Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Quest

Saya kira misi zodiac pisces ada di zia. Secara abahnya zia punya kemampuan khusus jg. Abahnya kan betul2 menjaga zia dari pergaulan bebas tuh. Jd ada Tantangan sendiri buat Satria untuk dapetin core pisces terakhir.
 
Saya kira misi zodiac pisces ada di zia. Secara abahnya zia punya kemampuan khusus jg. Abahnya kan betul2 menjaga zia dari pergaulan bebas tuh. Jd ada Tantangan sendiri buat Satria untuk dapetin core pisces terakhir.

Kan pisces punyanya tante desi suhu :bingung:
N papanya zia jg dh blng ma satria buat nikahin si zia lo satria mau...sp tau bisa ngasilin keturunan ky mamanya zia
 
========
QUEST#12
========​

Setelah lapor pada pihak keamanan apartemen ini, aku diarahkan untuk menunggu sebentar selagi mereka mengkonfirmasi izinku. Duduk di lobby sebentar dan kemudian aku diantar salah satu petugasnya ke sebuah pintu private lift yang segera terbuka. Membawaku ke lantai 12.
Begitu pintu lift terbuka, aku langsung berada di apartemen mewah milik bu Ajeng. Di ruangan sebelah terdengar suara beberapa orang perempuan yang sedang bercengkrama. Mungkin sebagian besar peserta arisan yang sudah datang berada di sana.

Ajeng
Bu Ajeng muncul kemudian karena mendengar denting suara lift yang pintunya terbuka. Ia tersenyum lebar melihatku dan menghampiri. Aku berdiri menunggu. Ia berdandan dengan mewah sesuai status sosialnya. Gaun mahal couture butik luar negeri, perhiasan mahal selangit harganya, dan dandanan elegan.
"Tidak susah, kan kemarinya?" sapa bu Ajeng menarik tanganku.
"Tidak, bu..." jawabku. Ia mengarahkanku ke sebuah ruangan tidak searah dengan para perempuan itu berada. Sepertinya mereka berkumpul di ruangan utama apartemen ini. Dibukanya sebuah pintu dan disuruhnya aku masuk.
"Tunggu sebentar disini... Belum datang semua... Nanti kalau sudah lengkap... akan saya perkenalkan pada mereka... Biasanya begitu... Mereka gak mau beli kucing dalam karung..." imbuhnya lalu menutup pintu.
Ruangan ini kamar tidur kecil dengan single bed. Aku duduk menunggu sesabarnya. Sabar... Ini memang prosesnya. Sebagai hadiah utama aku memang harus disimpan terlebih dahulu takut dicolek duluan oleh peserta penasaran.
Siap-tidak siap aku harus mengambil resiko ini. Ini adalah misi terakhirku untuk mendapatkan ZODIAC CORE PISCES dari bu Desi. Dan ini adalah bagian prosesnya. Mendekati bu Desi lewat teman-teman arisan syahwatnya.
Kalau dibandingkan, gila mana ini dari misi sebelumnya? Gak akan ada bandingannya. Aku selalu menemukan diriku terjebak di berbagai macam situasi. Ada yang berbahaya, beresiko, penuh tantangan, menguras emosi dan memeras otak.
Mencemplungkan diri dalam industri pornografi tidak bisa dibandingkan dengan masuk dunia game digital. Jadi buruh pabrik tidak bisa dibandingkan dengan merubah diri menjadi wanita. Bertukar jiwa dan tubuh dengan kucing tidak bisa dibandingkan dengan berinteraksi dengan dua kakak beradik. Dan semua hal-hal gila yang tak pernah kubayangkan sebelumnya.
Ini adalah salah satu kegilaan lainnya. Jadi mainan para ibu-ibu yang seumuran dengan Mamaku sendiri. Aku bahkan curiga kalau diantara mereka ada hubungang bisnis dengannya. Kebanyakan dari mereka adalah pengusaha. Apalagi sesama pengusaha wanita akan saling berhubungan karena jumlahnya yang tidak terlalu signifikan di Republik ini. Mungkin ada semacam club atau arisan yang lebih luas lagi cakupannya dari sekedar arisan brondong semcam ini.
--------​
"Eh?... Bukan disini, ya? Sori-sori..." kata seorang wanita yang tanpa dinyana tiba-tiba main selonong buka pintu lalu menutupnya lagi karena sadar salah masuk saat melihatku duduk di ranjang.
Tapi tak lama dibukanya lagi pintu kamar ini, masuk dan ditutupnya. Wanita ini tak jauh beda dandanannya dengan bu Ajeng tadi. Ia pasti salah satu dari 9 peserta arisan ini. Kalau kutilik wajahnya, ia bernama bu Magda dengan akun @magda*****. Ia keturunan Chinese-Manado sehingga kulitnya putih sekali dengan tubuh montok khas ibu-ibu berumur 30-an akhir. Payudaranya gede sekali tercetak hampir tumpah dibalik gaunnya yang ketat. Rambutnya ditata tinggi gaya borjuis berwarna kemerahan. Wanginya sungguh semerbak dengan parfum mahal. Ia dan suaminya mengelola perusahaan ekspor-impor.
Wajahnya sumringah sekali bertemu denganku dan tanpa ragu duduk di sampingku. "Kamu brondong arisan kali ini ya?" ramah tanyanya langsung dan terasa sangat akrab.
"Ya... bu?" jawabku agak ragu karena tak tau ia suka dipanggil apa. Ada, kan perempuan lebih suka dipanggil dengan panggilan lebih muda dari usianya.
"Eh... Jangan panggil ibu... Mbak Magda aja... Saya masih muda, loh..." katanya bermanja-manja. Bener, kan? Walau anaknya yang paling gede udah SMP kelas 3, ia masih berusaha tampil lebih muda. Salah satunya dengan selalu mengkonsumsi daun muda sepertiku. Emang aku apaan? Lalapan?
"Ya... mbak Magda... Saya..."
"Nama kamu siapa? Umur berapa?" cecarnya dengan tubuh rapat. Susu gedenya tak ayal menclok sana-sini di lenganku tanpa diperdulikannya. Mungkin sengaja.
"Satria, mbak... Tujuh belas tahun..." jawabku pendek. Grogi juga dekat wanita berumur dan agresif penuh pergaulan begini. Aku lebih banyak bergaul dengan wanita sebaya denganku. Pun kalau lebih tua, tidak seumuran begini juga. Ini sebaya dengan Mama dan tante-ku, sih.
"Ih... Ganteng kamu..." katanya menjawil daguku.
"Da... Magda? Loh? Malah disini? Curang kamu, mah..." panggil bu Ajeng yang nyusul mencari temannya ini. Ia masuk bersama seorang wanita lain. Dari wajah manis berkulit sedikit gelap, kutahu itu adalah bu Devi dengan akun @devi*****. Wanita memakai kerudung yang hanya dilibatkan sekenanya di rambut dan sebagian leher serta bahunya. Gamis panjangnya warna maroon-nya penuh kilauan kristal Svarovsky penuh aksesoris. Jangan ditanya perhiasan emas dan permatanya. Ia janda dua anak yang mewarisi perusahaan ekspedisi, kurier serta logistik.
"He... he... he... Sori bu Ajeng... Nyasar saya-nya... Harusnya pintu satu lagi, ya?" alasan bu Magda.
"Alasan tuh, bu Ajeng..." kata bu Devi di belakang sana.
"Ya udah... Jangan ngumpul di sini... Tinggal jeng Mimo yang belum datang tuh... Ayok keluar-keluar..." kata bu Ajeng tega mengusir bu Magda keluar dari tempat karantinaku ini.
"Ganteng, loh bu Devi..." rumpinya saat ia keluar bersama temannya. Bu Ajeng tersenyum penuh arti dan menutup pintu saat memberi gesture agar aku sabar menunggu.
--------​
Dengan THIRD EYE milik XOXAM, aku mengawasi apa saja yang mereka lakukan di ruangan tengah apartemen mahal ini. Masih delapan orang wanita yang sudah berkumpul di ruangan terluas di tempat ini, sesuai dengan apa yang kudengar tadi kalau tinggal bu Mimo (@mimimoy*****) yang belum tiba.
Bu Desi juga sudah ada di sini. Ia sedang berbincang duduk di salah satu sofa empuk dengan bu Feby (@feby*****). Bu Feby sangat keibuan sekali wajahnya. Entah kenapa model wanita seperti ini bisa berkubang di arisan model ini. Tipe ibu rumah tangga yang sangat mencintai keluarganya. Suaminya seorang direktur BUMD. Mereka minum beberapa jenis minuman ringan sampai berat. Dari jus kalengan sampe vodka. Cemilan juga ada berbagai macam. Yah namanya juga arisan emak-emak.

9 Milfs
FoxyMoms said:
"Akhirnya datang juga..." kata bu Tiffany yang berdiri dekat dengan pintu masuk saat seorang wanita yang belum begitu berumur keluar dari private lift dan menghampiri genk MILF-nya. Dia yang bernama bu Mimo. Umurnya masih 29 tahun. Mantan artis, janda yang kini jadi simpanan pengusaha tua kaya raya dari Malaysia. Penampilannya tidak seheboh atau seglamor rekan-rekannya. Malah cenderung kasual dan santai.
"Sori-sori ya, gaes... Mimo harus kasih makan uler peliharaan Mimo dulu tadi..." katanya sampe menunduk-nunduk menyatukan telapak tangannya.
"Hmm... Uler apa uleer?" sindir bu Ajeng ketika keduanya cipika-cipiki.
"A-aah... bu Ajeng... Uler beneran, kok... Mimo baru dibeliin uler albino gitu... Ulernya guuede banget..." jelasnya sambil mencontohkan dengan lengan kurusnya untuk ukuran ular itu.
"Siapa yang beliin, bu Mimo?" tanya bu Tiffany yang merapat dari posisi awalnya tadi.
"Ada deh..." jawabnya malu-malu kayak anak ABG gitu.
"Yee... Punya pacar baru kayaknya, nih... Gedean mana uler albinonya sama uler yang ngasih uler? Ciee-ciee!" goda bu Tiffany (@tiffany*****). Bu Tiffany ini seorang wanita Chinese lainnya di kelompok ini. Badannya yang paling berisi dibanding teman-temannya. Ia pengusaha retail makanan cepat saji yang punya banyak franchise di seluruh Indonesia. Ia memakai pin usahanya itu di dada kiri gaunnya dengan bangga selalu berpromosi.
Koor tertawa mereka membahana di ruangan yang terasa semakin sesak oleh mereka bersembilan. Mereka kembali menggoda bu Mimo.
--------​
"OK... Untuk mempersingkat waktu... Karena semua peserta arisan sudah pada ngumpul... seperti biasa kita harus melihat barangnya dulu... Kita sudah pada liat fotonya di grup kemarin... Sekarang kita liat yang aslinya... Anaknya udah ada di kamar sebelah... Tunggu sebentar..." kata bu Ajeng membuka suara memulai secara resmi arisan ini.
Bu Devi dan Magda bergunjing memberi spoiler pada teman-temannya yang mendelik gak rela dan penasaran. Kalau mereka tadi sudah melihatku—hadiah utama arisan kali ini.
"Ayo... Mereka semua ingin bertemu denganmu..." bu Ajeng membuka pintu dan mengajakku keluar segera untuk menemui teman-temannya.
Kukuatkan hati, mental serta kakiku untuk memulai langkah awalku memasuki dunia MILF yang sangat asing ini. Harus kuat karena aku tidak tau apa yang akan terjadi selanjutnya. Apakah aku akan dinikmati pemenang secara pribadi atau malah beramai-ramai.
Ikut dengan bu Ajeng memasuki ruang utama luas yang sudah kumata-matai ini, menemui sembilan wanita dewasa yang berharap memenangkanku sebagai hadiah arisan kali ini.
"Teman-teman semua... Perkenalkan... namanya Satria—tujuh belas tahun..." kata bu Ajeng dan membiarkanku berdiri di depan—di tengah-tengah semua mata lapar para wanita ini.
"Selamat sore semua... Para wanita cantik dan anggun yang terhormat... Nama saya Satria dan umur saya tujuh belas tahun bulan Oktober kemarin... Saya bersekolah di SMA 105 kelas 3 jurusan IPA... Senang bertemu anda-anda semua..." kataku terlatih dengan anggukan di kata terakhir.
Mata-mata lapar itu seperti menjilat-jilat tubuhku dengan lidah api panas nafsu membara. Pandangan berbinar yang membayangkan fantasi terliar mereka bila berhasil menang mendapatkanku di kesempatan kali ini.
"Bu Ajeng beneran udah dites ini?" tanya bu Bella (@belle-cherry***)
"Udah dong... Tau kan gimana saya ngetesnya... Begini..." katanya mengacungkan dua jempolnya pada bu Bella tadi. "Ciamik pokok'e..."
Bu Bella manggut-manggut paham tak melepas pandangannya padaku. Pandangannya rakus menelusuri tiap jengkal tubuhku. Ia yang paling langsing diantara teman-temannya padahal anaknya ada 4. Perutnya rata dan dadanya penuh sumpalan silikon. Penampilannya wah seperti artis papan atas dengan kulit kinclong perawatan mahal. Suaminya anggota DPR sekaligus pengusaha properti. Ia sendiri menjalankan sebuah butik batik dan kain tenunan.
"Liatin jeroannya, atuh..." sambar wanita lain bernama bu Rasya (@umi*****). Wanita berhijab itu tidak sungkan meminta ini. Ia seperti benda aneh di antara kelompok ini. Tapi teman-temannya tak mempersoalkan penampilan teman mereka yang satu ini. Tak ada lagi rahasia di antara mereka kalau wanita yang sepertinya alim menjaga aurat sepertinya ternyata bejad juga moralnya. Tak ada bedanya dengan yang lain. Jilbab lebar bertumpuk-tumpuk itu tak mampu meredam syahwatnya yang meluap-luap. Wanita ini pengusaha buku pelajaran sekolah.
"Betul-betul...." diaminkan teman-temannya semua.
"Tentu boleh... Untuk pemanasan... kita minta Satria untuk membuka bajunya saja... Bisa?" katanya lalu memintaku.
Aku cukup mengangguk dan mulai melepas kancing kemejaku satu bersatu. Saat kulakukan itu, kulirik mereka satu persatu. Mereka bergunjing dengan teman disampingnya. Bisik-bisik tanpa melepaskan pandangan ke tubuhku.
"Wah... Bodinya bagus... Ototnya kenceng, tuh... Anaknya ganteng, ya?... Perutnya six pack... Keren... Barang paling oke sejauh ini... Wow... Cakep, nih..." komentar mereka lamat-lamat terdengar.
"Bu Desi pasti udah nyobain juga, kan? Di salon tadi?" tanya bu Devi berbisik yang duduk di sampingnya. "Dari tadi diam mulu... Gak ada komen apa-apa..."
"Anak-anak tadi yang nyobain seperti biasa..." jawabnya taktis. "Tapi sepertinya sih bagus..." dan ia berbisik langsung ke telinga rekannya itu. Selagi berbisik matanya tak lepas dariku. Bu Devi terkesiap, menutup mulut lalu tertawa kecil.
"OK, Moms... Semua sudah puaskan mata... Acara pentingnya adalah penarikan nomer yang sama-sama kita tunggu... Tapi saya mau tanya dulu, nih... Bagaimana pilihan saya ini? Bagus, kan? Gak mengecewakan?" tanya bu Ajeng sebagai tuan rumah penyelenggara arisan kali ini.
"Bagus, bu Ajeng..." jawab mereka serempak.
"Gak yang kayak kemaren, bu... Ini sempurna, mah..." kata bu Rasya. "Anak mami banget... Dirubungi kita semua dianya malah semaput... Ummi sih senengnya sama yang beginian... Kasep pisan-lah..." katanya dengan logat Sunda yang mulai luntur.
"Pastinya, ummi Rasya... Pilihan saya mah gak usah diragukan..." kata bu Ajeng membanggakan diri karena pilihannya berkenan di hati teman-teman genk-nya.
"Nah... Kita mulai aja... Kita kocok namanya..." lanjutnya mengambil sebuah mug keramik besar berisi nama-nama peserta arisan untuk diundi keberuntungannya. "Sesuai kebiasaan kita... pemenang dua minggu lalu yang namanya gak dimasukin disini yang memilih namanya... Bu Tiffany... Silahkan..." katanya sambil mengguncang-guncang cangkir itu.
Bu Tiffany lalu maju dan memilih nama yang ada di dalam cangkir. Diaduknya sebentar lalu dipilihnya satu nama dalam gulungan kertas kecil. Diserahkannya gulungan itu pada bu Ajeng untuk diumumkan siapa yang beruntung kali ini.
Dibukanya lembaran kecil itu, membacanya sekilas lalu memandangi rekan-rekannya satu persatu untuk memberi rasa penasaran. "Siapa ya?" godanya.
"Cepetan, bu Ajeng... Siapa?" seru bu Mimo gak sabar.
"Jeng... Desi..."
--------​
Well. Bukan sulap bukan sihir. Aku bisa mengatur nama bu Desi yang keluar di arisan brondong kali ini. Tentu saja aku memanfaatkan kemampuan yang kupunya. Dengan tak terlihat, XOXAM mengatur gulungan kertas bertuliskan nama bu Desi yang diambil oleh bu Tiffany. Gulungan nama yang lain ditepikan. Dan bagi mereka itu semua terjadi secara adil.
Mereka yang berharap lebih mengeluh kesal. Ada juga yang ikut senang dengan kemenangan bu Desi dan bertepuk tangan. Apalagi bu Desi sendiri. Ia berangkulan dengan bu Devi dan bu Magda yang memberi selamat.
"Selamat untuk bu Desi yang mendapat arisan kali ini... Hadiah utama boleh jeng bawa pulang selama dua hari... Kalau gak keberatan dibagi-bagi napa?" kata bu Ajeng yang juga dibenarkan yang lain.
"Iya... bu Desi... Seperti biasa aja... Kita bagi rame-rame sampe puas dulu..." sahut bu Bella yang mukanya memerah kebanyakan minum cocktail yang disediakan tuan rumah.
"Iya... Kayak punya wa kemaren itu loh... Dibagi rame-rame sama rata, kan?" kata bu Tiffany tentang kemenangannya yang lalu. Dua minggu lalu. Acara mereka berlangsung dua kali sebulan. Gaswaaat. Aku bakal di-gangbang para 9 MILF ini. Kan jadi enak, tuh. He... he... he...
"Boleh, deh... Satu hari ini... nih anak milik kita bersama deh..." kata bu Desi solider mengikut kebiasaan mereka tiap arisannya.
"Satria...? Jangan kaget, ya? Kamu tenang-tenang aja... Ikutin aja permainannya, ya? Enak, kok..." kata bu Ajeng menepuk-nepuk bahuku. Ini sudah termasuk resiko ikut arisan syahwat semacam ini. 9 wanita dewasa ini mulai menyerangku bersamaan.
Sebelum kupasang wajah dengan senyum terbaikku, kutarik nafas panjang sebagai persiapan mental. Bu Ajeng menyodorkan sebotol Corona sebagai pegangan. Ini bisa jadi senjata juga sewaktu-waktu.
"Diliat dari dekat... lebih kasep, nyak?" kata ummi Rasya mendekat pertama kali sampai.
"Iyaaa... Kenceng ototnya... Enak buat pelukan, nih... Hi-hi-hi..." kata bu Feby yang tertawa bersama mbak Magda. Keduanya meremas otot lenganku.
"Enak, deh... yang menaang..." kata bu Bella sedikit mendorong bu Desi hingga menabrakku. Mereka semua tertawa-tawa.
"Eh... Dia gak deg-degan gitu loh..." sahut bu Desi yang tak marah dibecandain temannya tadi. Dia malah menempelkan telinganya di dada kiriku untuk mendengar degub jantungku. "Udah profesional kayaknya nih..." sambungnya setelah melepas tempelan kepalanya.
Aku hanya tersenyum. "Ibu-ibu sekalian... mbak juga... Boleh berkenalan lebih akrab lagi gak..." kataku mengacungkan tanganku untuk berjabat tangan berkenalan lebih intim.
"Saya dulu, dong..." bu Desi bergerak cepat dan menyambar tanganku. Dijabatnya erat dan diguncangnya sekali. "Nama saya bu Desi... Saya pemenang arisan kali ini... Kita udah ketemu tadi siang tapi belum sempat kenalan... Hari ini... kamu saya bagi ke teman-teman semua... Tapi besok... kamu hanya milikku sendiri..." katanya hangat. Sangat berbeda dengan sikapnya saat di salon tadi siang.
"Salam kenal, bu Desi... Nama saya Satria... Anda cantik sekali... Selalu cantik..." pujiku semanis mungkin. Ia bergenit ria seperti ABG bersama temannya yang antri berkenalan denganku.
"Sore, ganteng... Masih ingat, kan...? Mbak Magda... Jangan panggil ibu... OK? Klik!" kata mbak Magda mengerling yang menyerobot giliran bu Bella yang sudah paling dekat.
"Iya, mbak Magda... Salam kenal lagi..." jawabku atas jabat tangan singkat itu.
"Ih, Magda... Maen serobot aja... He-he-he... Saya juga mau dipanggil mbak aja... Lebih akrab... Panggil saja mbak Bella... OK?" katanya hangat dengan mata berbinar gembira berlebihan. Diguncang-guncangnya tanganku beberapa kali. Kayaknya untuk memamerkan dadanya yang gede tidak alami agar ikut bergoyang.
"Mbak Bella... Salam kenal juga... Saya Satria..." jawabku. Tanganku langsung direbut oleh MILF berikutnya.
"Iya beneran ganteng, loh Da... Saya bu Devi..." katanya menjabat tanganku sebentar tapi langsung mengelus pipiku dengan telapak tangannya. Turun lalu sampai ke dadaku.
"Salam kenal, bu Devi..." jawabku berusaha selalu manis. Tanganku ditarik oleh seseorang dari belakang untuk dijabat lagi. Tangan lentik halus bu Devi masih menjamah dadaku.
"Kalo wa namanya Tiffany... Panggil wa cici Tiffany aja... Asli lu ganteng banget..." katanya tembak langsung. Ia memandangiku dari bawah karena tubuhnya tidak terlalu tinggi. Hanya sekitar 155 cm. Wajah orientalnya penuh make up hingga terlihat cantik. Mata sipitnya dirias sedemikian rupa sehingga terlihat lebar.
"Salam kenal, ci Tiffany... Senang berkenalan dengan cici..." jawabku. Tanganku diestafetkan pada perempuan lain disampingnya.
"Kalo saya... panggil mbak Mimo aja, yah... Saya gak setua mereka-mereka ini, ya? Hi-hi-hi..." kata mbak Mimo menutupi mulutnya. Ia yang paling trendi diantara semuanya karena masih muda dan penah ngartis. Candaannya mendapat cemooh teman-temannya.
"OK, mbak Mimo... Sip, deh..." jawabku mencoba akrab dengan jiwanya yang katanya masih muda.
"Mi... Ummi... Gantian, mi?" kata mbak Mimo memanggil temannya. Tinggal dua lagi tidak termasuk bu Ajeng. Wanita berhijab bernama ummi Rasya itu menelusupkan dirinya diantara pagar betis bu Devi dan ci Tiffany.
"Ummi Rasya aja manggilnya... Aduh... Kasep tea, nyak?" kata ummi Rasya menjawil daguku. "Tangannya mana kuat, teuing..." lalu menepuk-nepuk perjabatan tangan kami. Pandangan matanya menyapu semua kontur wajahku.
"Salam kenal juga ummi Rasya... Senang kenal dengan ummi..." kataku. Tapi tak kunjung dilepasnya tanganku.
"Gantian atuh, ummi... Saya juga mo kenalan sama yang ganteng-ganteng-mah..." giliran yang terakhir. "Perkenalkan nama saya bu Feby... Jangan panggil mbak... Saya udah tua... Ibu aja... Tau diri saya-mah..." katanya menyindir mbak Mimo tadi. Mereka tertawa-tawa ganjen.
--------​
Sebuah sofa atau divan rendah lebar tanpa sandaran berwarna gading menjadi saksi bakal tempat pergumulan kami. Aku dibaringkan di atas busa tebal empuknya dan celana panjang dilucuti. Hanya celana dalam yang masih tersisa.
Empat MILF itu sudah mengerumuniku. Antara lain; mbak Magda, mbak Bella, bu Devi dan mbak Mimo. Mereka berempat jongkok mengitari diriku yang berbaring senyaman mungkin. Bersiap menerima serangan. Semua mengelus-elus kulit tubuhku yang kini tanpa penutup apapun. Pandangan mata mereka tertuju pada penisku yang menggunung tegang bak gundukan. Belum ada yang mulai menyentuh penisku.
"Satria diam-diam aja, ya..." desis mbak Bella yang berada di sisi kananku. Ia mulai bergerak mendekat. "Mbak Bella mo nyobain bibir kamu yang keliatan lezaaat banget ini..." jarinya mengelus bibirku. Mulutnya sedikit manyun terbuka saat memainkan jarinya di bibirku. Gemas ia mempermainkan jarinya di bibirku lalu mukanya maju. "Mmpphh..."
Dikecupnya bibirku berulang-ulang untuk memuaskan dahaganya akan bibir pemuda seumuranku. Dikulumnya kedua bibirku sekalian disedot ringan. Lalu lidahnya masuk ke dalam mulutku yang kubuka menyambut. "Mmh... ahh..."
Ketiga wanita lain tidak tinggal diam. Tangan-tangan mereka ramah menjamah tubuhku. Puting dada kiriku dipilin-pilin oleh mbak Magda. Kedua pahaku dielus-elus bu Devi dan mbak Mimo. Ketiganya memberi semangat pada mbak Bella yang sedang menikmati mulutku.
"Yaa... Trus... Mmhh... Yaa... Sedot trus, Bell..." gumam mereka beserta erangan juga. "Gantian, Bell..."
Mbak Bella mundur dan melepaskan penguasaannya pada mulutku. Bibirnya basah oleh ludah kami berdua. Nafasnya terengah-engah dan mundur teratur memberi jalan pada mbak Mimo yang ada di belakangnya. Wajah cantiknya kini yang mendekatiku. Sepertinya mereka akan menggilir mulutku bergantian.
Bibir mbak Mimo yang tipis dan hangat hinggap di mulutku. Permainan mulutnya terburu-buru menikmati. Seakan ingin menghisap apapun yang tersisa di mulutku. Disedot-sedotnya bibirku dan lidahku. "Mmmhh... Mmm... Mbak Magda sekarang..."
"Makasih, Mimo... Mmhh... Sllrpp..." bibir berganti lagi ke wanita berikutnya. Bibir tebal dan penuh milik mbak Magda yang kini mencaplok mulutku. Ia lebih suka memainkan lidahnya. Lidahnya menjulur masuk dan menyapu kedua bibirku. Ludahku dihisapnya tanpa sungkan. Lalu ia menarik bu Devi menggantikannya.
Masih memakai selendang yang difungsikannya sebagai kerudung seadanya, bu Devi mendekatkan wajah manisnya. Matanya terpejam saat mengecup pipi dan bibirku bergantian. Ia lebih suka mempermainkan puting dadaku. Kecupan-kecupan ringannya hanya tambahan rangsangannya pada dadaku.
Selagi bu Devi masih mengecupi bibirku, kurasakan tanganku diarahkan untuk menjamah gumpalan empuk yang langsung kukenali sebagai boobies! Dengan lirikan cepat kulihat itu adalah dada mbak Mimo di kanan dan mbak Magda di kiri. Mereka mulai merangsang diri mereka dengan memaksakan tanganku meremas payudara masing-masing walau masih dari luar bahan gaun mahal yang dikenakan..
Untuk ukuran yang mereka berempat mempunyai ukuran yang lumayan signifikan karena mereka semua para ibu yang sudah pernah melahirkan. Apalagi mbak Bella yang melakukan penambahkan silikon dengan alasan estetika.
"Ih... Udah pada maen susu aja..." kata bu Devi yang melepas mulutku dan melihat pada dua temannya. Diperbaikinya posisi selendang di kepala. Mbak Bella bahkan sedang melepas beberapa kancing atas gaunnya dan mengeluarkan gumpalan gunung kembarnya. Mbak Mimo terkikik geli saat meremas salah satu gundukan kenyal itu.
Mbak Magda tak mau kalah dan mengeluarkan payudaranya yang tak kalah gede juga; asli. Ia bahkan melepas bagian atas gaunnya hingga susunya melompat keluar dari kungkungannya. Payudaranya menggantung dan mencuat gede. Tangan kiriku diposisikannya di dada kanannya. Diremas-remaskannya tanganku ke susunya. Empuk dan kenyal abis.
Apalagi rasa kenyal payudara bersilikon milik mbak Bella. Tanganku kini sudah berpindah ke susu mbak Bella. Ia juga meremas-remaskan tanganku di susunya.
"Oouuh... Uhh... Mmhh... Kenyal, kan?" kata mbak Bella padaku tetapi menghadap pada mbak Magda yang melakukan hal sama dengannya. Kenyal banget malah. Aku takut meremasnya terlalu kuat dan malah pecah.
"Mm... Enakan punya mbak Magda, doong?" katanya menguyel-uyel tanganku ke daging empuk susu gedenya. Tidak sekenyal punya mbak Bella tapi empuk luar biasa. Yang ini gak bakal pecah. "Aahh..." jeritnya lirih kala kuremas sedikit kuat.
Dibebaskannya tanganku dari jajahan empuk susunya dan beringsut pindah. Bu Devi masih mempermainkan puting dadaku dan sesekali menjilatinya. Mbak Mimo mulai mengelus-elus pangkal pahaku. Semuanya memandangi wajahku dengan pandangan sayu.
"Satriaah... ganteng... Nyusu, yaa?" tukas mbak Magda dan mengangsurkan kedua belah susunya ke mukaku. Didusel-duselnya massa lemak yang berkumpul dalam sepasang payudara itu hidung dan mulutku. Dengan gemas ia mengerang keenakan. Aku hanya bisa membuka mulutku untuk menampung apapun yang dijejalkan padaku.
Sekali waktu salah satu putingnya gede sebesar jempol menclok ke dalam mulutku. Refleks kusedot dan kupermainkan dengan lidah. "Uaahh... Mmm... Yaaa... Begituuu, ganteng... Mmhh!" Pentilnya sudah mengeras dan sensitif. Begitu juga dengan pentil mbak Bella yang kupermainkan di tangan kananku. Tangan kiriku basah karena dijilati bu Devi. Penisku yang menggunung dibalik lindungan CD-ku digosok-gosok mbak Mimo; berharap jin kontolnya segera keluar... *halah.
Waktu mbak Magda terus memaksakan susu montoknya ke mukaku, ia bergerak efisien untuk membuka gaunnya yang masih menempel di pinggangnya. Tubuh montok penuh perawatan agar tak berperut besar khas ibu-ibu yang sudah melahirkan terlihat. Kulit putih campuran Cina-Manado-nya seperti bercahaya terang di ruangan ini. Garter belt, stocking merah dan G-String senada yang masih dipakai di bawah tubuhnya. Bra-nya tersisih untuk mengeluarkan susu jumbonya.
Penisku terasa sudah merasakan sejuknya dunia, sepertinya mbak Mimo sudah mengeluarkan jin itu dari sarangnya (*call back). Digenggamnya batang penisku dan mulai mengocoknya perlahan.
"Waahh! Gedeee banget..." seru banyak suara wanita itu di sekitarku mengomentari ukuran kejantananku. "Wow... Segede itu tititnya... Masih muda lagi..." komentar kotor dan nakal senada itu terdengar dari sekelilingku. Aku hanya bisa menebak-nebak komentar siapa itu karena mukaku masih penuh ketindihan susu mbak Magda.
"Mm..." nyaman banget rasanya. Mulut hangat menelan batang penisku lalu menyedotnya. Selagi itu ada lidah lain yang menjilat-jilat kulit penisku dari samping. Lebih dari satu wanita sedang mempermainkan penisku. Apalagi puting dadaku juga sedang dijilati satu lidah.
"Ini keren sekali... Mbak sange berat, nih..." desah mbak Magda melepas himpitan dadanya pada mukaku. Pentil susu sebesar jempolnya lepas juga dari kenyotan mulutku. Berdecap basah saat berpisah. Ia berdiri tidak jauh dan berusaha melepas CD G-String yang dipakainya. "Tunggu, ya... Uh... Mm..." gumamnya mengangkat sebelah kakinya buru-buru dan cangcut itu lepas dari tubuhnya.
Dilangkahinya kepalaku tanpa ragu dan nafas berat. Kedua lututnya bertumpu di atas busa sofa lebar ini. Sepertinya benar katanya kalau ia sudah sange berat. Lipatan bibir vaginanya terlihat memerah dan basah. Apalagi saat ia menurunkan badannya dan mbak Magda menduduki wajahku. Vagina basahnya segera mendarat di mulutku. Bibir vaginanya tidak begitu tebal dan yang pastinya gundul. Ia pasti rajin melakukan waxing juga. Kujilat-jilat isi kemaluannya yang untungnya beraroma enak. Entah perawatan mahal apa yang dilakukannya untuk mendapatkan kondisi itu. Lidahku menari-nari memperagakan semua pengalaman yang selama ini kutau.
"Aarrhh... Yeaaa... Mm... Uhh..." gerutunya sembari menggerakkan pinggulnya maju mundur menggeruskan isi kemaluannya pada mulut dan hidungku. Lidahku kucuatkan keluar menyapu apapun yang terjangkau olehnya. Klitoris ya kena, lubang senggama ya kena, anus ya kena juga. Awalnya perlahan mengatur tempo dan semakin cepat kemudiannya.
Mbak Magda sepertinya mudah sekali mendapat kenikmatan puncaknya. Karena tanda-tanda orgasme mulai terlihat. Tubuhnya menegang dan gerakan pinggul maju-mundur menggerusnya mulai sporadis dan tak teratur. Ia menjerit-jerit kecil lalu paha dan pinggulnya bergetar. Perutnya mengejang. Desiran sejumlah cairan segar menyembur dari tubuhnya serupa semprotan urin. Rasanya antara tawar dan asin sedikit.
"Oohh... Ohh... Ohh...mm..." desahnya lemas tetapi masih sanggup mengangkat sebelah kakinya dan lepas dari mukaku yang ditindihnya. Sudah dua kali ia menyiksaku dengan face-sit serupa begini. Pertama dengan susu jumbonya dan kedua dengan kemaluannya.
Dengan gontai ia berjongkok kembali ke posisinya. Ternyata di sekitarku, tiga MILF lainnya pun sudah melepas pakaian mereka. Bu Devi meletakkan tanganku meremas susunya. Mbak Bella demikian juga sedang mbak Mimo naik ke atas sofa dan memposisikan penisku memasukinya. Wah...
 
Para MILF ini sangat agresif dan tau benar apa yang mereka inginkan. Tubuh telanjang mbak Mimo sangat bagus, putih juga mulus. Payudaranya sedikit saja lebih kecil dari pada bu Devi di sampingnya yang juga sudah telanjang. Berbeda dengan mbak Mimo, bu Devi berkulit sedikit gelap. Susunya sebanding dengan mbak Magda, hanya saja lebih ngondoy karena terpaut beda usia. Tangan kananku kini sedang meremas dadanya dengan gemas. Mbak Bella menjejalkan susu kenyalnya padaku untuk dikenyot. Sedang mbak Magda mengarahkan tanganku untuk mempermainkan vaginanya yang belum puas.
"Aahh... Gedenyaa... UUhhh... Maammaaa..." erangnya keenakan. Tubuh mbak Mimo condong kebelakang dengan lutut tertekuk dan tangan menahan dibelakang, memegangi pahaku. Diguncangkannya badannya naik turun hingga dadanya mantul atas-bawah karena gerakan mengocoknya.
Tak kalah erangan juga mbak Magda yang liang vaginanya kucoblos dengan dua jari sekaligus. Jariku menusuk masuk, mengocok cepat. "Aah... Ahhh.... Auhh... Truss..." erangnya sepertinya tak lama lagi ia akan mencapai puncak lagi. "Aaahh... mbak nyampee.... Ahh..." tubuhnya kelojotan dengan keadaan duduk mengangkang. Waktu jariku lepas, sejumlah cairan squirt menyembur beberapa kali. Cruutt... cruusshh... cruusshh... Sedikit memercik di rambutku.
Mulutku tak berhenti, terus mengenyoti pentil keras mbak Bella. Ia meremas-remas rambutku sambil menonton temannya menikmatiku juga. Guncangan dada mbak Mimo dan vagina meleleh cairan squirt mbak Magda. Tanganku berpindah dari dada bu Devi ke selangkangannya. Elusan-elusan jariku bermain di selangkangannya. Jari tengahku menembus liang senggamanya sementara jari telunjukku bermain di klitorisnya yang mengeras.
"Mamaaa... Mammaaa..." jerit mbak Mimo yang tadinya masih asik menggoyangkan tubuhnya atas penisku. Jagoanku lepas karena sentakan tubuhnya yang menegang. Memang tak sehebat orgasme mbak Magda yang squirt. Tapi tubuhnya tegang dan bergetar. Mulutnya menganga lebar untuk oksigen segar lebih banyak.
Bu Devi mengambil alih penisku dengan menggenggamnya lalu mengocoknya sebentar untuk membersihkan cairan putih sisa persatuan kelaminku dan mbak Mimo barusan. Tanpa ragu ditelannya penisku sebanyak yang mampu dicapai mulutnya. Mbak Magda mengarahkan tanganku menjamah dadanya sekarang. Remas-remas kembali ditambahi pilinan di putingnya yang besar. Mbak Mimo yang barusan mendapat kenikmatan puncaknya, merebahkan kepalanya di atas pahaku, mengatur nafas.
Garter belt merah. Sepertinya ini seragam arisan mereka kali ini. Aku baru menyadarinya sekarang. Setidaknya keempat wanita MILF ini semuanya memakai penahan stoking berwarna merah ini. Entah dengan lima yang lainnya.
"Ayok... Kamu berdiri..." kata mbak Bella menarik tanganku yang masih mengutak-atik kemaluan bu Devi yang becek. Mbak Magda membantuku bangkit juga dengan tangan yang dikuasainya. Bu Devi membaringkan tubuhnya tergesa-gesa di atas sofa lebar ini. Mbak Mimo meletakkan sebuah bantal di bawah kepala rekannya. Perhatian sekali mereka pada teman...
Tidak perlu disuruh, aku lalu mendekati kaki bu Devi yang terbuka lebar. Kangkangan kakinya kutempeli tubuhku sementara penisku yang mengacung perkasa rapat di atas kemaluannya. Kupengangi kedua sisi pinggulnya dan mulai kucoblos liang kemaluan bu Devi yang sudah siap sedia.
"Ahh... Enaaak bangett... Ahh!" erangnya memegangi bantal yang menopang kepalanya. Penisku merangsek masuk sedikit lebih mudah. Entah karena memang vaginanya sudah longgar atau memang sudah sangat basah.
Genjotanku tidak begitu cepat awalnya. Tapi demi melihat guncangan yang kutimbulkan di sepasang susu gedenya, bergoyang seksi sekali seirama desakan sodokanku yang semakin kuat. Sungguh menyenangkan melihat guncangan seksi ini.
Ekspresi wajah bu Devi berganti-ganti dari kaget ke keenakan lalu seperti kesakitan walaupun jepitan vaginanya jauh dari kata peret, tapi karena dasarnya diameter penisku cukup besar, gesekan yang kami alami cukup terasa. Tanpa usaha banyak, penisku membentur mulut rahimnya berkali-kali.
Sodokanku bertambah cepat saat bu Devi semakin gelisah. "Ahh... Gilaa... Ini enaakk bangettt... Uumm.... Ahhh... Edaann...Ahh..." erangnya membanting kepalanya ke kanan-kiri lalu melotot seperti kesurupan pelacur binal. Tubuh gelapnya penuh peluh. Penisku terasa basah, lebih basah lagi karenanya. Saat aku masih merasakan kedutan-kedutan meremas kemaluan bu Devi, mbak Mimo menciumiku dari samping. Dadanya didusel-duselkannya di lenganku. Mbak Magda juga demikian. Mbak Bella di punggungku.
"Mbak Bella sekarang..." bisiknya. Aku cepat tanggap dan kucabut penisku dari cengkraman liang vagina bu Devi. Masih berciuman dengan mbak Mimo, aku melihat bagaimana mbak Bella menungging di belakangku. Kuputar tubuhku. Ujung kepala penisku membentur bongkah pantat montoknya.
Mbak Bella menungging tinggi di atas sofa ini. Kepalanya rebah di atas busa dan susunya menggantung bagus di dadanya. Gembungan gundukan silikon itu bulat sempurna sesuai tujuan estetikanya. Mbak Magda dan mbak Mimo membantu melebarkan belahan pantat mbak Bella agar dapat terlihat rekahan belahan vagina temannya ini.
Mbak Magda bahkan meludahi jarinya dan menstimulasi vagina mbak Bella saat lubang gelap dekat dengan anusnya terlihat berkedut-kedut siap melahap apapun yang memasukinya. Dada kedua MILF ini masih nemplok dengan manja di kedua lenganku. Rasa kenyal dan lembutnya selalu memberi rasa nyaman yang membahagiakan.
Kucoba menembus lubang gelap tujuanku itu. Berhasil pada percobaan pertama. Aku sudah memasuki mbak Bella. "Aahh... Gedeee... bangeeet, yaaa? Aihh.... Umm..." desah mirip raungan kenikmatan. Penisku meluncur masuk dengan lancar. Terasa gerinjal dinding kemaluannya menggesek optimal batang penisku. Selangkanganku bertemu dan membuat suara plok-nya dengan nyaring saat kusodok cepat. Kutarik perlahan dan kusodok cepat.
"Aaahh... Yaa... Enaaak begituu... Truss... Ehmmm... Ya, ya, ya... Truss!" raungnya kini bertumpu pada kedua tangan dan lutut. Tubuhnya mengejang. Posisi doggy ini sepertinya posisi kesukaan kami berdua. Kupegangi pinggulnya saat kuikuti apa maunya. Gangguan dua pasang susu montok di lenganku masih terus mengganggu.
"Enaakk bangeett..." desahnya terus menerus. Apa memang seenak itu yang mereka rasakan? Seharusnya brondong-brondong sebelumnya selalu bisa memuaskan mereka, kan? Tunggu dulu. Gak semua orang bisa memuaskan kesembilan MILF ini seperti yang aku mampu.
Hentakan kuat saat kusodok penisku ke kemaluan mbak Bella tak tertahankan lagi. Aku sudah mengaduk-aduk isi kemaluannya dengan penis kerasku dan tak heran kalau sebentar-bentar lagi dia nyampe.
"Uuu..." benar saja. Pantatnya berguncang dan tubuhnya ambruk dengan lutut tertekuk. Vagina merah dan garter belt-nya sangat seksi saat kulihat kedutan orgasme yang melanda tubuhnya. Ledakan orgasmenya membuatnya hampir jatuh berguling dari sofa lebar ini. Untung mbak Mimo menahannya..
Tak kehilangan momen, mbak Magda meraih tanganku dan menjamahkannya ke vaginanya lagi. Tanpa ampun, jariku langsung otomatis mengorek klitorisnya. "Mbak, ya?" pintanya manja. Kujawab hanya dengan senyuman.
Bukannya mencari posisi enak di atas sofa lebar dimana mbak Bella dan bu Devi masih berbaring, ia malah ke dinding terdekat dan memunggungiku. Paham maunya, aku turun dan menghampirinya. Mbak Mimo mengekor. Bagian bokong mbak Magda mencuat, menungging dengan kaki lebar. Kedua tangannya bertumpu di dinding dengan hiasan lukisan yang menggelikan menurutku.
Dengan sedikit menekuk lutut, kuposisikan penisku yang sudah merah tua penuh berlepotan lendir dari beberapa wanita sebelumnya. Segera menemukan targetnya yang berlubang basah. "Ummhh... Yak! Disituu... Ohh... Sodok!" perintahnya.
Gesekan kelamin kami intensif sekali di posisi ini. Lebih menggigit dari pada doggy barusan dengan mbak Bella. Dengan dua siku bertumpu di dinding dan pantat mencuat nungging. Kupompa vagina mbak Magda pelan-pelan. Mbak Mimo mengejar bibirku dan kami berciuman menyamping sementara pinggulku memompa maju-mundur tubuh mbak Magda. Susu mbak Mimo menempel lagi dan lagi di lenganku.
Lesakan-lesakan cepat panas penuh lendir kusodokkan terus ke kemaluan mbak Magda. Pompaan lancarku bertambah tak tertahankan apalagi kini susu-susu lain menempel juga di lenganku satunya dan punggungku. Bu Devi kembali mempermainkan puting dadaku sementara bu Bella menciumi tengkukku. Rasanya geli banget. Banyak rangsangan yang terjadi di tubuhku. Rasa enak di penisku ditambah rangsangan di sana-sini. Tapi aku harus bisa menahannya. Mereka tidak akan melepasku begitu saja. Mereka tidak akan berhenti sebelum mereka yang KO. Masih ada lima pemain yang belum terjun sama sekali.
Benar saja. Mudah sekali membuat mbak Magda mencapai puncaknya. "Aahh... Ahh... Aaah..." Perempuan itu membungkuk berusaha menahan tubuhnya dengan tangan di lantai. Tubuhnya tiba-tiba lemas, selemas kakinya yang lunglai. Tertatih ia menjauh dari penisku yang masih mengacung mengangguk-angguk karena kocokan tangan bu Devi. Bu Magda duduk kembali di sofa lebar dan tepar.
Mbak Mimo berpindah tempat dan bersandar di dinding yang baru saja ditempati mbak Magda. Diangkatnya kaki kirinya hingga ia condong ke samping kanan. Vaginanya terbuka lebar di satu sisi dan itu sudah cukup memadai untukku. Tangannya memegang bahuku hingga kakinya yang diangkat ditopangnya sendiri.
Penisku meluncur masuk saat mbak Mimo menciumi bibirku lagi. Ia jadi seneng banget cipokan begini. Apa ia merasa lebih intim begini. Masa bodo! Ciuman dengannya enak kok. Jago lagi. Memang tidak nyaman posisi begini untuk bercinta tapi ini mungkin dari fantasi-fantasi mereka yang hanya bisa dilakukan dengan pasangan yang lebih muda seumuranku. Coba aja mereka mempraktekkan ini dengan pasangan mereka yang sudah tua itu. Bisa mati mendadak mereka, kan?
PInggulku bergerak lancar maju-mundur memompa tubuh mbak Mimo selagi ia terus menciumi mulutku. Lidahnya bergerak liar menyapu bibirku, menyosor masuk menyetor ludahnya. "Uaahh... Mmm... " keluhnya saat tusukan penisku di vaginanya semakin cepat. Di punggungku, susu-susu montok lainnya masih ditekan-desakkan mencari kenikmatan. Tanganku yang bebas menjawil-jawil dua vagina beserta semua isinya yang liat dan becek. Kutik-kutikan jariku mempermainkan bergantian klitoris dan lubang senggama di dalamnya.
Mbak Mimo tak bisa konsentrasi lagi untuk mencipoki mulutku. Mulutnya mendesis-desis seperti kepedesan. Apalagi saat kutekan-tekan kuat rojokan penisku ke selangkangannya. Pelerku sampai ngilu terjepit pahanya. Kedua vagina itu kuabaikan dan kupegangi pinggul mbak Mimo dan kupacu cepat tubuhnya.
"Aeehh... Mamaaa... Mmm..." jeritnya memeluk tubuhku. Tubuhnya lunglai dan berkedut-kedut memelukku. Remasan liang vaginanya meremas lemah berkali-kali. Kakinya yang diangkat satu, jatuh tak bertenaga. Tertatih ia melangkahkan kakinya ke sofa lebar dan istirahat.
Dengan penis masih mengacung tegang, aku mencari siapa lagi yang harus kuladeni. "Mbak Magda masih mau lagi?" tanyaku. Enak ngeseks dengannya, ia sangat ekspresif hingga gampang mendapat kenikmatan tertingginya.
"Nggak aja, deh ganteng... Anu mbak masih ngilu, nih... Titit kamu gede banget, sih... Bu Devi masih mau, gak?" tolaknya malah menyodorkanku pada bu Devi yang menjauh juga.
"Sama mbak Bella aja... Sekali lagi masih bisa, nih..." katanya berbaring di sofa dan kakinya mengangkang di tepi. Goyang-goyang sedikit berusaha mendapatkan posisi senyaman mungkin. Digosok-gosoknya sebentar kemaluannya. Kesana aku segera menuju. Aku harus menyelesaikan ronde ini segera.
"Iya... Kalo bu Devi sih sama dengan Magda... Udahan... Capek berat, nih... Gak tau kalo Mimo... Masih bisa sekali lagi?" kata bu Devi yang duduk bersama lainnya mengitari mbak Bella yang bersiap menyambutku.
"Kaki Mimo lemes banget, nih... Enggak kayaknya... Break dulu deh untuk Mimo..." jawabnya merebahkan dirinya di sofa. Dadanya bergerak-gerak menarik nafas panjang.
Tubuhku merunduk di atas tubuh mbak Bella yang bersiap. Tanganku cecah disamping ketiaknya. Dengan menggerakkan pinggulku, penisku mencari posisi tepat di depan bukaan vagina mbak Bella yang merekah membuka. Menyambutku suka cita.
Pertemuan kelamin kami mendesak nikmat. Mbak Bella membelalak lagi saat penisku menyeruak masuk–membelah kemaluannya. Kepala menengadah sesaat lalu ia mencengkram lenganku untuk pegangan ketika kukayuh tubuhnya dengan kecepatan bergradasi. Semakin cepat karena aku sepertinya sudah akan mencapai puncakku juga. Ejakulasi yang sudah kutahan dari tadi. Aku harus menyemprotkan spermaku ini. Secepatnya!
Mulut mbak Bella yang megap-megap kupagut dan lidah kami saling belit dan melilit. Dengusan nafas panasku menerpa pipinya kala lidahku merongrong rongga mulutnya. Mbak Bella belingsatan tak sanggup mengimbangi gempuran penisku yang terus merangsek memompa.
"Sloorpp... Cloob... clloorpp..." suara pertemuan becek kelamin kami yang bersatu panas membara. Berkali-kali mbak Bella menjerit dan punggungnya melengkung hingga dadanya membusung estetis dengan payudara sebesar balonnya menghantam dadaku. Aku terus menggempur tubuhnya dan terasa bibit-bibit kenikmatan itu menggelegak menjadi buih yang akan segera menguap meledak.
"Mbaakk... Akuu mauu... nyaampee, nihhh... Dimanaaa??" tanyaku minta persetujuannya. Pinggulku terus bergerak cepat. Duh.. sudah di ujung, nih!
"Di daaalam aja... mbaak pakee spiraall..." jawabnya cepat.
Begitu mendapat jawaban itu, kulepaskan kontrolku dan menyemburlah dia... Croott... crooottt... crroottt...
Kutekan kuat pinggulku hingga perutku menempel kuat di selangkangan mbak Bella. Gumpalan demi gumpalan sperma kentalku menyiram rahimnya penuh walau tak akan bisa membuahinya pun tanpa spiral itu. Kepalaku terasa ringan akumulasi semua kenikmatan yang sudah kureguk bersama keempat MILF ini. Kedutan kenikmatan susulan terasa dari remasan lemah liang vagina mbak Bella.
Saat kucabut penisku dari sana, lelehan sperma kentalku mengalir keluar dengan deras. Perlu beberapa detik untuk mulut kemaluan mbak Bella untuk kembali ke ukuran bukaan normalnya. Aku mundur dan bersandar di dinding tempat kami baru bercinta tadi.
"Wahh... Masih ngaceng aja, tuh titit..." puji mbak Magda. "Sayang... masih ngilu nih meki disodok titit gede segitu dua kali..."
"Ini giliran kami kale, Da..." kata cici Tiffany yang masih duduk-duduk bersama yang lain. Mereka sambil minum menunggu giliran. Perjuangan berat! Malah masih ada lima wanita lain yang harus kuladeni sekarang.
"Sayang atuh... pejuhnya dianggurin... Seger banget, kan? Kumaha sih?..." kata ummi Rasya menunjuk-nunjuk pada selangkangan mbak Bella. Ia lalu turun dari kursinya dan menuju sofa lebar ini masih memegangi gelas jus-nya. Tanpa sungkan atau ragu ia berjongkok dan mencucup vagina rekannya itu.
"Ehh... Apaan, nih? Ihh... Ummi?" sadar mbak Bella karena rasa geli yang tiba-tiba dirasakannya kembali pasca persenggamaannya. Spermaku yang ada dipermukaan vagina sudah ludes disedotnya dan kini ia menggunakan jarinya mengorek keluar yang masih bertahan di dalam. Lidahnya mengait-ngait membersihkan semua cairan kental yang mengalir keluar.
Bu Ajeng melambai padaku agar mendekat pada mereka yang duduk di susunan sofa empuk yang berjajar memanjang. Ada bu Desi, bu Ajeng, bu Feby dan cici Tiffany di sana. Beberapa dari mereka minum red wine.
Saat berjalan; penisku yang masih menegang walau tak sekeras tadi, mengangguk-angguk sesuai gerakanku. Bu Ajeng memberi tanda agar aku berdiri di depannya. "Saya duluan, ya?" permisinya pada teman-temannya.
"Ya... silahkan, jeng..." kata bu Desi dan bu Feby hampir bersamaan. Cici Tiffany masih menonton perbuatan ummi Rasya pada mbak Bella dengan penasaran.
Bu Ajeng sekarang menguasai penisku dengan tangannya. Dikocok-kocoknya penisku sambil menatapku dengan nakal. Lidahnya menyapu-nyapu bibirnya penuh nafsu. Mungkin ia hanya akan blow job saja seperti kebiasaannya. Mengeringkanku sekali lalu menyerahkanku pada yang lain.
Kocokan ahli penuh talenta bu Ajeng sukses membuat penisku menegang keras kembali.
"Ummi yakin kalo itu bisa berhasil? Kemaren udah botox, kan?" tanya cici Tiffany ke belakang sana.
"Boleh percaya—boleh enggak atuh, jeung Tiffany... Tapi liat buktinya... Umur gak bisa boong tapi aing masih teteup geulis nyak?... Gak takut dibandingkeun ama Mimo, mah..." katanya sesumbar sembari menjilat-jilat jarinya yang berlumuran spermaku yang dipanennya dari liang vagina mbak Bella. Waduh! Spermaku dijadikan sumber nutrisi peremajaan kulit. Vagina mbak Bella licin dibersihkannya dari spermaku.
"Jeung Ajeng juga udah lama praktek-keun juga... Tanya, deh ke dieu?" lanjutnya.
"Mphh... M-m..." jawab bu Ajeng mengangguk-angguk membenarkan. Mulutnya sudah penuh dengan penisku. Tangannya mengocok batang penisku dan lainnya memijat lembut biji pelerku.
"Mpaahh... Yang ini rasanya enak... Gak eneg..." sambungnya melepas penisku sebentar lalu mencaploknya lagi dengan sedotan kuat sampai pipinya kempot. Lidahnya bermain-main di dalam sana, berusaha menyelimuti besar batangku dengan lebar lidahnya. Kepalanya mulai mengangguk-angguk mengocok perlahan. Matanya terpejam erat menikmati. Ada titik air di sudut matanya akibat sedikit tercekik.
"Fuaahh!" serunya melepas penisku dan mengambil nafas. Penisku basah oleh liurnya hingga terasa licin saat dikocoknya perlahan.
"Bagi, dong, jeng..." kata bu Feby yang melewati bu Desi untuk mencapai tempatku berdiri sekarang. Kutatap mereka bergantian dan bu Desi terakhir. Ia tidak kunjung bergerak. Tetap duduk di tempatnya sambil menyesap red wine pelan-pelan. Apa ia merelakanku dinikmati rekan arisannya hari ini dan gilirannya besok? Hanya itu yang masuk akal.
Kembali empat MILF menyerangku. Bu Ajeng masih setia menggelomoh penisku bergantian dengan bu Feby. Ummi Rasya menciumi mulutku dengan ganas. Sedang cici Tiffany menjilati puting dadaku. Tangannya meremas-remas gemas pantatku.
Bu Feby yang dalam keadaan normal sangat keibuan bisa berubah binal dan bitchy saat melahap penisku berebutan dengan bu Ajeng. Ada kalanya keduanya kompak menjilat sisi penisku, bergantian mengemut kepala jamur penisku, menjilati kantung pelerku. Kalau bu Ajeng aku sudah mengenal sisi liarnya sebelumnya. Ia hanya mau melakukan ini; oral. Tidak lebih.
Jadi tidak heran kalau semua teman-temannya sudah melucuti gaun mereka, ia tetap kukuh memakai pakaiannya. Jadi hanya mereka berdua yang masih berpakaian; bu Ajeng dan bu Desi yang kini menonton menjauh.
Bu Feby dengan cekatan menjepit penisku di susunya yang ternyata cukup besar dan montok tersembunyi didalam gaun longgarnya. Kenyal dan empuk menekan batang penisku kala ia menggerakkan tubuhnya naik turun untuk mengocoknya. Kepala jamur yang mencuat keluar dari cleavage disambut dengan hangat lidah berliurnya.
Tangan ummi Rasya membimbing tanganku ke selangkangannya. Ia masih mempertahankan hijab lebar bertumpuk-tumpuknya tetapi tidak dengan gamis panjangnya. Jariku langsung menemukan lipatan kemaluan tebal dengan bulu jembut yang lumayan lebat. Isi vaginanya basah dan panas. Klitorisnya menjadi bulan-bulanan permainan jariku. Wajah geulis ber-frame hijabnya mendesah-desah binal menggodaku untuk menciuminya.
Saat ini aku sedang meladeni cici Tiffany dengan permainan mulut ke mulut. Lidahnya melilit-lilit lidahku saling bertukar ludah. Tangannya yang lentik meremas-remas dadaku. Sewaktu ummi Rasya merampas mulutku darinya, tak habis akal ia mengenyoti dadaku dan meremas pantatku. Sebagaimana aku sedang meremas gemas pantat montoknya. Jariku bereksplorasi merambah masuk dari belakang dan menemukan jalan masuk ke liang cintanya. Ia merintih-rintih agak menungging menikmati permainan lincah jariku.
"Mmmhh... Mmm... Yaa... Truss... Trus..." rintih ummi Rasya dan cici Tiffany yang kedua kemaluannya kupermainkan dengan jariku. Pinggulku bergerak maju mundur menyenggamai mulut bu Ajeng. Bu Feby meremas-remas susunya sendiri. Aku menatap bu Desi yang hanya menonton pergumulan kami ini. Mengundangnya untuk ikut bergabung tapi ia enggan dan tetap menyesap red wine.
"Ooorrrgghh..." gerutu ummi Rasya mencengkram bahu dan lenganku saat ia tanpa terduga bisa mendapat kepuasan hanya dengan jariku. Perutnya membentur pahaku tak beraturan ketika tubuhnya berguncang-guncang. Jembutnya bergesekan kasar di kulit pahaku. "Mm..." desahnya menjilati ujung jarinya.
Tubuh ummi Rasya berputar dan bertumpu pada sofa yang masih diduduki bu Ajeng dan bu Feby. Kutarik penisku dari penguasaan kedua MILF senior di kelompok FoxyMoms ini. Segera kuarahkan pada tunggingan pantat ummi Rasya yang sebenarnya belum siap.
"Uhh... Ahh... Gedee pisaann, nyak?" keluhnya saat penisku menerobos masuk tanpa ampun. Kudorong-dorong penisku menembus tubuhnya. Perutku membentur bokong putih montoknya. Tanganku menjangkau ke depan dan meremas susu kirinya yang bergantungan. Kuremas-remas kasar awalnya lalu kulepas sewaktu aku mulai memompanya. "Ahh! Yaaa! Hmm... Terus atuh, kasep! Yang kencengg! Yaa!" jeritnya lirih.
Bu Ajeng dan bu Feby mempermainkan susu ummi Rasya yang bergantung berguncang liar akibat sodokan penisku. Ci Tiffany menginginkan mulutku lagi sampai aku harus membungkuk berciuman dengannya. Sebelah tanganku memegangi pinggul ummi Rasya, sebelah lagi meremas bokong ci Tiffany.
Kudorong tubuh gempal gemuk ci Tiffany agar menungging juga disamping ummi Rasya. Ia agak bingung dan sedikit protes kuatur-atur begitu tapi punggungnya kutekan agar segera melakukannya tanpa banyak tanya. Penisku yang bercokol di dalam liang kemaluan ummi Rasya kucabut dan berganti dengan jejalan dua jari. Berpindah dan mengarah ke belahan bokong ci Tiffany.
"Auuh!" kaget amoy itu saat tanpa banyak omong kepala jamur penisku merangsek membelah kemaluannya. Aku harus lebih menekuk lututku karena tinggi ci Tiffany tidak sama dengan tubuh semampai ummi Rasya.
Pompaanku pelan-pelan dahulu ke ci Tiffany menyesuaikan rasa hangat dan rasa nikmat cengkraman kuat liangnya saat kuaduk. Kocokanku semakin lancar apalagi ia juga menggerakkan pantatnya menyambut tiap kali gempuran sodokanku. Tanganku trus mengacak-acak kemaluan ummi Rasya yang juga menyambut dua jariku.
Coblosan tanganku seirama dengan sodokan penisku. Saat sodokan panjang, jariku juga amblas dalam. Saat sodokan pendek-pendek cepat, jariku mengorek-ngorek bagian depan lubang senggamanya. Bu Ajeng dan bu Feby meremas-remas susu gantung kedua MILF yang sedang nungging ini untuk menambah rangsangan.
Kucabut cepat penisku dari ci Tiffany dan kucucukkan berpindah ke ummi Rasya, berganti jari yang mencoblos kemaluan amoy itu. Perutku kembali menghantam pantat montok wanita Sunda itu. Bergetar-getar bokong montoknya kutekan benturan sodokanku. Penisku terasa diremas-remas di liang senggamanya pada posisi seks yang paling kufavoritkan ini. Keduanya menjerit-jerit keenakan tiada henti. Baik saat kupuaskan menggunakan jagoanku atau hanya jari.
"Auuughhh..." seru ummi Rasya mengejang tubuhnya. Kakinya kaku hingga remasan liang vaginanya menggila sesaat lalu melepaskan penisku. Ia ambruk bersujud di atas sofa, di pangkuan bu Ajeng. Tubuhnya berkejat-kejat seperti ikan disetrum di air. Pindah ke ci Tiffany kalau begitu.
Dengan mudah kuganti jariku dengan penisku. Bu Feby tersenyum lebar padaku bermaksud menggantikan posisi ummi Rasya yang sudah kosong. Ia berputar dan menunggingkan pantatnya padaku. Persis sama dengan posisi pendahulunya. Jariku mulai meraba-raba bokongnya yang membulat bagus. Pada lekukan dalam di tengah pantatnya di bawah lubang anusnya terselip dua daging montok sedikit berambut dengan daging mungil mencuat imut sebagai klitorisnya. Kakinya rapat dan menjulang tinggi. Satu jariku berusaha menembusnya. Sudah basah dan hangat. Lipatan kemaluannya segera menelan jariku saat kepalanya menengadah keenakan. "Aahhh..."
Sahut menyahut bu Feby dan ci Tiffany meraung keenakan. Lesakan penisku kini memborbardir cepat liang vaginanya. Kepala ci Tiffany terombang-ambing merasakan kenikmatannya. Apalagi ada daging-daging susu empuk terasa menempel di punggungku lagi. Dari suara desahan dan rasa kenyalnya, seperti milik mbak Magda.
"Ganteeng... Pinter kamuu... Nanti puasin, mbak lagi, yaaa?" katanya meraba puting dadaku. Hangat nafasnya menerpa leherku.
"Mbak Bella juga..." sahut satunya yang baru menempelkan susunya ke punggungku.
Tak kujawab permintaan mereka selain berusaha menyudahi ci Tiffany yang sepertinya sudah kepayahan menahan orgasmenya. Dengan sebelah tangan ia bertumpu menahan tubuhnya dan sebelah lagi mempermainkan itilnya sendiri.
"Aaahhhh! Ngeennttoootttt!" teriaknya ambruk ke sofa di depannya. Penisku tercabut paksa dari sana. Kami menyaksikan bagaimana ibu-ibu amoy montok itu bergelung dan menikmati orgasmenya bergetar-getar. Lengan dan pahanya yang gemuk mengejang ketat. Urat lehernya muncul. Ia menahan suaranya agar tidak menjerit, hanya gerutuan seperti tercekik. Perutnya yang agak buncit menciut menekan semua syahwatnya keluar.
Melihat cici Tiffany terkapar, bu Feby mengambil posisinya. Ia tidak menungging lagi melainkan duduk mengangkang di sofa di samping amoy itu. Kakinya dibuka selebar-lebarnya untuk menyambutku. Kukocok-kocok sendiri penisku yang sudah merah tua kebiruan, mengeras tegang, meratakan sisa cairan pelumas dari persetubuhanku sebelumnya.
Kedua mata kami bertemu saat kudekati bu Feby yang berubah dari keibuan menjadi nakal pelacur. Wajah teduhnya menjadi ganas penuh birahi. Ditariknya pipiku lalu menciumi mulutku saat dirasakannya kepala jamur penisku sudah tepat di pintu gerbang kemaluannya. Saat kutekan masuk, terasa lancar dan meluncur masuk walau tetap bergerinjal di dinding kelilingnya. Tidak bisa masuk semua karena mentok. Ada dua ruas jari yang tersisa untuk batang penisku menerobos masuk.
Bu Feby menggigit bibir bawahku merasakan penisku merangsek pintu rahimnya. Udara hembusan nafasnya keluar dari hidungnya yang kembang kempis. Tangannya meraba-raba perutnya lalu menekan. Terasa tekanan tambahan pada penisku juga di posisi duduknya begini. Aku mulai memompa cepat bu Feby. Mulutnya terbuka lebar dan badannya miring ke kiri. Kuangkat tangan sebelah tangannya dan kuciumi bergantian ketiak dan susunya.
"Slloopp... cllopp... slloorpp..." suara pertemuan becek kelamin kami berdua. Saat kusedang menjilati ketiak bu Feby, seseorang menarik kepalaku dan itu bu Ajeng. Ia menikmati mulutku dengan liar. Tangannya meremas-remas rambutku yang sudah tak bisa disebut rapi lagi. Sesekali direngutnya rambutku menimbulkan rasa pedih dikulit kepalaku saat ia menjilati kupingku. Berpindah ke leher lalu ke pipi. Ruangan utama terluas di apartemen ini semakin panas saja.
Kucoba meremas susu bu Ajeng dari balik gaun mahalnya. Ia tidak menolak tapi tak mengizinkanku melepasnya. Terasa kenyal dan empuk. Dapat kurasakan keinginannya untuk menikmati penisku di liang senggamanya, tetapi teringat janjinya hanya untuk memberikan tempat spesial itu untuk suaminya yang entah juga mempunyai janji yang sama.
Tersadar, ia mundur dan menyeka bibirnya dari liurku yang telah membuat lipstiknya menyebar pudar. Tempatnya segera digantikan mbak Magda. Jariku dari tadi sudah mengacak-acak belahan vaginanya dan mbak Bella. Ummi Rasya membantu merangsang bu Febby dengan meremas susu dan memilin pentilnya.
Pantat bu Feby terangkat tiba-tiba! Penisku terlepas karenanya. Orgasmenya menggila! Punggungnya melengkung dengan kepalanya di dudukan sofa dan kakinya mengangkat pantatnya tinggi. Tubuhnya mengejan kuat, matanya membalik hanya terlihat putih, tangannya mencengkram kulit sofa. Persis seperti kesurupan di TV itu.
Saat selesai gelombang kenikmatan itu menderanya, tubuhnya lunglai melengkung di atas sofa. Kakinya menjulur ke bawah dan tubuhnya masih di atas busa sofa mahal. Mencuatkan vaginanya yang masih berkedut-kedut basah. Tak menunggu lama, segera ada yang menggantikannya. Dia mbak Magda...
Ia berbaring menyamping dan memamerkan bukaan kemaluannya yang disibakkan dengan tangan. Lubang vaginanya menggodaku untuk segera masuk. Tetapi aku tau kalau ia tidak bisa bertahan lama. Entah karena nafsunya atau karena memang ia gampang terangsang. Segera tempelan penisku meluncur masuk relatif mudah. Jepitan dan cengkraman liang vaginanya lebih erat di posisi demikian ini. Bantuan pahanya menjepit erat penisku.
Walau perutku terhalang pantat montoknya; dengan melengkung aku bisa mencapai mulutnya yang minta dicipok. Lidahku bermain-main di mulutnya. Ludahku kusetor tanpa sungkan yang disambutnya dengan gembira. Dipermainkannya ludahku di mulutnya sambil meraung-raung keenakan.
"Aduuhh.... Ennakk bangeett... Eaaghhh.... Uuhhmm..." keluhnya berkali-kali. Padahal aku melesakkan penisku tak bisa dalam. Tapi karena gesekannya maksimal, membayar kekurangan dalam tusukan. "Yaa... Lagi... Laggiii... Truss. ganteenngg... Uhh..." benar saja ia kemudian berkelojotan orgasme kembali.
"Bu Desi?... Ayo, dong?... Kok minum terus, sih... Jarang-jarang kita nemu brondong hebat begini, loh..." kata ummi Rasya yang masih memakai hijab lebar yang disisihkan ke samping saja. Susu gedenya menjuntai menggantung indah di tubuhnya.
Ia hanya menggeleng dan mengangkat gelas wine-nya pertanda 'Kalian nikmati brondong itu sepuasnya. Nanti giliranku'
Aku dibuat duduk di sofa empuk yang pasti mahal dari kualitas busa dan kulit pembungkusnya. Jenis ini juga ada di rumahku. Aku gak tau pasti berapa harganya tetapi yang pasti akan cukup kuat untuk menahan goncangan beberapa orang sekaligus untuk memacu nafsu diatasnya. Mbak Bella lalu duduk di pangkuanku setelah mengarahkan penisku ke kemaluannya yang segera menelan amblas.
"Aahhh..." keluhnya segera. Tanganku dipelukkannya ke perutnya yang segera bergerak naik-turun untuk mengaduk isi kemaluannya. Lututnya yang menjadi tumpuan tubuhnya saat ia menggerakkan tubuhnya memuaskan birahinya. Tanganku dirampas dari perutnya dan hinggap ke susu montok ummi Rasya. Aku mempermainkan pentilnya yang menegang kasar. Berebut ia menciumiku dengan mbak Bella. Mukaku diciumi ummi dan kupingku dijilati mbak Bella.
Aku masih bisa menahan ejakulasi tetapi tidak bisa lama-lama kalau dirangsang habis-habisan oleh emak-emak ini. Tanganku yang sebelah lagi menclok di belahan vagina ci Tiffany yang duduk di sampingku, mengerang-erang mempermainkan pentil susunya sendiri. Kakinya membuka lebar, memudahkan jariku bergerak lincah.
Semakin kalap aku saat banyak dari mereka yang sudah kugarap di ronde awal merapat mencari kenikmatan lagi. Mbak Mimo dan bu Devi berebut tangan dan mulutku. Mbak Bella yang masih di pangkuanku mendapat imbasnya. Ia hanya sanggup menahan tubuhnya saat kugempur vaginanya dengan gerakan cepat walau dalam posisi duduk. Gerakan bak piston kuperagakan mengaduk-aduk kemaluan perempuan berdada silikon itu.
Ia menjerit-jerit nyaring seperti anak SMA yang melihat tikus. Tak lama ia mengejankan erangan orgasmenya. Untung ada temannya di sekelilingnya untuk menyambut tubuh lelahnya. Tapi itu hanya agar bisa gantian bisa menunggangi penisku.
Bak segerombolan zombie haus daging segar, mereka menyerbuku bergelombang. Ummi Rasya memaksakan dirinya ke pangkuanku. Menghadap depan hingga susu jumbonya menclok di mukaku. Pantat montoknya segera menelan selangkanganku. Penisku amblas ditelan kemaluannya yang segera berkontraksi laksana otot ular menelan mangsa. Dijejalkannya susunya padaku untuk menguasaiku seutuhnya. Lalu ia diciuminya mulutku kembali.
Jari tanganku mulai pegal bergerak selalu di dalam mulut vagina perempuan-perempuan gila daun muda ini. Dua tangaku ditindih pantat mbak Mimo dan bu Devi. Mulutku berhasil direbut ci Tiffany yang disosornya dari ummi Rasya. Perempuan berhijab itu menjilati kupingku sekarang. Mbak Magda merapatkan dirinya bersama mbak Bella. Mencoba mendapatkan peruntungan.
Ditindih tubuh montok ummi Rasya membuatku mati langkah. Manuver tidak bisa kulakukan dengan bebas. Kukumpulkan tenagaku, membebaskan kedua tanganku dari liang licin berlendir itu, kuangkat ummi Rasya sekuatnya dan kubaringkan ia di atas sofa. Kutuntaskan keinginannya dengan menjejalinya dengan penisku yang semakin menggila.
Sudah lama aku tidak merasakan perasaan ini. Hanya nafsu yang menguasaiku. Nafsu untuk memuaskan. Rasa nikmat yang kurasakan sebenarnya hanya minimal saja. Aku sudah ejakulasi sekali pada ronde pertama tadi dan karenanya akan makan waktu untukku ejakulasi yang kedua kalinya. Saat memuaskan banyak wanita ada beberapa pilihan yang bisa kulakukan. Aku bisa melakukan MULTIPLICITY seperti saat di dunia MYTHRAL dulu. Ribuan peri kupuaskan sekaligus. Atau malah DOUBLE. Tiap wanita akan mendapat bagiannya masing-masing secara adil. Tetapi pada kasus ini, semua itu tidak bisa kulakukan kecuali dengan cara ini.
Cara ini persis sama dengan weekend awalku dulu saat masih bersama Carrie. Sembilan gadis remaja kugilir sampai puas saat itu di villa keluargaku di tepi pantai. Masa-masa yang gila sekali. Itu saat aku baru pertama kali aku mengetahui potensiku. Ini potensi yang mengerikan. Karena dari sana semua bermula. Rangkaian kejadian kemudian merebak lebar kemana-mana. Iblis, HOLY LIGHT, Lucifer keparat dan amnesia. Ya! Amnesia keparat yang membuatku harus melakukan ini semua...
Mempermudah kesulitanku, kuingat kembali bakatku untuk membuat para wanita ini mencapai kenikmatan puncak itu. Aku punya benda ini yang kusebut bakat untuk mengetahui cara mudah. Bisa berbentuk titik rangsang, pusat erotis, G-Spot, atau rasa yang bisa menyebabkan—memicu kenikmatan orgasme itu.
Bak terkena tembakan shotgun mematikan, mereka semua terkapar tak berdaya kala berkali-kali berkejat-kejat, kelojotan, kelimpungan, gemeteran merasakan seluruh setruman aliran listrik kenikmatan itu menjalar di seluruh tubuh. Menyebabkan paralysis sementara yang menguap menjadi jeritan puas.
Tujuh perempuan itu, yang secara aktif silih berganti minta giliran kini bergelimpangan seperti ikan terdampar di darat. Megap-megap untuk oksigen memabasahi insangnya. Susu-susu montok terbentang seperti tak ada harganya di mana-mana.
Mbak Bella dan ci Tiffany berbaring bersama di atas sofa. Mbak Magda mengangkang pasrah tak jauh dari ummi Rasya yang berbaring menyamping. Mbak Mimo duduk bersandar di dinding dengan kepala terkulai seperti overdosis. Bu Devi membaringkan kepalanya di paha bu Feby yang mungkin pingsan di atas karpet tebal. Kudatangi bu Ajeng yang masih berpakaian lengkap bersama bu Desi yang gelas wine-nya tak pernah kosong.
"Bu Ajeng..." kataku tegas dengan penis teracung tak lama lagi meledak. Aku tak berharap pada bu Desi; sang TO-ku. Terperangah ia awalnya melihat ke tujuh teman-temannya KO. Lalu cepat tanggap dan berlutut di hadapanku. Mulutnya langsung kujejali penisku tanpa permisi. Entah aroma apa yang tercium dari penisku karena akumulasi cairan cinta beberapa perempuan sekaligus menjadi satu.
Rajin ia merangsang penisku dan mengocoknya di dalam mulutnya. Gelitik tangannya bermain di kantung pelerku yang sudah mengumpulkan spermaku—siap semprot!
"Croott! Crrooott! Crrooottt!" semburan demi semburan menyemprot kencang dari lubang kencingku ke dalam mulut bu Ajeng. Ia gelagapan menerimanya sampai ia menggunakan tangannya bersiap menampung lelehan spermaku yang meluber keluar. Matanya dipejamkan erat merasakan pangkal tenggorokan disemprot deras spermaku.
Kucabut penisku dari mulut bu Ajeng dan tanpa pikir panjang duduk di samping bu Desi yang sudah menyaksikan ini semua dari awal sampai akhir. Penisku yang merah menggila masih sedikit tegang. Dan tanpa pikir panjang juga kuraih tangannya dan menggenggamkannya pada penisku. Pegangannya enggan tapi aku terlalu lelah untuk memperdulikan itu. Kupejamkan mataku untuk merasakan after taste kenikmatan di penisku dari sentuhan tangan bu Desi yang mengurut penisku perlahan.
Aku tau pasti kalau bu Desi memperhatikanku yang duduk bersandar lelah di sampingnya. Merasakan penisku perlahan-lahan berkurang ereksinya sampai lunglai lemas. Memberikan pesan padanya; inilah yang sudah kau dapat atas memenangkan aku sebagai hadiah arisan brondong ini. Brondong kualitas super. Yes!
 
Hmm....bu Desi kok kayak gak semangat yah, gimana tuh bisa ngerasain lubang surga bu Ajeng...
 
wahh mantep, satria dapet kroyokan apem trus



lanjutt, ehh tp mash lama yah.
ada side quest ga suhu...

quest terakhir ini gak sepanjang quest sebelum2nya. side quest gak ada lagi, gak sempat nulisnya krn fokus dimari. lg nulis proses triggence pisces ini trus lanjut finishing touch...
 
ahh ummi rasya kadieu bisi can wareg di wewew ku satria ,, ku uing di seubeuh keun
 
asli ni bkin dag dug serrr, mulustrasi ajeng bah gnhan boleh hu lempar inisial y :D
 
suhu ryu memang gak kehabisan ide, gw bisa sebut ide2 gila, mataap abis. :jempol::jempol::jempol::jempol: w kasih 4 jempol buat suhu ryu
 
Wah langsung lanjut
Ane kira sekarang jatahnya side quest (penasaran sama kehidupan maria dan kawan2nya setelah tria pergi)
 
Saya kira misi zodiac pisces ada di zia. Secara abahnya zia punya kemampuan khusus jg. Abahnya kan betul2 menjaga zia dari pergaulan bebas tuh. Jd ada Tantangan sendiri buat Satria untuk dapetin core pisces terakhir.

gak. Zia cuma ada di side quest aja porsinya. perannya masih jauh banget dr cerita kali ini. Zia mungkin bisa jd masa depan Satria. tp hati ndak boleh dipaksakan toh?
 
Kan pisces punyanya tante desi suhu :bingung:
N papanya zia jg dh blng ma satria buat nikahin si zia lo satria mau...sp tau bisa ngasilin keturunan ky mamanya zia

ya... begitulah skenario aslinya. Satria masih keukeuh ttp nerusin niat awalnya walau begitu banyak kemungkinan yg bisa dipilihnya. tau apa aja kan...
 
nahh tuhh, atas ane juga reguest side quest nya suhu, sama nanti juga kan ambil core nya della, assasin yg mau maried ktnya dlm waktu dekat, brarti pisces dapet trus,core della ma misteri kata2 dlm masing2 corenya, suruh ja masing2 pemilik ikut mikir juga, kembar duo, ma afang kan jg jenius
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd