Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

pembantuku yang montok & semok

Sekitar pukul setengah tujuh disaat aku dan Titin tangah makan malam, istriku kembali menelpon.
"Sudah makan pa?" tanya istriku. Kuacungkan jari telunjuk didepan mulutku kepada Titin dengan maksud agar dia jangan sampai membuka suara. Mengerti apa yang kumaksud, Titin hanya berdiam diri sambil mendengarkan apa yang kami bicarakan.

"Ini lagi makan ma.."

"Papa sudah Sholat mahgrib?"

"Iya ma, sudah.." jawabku berbohong, karna semenjak aku pulang dari bandara siang tadi, aku memang tidak sembahyang apapun, kecuali berasik masuk dengan Titin, dan setelah itu kami bersikap bagaikan pengantin yang tengah berbulan madu. Selesai kami bersetubuh diruang santai pada siang tadi, kamipun tidur bersama, sehabis bangun tidur kami mandi bersama, bahkan disaat mandi bersama itu kami sempatkan bersetubuh didalam kamar mandi. Dan disaat makan malam seperti sekarang inipun Titin juga berada disampingku, bahkan sesekali kami bercanda dengan saling suap-suapan layaknya sepasang pengantin.

"Ya sudah pa kalau begitu, hati-hati ya pa...Assalamualaikum..." setelah kami mengobrol beberapa hal tentang suasana ditempat kakak istriku, yang menghabiskan waktu kurang lebih 10 menit, akhirnya istriku mengakhiri pembicaraan.

"Hi..hi..hi... Si bapak bisa aja, ngaku udah solat... Padahal dari tadi kita berjinah aja hi..hi...hi..." goda Titin, sambil mengunyah makanannya.

"Ih, bisa aja kamu.. Abis berjinah itu nikmat sih sayang..buktinya kamu juga suka kan?" balasku, sambil mengelus-elus vaginanya setelah tanganku menelusup masuk dari bawah dasternya, karena memang setelah kami berhubungan badan siang tadi, untuk selanjutnya Titin hanya mengenakan daster tanpa pakaian dalam sama sekali.

"Jelas suka dong pak, nanti abis makan kita berjinah lagi ya pak..."

"Dengan senang hati sayang, dengan mendengar kamu ngomong seperti itu saja kontol ini sudah mulai ngaceng lagi nih..."

"Hi..hi..hi... Oh iya pak, ngomong-ngomong bapak udah pernah ngentot lobang bo'ol belum sama ibu...?" glek, sebuah pertanyaan yang membuatku mendesir mendengarnya.

"Sama sekali belum pernah tin, malah saya belum pernah ngerasain itu dengan siapapun juga..."

"Bapak mau?"

"Mau banget dong tin.."

"Ya udah, kalau memang bapak mau, nanti bapak coba'in ngentot lobang bo'ol saya aja... Dulu almarhum laki saya paling seneng ngentotin bo'ol saya.."

"Kalau kamunya seneng enggak dientotin bo'olnya?" tanyaku.

"Wah, bukan seneng lagi pak...nikmaaaat... Gimana ya, rasanya tuh mules-mules enak... Enaknya sampai ke ulu hati gituh..." terangnya, sambil tangannya masih memegang sendok, sedang mulutnya juga masih terisi makanan.

"Ah, saya jadi enggak sabaran nih tin... Kalau gitu sekarang aja ya saya entotin bo'ol kamu..." Pintaku seraya berdiri dan menarik lengan Titin yang masih belum menyelesaikan makan malamnya.

"Ya Aloooh...sabar dulu atuh pak.... Sebentar saya minum dulu pak..." setelah dia meminum seteguk air dengan tergesa-gesa, barulah dia berdiri mengikuti aku.

"Sekarang kita ngentot dimana pak?"

"Dikamar saya aja tin, biar lebih leluasa dan nyaman..."

"Maksudnya dikamar bapak dan ibu, waduh sebetulnya saya kurang enak nih pak... Gimana ya.." Memang setelah kami bersetubuh siang tadi, kami sempat tidur bersama sebentar, namun itu kami lakukan dikamar Titin, dimana aku dan dia tidur berhimpit-himpitan sambil berpelukan diatas ranjang yang seharusnya adalah ukuran single. Begitupun saat mandi bersama sekaligus bersetubuh untuk yang kedua kalinya itu, kami lakukan di kamar mandi pembantu.

"Ah, enggak apa-apa tin... Pokoknya selama istri saya enggak ada dirumah, kamulah yang jadi istri saya.." Akhirnya dia hanya tersipu-sipu mendengar perkataanku itu, sambil mengikuti aku yang menarik lengan kirinya.

"Ayo, bukan bujumu tin... Tunggu apa lagi..." pintaku, sambil aku melucuti pakaianku sendiri.

"Idih, yang mau ngerasain ngentot lobang bo'ol... Segitunya... Udah gak sabaran ya..." goda Titin, sambil melepas dasternya.

Begitu dia telah bugil, aku langsung mendorongnya hingga dirinya tersungkur diatas ranjang diikuti dengan ringkikan genitnya. Begitu aku menerkamnya dia beringsut seolah menghindar, yang ternyata dia merangkak agak ketengah ranjang untuk memposisikan dirinya menungging.

"Kalau ngentot lobang bo'ol mah enaknya nonggeng begini pak..." ujarnya dengan mempertunjukan bokong besarnya kearahku.

Saat aku telah berlutut tepat dibelakangnya bersiap untuk memasukan penisku pada liang anusnya, kulihat dia meludahi telapak tangan kanannya seraya tangan kanannya itu digosok-gosokan pada anusnya sendiri.

"Sebelum lobang bo'olnya dientot, kudu dikasih ludah dulu ya pak... Biar enggak seret.." terangnya.

Kutunda sejenak niatku untuk langsung menyodomi liang analnya, seraya aku menunduk untuk mendekatkan wajahku pada anusnya.

"Betul juga kata kamu tin, memang bo'ol kamu sebelum dientot perlu diberi pelumasan..." ujarku, seraya kujilati liang anus yang telah dibaluri oleh ludahnya itu. Kusedot-sedot liang analnya, dan dengan sendirinya ludahnya yang membaluri anusnya juga ikut tersedot kedalam mulutku, yang tentunya terus kutelan kedalam perutku.

"Aaaaaaggghhhhhhhhh......." erangnya, sambil kedua tangannya meremas sprei ranjang.

Selang dua menit aku menyudahi aksi oralku, dan kembali kuposisikan diriku berlutut tepat dibelakang bokongnya yang menungging.

"Siap ya sayang, aku masukin nih...." ujarku.
"He-eh pak... Langsung sodok aja... " pintanya, sambil wajahnya menengok kearahku.

Kepala penisku telah berada dimuka liang anusnya, dan sekali dorong blessss... Masuklah batang penisku didalam lubang pelepasannya.
Lubang yang seharusnya menjadi akses pembuangan kotoran itu kini juga menjadi sasaran tembak batang penisku untuk memperoleh kenikmatan birahi. Ya, ini adalah untuk pertama kalinya aku merasakan anal seks. Dulu waktu istriku masih belum sealim sekarang ini, aku juga sering menjilati liang anus istriku, tapi untuk menyodominya aku belum pernah. Sekali waktu aku pernah mencoba meminta anal seks kepada istriku, tetapi istriku menolaknya, dan semenjak itu aku tak pernah lagi mencoba untuk memintanya, walaupun dalam hati kecilku ingin juga merasakan adegan yang sering aku saksikan di film-film porno itu. Dan dengan adanya tawaran untuk anal seks dari pembantuku ini, tentu saja itu merupakan anugerah yang tak ternilai bagiku.

Kini aku mulai menggerakan batang lenisku maju mundur didalam liang duburnya itu, dan rasanya memang lebih legit dan peret. sejujurnya bukan rasa legit dan peret itu yang membuatku menyukainya, tapi ada kurasakan sebuah sensasi tersendiri dengan cara seks yang sebenarnya tak lazim ini, terlebih dengan pantat besar, montok dan bulat seperti milik Titin ini.

"Aaaaaaaaggghhhhh.... Mantep pak...emang kontol gede kayak gitu bener-bener sedep ngerojok-rojok lobang bo'ol... Bener-bener marem...uuuuggghhhhhh....nikmaaaattt..." erangnya, dengan mata setengah terpejam.

"Gimana pak, enak enggak ngentot lobang bo'ol..?" tanya Titin, disela-sela erangannya dalam menikmati tusukan penisku.

"Fuuuuhhhhh.... Mantap sekali tin, lobang pantatmu memang betul-betul legit....sebetulnya udah lama saya pingin ngerasain anal seks, tapi baru sekarang kesampaian..." jawabku.

"Oooww..kalau ngentot lobang bo'ol namanya anal seks ya pak....uuuuggghhhhh..."

"Iya tin... Anal seks atau sodomi... Tapi aku lebih suka kalau kamu menyebutnya ngentot lobang bo'ol, itu lebih erotis kedengerannya tin..."

"Hi..hi..hi... Bapak bisa aja, iya deh pak... Makanya mulai sekarang bapak sering-sering deh ngentotin lobang bo'ol Titin.... Aaaagghhhhhhh.....sedaaaappp.... Hajar yang kenceng pak, biar tambah siipp....uuuhhhh..."

"Sudah pasti dong tin, saya bakalan ketagihan deh ngentotin lobang bo'ol kamu ini....aaaaccchhhhh..."
Semakin inten batang jakarku berpenetrasi didalam lubang analnya. Dan dengan tenaga penuh pula aku membombardirnya, sehingga setiap kali sodokan menimbulkan suara yang cukup riuh.

Pllookkk...pllookkk...pllookkk...
Plookkk..pllookkk..plloookkk...
Bruuttttthh...brrruutthh...brrooottthh..
Cllooppp...clloopp...cllooppp....
Sambil menikmati sodokan penisku pada duburnya, kulihat Titin mulai menggosok-gosokan vaginanya dengan tangan kanannya, sedang kepalanya direbahkan pada bantal dengan posisi kepala miring kekanan, sehingga aku masih dapat menikmati ekspresi wajahnya yang bagiku terlihat seksi dan menggoda..

"Paaaaaaaakkkkkkk.... Titin keluar paaaakkkk..... Aaaaaawwwwwww.....enak bangeeet bo'ol Titin disodokin kontol gede bapaaak....aaaaaaagghhhhhhhh....." bersamaan dengan itu sempat kulihat cipratan air yang sedikit memuncrat dari vaginanya, seperti orang yang sedang kencing namun jumlah cairannya tidak sebanyak air seni. Apakah itu yang disebut skuirt, atau apalah istilahnya. Dan cairan itu menimbulkan bercak-bercak basah pada sprei, tepatnya sprei yang biasa digunakan sebagai alas aku dan istriku tidur. Ya, tempat aku dan istriku tidur kini telah ditumpahi oleh cairan vagina pembantuku. Cairan vagina yang keluar dari hasil memacu birahi aku dan pembantuku itu, yang dengan cara liang duburnya aku sodomi dengan batang penisku, hal yang tak pernah kudapat dari istriku selama ini.
Selang tak sampai satu menit setelah itu, akupun merasakan gelitik nikmat pada batang penisku, hingga akhirnya tumpahlah air maniku didalam lubang duburnya, yang menandakan bahwa aku telah mencapai puncak kenikmatan.
Saat kucabut batang penisku pada lubang anusnya, terlihat cairan kental menetes keluar, cairan yang adalah air maniku.
Hingga akhirnya akupun berbaring disamping tubuhnya yang kini telah tertelungkup.
Kurangkul tubuhnya, lalu kukecup lembut keningnya. Matanya terpejam, namun bibirnya tersenyum.

"Malam ini kita berdua tidur disini ya tin... " dia hanya membuka matanya sesaat menanggapi ucapanku itu, lalu kembali terpejam sambil tersenyum.

"Selama istriku di Semarang, kamu tidur disini bersamaku... Karena untuk saat ini kamu adalah istriku.." kembali dia tak menjawab ucapanku dengan perkataan, namun kali ini dia mengecup bibirku.

Dan untuk malam itu, kamipun tidur dikamar itu dengan perasaan puas dan nyaman..

===========================

Sekitar pukul 5 pagi suara ponselku berdering, dan ternyata istriku kembali menelponku

"Baru bangun ya pa..?" tanya istriku, mungkin karena suaraku yang masih terdengar seperti orang baru bangun dari tidur.

"Iya ma, emangnya sudah jam berapa sih.....? Astaga sudah jam 5 ma..." padahal aku tidur malam tadi termasuk masih sore, seingatku aku masuk kamar kemudian menikmati anal seksku yang pertama dengan Titin sekitar pukul 7 malam, dan tak sampai pukul 8 aku dan Titin sudah tertidur setelah lelah "bertempur". Itu artinya aku tertidur sekitar 9 jam. Hmm..nyenyak sekali tidurku malam tadi. Kulihat Titin sudah tak ada disini, sepertinya dia telah terlebih dahulu terbangun.

"Aduh papa, koq bisa sampai kesiangan begitu sih... Kan mama sudah bilang, kalau laki-laki itu harus Shalat di masjid, masa' jam segini aja baru bangun, mama kira papa justru sudah pulang dari masjid.." omel istriku.

"Iya ma, papa kebablasan nih... Maklum cuma sendirian dirumah, jadi gak ada yang bangunin... Abis gimana ma, tadi malam saja sampai jam satu dini hari aku baru sempat tidur karena menyelesaikan laporan pekerjaan proyek dirumah, soalnya hari ini harus sudah selesai untuk aku bawa ketempat kerja..." terangku, tentu saja itu hanya akal-akalanku saja.

"Ya ampun papa, jangan terlalu ngoyo begitu dong pa... Nanti kalau sakit, kan papa sendiri yang susah... Ya sudah, sekarang cepat papa sholat, mumpung belum fajar... Setelah itu minum susu, dan makan yang banyak, supaya daya tahan tubuh papa tetap terjaga.." terang istriku, seraya menutup telponnya setelah mengucapkan salam.

Hmm, dan ternyata aku masih telanjang bulat. Seraya kuraih kain sarung yang terlampir dikapstok kamar, kemudian kukenakan untuk menutupi bagian bawah tubuhku.

Dengan hanya sarungan dan masih tanpa mengenakan baju, aku mencari-cari keberadaan Titin. Sepertinya dia sedang menyapu halaman rumah, karena dari sini kudengar suara gesekan sapu lidi yang menggaruk tanah.

Diatas meja dapur sudah tersedia susu hangat dan beberapa potong roti tawar yang sudah diolesi mentega dan coklat. Seperti yang disarankan istriku, aku harus minum susu dan makan supaya daya tahan tubuh tetap terjaga. Hmm..tapi saran yang satunya lagi itu sepertinya aku malas untuk melakukannya.

Segelas susu hangat dan dua potong roti telah berpindah kedalam perutku. Aku masih menangkring malas diatas kursi dapur sambil melamun. Kebiasaan kami selama ini memang lebih suka sarapan didapur ketimbang diruang makan, sehingga disitu sengaja kami tempatkan empat buah kursi dengan dudukan bulat tanpa sandaran seperti yang sering kita temukan di bar atau cafe. Sengaja aku rancang sendiri seperti itu untuk memberi kesan seperti Bar mini.

"Ih, si bapak jorok... Belum mandi, mana cuma sarungan doang.. enggak pake baju lagi, eh langsung makan..." tentu saja itu adalah suara Titin yang baru saja selesai menyapu halaman.

"Ayo lah tin, kamu duduk disini, kita sarapan bareng..." pintaku, seraya menarik lengannya dan mamaksanya untuk duduk didekatku.

"Aduuuhh... Iya nanti dulu, Titin ambil gelas dulu atuh..." tampaknya dia sudah mandi. Aroma tubuhnya tercium bau sabun, dan rambutnya tercium aroma sampo.

Sepertinya dia sedikit mempercantik diri, dengan sedikit polesan bedak dan lipstik tipis, sehingga terlihat lebih menggoda.

"Wah, enggak biasanya nih... Kamu pagi ini koq keliatan cantik sekali...emangnya mau kemana?" godaku.
Yang digoda terlihat tersipu malu sekaligus tampak sumringah.

"Ah, bisa aja si bapak... Saya enggak mau kemana-mana koq.." jawabnya. Kini dia telah duduk disampingku, seraya menuang air putih kedalam gelasnya.

"Lalu, kamu koq sudah dandan secantik ini pagi-pagi begini...?" kali ini tangan kiriku merangkul bahunya.

"Mmmm... Biar bapaknya seneng aja..hi..hi..hi..." jawabnya genit.

"Hmmmm... Jangan-jangan kamu memang siap-siap untuk minta dientotin lagi ya...?" godaku.

"Ih, si bapak tau aja nih..." jawabnya, sambil tangannya mencubit perutku.

" Wooww.. Ternyata kamu masih enggak pakai celana dalam ya..." tanyaku, saat tanganku merogoh melalui bagian bawah dasternya, karena tanganku langsung menyentuh keratan daging lunak agak kebasah-basahan pada selangkangannya.

"Hi..hi..hi.. Pokoknya selama ibu belum pulang, Titin enggak bakalan pake celana dalam sama kutang deh.. Biar lebih gampang aja..."

"Biar gampang apanya?" pancingku.

"Biar gampang kalau kalau kontol bapak ngentotin sayanya... Eh, ngomong-ngomong gimana pak, semalem..?"

"Semalam yang apanya nih..?"

"Itu, yang ngentotin lobang bo'ol saya.. Katanya bapak baru pertama kali, gimana kesan bapak..."

"Wah, luar biasa tin... Saya bakalan ketagihan deh ngentotin bo'ol kamu terus.." sambil jari tanganku mulai mencolok-colok liang vaginanya.

"Mmmmm...uuugghhhhhh.. Ih, sibapak, udah langsung ngobelin memek Titin aja.. Saya kan baru mulai sarapan pak..." karena memang dia tengah mulai menyantap roti.

"Abis, kamu sih.. Lagi sarapan udah nanya-nanya tentang ngentot bo'ol segala.. Kan saya jadi nafsu tin.. Ah, sekarang saya malah jadi kepingin ngobelin bo'ol kamu nih... Ayo tin, tolong kamu angkat baju kamu dong.."
Mengerti apa yang aku maksud, Titin berdiri sejenak, kemudian mengangkat bagian bawah dasternya dan kembali dia duduk dikursi tanpa sandaran itu. Dengan begitu, kini pantatnya yang tanpa mengenakan celana dalam itu langsung menyentuh dudukan kursi, sedang bagian belakang dasternya menjuntai kebawah

"Nah, gitu dong...kamu memang pinter tin.." seraya aku menyibak keatas bagian bawah dasternya yang menjuntai dibelakangnya. Wooww kini aku dapat menyaksikan betapa bokong besarnya itu terlihat seksi dengan posisinya yang duduk seperti itu.

Mulailah jari telunjukku mencolok-colok liang anusnya itu. Dengan aksiku itu, secara naluriah Titin agak memundurkan bokongnya kebelakang, sehingga pantatnya itu lebih terlihat menantang karena menjorok kebelakang.

"Zzzzzzzz.....aaaggghhhhhh... Si bapak nih, pagi-pagi malah ngobelin lobang bo'ol saya..aaawwww..." erangnya, sambil sesekali mulutnya masih mengunyah roti.

"Ih, jorok si bapak... Masa' telunjuk yang abis dipake ngobelin bo'ol saya di emut-emut..." ujarnya, saat aku mengemut jari telunjuku dengan maksud memberikan pelumasan dengan ludahku.

"Biarin tin, enak koq..." dengan ucapannya tadi, aku justru sengaja mencolokannya lagi dan kembali mengemutinya. Kulakukan berulang-ulang sambil seolah aku kenikmati jari telunjuku itu.

"Mmmm... Bo'ol kamu rasanya memang nikmat tin, gurih banget deh..mmmmm..." ucapku, sambil memejamkan mata seolah betul-betul menikmati.

"Gurih? Masa' sih pak?" herannya.

"Kamu mau nyoba.. Nih.." kumasukan kedalam mulutnya jari telunjuku setelah terlebih dulu kucolok kedalam liang anusnya.

"Ah bo'ong si bapak mah.. Enggak gurih koq.." protesnya. tentu saja, karena mana mungkin liang anus rasanya gurih, kecuali hanya tawar, namun entah mengapa aku menyukainya.

"Kalau bagi saya sih gurih tin, makanya saya suka nyicipin bo'ol kamu...he..he..he.."

"Ih, si bapak bisa aja nih..." seraya tangan kanannya meremas keselangkanganku yang masih tertutup sarung.

"Wiih, udah ngaceng gede nih kontol si bapak...."

"Iya lah tin, kalau saya deket-deket kamu bawa'annya ngaceng terus.." jawabku, seraya aku turun dari kursi dan berdiri dibelakangnya.

"Buka ajalah sekalian bajunya tin.." pintaku, sambil mencoba melepaskan dasternya. Dan Titin pun mengikuti apa yang ku inginkan, hingga dirinya kini telah bugil sambil masih duduk diatas kursi.

"Udah, kamu duduk aja seperti ini, saya suka ngeliat pantat kamu kalau lagi duduk seperti ini..seksi sekali tin, pantatmu yang gede keliatan menantang.." Memang dengan posisinya duduk dikursi bar tanpa sandaran dalam keadaan telanjang bulat seperti itu, bokongnya terlihat lebih menantang, terlebih dengan posisinya pantatnya yang agak menjorok kebelakang seperti itu, sehingga liang anusnyapun terekspos jelas.

"Bapak juga sekalian nih dibuka sarungnya atuh...hi..hi.hi.." ujarnya, sambil menarik ikatan sarungku dengan satu tangan, dengan sendirinya kain sarung yang kukenakan melorot kebawah, memperlihatkan batang penisku yang telah berdiri tegak. Kain sarung yang teronggok dibawahku sekalian kusepak hingga terlempar kesudut dapur. Dan seperti halnya Titin, kini akupun juga telanjang bulat.

Aku duduk berlutut dengan wajah menghadap bokongnya. Kuusap-usap dan remas-remas buah pantatnya yang besar menantang itu sambil menikmati keindahannya. Sesekali kukecupi dengan gemas kedua belah buah pantatnya itu.

"Kamu santai aja duduk disitu tin, sambil sarapan juga gak apa-apa, biar saya menikmati pantat dan bo'ol kamu..." ujarku, sambil pandanganku tertuju pada liang anusnya. Liang anus yang malam tadi telah dimasuki oleh batang penisku.

"Silahkan deh pak... Sok, bapak nikmatin aja lobang bo'ol saya, biar saya sarapan dulu ya pak..hi.hi..hi.." ucapnya, sambil dia mengunyah makanan, sedang sisa rotiku yang masih beberapa potong kini telah berada dihadapannya bersama dengan piringnya.

Hmmm...kerutan-kerutan yang membentuk lukisan matahari terbit itu sungguh-sungguh menggodaku. Hingga akhirnya lidahku mulai menjilatinya, sedang kedua tanganku masih meremasi buah pantatnya. Kudengar desahan nikmat Titin disela-sela sarapan paginya, saat lidahku mulai menggelitik lubang duburnya.

"Aaaaaaagggghhhhhhhh..... Mmmmhhhh... Uuuccchhhhhhh..." desahnya, namun mulutnya masih juga mengunyah makanan, bahkan sesekali masih sempat pula dia memasukan roti kedalam mulutnya.

Beberapa menit kemudian kuhentikan aksiku, seraya kuberdiri dan menempatkan ujung batang penisku tepat dimuka liang anusnya.

"Kamu tetap duduk disitu aja, biar saya entot bo'ol kamu sambil berdiri... Aku suka gayamu yang seperti ini tin, seksi banget...pas banget untuk di entot bo'olnya dari belakang.."

"Iya deh pak, sok entotin deh bo'ol saya..." ucapnya, seraya kukecup sejenak mulutnya yang masih terisi roti. Sempat juga sedikit roti yang telah dikunyahnya itu terikut masuk kedalam mulutku yang langsung aku telan.

Akhirnya batang penisku kusodok masuk kedalam liang anusnya, diikuti dengan desahannya. Dan kali ini dia tak lagi mengunyah rotinya, dan lebih berkonsentrasi menikmati hantaman penisku pada lubang analnya.

"Asiiiikkkk...paaaakk... Aaaagghhhhhh.. Kerasan dikit ngentotinnya pak, biar mantep....zzzzzz..aaacchhh.." desahnya, sambil kedua tangannya berpegangan pada bibir meja dapur.

Kedua tanganku yang sebelumnya meremasi buah pantatnya, kini beralih meremasi kedua payudaranya. Sedang mulutku menciumi dan menjilati lehernya. Saat dia menengok kebelakang, mulutnya langsung kupagut, sehingga kamipun saling berciuman untuk beberapa saat.
Slleeeppp...slleeepp...slleeeppp... Brruuttt..brruutt...brruuttt... Sleeeppp... Semakin cepat dan kuat aku memacu pinggulku maju mundur, sampai-sampai kursi tempat Tempat Titin duduk ikut bergoyang seirama gerakanku.

Disaat fajar baru saja menyingsing, dan matahari belum lagi menampakan dirinya, kamipun sudah bermandi keringat, terutama diriku yang lebih dari 10 menit aku berdiri sambil menggoyangkan pinggulku secara intens tanpa jeda. Nafsu birahi menjadi spirit yang kuat dalam mengubur rasa letihku, berganti dengan semangat untuk mencapai puncak kenikmatan, yang tentunya akan lebih mengasikan.

Dan akhirnya sampailah aku pada puncak kenikmatan itu, yang diikuti dengan semburan air maniku pada liang dubur Titin. Goyanganku semakin tidak teratur, kadang lebih kuat dan kadang hanya tertahan sambil tubuhku menggelinjang yang dibarengi dengan lenguhan serta erangan keras.

"Aaaaagggghhhhhhh.... Aku keluar tiiin....aaaaaaggghhhhhhhh....nikmatnyaaaa....mmmmppppphhh" Namun lenguhan dan eranganku segera terhenti karena tangan kanan Titin meraih bagian belakang kepalaku dan menarik kearahnya untuk kemudian mengecup mulutku.

Akhirnya akupun terdiam sambil memeluk tubuh Titin dari belakang. Kutahan beberapa saat batang penisku didalam liang duburnya.

"Hmmmmm... Enak ya pak, keringetnya sampe banjir begitu pak...hi..hi..hi.." ujar Titin, sambil tangan mengusap-usap lembut lenganku yang merangkul tubuhnya.

"Fuuuhhhh.. Iya tin, enak banget tin... Gak apa-apa, itung-itung olah raga pagi biar badan tetep sehat..." jawabku, dengan nafas yang tersengal-sengal karena letih.

"Olah raga sambil ngentot ya pak...hi..hi..hi.."

"Iya dong.. Mmm..Tadi yang dientot apanya sayang?"

"Lobang bo'ol Titin pak.. Kontol bapak ngentotin lobang bo'ol Titin.. Hi..hi..hi.. Titin tau tuh, bapak paling suka kan kalau Titin ngomong yang begitu-begitu..."

"Iya dong tin, tentu saya suka kalau kamu mengucapkan kata-kata yang indah seperti tadi itu...mmmmppphh.." terangku, seraya kembali kukecup bibirnya itu.

"Tapi ngomong-ngomong Titin belum keluar nih pak, lagi nanggung banget..."

"Sabar dulu ya tin, saya masih capek nih.. Kamu lanjutkan sarapan kamu dulu aja deh, biar saya ngaso dulu sebentar.." bersamaan dengan itu aku menarik keluar batang penisku dari dalam liang analnya, seraya duduk kembali dikursi disamping Titin.

"Wah, Saya punya ide yang bagus untuk sarapan pagi kamu tin..." ujarku, saat kulihat dari lubang anus Titin menetes cairan kental yang adalah air maniku yang baru saja kutumpahkan didalamnya.

"Ide bagus apaan?" tanyanya heran, yang aku jawab dengan mengambil dua potong roti tawar yang berhimpit yang ditengahnya telah diolesi mentega dan selai coklat.

Kupisahkah dua buah roti tawar itu, yang satu bagian aku pegang, sementara satunya lagi aku letakan lagi dipiring, lalu aku turun dari kursi dan berjongkok tepat dibawah pantat Titin.

"Ngapain lagi sih si bapak..?" tanyanya, masih belum mengerti apa yang akan aku lakukan.

"Tenang saja sayang, pokoknya aku akan berikan padamu sarapan pagi yang spesial..."

Potongan roti tawar yang ada ditangan kiriku kuposisikan tepat dibawah anusnya, yang tentunya tetesan air maniku yang keluar dari lubang anusnya langsung mendarat pada permukaan roti. Aku hanya senyum saja melihatnya sambil aku melirik kearah Titin yang tampak mengerutkan keningnya.

"Ih gelo sibapak, masa' roti dicampur pejuh....gelooo..hi..hi..hi..."

"Tenang saja..."

Kini jari tanganku mulai menelusup masuk kelubang duburnya, kukorek-korek sebentar, lalu kutarik keluar. Hasilnya adalah dari lubang duburnya mengalir dengan deras cairan kental keputih-putihan yang langsung mengisi permukaan roti yang sebelumnya telah diolesi mentega dan coklat.

"Yeeesssss.... Mantaaaapp..." girangku, bagaikan anak kecil yang tengah bermain. Sementara Titin masih tertawa cekikikan melihat tingkah konyolku itu.

"Wah, sepertinya sudah cukup... Siap dipersembahkan untuk tuan putri yang montok dan semok..." ujarku, seraya berdiri dan meratakan cairan kental yang berada diatas permukaan roti dengan jari telunjuk.

"Silahkan tuan putri..." tawarku, sambil memegang roti itu dengan kedua telapak tanganku, layaknya seorang pelayan yang tengah menyerahkan sesuatu kepada rajanya.

"Itu roti campur peju mau diapain bapaaaakk..." tanya Titin, masih sambil tertawa.

"Tentu untuk dimakan dong..." jawabku.

"Saya yang makan?" aku jawab dengan tersenyum sambil mengedipkan mata.

"Hi..hi..hi.. Gelo si bapak mah, tapi gak apa-apa deh... Kali aja ini bisa buat jamu supaya awet muda hi..hi..hi.." roti dari tanganku diraihnya, ditatap sejenak lalu kembali tertawa, dan akhirnya disantap juga.

"Gimana tin enak?" tanyaku, yang kini sudah kembali duduk disampingnya.

"Ternyata enak juga pak...hi..hi..hi.. Jadi ada rasa gurih-gurihnya gitu hi..hi..hi.." dalam sekejap habis juga roti spesial itu disantapnya.

Ah, itulah yang aku suka dariTitin, dia selalu mengakomodir fantasi-fantasi seks konyolku dengan senang hati dan tanpa pernah melakukan penolakan atau protes, sungguh berbeda dengan istriku yang pasti akan menolak dengan berbagai alasan, lalu menunjukan dalil-dalil yang dia pelajarinya untuk memperkuat penolakannya itu.

Segelas air putih kutenggak hingga habis sebagai pengganti keringat yang telah banyak kutumpahkan untuk pagi hari ini, lalu aku hanya duduk sambil bersandar pada bibir meja dapur untuk menetralisir nafas dan jantungku setelah tadi bekerja dengan cukup spartan dan tanpa jeda.

Sekitar lima menit aku rasakan staminaku telah kembali pulih, dan akupun kembali lebih rileks.
Hmm... Kalau aku perhatikan sudah sekitar enam potong roti yang dia habiskan, tapi aku lihat dia masih kembali membuka kemasan roti baru untuk kemudian diolesinya dengan mentega dan selai coklat. Pantaslah tubuhnya lumayan subur, makannya banyak begitu.

"Abis nyangkul ya?" godaku.

"Hi..hi..hi.. Bisa aja si bapak, saya sih enggak biasa sarapan roti... Jadi kalau belum makan nasi, bawaannya masih belum kenyang juga..." jawabnya.

"Enggak apa-apa tin, makan yang banyak... Biar tambah montok, dan tambah gede nih pantat...biar saya semakin nafsu ngeliatnya..." ujarku sambil menampar pelan bokongnya, diikuti dengan pekik manjanya.

"Bapak juga makan lagi ya, biar enggak loyo... Kan tadi abis kerja keras.." tawarnya.

"Males ah tin, kalau di suapin sih mau.."

"Kayak anak kecil aja, pake disuapin... Tapi enggak apalah, nih saya suapin.." Titin mengarahkan sepotong roti kearah mulutku namun aku tolak.

"Enggak ah, saya lagi males ngunyah..."

"Lha, katanya tadi kalau disuapin mau.."

"Iya, tapi disuapinnya enggak kayak gitu..."

"Lha gimana? Pake sendok? Masa' makan roti pake sendok, ngaco ih si bapak..."

"Bukan begitu, aku kan males ngunyah, jadi kamu yang ngunyahin dong..." ini salah satu ide konyol yang ada dikepalaku, yang terpikir begitu saja secara spontan.

"Ih, si bapak ngaco ah, masa' saya yang ngunyahin bagaimana ceritanya?"

"Iya, kamu makan rotinya, terus kamu kunyah sampai halus, kalau sudah halus baru lepehin kemulut saya, biar langsung saya telan..."

"Ih, si bapak gelo...jorok ah...hi..hi..hi..."

"Iya tin, saya maunya begitu... Tolong ya tin, kamu mau ya....plis dong..." rayuku.

"Iya deh, kalau bapak memang maunya begitu sih...hi..hi..hi... Bapak..bapak... Ada ada aja..."

"Nah, begitu dong...kamu memang baik dan pengertian tin, saya semakin sayang sama kamu..." pujiku, sambil membelai-belai rambutnya. Dan Tinipun mulai menyuap roti lalu mengunyahnya.

"Mmmm.. Udhah alhlus nih pak..herus himana hekarang....?" ujarnya, dengan mulut penuh dengan roti membuat kalimatnya terdengar kurang jelas.

"Oke, kalau memang sudah halus...langsung kamu lepehin dimulut saya aaaakkkk..." pintaku, sambil kepalaku menengadah keatas.
Mengerti apa yang kumaksud, Titin segera menuangkan isi mulutnya kedalam mulutku dan langsung aku telan tanpa sisa.

"Mmmm...sedap tin, lagi dong sayang.." ujarku.

"Hi..hi..hi... Si bapak mah gelo, seumur-umur baru kali ini saya ngelakuin yang kayak begini..."
Lalu kembali Titin menyuap roti kemulutnya, dan seperti yang tadi kembali dilepehkan kemulutku setelah dirasakan telah halus, dan itu dilakukannya sebanyak empat kali seperti yang aku pinta.

"Udah tin, sekarang saya mau minum, tapi dari mulut kamu juga..."

"Jadi saya minum dulu airnya, terus saya lepehin kemulut bapak gitu?"

"Iya, tapi sebelumnya kamu kumur-kumur dulu dimulut kamu baru kemudian kamu lepehin...paham..?"
Seperti yang aku perintahkan, ditenggaknya air putih dari gelas, lalu dikumur-kumurnya beberapa saat dan kemudian barulah ditumpahkan kedalam mulutku, dan selanjutnya aku telan, dan itu dilakukannya tiga kali.

"Mmmm...sedap, terimakasih ya tin..." ucapku, seraya memeluk dan mengecup bibir Titin.

"Ih, si bapak mah ada-ada aja..."

"Tapi bener-bener sedap lho tin..."

"Hi..hi..hi... Saya jadi kepingin nyoba minum kayak gitu pak..." ujarnya, dengan agak malu-malu.

"Maksudnya, kamu juga mau minum air dari mulut saya tin..?"

"Iya sih, tapi kalau bapak enggak mau juga enggak apa-apa..."

"Tentu saya mau dong tin, jangankan cuma minum, kalau kamu mau nyobain makan roti seperti saya tadi saya juga akan melakukannya dengan senang hati..."

"Ah, si bapak.. katanya males ngunyah...gimana sih.."

"Enggak koq tin, sebenarnya saya bukan males ngunyah..masak iya cuma ngunyah aja males sih... Saya memang lagi kepingin aja makan makanan yang dari mulut kamu, kayaknya lebih romantis dan lebih sensual aja..." terangku.

"Ooww...begitu. Iya deh pak, kalau begitu saya mau juga nyoba'in makan lepehan dari mulut bapak, kayaknya sih asik pak...hi..hi..hi..."

Aku segera meraih sepotong roti dari piring, lalu kusantap dan kukunyah. Setelah kurasa cukup lembut, kuberikan kode pada Titin untuk membuka mulutnya. Mulutku berada diatas mulutnya yang menganga dengan jarak sekitar 20 cm. Secara perlahan dan sedikit-sedikit kulepehkan semua isi dalam mulutku kedalam mulutnya yang menganga. Sengaja kulakukan dengan cara seperti itu karena aku tak ingin cepat-cepat menghabiskan momen-momen yang bagiku cukup erotis seperti ini.

"Lagi ya pak..." pintanya, setelah habis menelan roti yang telah berwujud seperti bubur makanan bayi hasil kunyahan mulutku.

"Tentu saja sayang, kamu suka ya..."

"Hi..hi..hi... Iya pak, enak juga... Kayaknya gimana gitu... Bikin nafsu..."

"Itulah makanya saya menyukai cara makan seperti ini tin, ada nilai erotisnya yang sulit dilukiskan..." terangku, seraya kumakan lagi roti ditanganku, lalu kembali kulakukan cara seperti sebelumnya. Hingga akhirnya dua potong roti habis dimakannya, dengan sekitar enam kali lepehan yang kuberikan.

"Udah dulu ya sayang..." ujarku, setelah melepehkan kunyahan yang terakhir kedalam mulutnya.

"Iya pak, tapi minumnya juga ya..." pintanya.

Seperti yang dipintanya, aku mulai menenggak air dari gelas, kukumur-kumur sejenak lalu kutumpahkan kedalam mulutnya yang menganga dan langsung ditelannya. Kulakukan hingga empat kali lepehan, baru kemudian kucium mulutnya itu dengan penuh nafsu.

"Ah, kontol saya jadi ngaceng lagi nih tin gara-gara abis nyuapin kamu..."

"Wah, kebetulan pak... Saya kan belum ngecrot, lagian saya jadi tambah nafsu abis disuapin sama bapak tadi..rasanya kayaknya gimana gitu... Memek saya udah gatel banget nih pak, minta dientotin sama kontol bapak.."

"Ya udah, kalau gitu sekarang memek kamu saya entotin ya.."

"Oke pak, tapi dimana nih pak?"

"Mmm... Diatas meja ini ajalah..." usulku, sambil menunjuk meja dapur tempat kami makan.


Setelah menyingkirkan piring, gelas dan beberapa lainnya yang ada diatas meja, Titin naik keatas meja dan langsung berbaring telentang. Akupun menyusul, dan tanpa basa-basi lagi langsung kutancapkan batang penisku kedalam liang vaginanya yang tampak sudah basah.

"Aaaaaaaaggghhhhhhh..... Mantep pak, kayak disurga...." ujarnya, saat batang penisku menerobos masuk liang vaginanya.

"Emang kamu pernah ke surga tin?" godaku, dengan batang penisku sudah sepenuhnya tertelan didalam liang vaginanya, namun aku belum lagi menggoyangnya, kecuali hanya menahannya sambil menikmati empot ayam otot-otot vagina Titin.

"Hi..hi..hi.. Ya belum pernah lah pak, lha saya kan masih idup...tapi kalau disurga kita masih bisa ngentot seperti begini lagi enggak ya pak...?"

"Enggak tau deh, enggak bisa kali tin..."

"Wah, kalau enggak bisa sih ya udah lah, mendingan disini aja biar bisa ngentot terus sama bapak...hi..hi..hi.."

"Ih, dasar kamu tin, bikin gemes aja..mmppphhhh..." kupagut mulutnya dengan penuh nafsu, sambil pinggulku mulai kugoyang turun naik.

Plookkk...ploookk....ploookk....breett..brooott..brruutt...cloopp..cloopp..clloopp...
Goyanganku tak terlalu kuat, dan cenderung lambat, karena aku ingin menikmati suasana yang lebih santai dan rileks dengannya.

"Paaakkk...."

"Apa sayang?"

"Nanti kalau ibu sudah pulang, kita masih bisa begini lagi enggak ya?"

"Begini lagi bagaimana?"

"Ya begini, ngentot... Berjinah paaaak..."

"Ya, nanti kita atur aja lah tin, supaya kita bisa berjinah lagi seperti ini..."

"Sukur deh kalau gitu, mudah-mudahan kita masih bisa berjinah lagi, supaya memek sama bo'ol Titin bisa dientotin terus sama kontol bapak..ya pak.."

"Iya dong tin, makanya kamu berdo'a supaya kita bisa berjinah lagi seperti ini..."

"Iya deh pak, Titin pasti akan berdo'a supaya kita bisa berjinah terus selamanya...hi..hi..hi.."

"Ih, dasar kamu tin... Kamu memang paling bisa bikin saya gemes...mmmmppphhhh..." kembali kupagut mulutnya itu untuk beberapa saat.

"Pak, entotin memek Titin yang kenceng pak, kayaknya Titin udah mau keluar nih...uugghhh..."

"Oke deh, siap-siap ya sayang...satu..dua..tiga...." akhirnya bergerak dengan kekuatan penuh, cepat, bertenaga dan cenderung kasar, sehingga meja dapur yang kami naiki mengeluarkan suara berderit, bahkan rak piring disebelahnyapun terkena imbas akan gerakan kami sehingga menimbulkan suara yang lebih riuh karena berbenturannya benda-benda pecah belah.

Ngeekk..ngeekk...ngeekk.. Prang..prang..prang.. Grompyaang....grompyaang... Dan entah suara apalagi yang akupun kurang terlalu memperdulikan.

"Aaaaahhhh...paaakkk...Titin keluar pak...Titin ngecrot paakk...Aaaaaaaaahhhhhhh..." erang Titin, sambil memeluk punggungku, sedangkan kedua kakinya melingkar pada pantatku.

"Iya tin, saya juga mau keluar tin....Aaaaaagghhhhhhh....."

"Iya paaakkkk....pejuin lobang memek Titin pak... Aaaaaaagghhhhhh...."
Akhirnya kamipun mencapai klimaks secara hampir bersamaan, kutumpahkan air maniku didalam rahimnya hingga tetes terakhir, sampai tubuhku ambruk menindih tubuh montoknya.
Untuk beberapa saat kami masih dalam posisi seperti itu dimana batang penisku masih tertanam didalam liang vaginanya.

Kulihat jam didinding dapur menunjukan pukul 6:30, itu artinya lebih dari satu jam kami berasik-masuk, dengan dua kali aku mencapai klimaks.
Ah, masih ada waktu sekitar satu jam lagi untuk bersenang-senang dan bermesra-mesraan dengan pembantuku ini, dan setelah itu pada sekitar pukul 7:30 nanti aku harus sudah meluncur ketempat kerja.

Dari arah kamar utama kudengar nada panggil dari ponselku, dengan malas kumelangkah juga kesana dalam keadaan masih telanjang bulat, seraya kuraih ponselku yang tergeletak dimeja kamar.
Hmmm.***panya istriku yang menelpon.
Ah, kurasakan seseorang merangkulku dari belakang, yang ternyata adalah Titin.

"Siapa yang nelpon?" tanyanya, yang aku jawab dengan meletakan jari telunjuk didepan bibirku.Titinpun terdiam namun dari belakang masih tetap melingkarkan kedua tangannya pada perutku, kurasakan gesekan bulu-bulu kasar pada pantatku, bercampur dengan cairan lengket dengan aromanya yang khas. Aroma air maniku.

"Sarapan apa tadi pa?" tanya istriku dari ponselku.

"Cuma makan roti sama minum susu aja koq ma.."

"Berati udah siap-siap mau berangkat ngantor nih..."

"Iya, baru selesai mandi.."
Setelah istriku bercerita beberapa hal tentang suasana dan keadaan di Semarang, akhirnya dia menutup pembicaraan.

Titin masih saja menggelendot manja dibelakangku, kuremas jemari tangannya yang merangkul perutku.

"Mandi'in saya ya tin..." yang dijawabnya dengan anggukan dan senyum, dan aku balas dengan kecupan mesra pada bibirnya.

=========================

Sekitar empat hari sudah aku menghabiskan waktu berdua dengan Titin. Empat hari yang berkesan yang penuh dengan kenikmatan. Empat hari yang membuatku selalu ingin cepat-cepat pulang kerumah saat tengah berada ditempat kerja.

Sebelum istri dan kedua anakku pulang dari Semarang pada sore hari nanti sebagaimana yang dikabarkan istriku, pada siang harinya Titin aku antar pulang kerumahnya.

"Besok pagi kamu balik kesini, dan jangan sekali-sekali kamu bilang sama istriku kalau selama ini kamu berada disini, jadi selama istriku di Semarang seolah-seolah kamu berada dirumahmu... Paham?"

"Iya deh pak, saya paham..." jawabnya, sambil menyiapkan beberapa bungkusan yang sebelumnya batal dia bawa pulang.

"Dan ini uang untuk kamu... Ya, anggap saja bonus pribadi dariku, dan itu juga jangan sekali-kali kamu bilang sama istriku.." kuberikan padanya uang dua juta sekedar untuk oleh-oleh.

"Iya pak, terimakasih... Mmm..tapi saya mau ngentot sama bapak bukan untuk mendapatkan uang lho pak, saya melakukannya memang karena saya suka dan nafsu sama bapak..." jawabnya polos.

"Iya tin, saya percaya koq sama kamu... Saya enggak menganggap kamu sebagai perempuan lonte yang saya pakai lalu saya bayar, uang ini saya berikan semata-mata karena saya suka sama kamu, dan saya sangat senang kalau kamu mau menerimanya dengan iklas.." terangku.

"Kalau begitu Titin juga mau ucapkan terimakasih karena bapak sudah mau entotin Titin.. Terus terang Titin bahagia sekali pak.. Sebetulnya sih, Titin masih mau berduaan terus sama bapak..." ucapnya, sambil tangannya memeluk punggangku. Yang kubalas dengan kecupan lembut pada bibirnya.

"Iya Tin, saya juga bahagia sekali... Tapi udah deh, sekarang kamu jangan meluk-meluk saya lagi... Nanti kalau kontol saya ngaceng, dan kamu saya entotin lagi, bisa-bisa sampai istriku dirumah kamu masih belum juga pulang... Ayo kita langsung ke mobil..." ujarku, seraya mengangkat beberapa bungkusan miliknya dan membawanya kegarasi mobil.

"Hi..hi..hi... Si bapak bisa aja, kontol bapak emang suka ngacengan sih...hi..hi..hi.." godanya, sambil mengikuti aku dari belakang.

Dan kamipun meluncur kerumahnya, aku hanya mengantarnya sampai kedepan gang masuk kepemukimannya tanpa mampir kerumahnya, karena kendaraan roda empat memang tidak mungkin dapat masuk sampai kesana, lalu cepat-cepat aku kembali pulang.

==============

Dan pada hari-hari berikutnya seolah tak pernah terjadi apa-apa antara aku dan Titin, kamipun bersikap wajar seperti biasanya sehingga istriku sama sekali tak menaruh curiga apapun.
Namun disaat ada sedikit kesempatan, umpamanya aku kebetulan sedang berdua di dapur bersama Titin, sedang istri dan anak-anakku diruang lain, sesekali aku sempatkan meremas pantat montoknya atau buah dada besarnya. Dan diapun terkadang suka usil dengan meremas batang penisku atau mengosok-gosokan pantatnya itu pada selangkanganku saat sedang mengepel lantai atau menyapu.

Sesekali kalau istriku sedang ada acara pengajian yang biasanya dilaksanakan selepas mahgrib atau selepas isha, biasanya aku menyusup kekamar Titin. Kesempatan itulah kami gunakan untuk bersenang-senang melepaskan syahwat, lumayanlah paling sedikit satu jam aku mengurung berdua didalam kamarnya. Kalau anakku menanyakan aku tadi kamana saja, aku tinggal jawab keluar kedepan, ke minimarket, nonton orang main badminton, ngobrol sama tetangga, dan masih beribu alasan lagi yang dengan mudah dapat aku berikan.
Pernah juga beberapa kali disaat syahwatku tengah meninggi, pada tengah malam disaat istri dan anakku tertidur lelap aku menyusup kekamar pembantuku hanya untuk menyalurkan hasrat seksualku, dan untungnya kapanpun aku membutuhkan Titin, dia selalu menerima dan melayaniku dengan suka cita dan penuh gairah. Bahkan disaat dia sedang datang bulanpun dia tetap melayaniku.

"Enggak apa-apa pak... kalau saya lagi men, bapak entotin lobang bo'ol saya aja..." begitu saran dia, tentu saja dengan senang hati aku menurutinya.

Namun masa-masa yang paling aku tunggu adalah disaat dia cuti, yang memang seperti biasanya sebulan sekali istriku memberikannya waktu cuti selama tiga hari. Disitulah aku beralasan pada istriku kalau aku harus pergi keluar kota untuk urusan pekerjaan, namun sesungguhnya aku berasik masuk disebuah villa dikawasan puncak dengan Titin. Sebelum itu biasanya Titin aku hubungi melalui sms untuk menungguku disuatu tempat yang telah kami sepakati, dan aku akan menjemputnya disitu untuk kemudian kuboyong menuju villa dikawasan puncak Bogor. Kalau sudah begitu, paling tidak dua hari dua malam aku dan Titin bagaikan sepasang pengantin yang tengah berbulan madu, bebas merdeka melakukan apapun yang kami mau. Kemudian pulang kerumah memasang wajah letih dihadapan istriku, seolah aku baru saja menyelesaikan pekerjaan rumit dan melelahkan yang menyita tenaga dan pikiran. Dan semua itu telah berlangsung hampir tiga bulan, dan yang pasti sejauh ini semua berjalan aman dan lancar, rumah tanggaku tetap harmonis, begitu juga dengan perusahaanku yang cenderung semakin maju dan sukses, yang dengan sendirinya keuntungan finansial yang aku dapatpun juga lebih banyak.
Dan untuk Titinpun, saat dia selesai menemaniku selama dua atau tiga hari di Villa, aku tak pernah lupa untuk memberikannya uang, karena aku tau dia adalah tulang punggung keluarga yang membanting tulang untuk menghidupi anak dan ibunya. Sehingga uang yang aku berikan itu tentunya akan sangat membantu baginya.

Namun satu hal yang mengganjal dalam pikiranku. Karena aku sempat berpikir, kalau terus menerus setiap satu bulan sekali aku beralasan bertugas keluar kota selama tiga hari, dan waktunyapun selalu bersamaan dengan ketika Titin sedang cuti. Aku kawatir lama kelamaan hal itu bisa menimbulkan pertanyaan didalam pikiran istriku. Untuk saat ini memang baru tiga bulan, artinya baru berlangsung tiga kali, sehingga istriku mungkin belum berpikir sampai kearah sana, mungkin dia hanya menganggap bahwa persamaan waktu antara aku yang berdinas diluar kota dengan Titin yang cuti kerja itu hanyalah suatu kebetulan belaka. Namun bagaimana kalau nantinya ini sudah berlangsung setahun atau dua tahun, dan setiap bulannya aku dan Titin tetap melakukan rutinitas yang sama. Apa iya istriku masih akan menganggap itu sebagai suatu kebetulan juga.
Sepertinya aku harus sedikit memutar otak untuk menyiasati semua ini... Tapi bagaimana...?
Ah, sudahlah.. bagaimana nanti saja.
 
Terakhir diubah:
Bimabet
pengen tau dari POV nya si Titin, apa dia sengaja menggoda majikan nya atau tidak ya? hehe
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd