesini aja Titin udah senang sekali pak..." ujarnya, saat kami tengah bermesraan dikamarnya.

"Itukan uang Desi tin, sedang uang yang aku berikan kan untuk kamu pribadi... Anggap saja itu kewajiban seorang suami untuk menafkahi istrinya..." jawabku. Dari raut wajahnya dia tampak berbunga-bunga dengan jawabanku itu.

"Ah, masa' sih pak... Beneran nih, bapak menganggap saya sebagai istri.."

"Ya beneran lah tin, tapi kan enggak mesti kita harus ke penghulu dulu lho... Yang penting dihati ini saya tetap menganggap kamu dan menyayangi kamu sebagaimana layaknya seorang suami terhadap istri tin.. Ya, aku anggap saja kamu ini istri kedua aku tin..." mendengar keteranganku itu, diapun memelukku.

"Mmm... Kalau begitu bagusnya sih saya enggak harus memanggil bapak, dan bapak jangan manggil saya cuma dengan sebutan Titin.." ungkapnya.

"Maksudnya?"

"Gimana kalau saya manggil bapak dengan papa, dan bapak memanggil saya dengan mama... Seperti bapak sama istri bapak dirumah sana..." ungkapnya.

"Terserah kamu lah tin, eh..ma.. Aku sih ngikut aja..." jawabku, dan semenjak itu aku dan Titin saling memanggil dengan sebutan "papa-mama".

Dan imbasnya, Desipun menjadi ikut-ikutan latah pula dengan memanggil ibunya dengan sebutan mama bukan lagi emak seperti sebelumnya, dan dia juga memanggilku dengan sebutan papa.

"Iyalah, panggil aja papa... Anggap aja memang papamu, soalnya kan mama menganggap papa adalah suami mama... Iya kan pa..? " terang Titin.

"Tapi masa' sih.. papa sama anaknya koq main entot-entotan..." godaku.

"Hi...hi...hi... Enggak apa-apalah...buktinya saya yang ibu kandungnya aja suka main lesbi sama si Desi..." jawab Titin. Kami bertigapun hanya tertawa. Tepatnya mentertawakan diri kami sendiri.



Aku pernah menasehati Desi dan juga Titin, agar pandai-pandai menginvestasikan uang yang didapat dari bossnya itu. Karena setauku, konglomerat yang satu itu memang paling hobi mengoleksi wanita simpanan, yang bahkan ada diantaranya adalah artis dan model tanah air.

Selama si boss masih menyenangi wanita simpanannya itu, dia tak akan segan-segan memberikan apapun juga. Tapi disaat merasa telah bosan, goodbye.. Tak ada lagi uang yang akan diberikan olehnya.
Itu yang aku dengar dari temanku tentang kelakuan sang boss.

Untungnya, Desi mau juga menerima masukanku. Dibelinya sebidang tanah, lalu diatasnya dibangun beberapa pintu rumah kontrakan dari uang hasil pemberian si boss yang ia kumpulkan. Dan dia bisa menahan diri untuk tidak lagi membeli barang-barang mewah yang tidak terlalu berguna seperti perhiasan,tas,sepatu, dan pakaian mahal lainnya.


Dan betul seperti apa yang dikatakan temanku. Memasuki tahun kedua semenjak Desi menjadi simpanan sang boss, sepertinya si boss sudah tak lagi menaruh perhatian kepada Desi. Sebabnya tak jelas. Uang tak pernah lagi diberikan selain gaji bulanan dari perusahaan. Dan posisinyapun tak lagi sebagai sekretaris pribadi. Itupun masih untung tidak dikembalikan lagi ke kantor cabang sebagai resepsionis seperti sebelumnya. Melainkan sebagai salah satu staf atministrasi yang lingkup kerjanya tak berhubungan kangsung dengan sang boss.

Tapi bagusnya, Desi telah menyadari itu semua sebagai sebuah siklus kehidupan yang harus diterima dengan lapang dada, dan tak perlu merasa kecewa.

"Biar saja des, kamu enggak perlu berbuat yang macam-macam... Apalagi sampai melakukan protes padanya, itu malah akan berdampak buruk padamu. Dia orang berduit dan berpengaruh. Dia bisa melakukan apa saja pada kamu... Kamu lebih baik pura-pura tak tau saja, dan anggap semua tidak pernah terjadi... Dan kamu tetap bekerja seperti biasanya, dan tetap perlakukan dia sebagaimana layaknya adalah boss dari perusahaanmu yang memang seharusnya kamu hormati..." itu masukan yang aku berikan padanya, saat dia berkeluh kesah tentang masalahnya itu.

"Iya des... Gak apa-apa atuh, lagian kamu juga enggak rugi-rugi amat... Kamu kan juga udah dapet banyak dari dia... Rumah kontrakan 20 pintu, kebon, empang, uang, dan rumah ini... Kan itu semua bisa buat modal des..." kali ini Titin yang menambahkan.

Dan semenjak itu Desi hanyalah karyawan biasa sebagaimana yang lain. Tanpa adanya fasilitas tambahan lain, selain gaji bulanan.


"Kamu sudah cukup matang des, apa kamu enggak kepikiran untuk berumah tangga..?" tanyaku pada suatu kesempatan, layaknya seorang ayah kepada anaknya. Padahal beberapa menit lalu baru saja dia mencapai klimaks setelah aku bombardir liang vaginanya.

"Ah, enggak taulah pa, males lah... Mending begini-begini aja..." jawabnya, seraya menghembuskan asap rokok sambil tubuhnya berbaring telentang disampingku. Ya, semenjak menjadi simpanan sang boss, dia memang mulai merokok.

"Sampai kapan mau begini-begini aja terus... Kamu kan masih muda des...?" tanyaku, dengan gaya yang sok bijak.

"Sampai kapan?" jawabnya, sebuah jawaban yang sepertinya adalah sebuah pertanyaan.. Yang mungkin ditujukan untuk dirinya sendiri. Atau...mungkin juga untukku.

"Kenapa papa enggak tanyakan juga pada diri papa sendiri, sampai kapan papa mau begini-begini terus..." sebuah pertanyaan yang menikam jantungku, yang diucapkan dengan santai dan tersenyum. Senyum yang mencibir, sambil dari mulutnya menghembuskan asap rokok.

Ya, betul juga apa yang dikatakannya itu. Sampai kapan aku akan terus begini. Hidup dalam kedustaan dan penghianatan kepada istriku, istri syahku, ibu dari anak-anak kandungku. Untuk sesaat aku hanya terdiam.

"Udah deh, jangan baperan begitu.... Desi cuma bercanda koq.... Makanya, mendingan kita nikmatin semua ini tanpa harus mempertimbangkan yang macem-macem... Oke...? Mmmm..koq diem gitu sih.. Cium Desi dong pa...papaku sayang.... Cium dong anakmu ini.. Mmmmmppp...aaahhhh.." ujar Desi, seraya tangan kanannya meraih leher belakangku dan menariknya hingga wajahku bersentuhan dengan wajahnya. Lalu diciuminya bibirku.

Dalam kami berciuman, dipikiranku masih terngiang dengan pertanyaannya tadi.

Sampai kapan semua ini akan berakhir....?


jangan berakhir dulu ah, dilanjut aja .

masih banyak yg antri nungguin up date, ceritanya enak sih
 
Jadiin bini aja desi nya...biar bisa threesome terus
 
Mantap pisan cerita nya.. Baru mau crot udh kentang ... Siap pantau cerita yg makin hot hu hehehe
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd