Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG REGRET

#5 Keraguan
Beberapa bulan berlalu dan tidak terasa hampir satu tahun Robb menjalani kuliahnya. Hubungan antara Tika dan Robb semakin hangat. Mereka berdua kini sudah tidak ambil pusing dengan desas-desus, gossip serta omongan-omongan di belakang mereka mengenai status hubungan mereka. Terkesan cuek. Sahabatnya Daris, mulai sering meledeki Robb disetiap kesempatan dengan tujuan agar Robb segera menyatakan perasaannya kepada Tika.

Robb memang belum menyatakan perasaannya kepada Tika. Masih ada perasaan mengganjal bagi Robb untuk yakin akan berpasangan dengan Tika. Salah satunya derajat sosial mereka yang berbeda sangat jauh. Robb tidak yakin bahwa Tika akan menerimanya karena keadaannya. Bisa jadi Tika bertingkah demikian karena dirinya hanya butuh teman laki-laki. Masih hangat ingatan Robb tentang hari ulang tahun Tika yang hampir saja ia kacaukan. Tika berkata bahwa saat itu adalah kali pertamanya merayakan ulang tahun dengan teman prianya. Hal yang sulit dipercaya dikarenakan mustahil bagi wanita yang memiliki paras sangat cantik tidak memiliki seorang mantan pacar satupun sehingga alasan ia hanya butuh teman laki-laki sangat tergambarkan. Ia menampik jauh-jauh fakta bahwa Tika tidak menolak saat ia menciumya. Mungkin saja itu karena gerakannya yang terlalu tiba-tiba dan Tika tidak bisa melakukan apapun dan mungkin juga Tika hanya kasihan kepada dirinya karena melihat kondisinya yang benar-benar menyedihkan. Entahlah.

Robb mulai sering mampir di rumah Tika sembari dirinya menunggu jadwal mengajar. Kegiatan itu sudah hampir menjadi rutinitas sejak kejadian Robb mencium Tika. Segala kegiatan ia lakukan di kamar Tika. Dari mulai membaca buku pelajaran untuk keperluan mengajar siswa, membaca modul kuliah, melihat Tika mendandani dirinya sendiri, menemani Tika belajar, karaoke bersama Tika, menonton film bersama Tika dan lain sebagainya. Namun dari sekian banyak kesempatan itu, Robb sama sekali tidak mengambil kesempatan untuk menyatakan cintanya. Bahkan jika secara tidak sengaja tatapan mereka bertemu, dirinya langsung mengalihkan pandangan ke arah lain ke segala benda yang ada di dekatnya. Entah itu buku yang sedang ia baca atau laptop yang sedang memutarkan film.

Robb memang mencintai Tika. Entah sejak kapan perasaan itu tumbuh. Dirinya sudah tidak bisa mengelak jika Daris meledeknya tentang perasaannya kepada Tika. Namun, sebelum semua perasaan yang mengganjal terjawab, sepertinya Robb masih nyaman dengan hubungannya dengan Tika saat ini. Teman tapi mesra.

Saat ini Robb sedang melakukan projek yang diberikan oleh salah satu dosen di salah satu laboratorium di kampusnya. Projek yang telah menghabiskan sebagian besar waktunya yang biasanya ia alokasikan untuk beristirahat. Projek yang sudah mencapai tahap akhir dan nantinya akan ia presentasikan satu bulan lagi di depan kelas dan hasil terbaik akan mendapatkan kesempatan untuk melanjutkannya dan menjadikannya projek tugas akhir untuk dapat lulus dari kampus ini.

Saat ini dirinya sedang memasang kabel di kepalanya. Kabel tersebut dipasangkan di bagian jidat sebelah kiri dan kanan dan juga di bagian belakang kepalanya atau lebih tepatnya di sebelah kedua telinganya. Kabel-kabel tersebut tersambung ke dua buah model yang berbentuk menyerupai tangan manusia lengkap kiri dan kanan. Model yang tersusun oleh serangkaian serat carbon yang sangat ringan. Model tersebut belum sempurna karena hanya bagian telapak tangan hingga pergelangannya saja yang sudah sempurna terbentuk, sedangkan lengannya masih berupa seperti batang besi yang dikelilingi oleh banyak kabel-kabel yang berwarna-warni.

Setelah dirinya menganggap semua persiapannya selesai, dirinya lalu berdiri di depan model tangan tersebut lalu berkonsentrasi dan mulai mengepalkan kedua tangannya. Dan seperti yang diharapkan, kedua model tangan tersebut mengikuti gerakan tangan Robb. Robb tersenyum dan mulai menggerakkan jari jarinya satu persatu dan model tangan itu mengikuti setiap gerakan yang dilakukan oleh tangan Robb. Robb kini mulai memainkan berbagai trick tangan, kemudian menirukan gerakkan ninja yang akan mengeluarkan jurusnya seperti yang pernah ia tonton saat dirinya masih sekolah dan kedua model tangan itu persis melakukan apa yang dilakukan oleh kedua tangan Robb. Robb tersenyum penuh kemenangan karena pada akhirnya projeknya telah selesai setelah melewati berbagai macam kegagalan.

Sedang asyik-asyiknya merayakan keberhasilannya, pintu laboratorium terbuka dan munculah wanita yang selama ini menghantui pikiran Robb. Siapa lagi kalau bukan Tika. Tika masuk ke dalam ruangan itu dengan wajah cenderung mendung. Melihat wajah Tika, Robb yang baru saja akan pamer keberhasilannya, memutuskan untuk mengurungkan niatnya dan melepas semua kabel yang terpasang di kepalanya dan mulai berjalan menuju Tika yang memutuskan duduk di sebuah kursi yang terletak di dekat pintu ruangan.

“kenapa tika?” ujar Robb ikut duduk di sebelah Tika.

Tika hanya menggelengkan kepalanya namun wajahnya cemberut.

Robb tidak tahu apa yang dilakukannya dan hanya bisa melihat wajah Tika yang mendung dari samping saja. Detak jantungnya semakin kencang berdetak karena memandang Tika. Dirinya dengan cepat langsung menggeleng-gelengkan kepalanya agar sadar dari lamunanya dan tangannya langsung menggenggam tangan Tika dan Robb membawa Tika keluar dari ruangan itu.

“mau kemana?” ujar Tika akhirnya mengeluarkan suara.

“kamu mau kemana?” ujar Robb masih terus berjalan tanpa tujuan.

“tuhkan kamu gajelas. Udah lah lepasin” Tika menarik tangannya melepas genggaman Robb. Wajahnya makin cemberut.

“kamu kenapa?” Robb melepas genggamannya.

Tika sekali lagi hanya menggeleng namun wajahnya masih cemberut.

Robb menggelengkan kepalanya dan sekali lagi menggenggam tangan Tika dan menariknya berjalan. Kini dia sudah memiliki tujuan.

“mau kemanaaaaa?” ujar Tika mulai meninggikan suaranya.

“beli eskrim mau ga?”

“emang ada yang jual disini?”

“kita keluar”

Awan mendung di wajah Tika berangsur-angsur menghilang dan mulai digantikan sinar matahari.

Robb terus berjalan menuju halaman parkir tempat motornya berada tanpa ada obrolan diantara mereka. Robb terus menggandengan tangan Tika hanya bisa mengikuti kemana arah pria yang menggandengan tangannya akan membawanya.

Setelah sampai di halaman parkir, ia lalu menaikki motornya dan Tika mengikuti dan mereka berangkat menuju sebuah kedai eskrim yang letaknya tak jauh dari kampus.

“aku masih ngutang buat ngajarin kamu naik mobil ya robb” ucap Tika ditengah perjalanan mereka.

“engga. itu bukan utang. Aku kan gapernah minta”

“tapi aku janji sama diriku sendiri. Berarti itu utang ke diri sendiri”

“iya deh terserah kamu” Robb menghela nafasnya.

“hehe” senyum Tika mulai mengembang.

Beberapa saat kemudian, mereka sampai di sebuah kedai eskrim dan mereka memesan eskrim dengan rasa favorit masing-masing.

“robb aku lupa bawa uang. Uangku di tas. Tas ku di kampus. Maaf”

“santai”

“yee gaya banget ngomong santai”

“aku kan bawa uang”

“nanti aku ganti”

“gausah”

“aku maksa”

“hmm. Terserah”

Tika semakin melebarkan senyumannya dan tak lama setelah itu pesanan mereka datang dan mereka menikmati makan eskrim itu hingga tanpa terasa matahari sudah berada persis di atas kepala mereka dan akhirnya mereka memutuskan untuk kembali ke kampus untuk melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda.

Selama perjalanan pulang, Robb bertanya sekali lagi kepada Tika tentang alasan wajahnya cemberut tadi dan akhirnya Tika berterus terang bahwa dirinya hanya lelah karena dirinya juga baru saja menyelesaikan projeknya bahkan telah selesai menyelesaikan menulis laporan hasilnya. Tika memutuskan untuk berpura-pura kesal dan cemberut agar Robb mengajaknya ke suatu tempat karena Tika cukup suntuk dengan keadaannya. Tika bersyukur karena pesan non-verbal yang ia sampaikan berhasil diterima oleh Robb. Robb hanya menghela nafasnya karena pengakuan dari Tika dan sedikit menjitak kepala Tika saat mereka sampai di kampus. Mereka berdua hanya tertawa-tawa selama berjalan menuju laboratoriumnya masing-masing.

~~~~~~
Satu bulan kemudian.

Pagi ini Robb sedang berada di ruangan kelas dan ia membawa model yang berbentuk tangan manusia. Saat ini kedua model itu sudah berbentuk sempurna seperti tangan manusia pada umumnya. Pergelangan tangannya sudah bukan lagi terlihat seperti sebuah batang besi yang dililiti oleh banyak kabel.

Robb sedang menunggu gilirannya untuk memresentasikan hasilnya. Sebelum berangkat ke kelas itu, Robb sudah sangat yakin bahwa hal yang ia kerjakan akan menjadi tiga terbaik, bahkan terbaik dari semuanya. Namun, saat kelas sudah mulai dan sudah beberapa anak yang memresentasikan hasilnya masing-masing, Robb semakin pesimis akan hal itu. Salah satunya adalah ada seseorang yang berhasil membuat jantung buatan yang sudah terbukti bisa memompa darah dan tekanan aliran yang dihasilkan oleh jantung tersebut juga sama seperti jantung asli manusia ada juga ada yang membuat 3D printer yang bisa menghasilkan sebuah benda hanya dengan pindaian dari benda aslinya dengan komposisi bahan yang sama persis seperti benda yang dipindai. Sehingga tidak perlu membuat design alat yang akan dicetak, hanya dengan memindai barang asli. Kedua projek itu berhasil membuat Robb menjadi pesimis. Selain karena hasilnya menakjubkan, tujuan dari projek itu juga sama seperti Robb, yaitu pengembangan pada bidang kedokteran dan ilmu pengetahuan. Jantung sudah pasti akan digunakan untuk para pasien-pasien yang sangat membutuhkan transplantasi jantung. Jantung sementara untuk menopang hidup sampai mendapatkan jantung yang sesuai. Mesin pencetak 3D dapat digunakan untuk membuat visualisasi dengan sangat jelas dan lengkap organ-organ manusia, hewan dan tentu saja tumbuhan. Dengan visualisasi sejelas dan selengkap itu pasti ilmu pengetahuan akan semakin maju.

Waktu Robb akhirnya datang. Dirinya sangat gugup karena sudah ada dua projek yang ia yakini akan menjadi yang terbaik. Itu adalah hal yang sangat membebani Robb.

“tenang robb. Punyamu gak kalah kok” ujar Tika yang berada di sebelahnya dan menggenggam tangannya. Tika sepertinya paham dengan gelagat Robb karena sebelumnya juga Robb melakukan hal yang sama saat gilirannya tiba.

Robb hanya mengangguk, tersenyum dan segera beranjak dari tempat duduknya menuju depan kelas sambil membawa dua model yang berbentuk tangan manusia. Sesampainya di depan kelas, Robb meletakkan kedua modelnya di sebuah meja yang tersedia di tempat itu, berdiri. Selanjutnya ia mengeluarkan beberapa kabel yang selanjutnya ia pasangkan di kepalanya. Robb berkonsentrasi sejenak dan mulai menggerakkan telapak tangannya kedua tangannya. Degup jantung Robb semakin kencang melihat modelnya yang belum bergerak. Robb semakin berkonsentrasi dan beberapa saat kemudian, model itu mulai bergerak persis seperti tangan Robb. Robb menghembuskan nafasnya setelah modelnya mulai bergerak sesuai dengan kemauan Robb. Dan tepukan tangan riuh dari para mahasiswa lain dan juga dari dosen penilainya.

Robb mulai tenang dengan keadaan saat ini dan mulai menjelaskan model yang telah ia buat beserta serta fungsi dan tujuannya.

“jadi. Benda ini berfungsi sebagai tangan prostetik. Bukan sembarang prostetik, namun tangan ini akan berfungsi sebagai tangan pengganti yang bisa bergerak sesuai apa yang diinginkan. Sehingga walaupun seseorang kehilangan tangannya, mereka tidak akan kehilangan fungsi sepenuhnya dari tangan yang hilang itu” ujar Robb masih menggerakkan tangannya dan model itu masih mengikuti gerakannya. “namun tangan ini masih memiliki kelemahan yaitu beratnya yang masih tergolong cukup berat sehingga akan menyebabkan orang yang menggunakannya cukup kelelahan. Maka dari itu, satu-satunya yang bisa dilakukan adalah melepas tangan ini jika sudah kelalahan. Oleh sebab itu saya membuat model yang cukup mudah untuk dilepas dan dipasang. Selain itu, model ini tidak berhubungan langsung dengan sistem saraf yang ada di tubuh melainkan menggunakan sinyal neurotransmitter yang dikeluarkan oleh otak dan difasilitasi oleh kabel-kabel ini” lanjut Robb.

Tepuk tangan riuh sekali lagi terdengar setelah Robb menyelesaikan penjelasannya dan saat ini adalah saat dosen penilai akan menanyakan terkait penjelasan Robb.

“bagus sekali robb. Seperti yang saya ekspektasikan. Saya hanya akan menanyakan satu hal saja. memang agak merepotkan jika ada banyak kabel-kabel yang terhubung di sebuah alat. Bisa tidak kamu membuatnya namun dengan jumlah kabel yang sedikit atau jika memungkinkan sama sekali tidak ada kabel?” ujar dosen penilai.

“baik bu. Terimakasih atas pertanyaannya. Jika pertanyaannya bisa atau tidak bisa, tentu saja bisa bu. Namun perlu diadakan beberapa pengujian lanjut dan terhadap manusia, dan hanya satu hal yang mungkin bisa saya lakukan adalah pembuatan chip yang nantinya chip tersebut akan dipasangkan di salah satu bagian otak dan tentunya tangan ini akan tersambung langsung ke sistem saraf tubuh dan akan menjadi tangan pengganti sepenuhnya”

Wajah dosen penilai tersebut sedikit mengernyit karena penjelasan Robb. “jadi kamu bisa membuatnya?” ujar dosen tersebut.

“bisa bu. Namun saya tidak bisa menentukan waktu kapan selesainya karena memang penelitian mengenai sistem saraf manusia cukup rumit apalagi hal ini bisa dikatakan membuat sistem saraf buatan. Sehingga pasti akan membutuhkan waktu dan riset yang cukup banyak” ujar Robb

“dengan fasilitas di kampus ini apakah benar kamu bisa?” ujar dosen itu sedikit meninggikan nadanya.

“saya belum memeriksa semua alat dan bahan yang ada di kampus ini. namun jika sesuai dengan jurnal-jurnal penelitian yang telah saya baca, alat-alat yang dibutuhkan mudah untuk di dapatkan di kota ini. walaupun kemungkinan besar membutuhkan biaya yang tidak sedikit tentunya. Namun jika ditanya apakah saya bisa membuatnya. Saya bisa membuatnya”

“baiklah jika begitu. Sebelum kamu menyelesaikannya, ada satu pertanyaan lagi karena saya cukup tertarik dengan hasil temuanmu. Apakah bisa jika tangan tersebut dibuat lebih ringan?” ujar dosen itu lagi.

“terimakasih bu. Saya belum menemukan bahan yang lebih ringan dan sekuat serat karbon, jadi butuh waktu tambahan dan riset lebih mendalam mengenai hal ini” ujar Robb.

“oke baiklah robb. Terimakasih. Tepuk tangan untuk Robb sekali lagi” ujar dosen tersebut dan diikuti oleh tepukan tangan yang cukup riuh dari para penghuni ruangan ini. “silahkan robb, kembali ke tempatmu” lanjutnya.

Robb hanya mengangguk dan mengambil modelnya dan melangkah dengan yakin menuju tempat duduk asalnya. Tepuk tangan riuh sekali lagi terdengar saat Robb kembali ke tempat duduk asalnya.

Tika tersenyum saat Robb sampai di tempatnya. Robb membalas senyumannya dan menghembuskan nafasnya dan akhirnya menghempaskan pantatnya ke kursinya.

“tuhkan. Lebih bagus malah” ujar Tika antusias.

“engga tik. Aku aja yang terlalu percaya diri tadi” ujar Robb sedikit lesu.

“kok gitu?”

Robb hanya mengangguk lesu dan matanya terus fokus ke depan. Memerhatikan seseorang yang sedang memresentasikan hasil projeknya.

“jangan-jangan kamu gabisa bikin?”

“bukan gabisa bikin. Ketersediaan sumber daya yang bikin aku kurang yakin”

“maksudnya?”

“aku butuh ahli saraf, tulang dan juga banyak sekali dokter yang kemampuannya diatas rata-rata. Aku memang terlalu percaya diri tadi”

Suasana menjadi hening. Sepertinya Tika tidak memiliki sepatah katapun untuk disampaikan ke Robb. Mungkin saja dirinya juga bingung dengan kondisi yang sedang didera Robb. Tika akhirnya memutuskan untuk ikut memerhatikan seseorang yang sedang berada di depan menjelaskan hasil temuannya.

~~~~~~​

“baik terimakasih anak-anak. Secara umum saya puas dengan seluruh hasil yang kalian dapatkan. Akan sangat sulit bagi saya untuk memilih mana yang terbaik dan ketahuilah bahwa kalian semua adalah yang terbaik. Bagi siapapun yang nantinya mendapatkan predikat yang terbaik dan layak untuk dilanjutkan untuk projek tugas akhir, jangan cepat berpuas diri, karena tanggung jawab kalian akan bertambah dan kalian harus merelakan kehidupan kalian yang lama” ujar dosen yang berada di depan kelas penuh wibawa. “kemungkinan besar hasil akan saya kirim ke website kampus nanti sore pukul empat. Jadi kalian masih punya waktu sekitar 4 jam lagi untuk berdoa agar nama kalianlah yang akan terpampang” lanjut dosen itu sambil tersenyum. Para mahasiswa yang berada di ruangan itu mendengarkan dengan khidmat.

“oke kelas saya bubarkan” tutup dosen itu.

Para mahasiswa langsung berhamburan memenuhi pintu keluar ruangan itu. Seperti biasa, Robb masih berada di tempat duduknya dan disampingnya seorang wanita yang akhirnya mengikuti hobi Robb yaitu malas berdesak-desakkan saat keluar kelas.

“kamu berdoa tik” ujar Robb memasukkan model yang berbentuk tangan miliknya ke dalam tasnya.

“aku mah pasti gak mungkin dapet. Biasa banget aku tuh. kamu tadi liat sendiri kan yang mirip punyaku aja ada empat orangan. Kamu tuh berdoa, biar bisa ngalahin jantung sama printer” ujar Tika santai.

“susah tik. mereka gak ngayal. Mereka beneran bisa”

“kamu juga bisa kan?”

“tapi ada banyak faktor yang bisa mempengaruhi”

“yaudah, berdoa aja yang menang lebih dari satu”

Robb hanya diam saja menanggapi pernyataan Tika. Ia hanya tersenyum kecut saat memandang wajah Tika yang masih cukup semangat.

“udah laper lagi belum kamu?” ujar Robb.

“maaf robb gabisa nemenin kamu di sisa hari ini. temen sekolahku lagi ada di kota ini dan kami udah janjian mau main ehe. Maaf yaaa”

Wajah Robb menekuk akibat pernyataan dari Tika. “yaudah deh gapapa”

“ihh jangan gitu doong. Merasa bersalah nih aku. Kamu kan masih punya Daris”

“daris udah punya pacar” ujar Robb datar.

“katanya kalo kalian berdua punya pacar, pacarnya malah yang kayak nyamuk”

“kondisinya beda”

“bedanya?”

Robb hanya menggelengkan kepalanya dan langsung memakai tas punggungnya lalu menggaet tangan Tika, mernariknya dari tempat duduk karena kondisi pintu keluar sudah sepi. Tika menurut saja kepada Robb.

“jangan bilang aku yang ngerusak pertemanan kalian?” ujar Tika mengikuti Robb menuju halaman parkir.

“engga kok. Aku tadi salah ngomong. Gausah dipikirin”

“ihh. Serius? Aku ya yang ngerusak?”

“engga tikaaa”

“ihh benerannn. Terus kenapa kalian berdua?”

“yaa gak ada apa apa. Masih temenan”

Tika kali ini hanya diam saja namun bibir bawahnya sedikit maju. Robb yang mengetahui hal itu langsung merangkulkan tangannya ke pundak Tika dan siapapun yang saat itu melihat kedua orang itu berjalan, maka satu kesimpulan yang bisa diambil adalah mereka berdua sudah berpacaran.

Beberapa menit kemudian, Robb baru saja sampai di depan gerbang rumah Tika. Tika lalu turun dari motor milik Robb dan langsung menelfon seseorang yang berada di dalam rumahnya untuk membukakan pintu gerbang.

“beneran bukan aku kan?” ujar Tika setelah selesai menghubungi seseorang.

“apasih tik. enggaa. Gaada apa-apa diantara aku sama daris. Kita masih temenan baik. Bedanya ya dia udah punya pacar. Kalo emang berubah, pacarnya daris yang salah, bukan kamu”

“tapi kan selama ini kamu malah sama aku terus. Padahal aku bukan pacarmu. Berarti aku dong yang ngambil kamu dari daris”

Robb tersenyum mendengar perkataan Tika.

“apaansih kok malah senyum-senyum sendiri”

“lucu kamu tuh. aku cium lagi boleh?”

“iiihhh. Dasar mesum” ujar Tika sedikit tertawa dan sedikit mencubit lengan Robb

“lagian bawel banget. Bukan salah kamu. aku sama daris juga gaada apa-apa. Masih temenan normal. Udah gausah dipikirin kata-kataku tadi”

“tetep aja kepikiran”

“aku cium beneran loh ini”

“iihhhh hahahaha. dasar”

Tak lama kemudian, pintu gerbang yang berukuran cukup besar itu terbuka. Tika pamit kepada Robb dan sekali lagi meminta maaf karena tidak bisa menemaninya. Robb hanya mengangguk dan melihat Tika meninggalkanya dan melihat Tika yang sedang melambaikan tangan kearahnya menghilang karena terhalangi pintu gerbang yang tertutup.

Robb berada di pinggir jalan di depan sebuah rumah yang sangat megah sendirian. Dirinya tidak tahu apa yang seharusnya ia lakukan. Ia memutuskan untuk membuka ponselnya dan melihat daftar nomor ponsel yang ia miliki, mencari sebuah nomor yang pemiliknya baru saja dibicarakan. Setelah menemukannya, ia langsung menekan tombol berwarna hijau yang ada di layar ponsel itu.

“halo robb. Gue masih kuliah nih. Kenapa nelfon?” suara dari seberang.

“masih lama?”

“baru juga masuk. Kenapa?”

“gue gak ada temen nih”

“ko gak biasanya?. Tika kemana?”

“ada temennya katanya”

“sedih banget sih lo haha. Sorry juga robb, gue juga lagi kuliah”

“yaudah gapapa ris. santai aja”

“udah yoo. Dosen gue udah masuk”

“yooo”

Sambungan telefon ditutup.

Ia mencari sebuah nomor ponsel lagi dan pencariannya terhenti di sebuah nama yang bertuliskan “Indah”. Ia lalu menekan tombol hijau yang ada di layarnya dan nada sambung mulai terdengar.

“halo” suara dari seberang.

“halo indah. Lagi dimana?”

“lagi dikosan, kenapa?”

“aku ke kosan ya?”

“kok gak kaya biasa?. Tika lagi kemana emang?”

“ada temennya”

“yah sedih dong ditinggal pacarnya main sama temennya hahaha”

“diem dehh. boleh ga ke kosan?”

“boleh aja. Mau khilaf lagi?”

“aduh. Jangan lah”

“hahaha yaudah kesini aja"

“hmm. aku jalan ya ke kosan”

“yaa. sampai jumpa”

Robb menutup telefonnya dan langsung menyalakan mesin motornya. Ia langsung berangkat menuju rumah kos Indah yang berada di kawasan dekat kampus. Ia memacu sepeda motornya cukup pelan, karena kepikiran dengan percakapan yang ia lakukan bersama Tika barusan. “kamu kan bukan pacar aku. aku yang ngerebut kamu dari daris”. Kata-kata itu terus terngiang di kepala Robb selama perjalanan. Kata-kata itu semakin menggoyahkan Robb untuk segera menyatakan cintanya ke Tika. Ia semakin tidak yakin bahwa Tika memiliki perasaan yang sama dengan dirinya. Ia terus bergumam dengan nada menyesal atas ucapannya yang memicu Tika berkata demikian. Namun di sisi lain juga ia akhirnya mengetahui bahwa Tika memang tidak memiliki rasa apapun terhadap dirinya selain pertemanan.

Robb terus melamun hingga akhirnya tanpa sadar dirinya melewati rumah kos Indah dan ia terpaksa harus memutar arah. Indah sendiri sedang berada di bagian teras rumah itu duduk sambil membaca buku. Robb lalu memasukkan motornya melewati gerbang rumah itu dan langsung menghempaskan pantatnya di kursi di sebelah Indah.

“woy. Mendung amat mukamu” ujar Indah mengalihkan perhatiannya sejenak dari buku yang ia baca setelah melihat raut wajah Robb yang sedang melamun melihat ke arah motornya terparkir.

Robb hanya menggelengkan kepalanya.

“kenapa sama tika?” ujarnya lagi.

Robb sekali lagi hanya menggeleng.

Indah sedikit memanyunkan bibirnya dan kemudian tidak ambil pusing melanjutkan membaca bukunya lagi.

Robb masih terus melamun sambil melihat motornya selama beberapa menit hingga akhirnya Indah terlihat jengah dengan tingkah Robb. Indah lalu beranjak dari tempatnya dan langsung menarik tangan Robb untuk mengikuti dirinya.

“mau kemana?” ujar Robb sedikit ogah untuk mengikuti Indah.

“ke kamar aja” ujar Indah pandangannya lurus kedepan.

“ngapain?”

“udah ke kamar aja. Daripada di teras ngelamun gajelas”

“gak ngapa ngapain kan?”

“iyaa gak ngapa ngapain. Lagipula aku juga lagi dapet”

Robb mengikuti Indah saja dan kini dirinya sudah berada di dalam kamar Indah. Ia meletakkan tasnya di pojok ruangan itu dan langsung duduk di pinggiran kasur milik Indah. Sedangkan Indah duduk di atas sebuah meja yang berada di kamarnya sambil meletakkan buku yang baru saja baca.

“kamu kenapa?” ujar Indah nadanya sedikit meninggi.

Robb hanya menggeleng namun raut wajahnya tidak semendung saat berada di teras.

“gak mungkin”

“yaudah kalo gak percaya”

“argh!” Indah mengambil buku lagi yang berada di rak bukunya dan mulai membacanya lagi.

“kalo perempuan suka sama orang tuh kaya gimana sih?” ujar Robb tiba-tiba dan pandangannya masih lurus ke arah pintu kamar.

“tuhkan bener. Tika kenapa?”

“udah jawab aja. Gausah tanya yang lain”

“emm ya tergantung orangnya. Ada yang bisa berekspresi dan menunjukkan ada yang diem aja”

Robb hanya diam menanggapi pernyataan Indah. Pandangannya masih lurus. Indah sedikit bingung namun melanjutkan membaca bukunya.

Robb lalu merebahkan diri di kasur Indah dan membuat Indah semakin bertanya-tanya tentang kondisinya.

“kenapa si robb?” ujar Indah lagi.

“aku salah ngomong kayaknya”

“maksudnya?”

“tika ngira kalo dia bikin aku sama daris jadi jauh”

“tetep gak paham” Indah menggelengkan kepalanya.

Robb hanya diam saja. Matanya masih menatap langit-langit kamar Indah dengan isi di kepala yang sedang berkecamuk.

“bingung aku?” ujar Robb dengan tatapan masih ke arah langit-langit.

Indah beranjak dari meja itu dan melemparkan bukunya ke atas meja tersebut. Ia langsung berjalan menuju Robb dan langsung menarik tangan Robb yang sedang rebahan di atas kasurnya.

“ceritain semuanya. Gausah banyak ngeles, gausah banyak basa-basi. Aku gatau kabarmu udah hampir setahunan, perkembanganmu sama tika juga aku gak paham, terakhir kita ketemu aja yang pas kamu nginep disini. Dan setelah itu yang aku lihat kamu sama tika terus sampe sekarang. dan tiba-tiba kamu dateng, gak jelas gini, nanya pertanyaan random. Aku mau kamu cerita semuanya, selengkap-lengkapnya” ujar Indah memegang bahu Robb.

Robb menghela nafasnya sejenak. Berdiam diri sejenak. Menurutnya Indah tak akan menerima pernyataan tidak, maka dari itu ia memutuskan untuk menceritakan semua kejadian antara dirinya dengan Tika, dari tragedi ulang tahun Tika yang hampir ia rusak, hingga hari ini. Hari dimana untuk pertama kalinya Tika menyinggung kata “pacar” di sela-sela obrolan dan yang lebih menyakitkan lagi adalah pernyataannya mengenai dirinyalah alasan Robb dan Daris tidak sama seperti dahulu.

Robb bercerita sambil berdiri dan tangannya mengikuti nada bicaranya. Indah hanya melihat tingkah Robb dan mendengarkan cerita Robb dengan saksama.

“buruan nyatain makanya” tanggap Indah singkat saat Robb selesai menceritakan semuanya.

“gak yakin diterima. Nanti kalo gak diterima gimana? Dia pasti bakalan jauhin aku karena udah pasti gak nyaman”

“gak masalah. Banyak kok perempuan di kampus. Gak dapet satu juga gak masalah. Kamu tuh pinter, tampangmu juga gak jelek-jelek banget. Ganteng malah kalo menurutku. Gak masalah, kamu gak pacaran sama tika. Yang penting nyatain dulu”

Robb hanya diam saja memandang wajah Indah yang memasang raut sedikit emosi. Tidak ada kata yang bisa menepis pernyataan Indah. Pikirannya masih berkecamuk. Perasaannya ikut bergemuruh. Memang benar wanita di kampus banyak dan dengan penampilan yang tidak kalah dengan Tika, namun ada satu bagian kecil di hatinya yang mengatakan bahwa dirinya harus bersama Tika. Dirinya tidak ingin bersama wanita lain dan harus dengan Tika.

Robb memilih untuk kembali duduk di kasur milik Indah dan langsung merebahkan diri. Indah hanya bengong melihat tingkah Robb yang sangat aneh baginya.

“nanti ada jadwal ngajar?” ujar Indah kepalanya menoleh ke arah Robb yang sedang rebahan.

“ada nanti jam 5. Kenapa?”

“kamu gak boleh ngajar dengan kondisi kayak gini” ujar Indah memposisikan dirinya di atas tubuh Robb.

Robb hanya bengong saja melihat apa yang dilakukan oleh Indah.

“kamu gak boleh stress kalo mau ngajar” ujar Indah melepas kaus yang sedang dikenakannya dan melemparnya ke sembarang arah dan terpampanglah payudara Indah yang memang tidak ia balut menggunakan bra.

“kamu mau ngapain??” ujar Robb bangkit dari rebahnya namun ditahan dan didorong oleh Indah sehingga ia kembali rebah di kasur.

Indah hanya tersenyum dan turun dari kasurnya dan langsung berjongkok di depan pangkal paha Robb. Ia lalu membuka resleting celana Robb. Setelah itu, ia menurunkan celana kain beserta celana dalam yang dikenakan oleh Robb hingga lututnya.

Penis Robb yang baru mulai mengeras mencuat dan langsung digenggam oleh Indah.

“ini buat ngilangin stress robb” ujar Indah mulai mengocok pelan penis Robb dan membuat penis Robb semakin keras.

“aku gak mau indah” ujar Robb berusaha bangkit namun sekali lagi dicegah oleh Indah dengan mendorong tubuh Robb lagi sehingga Robb masih rebah di kasur.

Indah terus mengocok penis Robb dan ritmenya semakin cepat. Robb hanya menahan desahannya melihat penisnya sedang dipermainkan oleh Indah.

Tak berapa lama, Indah mulai memasukkan penis Robb ke dalam mulutnya dan membuat desahan yang sekian lama ditahan oleh Robb keluar dari dalam tenggorokannya. Indah dengan telaten mengulum penis Robb sambil tangannya meremas dengan lembut buah zakar milik Robb.

Tubuh Robb semakin menegang mendapatkan rangsangan yang sangat hebat di penisnya dan desahan-desahan mulai rutin keluar dari mulut Robb.

Robb berhasil bangkit dari rebahnya dan kini dirinya melihat kepala Indah yang maju mundur di depan pangkal pahanya. Ia lalu mengenggam kepala Indah dan sedikit menjambak rambut Indah sambil terus mengeluarkan desahan.

Indah terus mengulum dan mengocok penis Robb dan dirinya tidak peduli dengan keadaan si empunya penis tersebut. Asyik saja dengan kegiatannya.

Beberapa menit berlalu hingga akhirnya tubuh Robb mengejang hebat dan tubuhnya rubuh di atas kasur dan penisnya mengeluarkan sperma yang cukup banyak ke dalam rongga mulut Indah.

Indah sudah menduganya dan sudah bersiap untuk menelan semua sperma Robb yang keluar dan hampir semua sperma berhasil ia minum dan sisanya merembes keluar karena mulutnya kurang bisa menampung jumlah sperma yang dikeluarkan oleh Robb. Indah lalu beranjak dari posisinya dan meninggalkan penis tersebut semakin lama semakin menciut ukurannya. Ia lalu mengambil kausnya yang tergeletak tak jauh dari posisinya, lalu menyeka mulutnya menggunakan kaus tersebut. Setelahnya ia langsung melempar kaus itu ke dalam keranjang cucian yang berada di sudut ruangan dan juga mengambil minum untuk melancarkan sistem pencernaannya.

“gila kamu” ujar Robb masih terengah-engah.

Indah hanya tertawa. “itu belum dipake buat wanita lain kan robb?” ujar Indah berjalan mendekati Robb yang masih terkapar di kasurnya.

Robb hanya menggeleng dan Indah sudah berada persis di sebelahnya.

“aduh kasian ya kamu, jarang dipake” ujar Indah sambil mengelus penis Robb.

Robb buru-buru menepis tangan Indah sebelum hal yang tidak ia inginkan terjadi lagi. Indah hanya tertawa kecil melihat tingkah Robb. Ia lalu membetulkan celananya lagi menjadi sedia kala.

Suasana menjadi hening sesaat.

“tidur dulu aja robb kalo kamu ngantuk. Nanti aku bangunin jam setengah lima. Lumayan bisa tidur tiga jam” ujar Indah yang ikut rebahan di samping Robb.

“kamu pake baju dulu gih” ujar Robb ikut rebah lagi.

“iya iya. Berdiri lagi ya?”

“iya”

Indah hanya tersenyum dan langsung bangkit dari rebahnya dan langsung berjalan menuju lemarinya dan mengambil kaus yang berada paling atas di tumpukannya dan langsung memakainya.

Indah lalu berjalan menuju kasurnya namun dirinya mendapati pria yang rebah di kasurnya sudah meringkuk dan pergi ke alam mimpi. Dirinya hanya tersenyum dan langsung pergi ke arah mejanya dan kembali melanjutkan membaca buku yang sempat tertunda.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

CANTIKA
IMG-20190124-214348.jpg


INDAH
IMG-20190124-173735.jpg
 
Robi cyrhat gan sama sesama pegajar dibimbel yg kebetulan janda semok tapi 25 th umurnya dan dilanjut cinta semalam
 
jangan bilanng pas mau ngajar les melihat tika dengan laki-laki lain.
ato robi mau nyatain perasaan ngak jadi salah paham...karena melihat tika dengan orang lain.

jangan bilang end kaya judul... :pandaketawa:

adios :ngacir:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd