Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[Repost] Kumpulan Cerita CCS

Bimabet
Manteb ceritanya 👍😎👍 •⌣»̶·̵̭̌✽̤̈🐡 Terima Kasih 🐡✽̤̈·̵̭̌«̶⌣•
 
Sepupuku part-1

Kisah ini bermula setahun yang lalu, dimana aku harus jaga rumah, karena
anak dan istriku sedang berkunjung ke saudaranya selama lebih dari
seminggu.

Sore itu sekitar jam lima sore, teleponku berdering, aku angkat . . .
terdengar suara lembut seorang wanita namun dengan background yang
lumayan ramai. "Halo . . . , dik Yanti ada", suara yang sepertinya aku
kenal, namun sungguh aku lupa siapa dia, yang lebih membuat aku
bertanya-tanya, dia mencari istriku (Yanti).
Aku pun menjawab apa adanya "Yanti sedang ke Solo, ada yang bisa saya
bantu ?".
"Lho, ini dik Bandi ya . . . aku Arie, dik, aku sedang di terminal Bis ,
boleh aku mampir ke rumah sebentar?". Belum sempat aku menjawab
permintaannya, telepon sudah ditutup, dan aku sendiri masih
bertanya-tanya, siapa Arie itu?.

Selang satu jam kemudian, ada sebuah taxi yang berhenti didepan rumah,
aku melihat dari arah dalam jendela rumah, seorang wanita muda keluar
serta menenteng sebuah tas traveler yang lumayan besar. Dibawah
keremangan sinar lampu jalan, aku mulai bisa melihat wajahnya. Ya ampun
. . . ternyata dia adalah mbak Arie, kakak sepupuku. Meskipun dia
kupanggil "kakak" tapi dia sepuluh tahun muda dari aku, dia anak budeku,
kakak dari ibuku. Tersentak aku dari kekagetanku, manakala dia berusaha
membuka pintu pagar, akupun berlari menyambutnya, menenteng tasnya yang
. . . upss ternyata lumayan berat. Kupersilahkan dia untuk istirahat
sebentar di ruang tamu, dan kuletakkan traveler bag-nya di kamar depan,
yang memang biasanya selalu kosong itu.

Aku bergegas menemui mbak Arie dan mengajaknya ngobrol sebentar.
"Mbak Arie mau kemana?"
"Aku mau ke Bali dik, tempat kerjaku pindah kesana"
Kenanganpun muncul, tatkala aku menatap wajahnya lekat-lekat. Sungguh
ia belum berbeda ketika aku ketemu dia sembilan tahun yang lalu, ketika
ia masih kelas tiga SMP!.
Arie adalah gadis yang manis, sekilas ia seperti artis Maudy Koesnaedy.
Tubuhnya yang putih bersih dengan tinggi sedang dibalut T-shirt MCM
putih dan celana jeans strecth yang membungkus pinggul dan kakinya yang
indah (paling tidak menurutku). Payudaranya sedang besarnya, padahal
dulu lumayan kecil kalau tidak bisa dibilang rata. Aku bisa mengatakan
demikian, karena dulu . . . sungguh kenangan ini seperti barusan kemarin
terjadi.

Waktu itu (sembilan tahun yang lalu dan masih bujangan) , aku berkunjung
kerumahnya (di sebuah kota besar di Jawa Tengah), selama seminggu aku
tinggal dirumahnya yang besar, yang dihuni Bude, mas Bayu (sulung) dan
mbak Arie (ragil). Aku sendiri seperti menaruh perhatuan khusus
kepadanya. Aku tidak tahu ini perasaan sayang atau hanya sekedar suka
saja. Ia kelihatan bongsor untuk anak seusianya 14 tahun, namun sungguh,
ia seperti kekanak-kanakan. Sering disaat aku membantunya dalam belajar
bahasa inggris, kucium keningnya disaat ia mulai suntuk, untuk memberi
semangat supaya giat belajar kembali, namun lama-lama perasaan yang
sekedar memberi semangat itupun berubah, aku sering juga mencium kelopak
matanya, pipinya dan akhirnya kucium bibirnya disaat ia benar-benar
ketiduran di atas meja belajarnya, karena kupaksa untuk menyelesaikan
latihan ulangannya. Kugendong tubuhnya untuk, kupindah ke tempat
tidurnya. Mbak Arie tak bergerak sedikitpun, saat kubaringkan di
ranjangnya, terlalu capek rupanya. Terkesiap sejenak aku dibuatnya,
jantungku mulai berdegup kencang, saat kulihat rok mininya tersingkap
keatas. Kontolku mendadak menggeliat bangun. Kukunci pintu kamarnya,
entah dorongan dari mana, ada keinginan untuk mencium memeknya.
Perlahan-lahan kuturunkan celana dalamnya . . . dan terlepas !. Kulihat
lekat-lekat memeknya yang tak satupun bulu tumbuh diatasnya . . . sebuah
gundukan daging yang mengundang hasratku untuk segera menciumnya.
Kuangkat kedua pahanya, sehingga posisi kakinya membentuk huruf "O".
Kelentit-nya yang merah muda menyembul keluar. Akupun menciumnya lembut
dan aroma memek seorang perawan yang khas-pun tercium. Kontolku semakin
tegang dan sakit, karena posisiku yang kurang menguntungkan. Aku terus
mencium dan menjilati naik turun. Lobang vaginanya basah karena ludahku.
Sejenak aku kaget, karena mbak Arie mulai menggeliat, aku cepat-cepat
menarik selimut untuk sekedar menutupi posisi kakinya. Namun posisinya
tidak berubah sampai ia tertidur kembali . . . seperti bayi. Akupun
semakin penasaran untuk mengulangi kembali, kali ini aku tidak saja aku
jilati, tapi aku mulai menghisap kelentitnya yang kelihatan semakin
memerah, aku seperti kesetanan menghisap yang lainnya. Aku berusaha
membuka memeknya dengan kedua ibu jariku, kelihatan lubang memeknya
masik kecil dan terlihat nyaris rapat. Kujilati lubangnya, kuusahakan
ujung lidahku menerobos lobang yang sempit itu, sampai pada saatnya
kemudian . . . ia terbangun dalam keadaan aku masih asyik menjilati
memeknya.
"Kamu apakan tempikku dik . . .?"
Tenggorokanku seakan tersekat sesuatu, sehingga tidak mampu menjawab,
apalagi melihat wajahnya. Naluriku mengatakan pasti ia benar-benar marah
atas kelakuanku tersebut, dan aku tidak tahu, aku harus bagaimana
setelah ini, aku hanya bisa menunggu . . . . Sampai beberapa menit
kemudian, tangannya meraih wajahku dan mengangkatnya perlahan-lahan,
sampai wajahku dan wajahnya berhadap-hadapan. Sekali lagi dia bertanya
"Diapakan tempikku dik . . . ?"
"Aku sayang mbak Arie . . . maafkan aku mbak" kataku menghiba. Namun
keadaan yang tidak kuduga-duga, mbak Arie mencium bibirku.
"Aku sudah merasakannya, sejak dik Bandi menciumku di meja tadi"
bisiknya ditelingaku . Akupun langsung melumat bibirnya, tangan kananku
berusaha mencari-cari payudaranya yang hanya seperti putting saja .
Akupun menyingkap t-shirt nya untuk mengalihkan ke payudaranya. Kuhisap
putingnya, mbak Arie hanya mendesis-desis dan mencengkeram pinggangku
erat-erat. Kuhisap bergantian kiri dan kanan putting payudaranya, sampai
akhirnya kuhisap kembali tempiknya (demikian ia menyebut memeknya) yang
sudah sangat basah. Kuhisap kelentitnya dengan gemas,dicengkeramnya
kepalaku, ia menggerakkan bokongnya naik turun, sampai pada saat
berikutnya, ditendangnya pundakku keras-keras sehingga bibirku terlepas
dari memeknya. Belakangan aku ketahui ia mengalami orgasme yang hebat,
sehingga ia tidak bisa lagi menguasai gerakannya. Kupeluk dia, agar ia
segera dapat menguasai dirinya kembali. Demi menjaga perasaannya, akupun
berusaha untuk mengeluarkan kontolku yang sudah tersiksa sedari tadi dan
kuperlihatkan kepadanya. Dielus-elusnya kontolku, sambil diamatinya
cermat-cermat (mungkin mbak Arie baru melihat kontol yang membesar itu
pertama kali), dipermainkannya kontolku sampai digesek-gesekannya ke
putting payudaranya, sampai pada saat aku sudah tidak bisa lagi menahan
cairan di kontolku muncrat kemana-mana. Mbak Arie terlihat bergerak
sekenanya untuk menghindari.
"Apa itu tadi dik . . . ?"
" Itu spermaku mbak, itu yang bisa membuat perempuan hamil kalau sempat
masuk kesini" sambil kuusap memeknya.
Mbak Arie memelukku, akupun menyambutnya dengan mendekapnya erat-erat.
 
Sepupuku part-2


Sejenak kuseka air maniku yang sempat mengenai dagu mbak Arie.
Malam itu aku tidur dikamar mbak Arie, kudekap dengan perasaan sayang,
walaupun nafsuku sangat menggelegak untuk berbuat lebih jauh, namun
cepat-cepat kutepis saat kutatap wajah lugunya yang tertidur pulas di
pangkal lenganku. Kuciumi wajahnya, kuremas-remas bokongnya yang masih
telanjang, ingin rasanya kuciumi memeknya yang mulus tanpa rambut satu
helaipun, namun sekali lagi, aku tidak ingin mengganggu tidurnya yang
pulas.
Aku berusaha untuk selalu terjaga, karena aku harus segera kembali
kekamarku sesegera mungkin. Aku takut, apabila Bude tiba-tiba saja
datang membangunkan mbak Arie.
Jam tiga dini hari aku kembali kekamarku, setelah berusaha mengembalikan
celana dalam mbak Arie ketempatnya, namun ia tetap saja tertidur ataupun
. . . tidur-tiduran, aku tidak tahu. Kucium lembut bibirnya dan
kutinggalkan kamarnya.

Aku bergegas mengepak pakaianku, karena pagi itu aku mendapat
interlokal dari kota Malang untuk segera mengurus acara wisudaku. Cukup
berat aku meninggalkan kota ini, terlebih pengalaman semalam yang
membuatku ingin berlama-lama tinggal.
Bude melarangku pulang sebelum mbak Arie pulang sekolah. Aku berusaha
juga untuk tidak mengecewakannya, terlebih karena peristiwa semalam.
Sebentar kemudian mbak Arie pulang, akupun menyambutnya dan kemudian
dengan kuusahakan tenang dan teratur, aku berpamitan kepadanya.
"Nggak boleeeh . . . . . .!!!" dia berteriak panjang dan berlari menuju
kamarnya. Cukup keras dia menutup pintu kamarnya dan terdengar langsung
dikunci dari dalam. Aku tertegun tak bisa berbuat apa-apa, hanya bude
kemudian berusaha menenangkan sambil menceritakan kenapa aku harus
bergegas pulang hari itu dari luar pintu. Namun kelihatannya usaha
beliau tidak mendatangkan hasil, bahkan tidak ada tanda-tanda mau
membuka kembali pintu kamarnya.
Aku berusaha untuk menenangkan kali ini.
"Mbak . . . ini aku dik Bandi, nanti aku janji deh . . . kalau urusan
kampus udah selesai, kembali kesini lagi, janji deh mbak . . . "
kutunggu reaksinya . . . , namun tidak terdengar suara apapun dari dalam
kamar. "Mbak . . . kalau mbak Arie nggak bukain pintu, aku langsung pula
lho, soalnya nanti kehabisan bis yang ke Malang", kali ini kata-kataku
berhasil, terdengar suara kunci membuka pintu kamar, dan begitu pintu
terbuka, tanganku disambarnya dan ditarik masuk kedalam kamar, saat itu
bude tersenyum dan meninggalkan kami. Dia langsung memelukku sambil
terdengar isak tangisnya. Kukecup keningnya, kudekap erat tubuhnya.
"Mbak aku janji, nanti aku telepon kalau nanti sampai di Malang, dan aku
janji lagi, kalau urusan selesai, kesini lagi . . . yaa", bisikku sambil
meyakinkan. Kulonggarkan dekapanku, ia kelihatannya sudah lebih tenang,
kukecup keningnya sekali lagi, dan terakhir kucium bibirnya dengan
lembut.

Semenjak hari itu, dan selama hampir sembilan tahun !, kami berpisah.
Disini aku tidak bermaksud mengingkari janjiku, namun setelah hari
wisudaku, ada sebuah kontraktor asing yang sedang mengerjakan mega
proyek memanggilku untuk segera bergabung. Pertimbangan kesempatan, yang
membuatku untuk tidak menyia-nyiakan peluang ini. Sampai kemudian aku
terlarut dengan kesibukan profesiku.
Tiga tahun setelah itu, aku menikah dengan teman seprofesi, setelah
menikmati masa pacaran yang benar-benar bersih selama dua tahun. Akupun
tidak lupa waktu itu untuk mengundang mbak Arie. Menurut buku tamu ia
hadir, namun sama sekali aku tidak melihatnya. Sebentuk kado berisi
bingkai foto perak yang cantik, dengan tanda tangan dibelakangnya :
Arie.

Bunyi peluit teko air, menyadarkanku dari kenangan yang manis tersebut.
"Mbak . . . aku rebusin air untuk mbak Arie mandi, ayo sekarang mandi
dulu, biar seger". Ia tersenyum mengangguk. Aku berusaha sebaik mungkin
untuk melayani dia supaya tinggal nyaman untuk sementara di rumahku.
"Ngomong-ngomong, mbak Arie kok tahu nomer teleponku ?" tanyaku sambil
menuang air panas ke bath tub. "Iya, aku nanya dulu ke tante Palupi
(ibuku), soalnya dari sini khan deket ke Airport". Rumahku memang deket
sekali dengan airport, tempat transit dia untuk menuju ke Bali, karena
dari kota asalnya tidak ada flight langsung ke Denpasar.
Semakin cantik kulihat dia sehabis mandi, bath robe pink membalut tubuh
yang putih itu semakin kelihatan bersih. Dia kelihatan sedikit berisi,
terlihat dadanya yang sedikit montok namun tidak terlalu besar. Aku
berencana mengajak makan malam keluar, karena semenjak istriku keluar
kota aku jadi "anwar" (anak warung).
Kutunggu mbak Arie di corolla DX-ku yang butut. T-shirt ungu dengan
leher berbentuk "V" membuat belahan dadanya semakin nyata.
"Dik . . . aku pengen jalan-jalan aja, soalnya tadi aku udah makan di
bis", katanya sambil menutup pintu mobil. Akupun menyetujui
permintaannya. Kukebut DX-ku ke bioskop terbaik di kotaku, kugandeng
tangannya yang halus, namun ia sempat berbisik "Dik , nanti kalau
ketahuan temennya di Yanti gimana?"
"Lho, mbak Arie khan kakakku, cuek ajalah mbak, ntar aku yang tanggung
jawab" jawabku sekenanya, sambil kurengkuh pundaknya untuk meyakinkan
kesungguhanku. Kami kebagian film Armagedon di jam itu, yang sebetulnya
aku pernah lihat di VCD. Tidak terlalu banyak penonton malam itu, bahkan
bisa dihitung dengan jari, kamipun bebas memilih tempat duduk, kubiarkan
mbak Arie memilih tempat yang disukainya, nomor dua dari belakang dan
paling pinggir. "Ah, kenapa kok tidak paling belakang" protesku dalam
hati, namun tidak apa, dibelakang pun tak seorang pun duduk. Dua puluh
menit layar armagedon tengah berputar, kulihat mbak Arie tak bergerak
sedikitpun. Kuremas jemari kirinya, tapi tidak ada respon yang hangat.
Kutatap wajahnya lekat-lekat, aah kasihan . . . mbak Arie tertidur, aku
mengerti, perjalanan yang panjang membuatnya berat untuk menikmati film
itu. Kukecup keningnya dan kurengkuh kepalanya dan kubiarkan ia tidur di
pangkal lenganku. Akupun tak bisa menahan hasrat untuk menciumi
wajahnya.
"Mbak , kita pulang duluan yok" akupun membantunya berdiri dari tempat
duduknya, kutuntun dia, karena kelihatan mbak Arie sudah tidak mampu
membawa badannya. Kubiarkan ia teridur dalam perjalanan menuju kerumah.
Sengaja aku tidak membangunkannya sesampainya dirumah. Kubuka pintu di
garasi yang menghubungkan dengan ruang tengah. Terbayang di kepalaku
untuk mengulang kenanganku yang lalu, kubopong dia untuk kupindah ke
kamar tidurnya. Namun kali ini rupanya ia sempat terjaga dan
melingkarkan tangannya ke leherku. Kubaringkan dia diranjang, aku
meneruskan dengan pijitan-pijitan ringan di kakinya. Dari mata kaki
sampai ke betisnya yang indah, aku berusaha untuk membuatnya nyaman ,
dan kelihatannya memang demikian. Tanganku semakin naik untuk membuatnya
nyaman. Kupijit ringan pahanya yang mulus dan nyaris tanpa noda yang
mengganggu. Kuangkat paha kirinya, untuk sekedar mengusap sisi bawahnya,
tersingkap rok mininya keatas, terlihat CD wacoal kremnya yang rupanya
agak transparan, sehingga aku dapat dengan jelas isi didalamnya .
Kontolku tak terasa sudah mulai meradang di balik levi's-ku yang ketat.
Kuusap memeknya yang masih terbungkus CD. Akupun tak bisa menahan hasrat
untuk mengulang kenangan yang indah itu. Kulihat wajah mbak Arie yang
sebentar-sebentar menelan ludah, ini seperti sinyal bagiku untuk
melanjutkan rangsanganku. Kuturunkan celana dalamnya, sekali lagi . . .
kali ini aku tidak bisa lagi menyembunyikan rasa heranku, memek itu . .
. entah mengapa aku jadi terangsang hebat melihatnya seperti dulu.
Tanpa satupun bulu !!! montok dan . . . aaaah aku sulit untuk melukiskan
disini. Aku sapukan bibirku lembut diatas belahan memeknya Kulanjutkan
dengan menciumnya habis. Kelentit-nya yang terangsang, seperti nya
tidak kuasa lagi bersembunyi di lipatan memeknya, tersembul keluar dan
aku langsung menghisapnya penuh nafsu.
" Aaah dik . . . oohh . . . eeeehhmmmmfffff" mulutnya mulai meracau.
Kadang aku gigit ringan bibir memeknya karena gemas. Lidahku bergerak
liar menggelitik lobang memeknya, kuhisap kuusap cairannya yang
membanjir keluar. " Terus dik, teerrrrruuuussssss . . . . . aaaahhhhhhh"
pinggulnya bergetar hebat, mbak Arie sudah pada klimaksnya yang pertama.
"Dik . . . buka punyamu dik". Akupun mulai melepas risleting levi'sku.
Kuloloskan semua celana dan CD yang menghalangi kontolku tegak, rasa
berdenyut-denyut di helm kontolku semakin menyiksa, namun aku belum
berani melanjutkan lebih jauh. Sementara kulihat mbak Arie melepas
t-shirt dan beha. Aku tak tahan segera menghisap putingnya yang
tenggelam di bundar payudaranya, mbak Arie membusungkan dadanya untuk
memudahkanku berbuat semaksimal mungkin. Secara tidak sengaja ujung
kontolku bergesekkan dengan pahanya, membuatku semakin gila menghisap
payudaranya. Mbak Arie hanya bisa menggigit ujung guling dengan mata
yang terpejam rapat-rapat merasakan serangan-seranganku.
"Dik maassssukkan dik . . . punyamu dik" sambil memegang kepalaku dengan
kedua tangannya . . . meminta. Entah . . . hatiku terharu mendengarnya,
sambil kudekap aku membisikkan sesuatu ditelinyanya. "Mbak Arie . .
.tahu akibatnya kalau ini terjadi"
"Dik, sebenarnya aku ingin yang dulu tidak terhenti, kali ini biarkan
ini terjadi. Aku ingin rasa kangenku kamu isi". Sekali lagi, mbak Arie
aku dekap, dengan perasaan yang bercampur baur menjadi satu, antara rasa
bersalah, haru dan . . . sayang. Aku tidak ingin membuat peristiwa ini
sebagai bencana terhadap dirinya, namun dilain pihak aku juga tak ingin
mengecewakannya. Kucium bibirnya, kali ini tidak saja nafsu yang
menyelimuti perasaanku, tetapi juga sayang serta penebusan rasa
bersalahku. Mbak Arie menyambut dengan hangat bibirku, kali ini
kurasakan lain lumatan bibirnya. Dibuka perlahan-lahan kakinya, akupun
menyambutnya dengan perlahan-lahan mengarahkan kontolku kelubang
rahimnya. Namun aku merasakan, setiap usahaku untuk menekan masuk ke
lobang itu selalu gagal. Sangat rapat dan kenyal sekali bibir memeknya,
selain itu juga, mbak Arie masih perawan!. Aku melepaskan dekapanku,
kuubah posisi mbak Arie melintang, dengan pinggul dibibir ranjang.
Kuangkat tinggi-tinggi kakinya, kujilati sekali lagi memeknya agar lebih
licin untuk kumasuki. Kubuka lebar-lebar bibir memeknya dengan jari-jari
kiriku. Woow . . . sejenak aku merasa tertegun dan ragu, akankah
kejantananku bisa masuk keliang yang menurutku sangat kecil tersebut
Kupegang kontolku dengan tangan kananku. Dengan hati-hati perlahan-lahan
ujung kontolku ku masukkan menerobos selaput keperawanannya. " Dik,
aaahhhhhh . . .terus, teerrrrrrusss aahhhhh !!". Aku sudah tidak bisa
melihat, apakah dia merasa kesakitan ataukah merasakan kenikmatan yang
lain. Kulihat bibir kanan memeknya mengeluarkan darah, padahal baru
separuh panjang kontolku menghujam lubang rahimnya. Kulihat mbak Arie
tidak sabar untuk segera menelan bulat-bulat kontolku, ia mengayun
bokongnya dan . . . blesss, habis sudah panjang kontolku masuk ke
memeknya. Aku sengaja menahannya didalam, dan sedikit berusaha
menggoyang-goyangkannya aku juga ingin dia merasakan kontolku mengisi
ruang-ruang diliang vaginanya. Helm kontolku terasa berdenyut-denyut
nikmat, merasakan hangat yang sangat rapat menggigit. Kuciumi belakang
telinganya, kulumat bibirnya. Kali ini mulai kuayun kontolku
perlahan-lahan . . . aku sudah tidak lagi merasakan, ganas kukunya
mencengkeram punggungku, kutambah irama ayunanku. Mbak Arie hanya bisa
menggelepar-gelepar laksana ikan mencari air. Kakinya mencekeram
pinggangku, seakan tidak mau kontolku meninggalkan memeknya. Kuayun
semakin cepat, rapat-nya lubang memeknya membuat aku kesetanan
menghujamnya berkali-kali, mbak Arie sudah tidak bisa lagi menguasai
gerakan tubuhnya. Akupun teringat, betapa keras dia menendang pundakku
dulu. Mulutnya hanya mengeluarkan desisan-desisan tak beraturan.
Akhirnya aku sudah tak tahan untuk lebih lama menahan spermaku keluar.
Kucabut kontolku, aku ingin menumpahkan diluar. Tetapi cengkeraman
kakinya membuatku kesulitan membebaskan kontolku. " Ssssshhhhh mbak . .
. aku mau keluar !" . Direngkuhnya leherku, dengan terbata-bata dia
membisikkan. "Dik, keluarkan di tempikku , keluarkan semuanya ". Akupun
sudah tak bisa menahan spermaku, kutanamkan dalam-dalam kontolku dan . .
. menyemburat spermaku. "Ooohhhhhhh dik , . . . . ennnnhhhhaaaaak dik",
kupeluk mbak Arie, kali ini kutumpahkan rasa sayangku semuanya,
senyumnya mengembang manis, sambil membisikkan sesuatu di telingaku
"Sampaikan permintaan maaf untuk dik Yanti", aku berjanji didalam hati
untuk menyampaikannya, walaupun dengan alasan yang lain tentu saja.
 
The Boss Daughter, Named Inge
By: Herman

Aku bekerja sebagai seorang sopir untuk pengusaha WNI kaya di Surabaya.
Namaku Herman, umurku 25 tahun, dan berasal dari Malang. Aku sudah
bekerja selama 3 tahun pada juraganku ini, dan aku sedang menabung
untuk melanjutkan kuliahku yang terpaksa berhenti karena kurang biaya.

Wajahku sih kata orang ganteng, ditambah dengan tubuh atletis dan kekar
berkat latihan beban yang sangat aku gemari. Banyak teman SMA ku yang
dulu bilang , seandainya aku anak orang kaya,pasti sudah jadi playboy
kelas berat. Memang ada beberapa teman cewekku yang dulu naksir padaku,
tetapi tidak aku tanggapi. Mereka bukan tipeku. Entah mengapa, aku
paling suka dengan wanita keturunan. Paling tidak tahan aku kalau
melihat kulit mereka yang putih mulus..ingin rasanya merasakan
kelembutannya. Mungkin memang sudah normal bila seseorang tertarik
dengan ras yang lain.

Juraganku punya seorang anak tunggal, gadis berumur 17 tahun, kelas 2
SMA favorit di Surabaya. Namanya Inge. Tiap hari aku mengantarnya ke
sekolah. Aku kadang hampir tidak tahan melihat tubuh Inge yang seksi
sekali. Tingginya kira-kira 170 cm, dan susunya itu lho..besar dan
kelihatannya kencang sekali. Ukurannya kira-kira 36C-lah. Ditambah
dengan penampilannya dengan rok mini dan baju seragamnya yang tipis...
wah... membuatku ingin sekali menyetubuhinya. Setiap kali mengantar ke
sekolah, ia duduk di bangku depan disampingku, dan kadang-kadang aku
melirik melihat pahanya yang putih mulus dengan bulu-bulu halus... atau
pada belahan susunya yang terlihat dari balik seragam tipisnya itu.
Tapi aku selalu ingat, bahwa dia adalah anak juraganku. Bila aku
macam-macam bisa dipecat ku nanti, dan angan-anganku untuk melanjutkan
kuliah bisa buyar.

Siang itu seperti biasa aku jemput dia di sekolahnya. Mobil BMW biru
metalik aku parkirkan di dekat kantin, dan seperti biasa aku menunggu
Non-ku di gerbang sekolahnya.
Tak lama dia muncul bersama teman-temannya.

"Siang, Non.. mari saya bawakan tasnya"

"Eh... Pak, udah lama nunggu?" katanya sambil mengulurkan tasnya padaku.

"Barusan kok Non.." jawabku

"Nge,... ini toh supirmu yang kamu bicarain itu. Lumayan ganteng juga
sih... ha... ha.." salah satu temannya berkomentar. Aku jadi rikuh
dibuatnya.

"Hus.."sahut Non-ku sambil tersenyum. "Jadi malu dia nanti.."

Segera aku bukakan pintu mobil bagi Non-ku, dan temannya ternyata juga
ikut dan duduk di kursi belakang.

"Kenalin nih Pak, temanku " Non-ku berkata sambil tersenyum. Aku
segera mengulurkan tangan dan berkenalan.

"Herman" kataku sambil merasakan tangan temannya yang lembut.
" Mei-Ling" balasnya sambil menatap dadaku yang bidang dan berbulu.

"Pak, antar kita dulu ke rumah Mei-Ling di Darmo-Permai" instruksi Non
Inge sambil menyilangkan kakinya sehingga rok mininya tersingkap keatas
memperlihatkan pahanya yang putih mulus..

"Baik Non" jawabku.. Tak terasa kontolku sudah mengeras menyaksikan
pemandangan itu. Ingin rasanya aku menjilati paha itu, dan kemudan
mengulum susunya yang padat berisi..kemudian menyetubuhinya sampai dia
meronta-ronta.. ahh..

Tak lama kitapun sampai di rumah Mei-Ling yang sepi. Rupanya ortunya
sedang keluar kota, dan merekapun segera masuk kedalam. Tak lama Non
Inge keluar dan menyuruhku ikut masuk.

"Saya di luar saja Non"
"Masuk saja Pak... sambil minum dulu..baru kita pulang"

Akupun mengikuti perintah Non-ku dan masuk ke dalam rumah. Ternyata
mereka berdua sedang menonton VCD di ruang keluarga.

"Duduk di sini aja Pak" kata Mei-Ling menunjuk tempat duduk di sofa
disebelahnya.

"Ayo jangan ragu-ragu.." perintah Non Inge melihat aku agak ragu.

"Mulai disetel aja Mei" Non Inge kemudian mengambil tempat duduk di
sebelahku.

Tak lama kemudian... filmpun mulai... Masya Allah... ternyata film
porno.

Di layar tampak seorang pria negro sedang menyetubuhi dua perempuan
bule secara bergantian. Napas Non Inge disampingku terdengar memberat,
kemudian tangannya meremas tanganku.

Akupun sudah tidak tahan lagi dengan segala macam cobaan ini. Aku
meremas tangannya dan kemudian membelai pahanya. Tak berapa lama
kemudian kamipun berciuman. Aku tarik rambutnya, dan kemudian dengan
gemas aku cium bibirnya yang mungil itu.

"Hmm...h." Suara itu yang terdengar dari mulutnya, dan tangankupun tak
mau diam beralih meremas-remas susunya.

Kubuka kancing seragamnya satu per satu sehingga tampak bongkahan
daging kenyal yang putih mulus punya Nonku itu. Aku singkap BHnya ke
bawah sehingga tampaklah puting susunya yang merah muda dan kelihatan
sudah meneganng.

" Ayo... hisap Pak.. ahhh". Tak perlu dikomando lagi, langsung aku
jilat puting susunya,sambil tanganku meremas-remas susunya yang sebelah
kiri.

Aku tidak memperhatikan apa yang dilakukan temannya di sebelah, karena
aku sedang berkonsentrasi untuk memuaskan nafsu birahi Non Inge.
Setelah puas menikmati susunya, aku pun berpindah posisi sehingga aku
jongkok tepat didepan selangkangannya. Langsung aku singkap rok seragam
SMA nya, dan aku jilat CDnya yang berwarna pink..
Tampak jembutnya yang masih jarang menerawang dibalik CDnya itu...

"come.on..eat my pussy .." Non Inge mendesah sambil mendorong kepalaku.
Aku tak begitu mengerti apa maksud perkataannya, tapi aku tahu apa yang
Nonku inginkan. Langsung aku sibak CDnya yang berenda itu, dan aku
jilati kemaluannya.

"ohhh... I like it... ohhhh... yess... ehmmh." Erangan demi erangan
terdengar dari mulut Nonku yang sedang aku kerjai. Benar-benar
beruntung aku bisa menjilati kemaluan seorang gadis kecil anak
konglomerat. Tanganku tak henti mengelus, meremas susunya yang besar
dan kenyal itu.

"Yess... ohh... faster... faster... ehhmmm ohh... I am cuming...
ahhh..."

Tangan Non Inge meremas rambutku sambil badannya menegang. Bersamaan
dengan itu keluarlah cairan dari lubang vaginanya yang langsung aku
jilat habis.

Akupun berdiri dan membuka retsleting celanaku. Tapi sebelum sempat aku
buka celanaku, Non Inge telah ambil alih.

"Biar saya yang buka Pak " katanya

Tangannya yang mungil melepas kancing celana jeansku, dan membantuku
membukanya. Kemudian tangannya meremas-remas kontolku dari luar CDku.
Dijilatinya CDku sambil tangannya meremas-remas pantatku. Akupun sudah
tak tahan lagi, langsung aku buka CDku sehingga kontolku yang berukuran
20 cm dan sudah tegak, bergelantung ke luar.

"Oh my God ." desis Non Inge... sambil tangannya mengelus-elus
kontolku. Tak lama kemudian dijilatinya buah pelirku terus menyusuri
batang kemaluanku. Dijilatinya pula kepala kontolku sebelum
dimasukkannya ke dalam mulutnya.

Aku remas rambutnya yang berbando itu, dan aku gerakkan pantatku maju
mundur, sehingga aku seperti mengentot mulut anak juraganku ini.
Rasanya luar biasa... bayangkan... kontolku yang berukuran 20cm itu dan
berwarna hitam legam sedang dikulum oleh mulut seorang gadis manis.
Pipinya yang putih tampak menggelembung terkena batang kemaluanku.

"Punyamu besar sekali Pak... I love it... ehmm.." katanya sambil
kemudian kembali mengulum kemaluanku.

Setelah kurang lebih 10 menit Non Inge menikmati kontolku, dia suruh
aku duduk di sofa. Kemudian dia menghampiriku sambil membuka seluruh
pakaiannya sehingga dia tampak telanjang bulat. Dinaikinya pahaku, dan
diarahkannya kontolku ke liang vaginanya.

"Now... fuck me... you slave.." katanya memberi instruksi. Aku tak
begitu mengerti apa arti kalimatnya, tapi aku tahu dia ingin merasakan
nikmatnya kontolku yang besar itu. Diturunkannya pantatnya, dan
kontolkupun masuk perlahan ke dalam liang vaginanya.

Kemaluannya masih sempit sekali sehingga masih agak sulit bagi kontolku
untuk menembusnya. Tapi tak lama masuk juga separoh dari kontolku ke
dalam lubang kemaluan anak juraganku ini.

"Ahhh... yes... now I fuck your big dick... ehmpp.. yeach.."katanya
sambil naik turun di atas pahaku. Tangannya meremas dadanya sendiri,
dan kemudian disodorkannya puting susunya untukku.

"Yess.. suck my tits.. you poor slave.." Tak perlu aku tunggu lebih
lama lagi langsung aku lahap susunya yang montok itu. Sementara itu Non
Inge masih terus naik turun sambil kadang-kadang memutar-mutar
pantatnya, menikmati kontol besar sopirnya ini.

"Now fuck me doggy style.." instruksinya. Diapun turun dan menungging
menghadap ke sofa.

"Ayo Pak.. setubuhi saya dari belakang" Non Inge menjelaskan maksudnya
padaku. Akupun segera berdiri di belakangnya, dan mengelus-elus
pantatnya yang padat. Kemudian kuarahkan kontolku ke lubang vaginanya,
tetapi agak sulit masuknya. Tiba-tiba tak kusangka ada tangan lembut
yang mengelus kontolku dan membantu memasukkannya ke liang vagina Non
Inge. Aku lihat ke sampig, ternyata Mei Ling, yang membantuku
menyetubuhi temannya. Dia tersenyum sambil mengelus-elus pantat dan
pahaku.

Aku langsung menyetubuhi Non Inge dari belakang. Kugerakkan pantatku
maju mundur, sambil memegang pinggul Nonku.

"Ahhh... Pak... Pak... Terus... I love it... oh my God." Non Inge
mengerang nikmat.

Susunya tampak berayun-ayun, dan segera kuremas dari belakang.
Kupilin-pilin puting susunya, dan erangan Non Inge makin hebat.

Mei Ling sekarang telah berdiri di sampingku dan tangannya sibuk
menelusuri tubuhku. Ditariknya rambutku dan diciumnya bibirku dengan
penuh nafsu. Lidahnya menerobos masuk ke dalam mulutku. Sambil
berciuman dibukanya kancing baju seragamnya sehingga tampak buah
dadanya yang tidak terlalu besar, tetapi tampak padat.

"Ohh.. I am coming again... uhhhh... yessssss... oh my God... fuck me
faster you big slave." Non Inge mengerang makin hebat. Tak berapa lama
terasa cairan hangat membasahi kontolku.

"Non... saya juga hampir keluar.." kataku.

"Tahan sebentar Pak.. keluarin dimulutku... I want to taste your cum.."
kata Non Inge.

Non Inge dan Mei Ling berlutut di depanku, dan Mei-Ling yang sedari
tadi tampak tak tahan melihat kami bersetubuh di depannya, langsung
mengulum kontolku di mulutnya. Sementara itu Non Inge menjilat-jilat
buah pelirku. Mereka berdua bergantian mengulum dan menjilat kontolku
dengan penuh nafsu. Akupun sibuk membelai rambut kedua remaja ini, yang
sedang memuaskan nafsu birahi mereka.

"Now.. I want you to fuck my tits.."Non Inge memberiku instruksi sambil
menelentangkan tubuhnya di atas karpet ruang keluarga.

"Ayo kontolnya taruh disini Pak" kata Non Inge lagi. Akupun segera
menaruh berlutut di atas dada Nonku dan menjepit kontolku diantara dua
bukit kembarnya. Segera aku maju mundurkan pantatku, sambil tanganku
mengapitkan buah dadanya.

"Uhh... that's nice... yeach... that's right "

Sementara Mei Ling sibuk mengelap tubuhku yang basah karena keringat.
Tak berapa lama kemudian, akupun tak tahan lagi. Kuarahkan kontolku ke
dalam mulut Non Inge, dan dikulumnya sambil meremas-remas buah pelirku.

"Ahhhhhh... Non... ahhhhh" jeritku dan air manikupun menyembur ke dalam
mulut mungil Non Inge. Akupun tidur menggelepar kecapaian di atas
karpet, sementara Non Inge dan Mei Ling sibuk menjilati bersih batang
kemaluanku.

Setelah itu kamipun sibuk berpakaian, karena jam sudah menunjukkan
pukul 15.00. Ortu Inge termasuk ortu yang strict pada anaknya,
sehingga bila dia pulang telat pasti kena marah. Di mobil dalam
perjalanan pulang, Inge memberiku uang Rp 100.000,-.

"Ambil Pak, buat uang rokok. Tapi janji jangan bilang siapa-siapa
tentang yang tadi ya" katanya sambil tersenyum. Akupun mengangguk
senang.

"Besok kita ulangi lagi ya Pak... soalnya si Mei-Ling minta bagian"

Demikian kejadian ini terus berlanjut. Hampir setiap pulang sekolah,
Non Inge akan pura-pura belajar bersama temannya. Tetapi yang terjadi
adalah dia menyuruhku untuk memuaskan nafsu birahinya dan juga
teman-temannya, si Mei-Ling, Linda, Nini,dll. Tapi akupun senang
karena selain mendapat penghasilan tambahan dari Non Inge, akupun dapat
menikmati tubuh remaja mereka yang putih mulus.
 
Subject: Red Story 01

Hallo

Nama saya Red. Umur 24th, dan saat ini bekerja di
negara A sebagai Creative Director dari suatu
perusahaan advertising/multimedia.
Kesibukan saya di kantor menghalangi keinginan saya
untuk bersosialisasi secara luas, kecuali dengan
teman2 sekerja saja. Hampir seluruh waktu saya berada
di depan komputer.

Atas rekomendasi teman saya menemukan mailing list
Cerita Seru ini, dan berharap dapat menjalin
persahabatan dengan saudara-saudari sebangsa dari
manca negara.

Beberapa hari terakhir saya mengambil cuti setelah
menghabiskan 5 malam non-stop bersama rekan2 sekerja
untuk menyelesaikan suatu proyek yang amat rumit dan
riskan. Waktu cuti tersebut saya habiskan untuk
membereskan lemari arsip di rumah saya yang memang
sangat berantakan, penuh dengan notes2, sketsa dan
buku2 referensi.

Dari notes2 tersebut, ternyata saya menemukan fragmen2
kisah hidup saya semasa ber-SMA di kota asal saya di
kota X. Setelah menyusunnya secara kronologis
(ditambah beberapa telepon SLI sana-sini) saya
berhasil membuatnya dalam bentuk digital supaya dapat
saya gabungkan dengan diary saya yang tersimpan di
dalam laptop saya.

Berikut ini beberapa di antaranya:

Maret 1993 ...
Rugi nih bayar uang sekolah mahal2 ... udah kelas di
pojok gedung, dekat dengan bak pembuangan sampah
sekolah lagi ! Moga2 nanti pas gua naik ke kelas 3
(kalo naek nih) ... gua dikasih kelasnya si Martin
yang konon punya akses rahasia ke kamar mandi cewek!
Yah kayaknya sih hari2 kayak gini gua kudu bertabah2
ria menghirup bau sampah yang ngga diangkut2...
"Eh Red ... Red ! Eh udahin mikir kotornya ... elu
jadi ikut ngga seh ?" temen gua si jelek Aldo bisik2
dari belakang. Maklumlah, pelajarannya Ibu Mia siapa
sih yg berani ribut... kecuali kalo mau nilai Bahasa
Indonesia merah di raport.
"Diem luh Jelek...elu sih nularin pikiran kotor dari
belakang... emang jadi nonton di mana ?",balas gua
selagi Ibu Mia 'lengah' ke papan tulis.
"Saya tidak mau dengar ada yg bisik2 ya !", suara
ketus Ibu Mia menggelegar di kelas. Untung dia tetap
terpaku menulis di papan...sebel abis gua liat
tampangnya yg judes gitu .. apalagi dengan kacamata
aneh yg segede pantat Teh Botol...amiitt..
PLOK ! Segumpal kertas kecil meloncat di depan gua,
isinya singkat,"Bioskop Y, 4sore". Gua ngasih tanda
oke ke si Jelek, yg dia balas dengan menendang bangku
gua ... sayangnya, terlalu keras --BRAK !
Langsung deh si Teh Botol judes berbalik dan melangkah
cepat ke sumber suara.
"Sudah saya duga... kalau bukan kalian berempat, pasti
gang-nya Katrina di sebelah sana ... siapa yg tadi
tendang meja ?,"sambarnya dengan pedas.
"Eh..itu bangku yg kena,bukan meja...Bu,"kata gua
dengan polos...ngga tau kenapa tau2 bisa bilang
begituan.
"Kamu berempat nanti ketemu saya selesai
pelajaran,"jawabnya dengan dingin, lalu berjalan
kembali meneruskan pelajaran. Hiii...

*Notes: Saya berempat, plus si Jelek Aldo, Rio
KBHRX(alias Ksatria Baja Hitam RX), dan Didi Duku
memang teman akrab banget waktu itu...kita bukannya
trouble maker sih .. cuman aja untuk ukuran anak2
Biologi, kita termasuk yg kurang bisa diam tenang di
kelas.*

Rio langsung berbisik,"****** lu Lek ! Nendang si Teh
Botol kek sekalian, gua jadi kena juga.."
"Maunya sih tapi gua takut ...",bisik si Jelek lebih
pelan.
"Takut apa sama dia ?",bisik Duku yg di sebelah gua.
"Cakut dipelkoca,"bisik si Jelek dengan nada cempreng.
Langsung kita cekikikan berempat. Yang jelas membuat
situasi menjadi tambah runyam. Lima menit kemudian,
gua, Rio dan Didi duduk terdiam di luar ruang
guru...menantikan vonis buat si Jelek. Konon kita
masing2 akan mendapat vonis yg berbeda.

Setengah jam berlalu tanpa kabar. Beberapa guru yang
lewat sekali2 menanyakan kabar kita, kenapa kita ada
di sana bla bla bla. Biasa deh kalo udah gitu guru2 yg
laen jadi ngerasa sok ngehakimin.
Omong2 di antara anak2 emang udah ada rumor kalo si
Teh Botol sering menahan anak2 lebih lama dari
biasanya...cowo atow cewe sama aja.
Kalo yang cowo konon disuruh milih: 'disunat' atau
kasih dia sun, sementara yg cewe disuruh tari
perutlah, bugil-lah dsb. Emang sih cuman joke doang
... tapi mengingat si Jelek udah lebih dari 30 menit
di dalam sana, kita jadi mikir jangan2 dia nolak
nge-sun si Teh Botol mentah2... yaiks.
Padahal dipikir2 Ibu Mia masih muda..paling sekitar
25-an deh. Selesai lulus kuliah langsung ngajar
kali... buset kalo udah tua kayak apa tuh si Teh
Botol. Moga2 ngga jadi botol Aqua.

"Suhardi, giliran kamu !" Tanpa gua sadar Didi sudah
melangkah ke dalam, sementara si Jelek terdiam di
hadapan kita berdua.
"Kenapa lu Jelek ? Tambah jelek aja tuh
muka...,"cerocos Rio,"...koq lama sih ?"
Jelek terdiam, dari tatapannya kita bisa liat kalo dia
terlihat sangat tertekan.

"Nontonnya batal,"kata si Jelek yg langsung melangkah
pergi.
Gua langsung ngejar. "Eh gila..kenapa lu ?"Gua
cengkram tangannya...kita emang udah biasa kayak gitu.
Tiba2 si Jelek berputar cepat, dan tanpa gua sadar
muka gua udah kena sabit tinjunya -BSET!- untung
lolos, tapi gua hilang keseimbangan dan jatuh ke
lantai.
"Hey kenapa lu Lek !!," gua berdiri balik...kurang
ajar nih anak. Kalo bukan temen baek udah gua abisin
di tempat. Rio menahan gua dari belakang, sambil
memberikan tanda buat si Jelek supaya pergi aja.

"Biarin dia, Beh,"bisiknya setelah kita kembali duduk.
*Beh itu panggilan gua, dari Babeh--karena waktu itu
gua maen drama jadi bapak2 yg kuper abis.*
"Kena sunat kali,"bales gua masih ketus. Pipi gua sih
ngga sakit, tapi temen baek gua sendiri asal nabok
kayak gitu...enak aja !

Ngga lama kemudian, Didi keluar dengan
tersenyum..."Tuh kan ... gua bilang juga gua ngga
salah apa2...mati lu nanti Beh!" Gua cengar cengir
doang sambil bilang,"Eh Duku elu tungguin gua ya ?"
"Wah sorry Beh ngga bisa nih gua harus jemput adek gua
di lantai dasar...nanti kan masih nonton ? Si Jelek
Aldo mana ?"

Singkat cerita ... Rio juga lolos...tinggal gua yang
sekarang duduk terdiam di depan Ibu Mia.

"Kamu tahu apa kesalahan kamu, Red ?" matanya menatap
tajam.
"Iya Bu, saya minta maaf. Saya tidak bermaksud
untuk..."
"Saya ngga minta kamu minta maaf ! Saya tanya, kamu
tahu tidak kesalahan kamu apa ?"
"Mengganggu kegiatan belajar mengajar, Bu,"jawab gua
dengan klise.

Ibu Mia lalu meletakkan kacamata Teh Botol-nya. Gua
masih menunduk (biar dikasihanin), tapi dari pantulan
kaca meja gua ngeliat sesuatu yang ganjil.
Beliau lalu berdiri dan bertolak pinggang. Dari
pantulan kaca maja gua sadar ternyata baju yg dia
kenakan berbeda dengan yg dipakai waktu mengajar
sebelumnya. Gaya banget nih guru...selesai ngajar
langsung ganti baju ... ngga repot apa ?

"Saya sangat kecewa dengan kalian berempat. Nilai
pas2an, di kelas tidak ada perhatian...apalagi kamu.
Di kelas kerjaannya corat coret gambar2 yg jelas2
tidak membangun...! Apa pantas saya lalu membiarkan
keserampangan seperti ini ?"

Pelan2 gua melihat ke arah Ibu Mia. Wah gila gua
langsung shock liat wajahnya tanpa kacamata aneh
itu... soalnya..cantik dan manis sekali. Ternyata
kacamata sialan itu bikin bagian matanya jadi tidak
proporsional sehingga terlihat aneh. Tapi
sekarang...gila gua kayak ketemu orang laen aja....
Tubuhnya pun ternyata ngga jelek2 amat ... memang sih
Ibu Mia tergolong pendek..tapi makin gua liatin
badannya yg kecil itu ternyata seksi sekali.
Pinggangnya ramping, mungil dan pinggulnya juga
berisi...
Hmm kayaknya lepas Teh Botol yg di muka, langsung
kelihatan deh Teh Botol yg di badan. Gua sampe ngga
sadar kejap2 sendiri ... kirain gua ketiduran.

"RED ! Kenapa kamu kejap2 seperti itu ?",sentak Ibu
Mia dengan kasar.
Ternyata bukan mimpi ! " Oh ngga Bu...mata saya memang
lagi perih...",kata gua dengan gugup, sambil ngucek2
mata. Koq jadi gua yg salah tingkah gini ?

"Saya khawatir saya akan sulit meluluskan siswa dengan
sikap seperti kamu, Red...",Ibu Mia meneruskan dengan
dingin," ... nilai2 kamu juga termasuk yang terburuk
di kelas...selain si..siapa itu yg kemarin kakaknya
kecelakaan ?"

"Eh..mm...Diane ya?",jawab gua.

"Iya .. Diane...tapi mungkin dia bisa saya bantu
karena dia juga mengalami beberapa musibah
sebelumnya...tapi kamu..."

"Wah ..." Gua mulai ketakutan juga. Bisa mati nih kalo
ngga naek kelas !

"Saya tidak yakin dengan kamu, Red. Akan sangat sulit
sekali..."

"Masa Ibu ngga bisa kasih keringanan...misalnya
membuat tugas tambahan..atau apa deh..saya akan
berusaha...", gua memelas.

Ibu Mia terdiam...pandangan dan ekspresinya bener2
bikin gua beku. Nekat juga gua bisa melas2 sama dia.
Perlahan kemudian Ibu Mia berjalan menjauh, lalu duduk
di sofa yg terletak di ujung ruangan. Matanya tetap
ngeliatin gua.

Gila nih kalo gua ngga naek, Om John bisa batal deh
ngirim gua belajar ke negara A ! Si Jelek
bangsat...udah bikin masalah, pake nabok gua segala
lagi !

"Red..." Ibu Mia memanggil...tiba2 nada suaranya
berubah.

"Eh iya Bu ?" Gua bertanya tak pasti.

"Kemarilah ... Ibu rasa Ibu tahu apa yg kamu bisa
lakukan." Nada suaranya kini lebih netral dan lembut.
Gua makin bergidik. Jangan2 rumor2 itu bener.

Perlahan2 gua berjalan mendekati Ibu Mia. Beliau duduk
dengan menyilangkan kakinya.. lumayan anggun juga
ternyata si Teh Botol.
Di depannya gua berdiam diri ... ngga tau bisa
ngarepin apa.

"Iya Bu ?"tanya gua sambil tersenyum pait. Pasti muka
gua ngga karuan nih bentuknya.

"Kamu ... kamu sudah pernah bersenggama ?"

GLEK. Gua terbisu ... kalo ini mimpi, dari mana
mulainya ? Mungkin gua salah denger.

"Maaf Bu ?"gua bales, berharap pertanyaan yg berbeda
muncul.

"Ibu tanya apa kamu sudah pernah bersenggama ?"

GLEK. Ini beneran.

"Eh.. saya..."

"Tidak apa2 kalau kamu tidak mau bilang... Ibu hanya
ingin tahu saja..."

Gua terdiam kayak patung.

"...hanya saja Ibu ada feeling ... anak muda segagah
kamu... Ibu bisa lihat kalo di sekolah tidak sedikit
gadis2 yg melirik ke arah kamu kalau kamu sedang
lewat..."

Makasih deh Bu,pikir gua, tapi kenapa tiba2 suasananya
berubah ?

Selama semenit...mungkin lebih kita terdiam ... gua
jadi bener2 kikuk...

"Bu...",gua memecah kesunyian. Tiba2 gua terpikir
sesuatu.

Ibu Mia hanya ngeliat gua lebih dalam. Sepasang mata
itu mendadak jadi indah banget.

"Iya .. saya pernah ... beberapa kali ...cuman main2
doang ...",aku gua sambil mengingat beberapa insiden
yang lampau.

Ibu Mia tersenyum...gila ngga pernah gua liat dia
senyum...ternyata seperti ini toh... wah kalo dia udah
tidur sama siapa aja di sekolah ini ?
Tiba2 di celana gua, gua baru sadar kalo 'sang adik'
sudah bangun dari tadi...entah kenapa situasi seperti
ini bikin gua jadi terangsang banget.

Senyum Ibu Mia semakin misterius. "Mendekatlah kemari,
Red", katanya dengan lembut.

Gua mendekat..sekarang pinggul gua udah sejajar dengan
kepalanya...'sang adik' yang terbangun tidak mungkin
tersembunyi lagi.

"Udah bangun ya...,"kata Ibu Mia,"...coba buka...Ibu
mau lihat."

Dengan agak canggung gua buka celana gua, gua biarin
jatoh ke bawah. 'Sang adik' kini terlihat berdiri
dengan segar dan lumayan keras...gila nih... si Ibu
mendadak kelihatan bergairah sekali, pikir gua.

"Ohhh... lumayan besar juga ya... apa bisa lebih besar
lagi..?"

Belum gua sempat berpikir, tiba2 Ibu Mia dengan lembut
melekatkan bibirnya di batang penis gua. Langsung gua
mengejang seperti disengat listrik...kaget banget
sih..

"Huyss...tenang ya Red ... Ibu bakalan sangat lembut
koq", beliau tersenyum halus.

"I...Iya Bu...ehh..", jawab gua..ngga tau harus seneng
atau sedih.

Ibu Mia lalu meneruskan mengecupi batang penis gua,
mulai dari dekat zakar sampai ke dekat kepala...
diiringin dengan suara desahan yang bikin penis gua
langsung keras dan tegang.
Perlahan2 jemari2nya mulai memainkan zakar gua dan
meremas2 pantat gua. Mulutnya pun mulai berpindah ke
kepala penis gua, dengan lembut dihisapnya
pelan2...masuk..keluar...masuk...keluar...sambil
menjilat2kan lidahnya ke bagian yang mulai membasah
tersebut.

"Mgghh...mgghhhh...mgghhhh..."

Saking teransangnya gua secara instinct memegangi
kepala Ibu Mia dan meremas2 rambutnya dengan
gemas..beliau nampak cuek dan kelihatannya sih emang
udah keasyikan dengan urusannya sendiri.

Ibu Mia semakin bergairah menjilati dan meremasi penis
gua...sampai2 gua ngga tau penis gua basah karena air
ludahnya atau sperma pre-ejakulasi gua yang udah
keluar sedikit2.
Sebentar kemudian...gua udah bener2
terangsang...rasanya gua ngga sabar giliran gua buat
bikin basah vagina beliau dan muncrat di dalamnya
sekalian...tapi kali ini gua tahan2 pingin melihat apa
yg terjadi berikutnya..

----Sekelebat gua teringat pengalaman gua dengan
Joanna, dari jurusan sosial. Waktu itu dia cuman
kocok2 penis gua dengan tangannya sambil menempelkan
badannya yang hangat itu dan ngegosok2in buah dadanya
ke badan gua. Kita masih separuh berpakaian seragam di
toilet sekolah yg memang lagi sepi banget.
Waktu itu gua ngga sabaran...langsung deh gua
pelorotin rok dan celana dalamnya. Emang sih vaginanya
Joanna udah agak basah..jadi gua cuman main2in dikit
sama tangan gua...tangan gua yg satu lagi langsung
main2in puting2 buah dadanya.
Tiba2 gua gerakin penis gua ke arah pinggulnya dan
biarin penis gua masuk ke vaginanya yang udah basah.
Akhirnya gua mangku Joanna sambil berdiri, sementara
dia numpuin sebelah kaki ke wastafel.
Untungnya dia udah basah banget, jadinya ngga gitu
kerasa sakit buat 'saat pertama'nya. Tapi yang jelas
dia menggeliat kiri kanan saking terangsangnya.
Setelah beberapa kocokan, dia langsung orgasme sambil
memeluk gua eratttt banget...
Guanya sendiri belon, jadi gua keluarin aja tuh penis
dan gua muncratin semuanya di wastafel... tapi itulah
jadinya, karena terburu2...selesainya jadi ngga
enak----

"Red...Red !..Koq mukanya jadi menerawang seperti itu
?!",suara
Ibu Mia kini menghentak gua dengan lembut.
Tiba2 ia berhenti dan mundur ke sofanya... tubuhnya
kini berkeringat..dan ternyata baju 'baru'nya itu
cukup tipis sampe2 keringatnya itu membuat bagian
dalam tubuhnya terlihat...

"Red... kamu...kamu bisa tahan lama ya sama Ibu...",
kata Ibu Mia sambil tersenyum,"...Aldo saja baru
bentar udah muncrat ke baju Ibu.."

Y-A A-M-P-U-N ... ternyata... pantesan si Jelek
mukanya kusut gitu..!!
Rupanya Ibu Mia berganti baju sebelum si Jelek
keluar... gua jadi cekikikan sendiri... gua bales lu
nanti Lek..!

"Eh Bu... kalo Rio dan Didi... mereka...",mendadak gua
teringat dua sobat gua yg laen.

"Mereka tidak Ibu apa2kan,"katanya sambil tertawa
ringan,"Mereka sial bertemu dengan Ibu Mia yg galak."

Gua nyengir sambil pelan2 gua deketin Ibu Mia. Ibu Mia
tampak terdiam pasrah dan meringankan ekspresi
tubuhnya. Perlahan2 gua lepasin blus atasnya, lalu BH
pinknya...ternyata buah dadanya juga indah, kedua
putingnya mengeras..pasti Ibu Mia sudah benar2 hot.
Terus gua lingkerin tangan gua di pinggangnya, lalu
dengan pelan2 gua buka rok panjangnya...gua berusaha
sesantai mungkin sambil meletakkan pakaian Ibu Mia di
sofa..soalnya gua sendiri tegang banget..deg-degan
gitu. Sementara penis gua udah tegang setegang2nya ...
gua sengaja bersabar sambil menanti respon dari Ibu
Mia ...

Ibu Mia lalu mendorong gua dengan perlahan supaya gua
berlutut di lantai.

"Sekarang giliran kamu, Red... sebelumnya belum pernah
ada yg boleh seperti ini kecuali suami Ibu...tapi kamu
spesial..",kembali senyuman lembut itu menghiasi
wajahnya.

SUAMI ? Wah .. pikir gua... ternyata serem2 ini Ibu
ngga beres juga nih... ah tapi cuek aja lah, pikir gua
sambil berharap2 kalo moga2 ngga ada yang nyelonos
masuk ke ruang yang terletak di ujung gang tersebut.

Sambil masih dalam posisi berlutut, gua mendekatkan
pinggul Ibu Mia ke kepala gua. Bener juga ...
vaginanya udah basah, bahkan sedikit cairan mulai
mengalir di pangkal pahanya ... mungkin dia sudah
orgasme sewaktu menghisap penis gua, gua pikir.
Gua mulai dengan mengecup2 kemaluan Ibu Mia mulai dari
bulu2 sampai ke bagian kelentitnya ... rupanya kalo
gua main perlahan dan lembut, ternyata lebih
menggairahkan daripada gubrak-gabruk-an seperti dengan
Joanna dulu...
Lalu gua mulai melumat2 daging imut yang mulai
menyembul di kemaluan beliau ...
Ibu Mia langsung mendesah sambil menjambak2 rambut gua
...

"Ohhhh Redd...ahhh ... ahhh ...hhh..... terusinn...
aaahhhhhh......"

Makin lama gua udah makin lupa diri ... gila..bisa2
gua muncrat duluan nih ...suara Ibu Mia bener2 bikin
kesabaran gua serasa di ujung tebing...
Ibu Mia sendiri kelihatannya udah siap, soalnya cairan
dari vaginanya semakin deras ... rasanya bener2 aneh,
buat gua sendiri ini baru kedua kalinya gua ngerasain
cairan kayak beginian.
Lagi2 pikiran gua menerawang (sambil dengan hotnya
masih melumat) waktu gua pertama kali mencium dan
melumati kemaluan seorang wanita, yaitu milik Deasy
sepupu jauhhh gua yang umurnya sekitar 2 taun lebih
tua. Kita waktu itu bertemu waktu pernikahannya Om
John dan Tante Sarah. Awalnya sih cuman bincang2 kecil
doang tapi..

"Ohhh Red...", desah Ibu Mia agak keras, menghancurkan
nostalgia gua...
Muka Ibu Mia sudah merah dan berpeluh keringat.

"Iya Bu ?", dengan sok polosnya gua menjawab.

Ibu Mia lalu mundur perlahan dan kembali duduk di atas
sofa, kali ini beliau sengaja duduk di atas tumpukan
baju yang gua taruh di sana sebelumnya ... mungkin
supaya cairan segar dari dalam vaginanya itu tidak
mengotori sofa, pikir gua.

Sejenak kita berdua bertatapan ... Ibu Mia duduk
dengan kedua pahanya sedikit mengangkang, tampak
beliau pasrah saja memamerkan liang kemaluannya yang
telah membesar dan amat basah itu. Sementara gua
perlahan berdiri, juga memamerkan penis gua yang udah
full tegang dan memanas...

"Red...",bisik Ibu Mia, sambil tersenyum mesra,"...
tolong kuncikan pintu, Ibu lupa ... hehehe..."

Gua nyengir sambil segera berjalan berbalik ke arah
pintu. Pintu masuk ruangan tersebut memang agak
terhalang dari sofa oleh sebuah lemari arsip yang
cukup besar. Tapi gua emang pernah baca kalo privacy
buat cewe itu penting sekali buat bikin dia makin
pe-de dalam bercinta. Waktu gua ngelangkah ke deket
pintu, gua shock berat karena ada sesosok wajah
menyembul di pintu tersebut ... rupanya pintu itu
sedikit terbuka.

Si pemilik wajah juga terlihat sama shocknya. Ternyata
seorang cewe manis berpakaian SMA, tapi warna roknya
berbeda ... berarti dia dari sekolah lain. Cewe itu
menatap gua sejenak, lalu sekejap melirik ke penis gua
yang memang lagi ngeceng banget. Wajahnya sangat manis
dan agak kekanak2an, tetapi saat ini kepucatannya
memendungi kecantikannya.
Perlahan cewe tsb mundur dan menghilang, sambil
sekilas ia memberikan tatapan memelas sama
gua...seolah2 ia berkata,"Ampuni saya Bang, jangan
apa2kan saya !".

Dengan cepat gua menutup dan mengunci pintu, lalu
segera melangkah kembali ke arah Ibu Mia.

"Kenapa, Red ? Koq wajah kamu seperti sehabis melihat
hantu ?",kata Ibu Mia.

Iya,Bu. Hantu cantik, kata gua dalam hati.

Oh, untunglah, kayaknya dia ngga tau, pikir gua.
Mungkin terhalang oleh lemari arsip itu.

"Eh ... ngga Bu... saya ... eh .. Ibu seksi
sekali..eh..muka saya emang kayak gini kalo liat cewe
seksi ..", kibul gua dengan ekspresi yg so pasti ngga
ketulungan jeleknya.

Ibu Mia tertawa kecil lalu beliau mulai rebahan di
atas sofa..pinggulnya masih diletakkan di atas
tumpukan baju2nya. Kemudian beliau menyamping,
perlahan menghadap ke arah gua...tubuhnya yang mungil
seksi itu kini nampak begitu sensual. Lalu Ibu Mia
mengangkangkan kedua pahanya, sambil dengan lembut
memutar2kan pinggulnya ke arah gua. Salah satu tangan
beliau juga mengusap2 vaginanya naik turun.

"Ayo Red ... Ibu sudah siap ...",kata Ibu Mia dengan
halus.

Gua berjalan mendekati Ibu Mia. "Akhirnya..",kata gua
dalam hati. Dudukan sofa di ruang tsb memang cukup
panjang sehingga cukup buat gua juga ikutan berlutut
di atas sofa.

Perlahan gua dekatin penis gua ke arah vagina Ibu Mia.
Begitu bersentuhan, Ibu Mia tampak menarik napas
pendek lalu mendesah lembut.

"Ahhh..."

Lalu gua mulai deh menggenjot Ibu Mia dengan perlahan2
berusaha serelax mungkin. Karena vaginanya udah cukup
basah dan terbuka, gua masuk dengan lumayan gampang.
Sekejap kemudian gua sudah mengocok2 penis gua di
dalam vagina Ibu Mia. Beliau pun mengikuti dengan
menggoyang2kan pinggulnya sesuai dengan irama genjotan
gua.

"Ohhhh ! Aghhhh.... ohh Red ... ohhhh ... ohhh...
hhhghhh...hgghhhh...", desah Ibu Mia dengan seksi,
menambah panas nafsu gua.

"Ohh Ibu... hhgggghhh...", tak sadar gua juga ikutan
mendesah. Ngga nyangka dia udah bersuami, vaginanya
ngga kalah rapet dan kencang dengan yang punya Joanna
atau Deasy. Keringat kita berdua sudah berpeluh
sekujur badan, sementara gerakan2 sensual menjadi
semakin cepat dan makin berirama. Buah dada Ibu Mia
yang walaupun sudah sangat kencang juga ikutan
bergoyang seirama dengan gerakan kita.

Gua lalu memiringkan badan gua ke depan sedikit supaya
tangan kanan gua bisa meremas2 payudaranya yang
menantang itu. Sambil menggenjot Ibu Mia, gua juga
muter2in putingnya bergantian kiri kanan.

"AAhhhhh..... Redd.... kamu
nakall...ohhhh....ohhggghhh....", desah Ibu Mia
semakin keras. Sekelibat gua melirik ke arah pintu dan
jendela, berharap tidak ada yang melihat...hmh,
kecuali si cewe 'cilik' itu.

Setelah beberapa lama gua udah ngga kuat lagi...gila
vagina serapet ini gua bisa muncrat bentar lagi. Tapi
gua paksain sampe Ibu Mia orgasme duluan.

"Ohhh Redd ... Ibu sudah hampir... ooohh oohh
ohhhh...ahhh ahhh....hgghhh...," nafas dan desah Ibu
Mia semakin memburu dan gerakannya pun mulai sedikit
menghentak... Sebentar lagi, pikir gua...

"Red... tolong ..hhh..hhh...jangann dikeluarin di
dalam, ya...? ohhh ohhh", pinta Ibu Mia tanpa melihat
ke arah gua.

"HHhhh...hhh...beres Bu", kata gua sambil mendesah2
juga... Gila, belon saatnya gua jadi Babeh beneran !

"AAAHHhhh......!", Ibu Mia pun orgasme sambil
berteriak kecil dengan halusnya... Pinggulnya
dihentakkan sekeras mungkin, seolah2 beliau sedang
mengeluarkan sesuatu yang amat dahsyat dari liang
cintanya. Gua bisa merasakan percikan orgasmenya
membasahi penis gua yang masih asik gua goyangin di
dalam.

Gua sendiri udah ngga tahan..dengan cepat gua tarik
penis gua, yang langsung gua angkat ke atas perut Ibu
Mia.

Splorrttt....clorrttt.....splooshh....

"Ugghhh...",keluh gua sambil mengeluarkan tetes2
sperma gua yang terakhir... Kontan gua berasa selesai
lari marathon,bolak balik Sabang-Merauke-Sabang ...

Gua lalu merebah ke atas Ibu Mia dengan cueknya.
Paling ditendang, pikir gua. Ibu Mia lalu dengan
lembut merangkul gua dan mengijinkan gua melepas lelah
di atas buah dadanya yang empuk itu. Bibirnya sesekali
mengecup2 kepala gua.

"Er...Ibu...",gua menekatkan diri,"...kenapa seperti
ini ?"

Ibu Mia menghela nafas panjang, tanpa melihat gua bisa
tau kalo beliau sedang menerawang ke langit2 ruangan.

"Ibu kesepian, Red ... Mas Hardy terlalu disibukkan
oleh bermacam2 pertemuan dan proyek di kantornya di
luar kota ... kami bertemu hanya seminggu 2 atau 3
kali ... itu pun hanya sore2 atau malam. Kesempatan
kami untuk sekedar berbagi rasa saja hanya sedikit,
apalagi melakukan hubungan suami-istri ...," kembali
Ibu Mia menghela nafas panjang,kali ini suaranya
terdengar agak lebih terputus2," ... Ibu... Ibu hanya
dipuaskan oleh begituan kalau dengan orang lain, Red.
Mas Hardy seringkali terlalu lelah, jadi selama ini
dia selalu keluar duluan ..."

Ibu Mia mulai menangis kecil. Hati gua jadi ikutan iba
juga...mungkin seharusnya gua ngga nanya aja... lagian
buat beliau kenikmatan ini pasti cuman sepintas lalu.

"Udah deh Bu...ngga perlu diterusin ... saya jadi
menyesal nanya begitu sama Ibu", kata gua.

"Ngga Red, ngga apa2... selama ini pria2 lain
cenderung lebih memperdulikan 'kapan' bisa bercinta
lagi dengan Ibu, daripada 'mengapa' Ibu seperti ini",
balas Ibu Mia. Hati gua jadi lumayan luluh
juga...padahal sih gua juga mau nanya seperti itu ..
setelah pertanyaan yg pertama hi hi hi hi...

Beberapa saat kemudian, kita berpakaian dan merapihkan
diri. Untung ada wastafel kecil di pojok ruangan. Ibu
Mia mengenakan pakaian lain lagi...hebat lu, pikir
gua. Sambil keluar dari pintu, Ibu Mia tiba2 berkata,"
Jadi jangan lupa ya Red, ringkasan artikelnya Ibu
minta minggu depan...dan juga test ulang hari Jumat
ini !" Kembali beliau ucapkan dengan nadanya yang
ketus dan dingin.
Dari ekor mata gua, terlihat cewe yang tadi
ngintip...kelihatannya dia menunggu Ibu Mia...wah
pantesan Ibu Mia tiba2 ngomong gituan..entah beliau
memang mengharapkan cewe tsb untuk datang atau beliau
ngeliat dia duluan waktu kita melangkah keluar.
"Iya Bu",jawab gua sambil menunduk, ikutan
mensukseskan 'drama kecil' kami. Gua lalu cepat2
melangkah keluar hall.

"Oh iya Red," Ibu Mia memanggil.

"Iya Bu ?"

"Ini Tasha, keponakan Ibu yang baru datang dari kota
DG ... dia akan mulai bersekolah di sekolah M mulai
minggu ini..."

Kita berjabatan. Tasha terlihat sangat risih dan
malu2. "Tasha memang pemalu Red", kata Ibu Mia
berusaha meringankan suasana. Bukan pemalu Bu, balas
gua dalam hati, itu karena matanya baru terbuka pada
'realitas hidup'. Hehehe... jadi cekikikan sendirian.

Dengan cuek gua lalu melengos keluar gedung sekolah.
Sebelum pulang gua mentoleransi perut gua yang udah
keruyukan di warung bakso belakang.
Pikiran gua kosong, gua biarin aja melayang2 ke mana2
ngga karuan...

***Itulah hasil rekonstruksi pengalaman saya sewaktu
SMA ... masih ada setumpuk notes2 lain yang sedang
saya compile ke dalam laptop saya saat ini.

Dahulu semasa saya kecil, mendiang kakek saya pernah
berkata kalau mata saya tidak boleh melihat perempuan.
Saya kira beliau hanya bercanda. Dan setiap kali saya
tanyakan kenapa, jawabannya pasti serupa, "Yang
dilihat kamu ngga bisa lepas begitu aja...nanti
kamunya yang susah.." Saking seringnya saya dengar,
saya jadi sebal sendiri ... baru setelah SMA saya
mengerti kira2 apa yang beliau maksud.
Papa dan Om John, adiknya, memang pernah mengatakan
kalau kakek konon punya ilmu2 gelap. Entah kenapa Papa
dan saudara2nya kelihatannya tidak ada yang
mewarisinya, mungkin karena jaman yang berubah atau
apalah...
 
Subject: Red Story 02

Hai semuanya,

Sesuai dengan janji saya untuk menampilkan isi diary
saya baik semasa sekolah maupun dalam karir saya saat
ini, kini saya memberikan sambungan dari beberapa
catatan SMA saya yang telah dicompile.

Singkatnya nama saya adalah Red, berumur 24th dan
sedang berkarir di negara A sebagai seorang Creative
Director. Tujuan saya membagi2kan kisah hidup saya
hanyalah karena ingin membuka persahabatan dengan
saudara-saudari sebangsa dari tanah air atau belahan
dunia lainnya.

Posting saya yang pertama pernah saya kirimkan ke
sekelompok sahabat di luar negeri dan responsnya
bermacam2 ... ada yang lalu mengirimkan balik
pengalamannya kepada saya, ada yang meminta detail
bahkan ada juga yang balas mencaci maki saya.

Menyambung kisah sensual saya dengan mantan guru saya,
berikut ini lanjutan dari kisah pengalaman saya
sewaktu SMA ...

April 1993 ...

Kira2 sebulan setelah insiden dengan Ibu Mia, gua udah
lupa lagi apa yang terjadi waktu itu... maksud gua
banyak hal2 berkesan lainnya yang bikin pengalaman
tersebut seolah2 hanya 'satu di antara seribu'.

Si Jelek Aldo minta maaf sama gua setelah dia tiba2
naik darah waktu itu ... buat gua sih bukan masalah
besar... kita berempat, gua, Aldo Jelek, Didi Duku
sama Rio Ksatria Baja Hitam Rx (wuih!) udah sobit
akrab dari SMP jadi gua ngga mau persahabatan kita
ancur cuman gara2 begituan doang.

"Beneran ya elu maafin gua, Beh ?"kata si Jelek waktu
itu dengan nada super menyesal,"Nih gua kasih deh lu
tabok gua sekali ..."

Gua langsung loncat ke sampingnya sambil mencekik
lehernya di ketiak gua."Eh bangsat lu... ! Gua kan
udah bilang lupain aja en gua udah suwer maafin elu
... elu jangan ngehina gua kayak gitu dong hahaha
!"teriak gua menggelegar. Si Jelek tampak lebih relax
di dalam cekikan gua, "Ya ampun...ampuunn Red...baunya
ngga tahan...ngga mandi berapa abad lu ?",erangnya
sambil ngelengos keluar dari bawah ketiak gua. Kita
berdua lalu tertawa bareng dan ngasih salam gaya
koboy. Artinya: perdamaian .. ciehh

Malem itu kita berempat pergi nonton di bioskop Y,
salah satu dari tempat2 mangkal favorit kita ... trus
si Jelek juga traktir kita semua makan steak di
pengkolan TG, katanya buat menunjukkan rasa
penyesalan.

"Wah boleh dong gini2 terus Lek !,"kata Rio sambil
mengunyah,"Tabok gua deh sekarang mau ngga ? hahahaha"

"Gila, takut lah gua ! Bisa2 kena sambar Pedang
Matahari-mu .... eh tapi boleh juga ding, jadinya elu
yang traktir kita2 ya ?"balas si Jelek dengan cengir
jeleknya.

"Berubah !,"timpal Didi Duku," Eehh Pedang Matahari lu
koq bangun seh ? Malu dong keliatan ke mana2 ..."

Tempat steak tsb langsung tambah meriah dengan gelagar
tawa kami berempat.

Aldo sebetulnya mungkin bisa dibilang yang paling
cakep di antara kita berempat. Justru itu kita panggil
dia si Jelek, maksudnya supaya dia ngga ngerasa cakep
sendiri hehehe... sementara Rio dianggep Ksatria Baja
Hitam RX karena di tangki motornya (yg kita sebut
Belalang Tempur) ada stiker sang Ksatria yang cukup
besar. Menurut Rio itu hasil karya adiknya yang
ngefans berat sama sang Ksatria ... emang kita bisa
dikibulin ?
Sementara Didi dipanggil Duku lantaran konon waktu
semasa SMP, guru bahasa Inggris kita pernah bertanya
,"What is banana in Indonesian ?" Kontan Didi
berteriak ,"Duku !!". Salah sendiri. Ironisnya sampe
sekarang Didi termasuk paling jago Bahasa Inggrisnya
di kelas... trauma kali ya.

Di meja seberang kita, gua sedari tadi ngerasain ada
yang ngawasin gua. Sambil pura2 melihat ke menu di
tembok gua mencoba mencari sumber kecurigaan itu ...
ternyata seorang cewe manis yang sedang makan bersama
seorang cowo..entah pacarnya atau mungkin kakaknya.
Hmm Om-nya kali ... soalnya cowo itu kelihatan lumayan
'tua' sekitar hampir 30-an deh. Sementara wajah si
cewe mengingatkan gua dengan seseorang tapi gua ngga
pasti siapa... wajahnya imut dan lucu. Agak kekanak2an
kalo boleh gua bilang. Tapi tatapannya itu, aneh ...
dia melihat gua seperti ketakutan ...

Dengan cuek gua kembali nimbrung dengan ajang
pencelaan di antara kita berempat. Ngga lama kemudian
gua beranjak ke toilet, barengan Didi yang dari tadi
kerjaannya minum Sprite melulu.

"Gile beser abis gua, Beh!,"bisik Duku selagi kita
berjalan di hall yang sempit itu,"Eh di sini toiletnya
cuman satu loh, elu nunggu aja ya...gua udah ngga
tahan nih !"

"Iya iya...yang lama sono sampe puas,"balas gua dengan
sinis. Duku dengan senang melompat ke dalam toilet,
sementara gua bersandar di tembok.

Dari arah dapur sesosok berjalan keluar dengan membawa
senampan makanan penutup. Rupanya salah satu dari
pelayan di sana.

"Permisi ya Mas," katanya dengan sopan. Maklumlah,
hall itu sempitnya bukan main jadi gua harus agak
mepet2 ke tembok. Sambil cewe pelayan itu lewat, tak
sengaja mengenai penis gua yang lagi adem ayem di
dalam. Gua sih cuek aja, kita juga kadang ngga sengaja
nyenggol buah dada orang di mana2.

"Maaf ya Mas, kena... hihihi...",lalunya sambil
cekikikan kecil.

GLEK, gua terkejut ... cewe pelayan itu berjalan ke
arah ruang makan dengan cepat. Dari belakang gua bisa
liat badannya yang lumayan semampai dan
indah...pantatnya boleh juga nih cewe, pikir gua..tapi
koq ngeres banget ya ? Cuek aja kek kenapa ?

Buat ukuran sekarang kencing si Duku lama juga
ternyata, sampai2 cewe pelayan tersebut sudah kembali
ke arah gua ke dapur. Begitu sampai di dekat gua, dia
berhenti.

"Nungguin dari tadi ya Mas ?"katanya sambil berkerling
nakal. Wajahnya ternyata manis juga, hanya saja ada
sedikit jerawat di pipi2nya.

"Eh iya nih...temen saya ngga keluar2",jawab gua.

"Kalau mau pake toilet pegawai juga boleh di belakang
sana...saya sendiri shift-nya sudah selesai...mau
diantarkan ?",balasnya sambil melepas celemek kecil
yang melekat di roknya.

"Oh iya...terima kasih ya...udah agak kebelet nih",
kata gua sambil nyengir kuda.

Dari hall itu kita berjalan ke belakang, melewati
dapur, ke arah tempat parkir belakang. Dari luar gua
bisa liat kalo toilet pegawai kelihatannya lebih besar
dan eksklusif...mungkin sekalian buat bos2nya ya..

"Silahkan Mas, ngga apa2 koq..."kata si cewe sambil
menunjuk ke arah pintu toilet. Gua lalu melangkah ke
dalam..ternyata memang bagus..lantainya putih bersih,
dan ruangannya sangat wangi. Dibanding toilet yg satu
lagi yg sudah pasti tambah bau selesai dipake si Duku.

Sebelum gua sempat menutup pintu dari dalam, tiba2
pintu tersebut ditahan dari luar oleh si cewe pelayan.
Belum sempat gua bereaksi, dia mendorong pintu tsb ke
dalam dan ikutan ke dalam toilet. Dari sisi pintu, dia
nyomot satu papan pengumuman kecil, bertuliskan,"Maaf
sedang dalam perbaikan" lalu digantungin ke handle
pintu di luar. Lalu dengan cepat ditutup dan
dikuncinya pintu toilet tsb.

"Eh kamu...",kata gua dengan shocknya. Si cewe
menambah shock gua dengan tiba2 merobek blus yang
dikenakannya. Sepasang buah dada yang indah menyembul
keluar. Dengan cepat ia memelorotkan kutangnya
sehingga gua bisa melihat kedua putingnya... Tiba2
kedua tangan gua dia raih dan dia remaskan ke
payudaranya itu..

"Owwhhh...",desahnya,"Ayo Mass ... ngga usah malu2..."
Ia bergerak sambil mengusap2kan pinggulnya ke arah
pinggul gua. Langsung aja penis gua yang tadinya
setengah bangun jadi makin ngeceng...dengan cepat gua
mulai meremas2 payudaranya dan memutar2 puting2
susunya.
Gua lalu menekan dia ke tembok, sambil juga menekankan
pinggul ke pinggulnya yang seksi itu.

"Uuuhhhh....uhhhhh...."desahannya
memburu..kelihatannya dia mau main cepat nih,pikir
gua. "Ohhh..cepetan Mas...masukin
aja..masukin..."katanya sambil mengerang kecil.

"Hggghhh....iya.."bisik gua,"..hh..tapi siapa dulu
nama kamu..?"

"HHhhhh...hhh...hnagh..Er.ernah..Ernaa..."bisiknya
sambil makin bernafsu..sekarang dia mulai melumati
bagian2 muka gua..entah itu kuping,hidung, bibir dsb.

Gua juga ngga bisa lama2,pikir gua, bisa curiga nanti
semua... dengan cepat gua lepas roknya... lumayan
kaget waktu melihat ternyata dia ngga pake celana
dalam...Erna tersenyum nakal sejenak lalu meneruskan
gerakan2 erotisnya.
Beberapa jemari gua masukin ke vaginanya untuk tau
seberapa siap dia..ternyata udah lumayan basah, tapi
takutnya kalo gua paksa Erna bisa kesakitan.

"Hhh...hhh..cepetan Mas...ngga apa2 koq...paling
..hh..sakit sedh..sedikit.hhehehh..hhh.." desah Erna
sambil kembali tersenyum kecil.

Ya sudah pikir gua, gua juga udah ngga tahan...dengan
cepat gua pelorotin celana gua dan langsung tanpa
ba-bi-bu, gua genjotin itu penis ke dalam liang
cintanya.

"Ihhh...."pekiknya kecil...belum ia sempat mengambil
napas, gua udah mengangkat badannya ke pinggiran bak
air, lalu gua angkat kedua pahanya. Dengan alamiah
Erna ngelingkarin pahanya ke pinggul gua, sambil
menggerakkan pinggulnya naik turun dengan cepat..

"Ohhh ohhh ohhh ohhhh....enakkk...ohh....iya iya
Mass...aahhh...makin cepet Mas...cepetan..."katanya
dengan manja. Gua semakin dirangsang bukan aja oleh
suaranya, tapi oleh keeratan vaginanya..penis gua
betul2 serasa digenggam erat sambil dikocok2. Napas
kita berdua semakin memburu...Erna kelihatannya sudah
hampir orgasme, salah satu tangannya memainkan puting2
susunya dengan cepat..sebentar lagi,pikir gua...

"Ahhh...ahhh...Mas..mass...muncratin di dalem
yaa...aahhh..ahhh...sekarang...oohhh...barengann...ooohhh..."desah
Erna semakin keras...

"HHggghh..hhgghh..iy...iya..iya....hhgghhh...hff.."balas
gua sambil semakin cepat menggenjotkan penis gua...
wah ..ini dia !

"Ohhh !!!..."Erna berorgasme..tubuhnya menegang
sejenak sambil ia melepaskan cairan2 di dalam
vaginanya. Percikan hangat itu kontan membuat gua
mendekati puncak..dan...

Splorrttttt......ccrootttt....slooofffttt.... gua
semburin sperma gua sambil nekenin penis gua
dalam2..."Huuggfhhh...!"erang gua..

"Oaahhh...aahhh.."Erna menjerit lembut keenakan.
Sesaat kita berpelukan di tepi bak mandi tersebut.
Sebelum gua sempet ngomong, Erna naruh jarinya di
bibir gua.

"Suami saya mandul, saya mau punya bayi. Jangan tanya
apa2 lagi ya?"katanya agak pedas sambil tersenyum. Gua
bales nyengir sambil mengangguk2.

....

"Kemana aja elu berdua ? Toiletnya di Kutub Utara ya
?"umpat Rio sambil tersenyum. Si Jelek juga ikutan
cengar cengir.

"Yang gua di Kutub Selatan,"jawab gua asal2an,"Tadi si
Duku bego lama banget, jadi koki dapur nyuruh gua ke
toilet buat pegawai."

"Sorry Beh,"timpal Duku sambil garuk2 kepala,"ada
masalah saluran pembuangan."

"Emang elu punya saluran, Duk ?"balas si Jelek dengan
sinis sambil menyeruput juice jeruknya. Kita kembali
tertawa menggelegar...dari ekor mata gua, gua bisa
liat kalo si cewe misterius dengan temennya udah ngga
ada lagi di sana.

"Udah yuk, kita pulang...!"kata si Jelek kemudian.

Sewaktu kita berjalan ke arah mobilnya Rio, gua bilang
sama Duku.

"Eh elu ngga kenapa2 ? Sakit ngga ?" sambil gua pukul
ringan perutnya.DEK ! Ada bunyi kecil. Apa nih, pikir
gua...kayak buku ?

"Ngga napa2 Beh, saluran pembuangannya harus dipaksa
hehehe..."jawab Duku sambil tertawa. Gua membalas
dengan memberi wajah penuh pengertian. "Dasar cabul
buku porno dibawa2 kemana2," bisik gua ke si Duku.
Duku tertawa makin keras sambil ngerangkul gua.

Malam itu kita masih muter2 dikit di kota, sebelum Rio
nganterin kita pulang satu persatu. Gua yang paling
akhir karena rumah gua agak jauh di selatan.

"Beh...",kata Rio tiba2 berubah serius,"...gua mau
nanya nih.."

"Tembak aja Yo,"jawab gua.

"Iya eh... gua... gua akhirnya gituan juga
Beh",katanya dengan agak malu.

"Yang bener lu..? Sama siapa ? Gimana rasanya ?" jawab
gua dengan nada sok kaget.

"Sama baby sitternya adek gua, Beh.."jawab Rio
perlahan.

"Hah ? Gila lu ? si Mbak Sinta itu ?" jawab gua. Kali
ini kaget beneran. Mbak Sinta sebetulnya seumur dengan
kita2, ya cuman karena dia baby sitter jadi kita biasa
manggil dia Mbak. Emang sih orangnya cantik dan
seksi..apalagi dengan baju putih2nya itu. Kita jadi
sering teringat film2 BF yang ada adegan sama perawat
rumah sakit itu.

"Iya...",katanya sendu. Wah kenapa nih anak..jangan2
si Mbak dibikin hamil lagi.

"BEH !! Tau ngga elu...rasanya ENAAKKKK nak nak nak
!!!!"tiba2 Rio berteriak di dalam mobil"Wooo...Yes !
Yes ! Yes ! Hahahahaha"
Tawanya ke mana2 sambil melihat2 ke arah gua...

"Sialan lu !"balas gua sambil memberikan jitakan maut
super spesial ke kepalanya,"Ternyata kesenengan ya lu
.... gimana rasanya pengalaman pertama ?"

"Wah gilaa...asik banget Beh... ya sekarang sih udah
ngga pertama lagi... kalo pas rumah lagi sepi dan si
Lili adek gua udah bobo, baru deh kita maen di kamar
gua... gila Beh...memeknya...teteknya... hot banget..!
Merah2 basah gitu ..wahhh edan dehh..apalagi kalo Mbak
Sinta udah
mendesah2...Ohhhoo...ohhhh...ohoohhhh....Den Rioo..Den
Rioo... enakk enakk...hahahahaha" cerocos Rio sambil
terbahak2... Gila nih anak, pikir gua. Gua aja yang
udah gituan sama ngga tau berapa banyak cewe nih
kalem2 aja. Tentu aja ngga satupun dari temen2 deket
gua yg tau..entah kenapa gua milih ngga cerita sama
mereka.

"Payah nih gua cerita sama elu Beh...ngga tahan
sih...baru elu yang tau loh..."Rio
melanjutkan,"...sialan sekarang gua jadi pingin cepet2
besok sore pas ketemu Mbak Sinta...Ohh .. Ohh ..
Ohh..",kata Rio sambil menghentak2an pinggulnya.

"Hehehe... asik lu ya ... udah ngalamin...," bales
gua.

"Eh Beh..beneran nih... elu mau juga ngga ..? Kalo mau
gua yakin Mbak Sinta ngga keberatan..apa lagi elu
dengan body en tampang kayak gitu... bisa
tersingkirkan deh gua hahahaha... tapi demi temen
dehh..mau ngga ? Elo belon pernah kan ?" kata Rio
lagi, ngga kalah semangatnya.

"Hehehehehe...belon sih.. tapi boleh juga ya," kata
gua,"...er tapi ngga deh... gua belon siap." Hihihi,
tawa gua dalam hati.

"Hey that's okay man..."kata Rio sambil nepuk2 bahu
gua,"...nanti juga elu ngerasain..hahaha..."

Akhirnya kita sampe di rumah gua. Rumah Rio hanya
sekitar 15 menit dari tempat gua, jadi cukup efisien.

Sampe di rumah, Om John memanggil dari ruang kerjanya.

"Red... coba kemari sebentar !"

Malam itu kita berdua membicarakan rencana study gua
ke negara A. Gua ngga perlu terlalu khawatir sama
nilai Bahasa Indonesia gua lagi karena Ibu Mia sudah
menjanjikan 'pasti beres' katanya.

"...jadi sebesar itu kira2 biaya yang Om sanggup
berikan pada kamu..kalau kamu sudah bisa adaptasi di
sana, Om berharap kamu bisa mencoba bekerja untuk
menambah uang sakumu",kata Om John sambil tersenyum.

Dari kecil Om John, adik Papa, sudah menganggap gua
sebagai anak sendiri. Begitu juga waktu beliau mulai
pacaran dengan Tante Sarah, yang juga baek banget sama
gua. Mereka masih tergolong muda. Om John dan Papa
berbeda 10 taun lebih.
Sementara semenjak kecil gua ngga banyak ketemu dengan
orang tua gua. Mereka sih sayang banget sama gua tapi
kelihatannya pekerjaan lebh menyita waktu dan tenaga
mereka. Makanya gua anak semata wayang..ditambah lagi
Tante Sarah yang mandul akibat operasi semasa
remajanya, gua lebih kelihatan kayak anak Om John dan
Tante Sarah daripada anak Papa-Mama. Om John jelas tau
tentang keadaan Tante Sarah sejak mereka pacaran,
beliau selalu bilang,"Om ini namanya udah keburu
cinta, Red...mau diapain ?"

Gua sendiri pindah ke rumah Om John awalnya atas
permintaan Om John sama Papa supaya pendidikan gua
bisa lebih terawasi. Papa Mama sih setuju2 aja... gua
sendiri kalo sempet minimal seminggu sekali usahain ke
rumah mereka. Dan sebulan sekali kita bertiga makan
malam atau siang di restoran mana aja yang gua boleh
pilih.

"Makasih, Om John," balas gua sambil
merangkulnya,"Tante udah tidur ? Saya tadi sudah
beliin majalah dan kain2 titipannya."

"Iya...tadi siang kita berenang di HJ, terus pulang2
Sarah bersin2 dan merasa ngga enak badan..jadi malam
ini dia tidur lebih awal. Letakkan saja barang2nya
Sarah di meja, Red,"kata Om John,"..eh tapi Selina
masih di ruang belajar sedang menyelesaikan tugas...
kamu ngga belajar ya ?"

"Ini kan hari Sabtu, Om.."balas gua,"...hari 'FUN'nya
saya hehehe"

"Hehehehe...awas kalau kamu sampai ngga naik ke kelas
3, Om kirim langsung ke Universitas BB !"

"WAH jangan Om...!"kata gua dengan tampang
memelas...Amit2 Universitas BB. Emang sih gua denger
di situ sarangnya cewe2 kuliahan yang jual diri, tapi
terus gimana gua bisa menimba ilmu ?

Selesai becanda2 dikit, gua mohon pamit ke kamar gua.
Sambil berjalan gua ngelewatin ruang belajar. Agak
males ngomong sama si Selina karena kadang suka ngga
nyambung, mungkin karena dia masih agak kekanak2an.
Oya, Selina itu adik dari Tante Sarah yang paling
kecil. Umurnya sekitar 16 taun. Dia tinggal bersama Om
John karena di rumah Tante Sarah ada sedikit masalah
keluarga...gua juga ngga tau apa persisnya.

"Kak Red ! Sudah pulang ?"teriak Selina selagi gua
melintasi ruang belajar tersebut.

"Eh iya In... gimana nih..lagi banyak tugas ya ?"kata
gua sambil menyembulkan kepala ke dalam ruangan
tersebut.

Selina, yang dipanggil Iin, memang secantik Tante
Sarah..Mungkin lebih cantik lagi. Wajahnya yang ayu
itu selalu berbinar2 seperti anak2. Waktu gua masuk,
Selina lagi duduk di lantai menempel2kan artikel2 ke
majalah dindingnya. Kertas warna-warni berserakan di
mana2.

"Bikin apaan, In ?"tanya gua, pingin tau,"kayaknya
rame banget ... apaan tuh...'Eat Well, Live Well' ?"

"Ini majalah dindingnya Iin, Kak Red ... yang ini
khusus edisi Bahasa Inggris...temanya mengenai makanan
sehat,"jawab Selina tanpa menoleh, keasyikan menempeli
artikel2nya.

Akhirnya kita ngobrol2 mengenai majalah dinding yang
sedang Selina kerjakan. Ternyata artikel2nya menarik
juga...mungkin lain kali gua traktir anak2 sableng itu
ke pasar buah daripada makan steak hehehe.

"Eh Kak Red.."kata Selina kemudian,"Kasih gambar2 ya
buat madingnya Iin ? Ya ya ya ?" Kalau udah diminta
secara manja seperti itu, badan gua yang cape pun ngga
bisa nolak.

"Iin perlu gambar orang lagi makan sayur
banyak2...terus di sebelah sini..mm apa ya ? Oh, orang
gendut lagi makan coklat, burger... apa kek...
..teruss...satu lagi..oya di sebelah atas sini,
gambarin cowo cewe yang lagi lari pagi yaa ? Terlalu
banyak ngga Kak Red ?" cerocos Selina dengan cepat.
Memang mirip banget sama Tante Sarah kalo cerewetnya
udah keluar, pikir gua.

"Bisa aja... minta kertas dong, Kakak gambar sekarang
juga," kata gua sambil ngeluarin pen kesayangan gua.
Sebetulnya sih pen biasa yang cuman 3 ribu perak tapi
karena selalu gua pake buat gambar jadi deh pen
kesayangan.

Sejenak kemudian gambar2 yg diminta sudah
selesai...sebetulnya bisa lebih cepat kalau Selina
ngga nangkring di belakang gua sambil terus menerus
nanyain gimana koq gua bisa ngegambar secepat itu.

"Wahhh hebat Kak Red...Iin sukkaaa sekali gambarnya
... makasih yaa ? Idiih itu si gendutnya lucu sekali
mulutnya penuh coklat hihihi... Gambar kartunnya bagus
dehh..kayak yang di buku2nya Kak Red...ehk!"Selina
langsung terdiam. Keceplosan.

BUKU ? Pikir gua...buku apa ? Wah jangan2... Gua lalu
menatap curiga ke arah Selina. Wajahnya yang tadinya
ceria mendadak jadi agak mendung.

"Buku yang mana ?"tanya gua,"..yang di bawah meja
belajar ya ?" Sialan nih anak ternyata suka bongkar2
rahasia orang... gila aja kalo dia baca2in koleksi
komik2 Jepang porno gua yang gua beli mahal2... kalo
ketauan gimana ?

"Eh..i..iya..."mata Selina mulai agak
sembab,"..ma..maafin Iin ya Kak..Iin lagi itu cari
penggaris besi, trus Iin bongkar2 di laci2nya
Kakak..eh taunya..liat buku komik... Iin kan suka baca
komik..jadi Iin baca..."

Dasar gua juga yang teledor, pikir gua, kadang2 habis
baca ngga langsung gua simpen tapi asal gua masukin
aja ke dalam laci...mati deh gua !

"Iin..ngga apa2 koq,"jawab gua,"..trus Iin ngga kasih
liat Kak John atau Mbak Sarah kan ?" Cemas banget gua.

"Ngga...ehehe..",jawabnya lebih ceria sedikit,"..abis
gambar2nya ... kayak gitu sih..." Selina kembali
menunduk...mungkin dia malu.

"Kayak apa ?"tanya gua dengan iseng.

"Iya kayak yang Kak John suka ituin sama Mbak Sarah
kalo malem2..hehehe.."jawab Selina. Dasar nih anak ...
koq bisa2nya dia mergokin Om John sama Tante Sarah
lagi gituan ? Eh tapi mungkin aja sih...soalnya di
kamarnya Selina memang ada pintu penghubung ke kamar
Om John. Biasanya kalo dia mau ke toilet, dia bisa
pake yang ada di kamar Om John daripada ke toilet yang
di luar... hmm pantesan aja.

"Hehehe..."gua ikutan tertawa,"Ya udah kalo
gitu...lain kali jangan gitu lagi ya Iin..nanti Kak
Rednya marah loh..ngga dibikinin gambar
lagi...hehehe...janji ya ?"

"Iya Kak.. Iin janji !" Katanya sambil tersenyum.
Besok gua beli kunci lemari, gua pikir.

Gua lalu nepuk2 kepala Selina dan berjalan ke kamar
tidur gua...ngantuk banget.***ra2 si Erna itu sih !

...

Entah berapa lama gua udah rebahan di kamar gua ...
rasa lelah gua bener2 bikin gua langsung 'out'. Gua
ngelirik ke jam meja. 1.30. Heh, baru 3 jam tidur udah
kayak tidur seharian. Seperti kebiasan, gua pegang2
penis gua...ternyata lagi lumayan ngeceng... dasar nih
! Udah tadi dapet surprise dari pelayan tak
dikenal..masiihhh aja bangun.
Gua bergoler2 di ranjang sejenak...pikiran gua yang
lagi cape bikin gua pingin muasin nafsu gua langsung
di tempat.
Oke deh, pikir gua, gua ke kamar mandi aja deh sambil
baca salah satu komik2 porno gua.

Belum gua bergerak, ternyata pintu kamar gua terbuka.
Sesosok tubuh langsung berlari dan duduk di ranjang.
Ternyata Selina, dengan daster dan beruang birunya.

"Loh Iin...kenapa ?"tanya gua.

"Iin ngga bisa bobo,Kak,"kata Selina merengut,"Kakak
temenin ya ?"

Waktu dia masih SD kadang2 sih gua suka duduk di
pinggir ranjangnya sambil bacain cerita atau ngobrol2
sampe dia bobo. Tapi seumur gini ?

"Iya deh...yuk, ke kamarmu" kata gua sambil keluar
dari kamar.

Sambil kita berjalan keluar, Selina berbisik,"Iin
belakangan susah bobo Kak...ngga tau kenapa...mau
meremmm..eh ngga merem2..melekk aja terus.." Kenapa
nih anak ?

Selina lalu masuk ke dalam selimutnya, sementara gua
duduk di sampingnya terdiam. Gua juga cape banget,
In...
Untuk beberapa saat Selina bercerita mengenai macam2,
cowo2 di sekolahnya yang sering telpon2 atau kirim
surat, gurunya yang lucu2, trus siapa yang pacaran
sama siapa. Gua mendengarkan dan mengomentari sambil
terkantuk2.

"Kak Red ?"tiba2 Selina bertanya. Sebelum gua sempet
ngejawab tangannya sudah di atas penis gua yang memang
masih separuh bangun.
Ugh..pikir gua...mengingatkan gua sama adegan yang
serupa di komik tsb.

Dengan lembut Selina mengelus penis gua yang masih
tersembunyi di dalam celana tidur. Gua hanya
terdiam... kalo gua gituan sama dia... berabe
nih...tapi pikiran gua yang ngantuk tampaknya
mengambil alih kendali nafsu gua...

Gua lalu balas mengelus keningnya..lalu pipi..lalu
pelan2 menggerakkan jari2 gua di atas bibirnya. Tiba2
aja gua cium bibirnya yang mungil lentik itu, lalu gua
lumat dengan lembut. Selina membalas dengan melumati
bibir gua balik.

"Ahhh..."Selina mendesah lembut,"Iin suka, Kak..."
Genggaman tangannya mengeras dan usapannya pun semakin
kuat, membuat penis gua makin terbangun.

"Iin... mau liat ngga ?"kata gua sambil bersiap
membuka celana. Selina mengangguk ragu..tapi dia
tersenyum. Gile ngga sangka 'tante' gua manis
begini...

Gua lalu menurunkan celana gua...sekarang seluruh
batang penis gua sudah mulai agak tegak ke atas.
Pandangan Selina menjadi berbinar, tapi begitu polos.
Bikin hati gua jadi agak terpuruk.
Tangan Selina lalu gua tuntun supaya dia bisa memegang
penis gua secara langsung...dia agak ragu2 tapi
tampaknya naluri bercintanya sudah timbul sehingga
tanpa bertanya Selina menggenggam batang penis gua
dengan pasti, lalu mengocok2annya dengan perlahan.

"Kak Red... Iin terangsang...jadi deg2an nih.."kata
Selina,"...Ka..Kak Red... mau ngga ...eh..." Sembari
ia menunjuk ke bawah dengan batang hidungnya.

Gua tatap Selina sambil mengangguk...dia pun lalu
tersenyum hangat. Setelah itu gua mengangkat
selimutnya supaya gua bisa melihat seluruh badan
Selina, ternyata tangannya yang satu lagi sedang
mengusap bagian kemaluannya dari luar. Wajahnya
langsung memerah dan malu.

"Eh Kak...nanti banyak sakitnya atau banyak
enaknya..?...Soalnya kalo Iin liat Mbak Sarah kadang
kayak kesakitan..kadang kayak
keenakan...hehehe...binun..."tanya Selina.

"Banyak enaknya,"kata gua sambil perlahan2 mengangkat
daster Selina melewati kepalanya. Kini yang tersisa
hanya BH dan celana dalamnya yang berwarna pink.Imut
sekali. Selina semakin malu, dan mulai agak meringkuk.

"Ngga usah malu In,"kata gua,"Tenang aja yaa...Kakak
bakalan pelan pelaannn sekali sama Iin.."

"I...iya Kak...Iin kan belum pernah ..heheheh.."kata
Selina. Dasar lu,pikir gua, nganggep gua udah ya ?
Padahal sih bener...pinter nih anak.

Selesai melepas BHnya gua perlahan2 melepas celana
dalamnya. Gua masih duduk di ranjang sementara Selina
hanya berbaring pasrah sambil meremas2 penis gua yang
udah mulai basah.

"Ini apa Kak ? Koq basah...ii..Iin kena loh.."kata
Selina agak ketakutan. "Ngga apa2 koq In,"jawab
gua,"..itu...cuman cairan doang koq...itu tandanya
Kakak udah terangsang juga." Selina kembali tersenyum.

Sewaktu gua melepas celana dalamnya ternyata agak
basah, dan mengeluarkan bau yang erotis. Selina
perlahan2 secara alamiah melangkah keluar dari celana
dalamnya, lalu menggerakkan pinggulnya ke arah gua...
Lalu gua maju sedikit supaya gua bisa mengelus2 liang
vagina dan kelentitnya yang masih imut itu, sekalian
juga merangsang buah dadanya. Tubuh Selina memang
belum sempurna seperti seorang wanita, tapi sudah
cukup matang. Buah dadanya lumayan besar dan matang
untuk anak seumurnya. Putingnya juga udah mulai
menegang dan keras, dengan lembut gua belai2 dan
putar2 supaya dia makin terangsang.

"Aaahhhhh.... Kakakkk.....aaahhh....."erangnya
perlahan.

Sewaktu tangan gua tiba di bibir liang kemaluannya,
Selina semakin menggeliat. Badannya kini mulai
berkeringat, dan menurut gua emang dia masih tegang.
Makanya gua berusaha selambat dan sehalus mungkin.
Bibir liang kemaluannya yang masih ranum itu kini
semakin basah dan mulai membengkak.

Selina sendiri seperti lupa daratan walaupun sedikit2
ia mencuri pandang ke arah gua. Dia sekarang lagi
asyik menari2kan pinggulnya di atas ranjang, sambil
ngocok penis gua makin kencang dan bersemangat.

"Huuggfhh...,"eluh gua, sambil menahan rangsangan yg
kuat banget dari penis gua.

"Uoohhhh...Kakakk....hh....,"desah Selina
lembut,"...Iin sukaa...oohhhh....ohhh...." Seperti
biasa, suara2 seperti itu bikin penis gua makin keras
aja...kayaknya sih sekarang udah pol deh...

Bibir vagina Selina juga kelihatannya udah siap,
walaupun ruangan itu cuman diterangi oleh lampu meja
kecil, gua bisa liat kalo bibir2nya sudah memerah dan
sangat basah.
Gua lalu ngangkangin kedua paha Selina supaya terbuka
agak lebar. Selina sekarang lebih tenang, tapi masih
mendesah2 sesekali. Kemudian gua naik ke ranjang dan
berlulut di depan vaginanya Selina yang lagi terbuka
di depan gua.

Selina menatap gua malu2, lalu tersenyum sambil
mengangguk2.

"Iin mau, Kak... Iin udah ngga takut lagi," kata
Selina.

Perlahan2 gua dorong kedua paha Selina naik ke
perutnya. Selina menarik nafas pendek yang lembut. Dia
masih agak takut, pikir gua. Gua harus bener-bener
sabarrr...
Terus gua majuin badan gua ke arah Selina, penis gua
mulai bergesekan dengan bibir vaginanya.

"Ohh..Kakakk...,"Selina
mendesah,"...Hihihihi...gelii..." Kasian dia berusaha
se-pe-de mungkin,pikir gua, tapi lebih kasian lagi
kalo gua tinggalin.

Satu sikut gua nahan berat badan gua sementara dengan
tangan yang laen gua pelan2 dorong penis gua ke arah
kemaluannya.

-sleb-

"Aahhh...,"pekik Selina kecil. Setelah agak masuk,
mulai deh gua pelan2 mompain penis gua ke dalam.
Masuknya masih agak susah karena terlalu rapat. Selina
kembali mengerang2 kecil. Pinggulnya mulai bergerak
ngikutin irama genjotan gua.

"Ohhh....ahhh..Kakak...ohhh...enak
Kak...aaahhh....",desah Selina dengan
merdu,"...ohhh...ohhh... terusin Kak...ke
dalem...ahhh...."

Pompaan gua jadi agak makin cepat dan keras. Selina
memang perawan kesekian yang udah gua jebolin, jadi
gua udah lumayan familiar sama tempo2nya.
"Hgghh...hghhh.....hggfhhh..,"keluh gua sambil
menggenjot Selina.

Tubuh Selina tergoncang2 oleh pompaan gua, bikin buah
dadanya ikutan bermain2.
Sedang asyiknya menggenjot, gua melihat ke ujung
ruangan ... dan gua kaget banget waktu gua liat Tante
Sarah !!
Rupanya sedari tadi beliau berdiri di pintu penghubung
ke kamarnya, mengawasi kita berdua.
"Mati gua !"pekik gua dalam hati, rasanya pingin
nangis. Kayaknya ngga kapok2 gua kepergok lagi
bercinta. Herannya gua ngga berhenti menggenjot, tapi
tetep aja terus mengocokkan penis gua ke dalam Selina.

Pandangan Tante Sarah sendiri aneh, seolah2 beliau
menikmati apa yang sedang ditontonnya. Mata gua masih
menatap beliau, kali ini gua menatap balik dengan
garang. Tante Sarah hanya tersenyum dan mengangguk.
Beliau tidak beranjak dari situ. Dan karena posisinya,
Selina ngga bisa liat Tante Sarah ... apalagi Selina
lagi keasyikan seperti itu.

Gua lalu dengan cueknya kembali menggenjot Selina
dengan sedikit lebih cepat. Sekarang penis gua udah
lebih jauh di dalem, jadi tangan gua yg satu lagi bisa
gua pake buat ngeremes2 buah dadanya.

"Hhffhhh...hhh....en..enak...In ?,"tanya gua.

"Awhh...aahhhh...,"erang Selina beberapa saat
kemudian,"Kak Red.... Ohhhh...oohhh.....enakk... Oohhh
kakak...Iin ampir udahannn....aaahhh..ahh.."

Pinggulnya bergerak2 semakin kencang, kakinya semakin
erat ngelingker di pantat gua sambil sengaja ia
tekenin dalem2. Buset, gara2 komik nih dia jadi
semi-profesional, pikir gua.

"Haaahhhhh.....Kakakkkk..."pekik Selina pelan sambil
mengejankan orgasmenya. Pinggulnya tegang sesaat
selagi dia ngelepasin percikan cinta ke penis gua.

Gua masih menggenjot Selina lebih perlahan, terus
langsung gua tarik penis gua pelan2 keluar. Dengan
lutut gua melangkah ke atas Selina, sampe penis gua
kira2 di atas buah dadanya. Biar makin mirip sama di
komik, kata gua. Selina kontan ngeremes penis gua
dengan tangannya sambil ngocok2in dengan keras.
Wajahnya tersenyum penuh arti. Gua balas tertawa. Iya,
iya, biar mirip di komik khan...

Sekilas gua menatap ke arah Tante Sarah yang masih
terdiam di sana. Tangannya sekarang berada di atas
kemaluannya, mengusap2 dasternya perlahan.

"Hhhh.... ayo Kak Red... hehehehe...keluarinn.."pinta
Selina sambil semakin semangat mengocok penis gua. Gua
juga udah ngga kuat lagi.

"Uhhh...hufhh...I...iya, In...oohhh..."erang gua.Gua
majukan pinggul gua sedikit, dan...

Clrootttt....sploosshhh....plroottt....

Cairan sperma hangat langsung ngebasahin buah dada
Selina, juga sebagian dari dagunya terkena. Selina
tertawa kecil sambil menatap kelelahan. Kita lalu
berbaring sejenak sambil saling mengelus. Ngga ada
yang bilang apa2. Gua bisa liat Selina yg kemudian
mulai menangis kecil. Gua diem aja... ngga tau mau
bilang apa. Sekilas gua menatap ke arah pintu,
ternyata Tante Sarah udah balik ke kamarnya. Moga2 gua
ngga napa2,pikir gua.

Abis Selina terlelap gua kembali ke kamar gua, kali
ini gua udah cape abis...yah lumayan deh... bisa
langsung istirahat.

Besoknya, semuanya seperti biasa. Tante Sarah kayaknya
ngga bilang apa2 sama Om John. Cuman aja sekali2
beliau ngeliatin gua agak lama. Sementara Om John pun
cuek2 aja. Selina sendiri berusaha bersikap biasa,
tapi keliatan banget canggung sama gua. Gua rasa Om
John ngga bakalan curiga karena gua dan Selina juga
kadang2 cuek2an tanpa sebab...hehehe...
 
👍😎👍 updates bro @matata...•⌣»̶·̵̭̌✽̤̈🐡 Terima Kasih 🐡✽̤̈·̵̭̌«̶⌣•
 
Subject: Anom

Gemes deh !
Sejujurnya, cerita ini saya dedikasikan untuk
seseorang di Jakarta, seseorang yang lama saya
rindukan, Tira.
Saya Anom, tinggal di kota B sejak 25 tahun yang
lalu.. eh potong setahun waktu saya ikut program
pertukaran pelajar. Tapi, berikut ini bukan cerita
tentang pengalaman sex saya ketika ikut pertukaran
pelajar itu lho ! Itu ada ceritanya juga (my first
sexual experience though.. !), tapi nanti aja duluÖ
Sekarang simak aja yang satu ini dulu,
Keterangan : tulisan yang ditulis dengan tulisan
miring merupakan cerita flashback.

November 1998
Bandung lagi sering-seringnya hujan, becek
dimana-mana. I hate it ! Cuaca ini membuat hampir
setiap aku selesai kuliah harus bengong dulu di
kampus, nunggu hujan reda, abis naik motor sih !
Hingga sore hari sekitar jam 16.00 hujan mulai reda.
Pada saat aku sedang kesulitan menyalakan motor,
(platina basah, maklum.. motor keluaran 1961), ada
seorang cewek yang kukenal -tapi bukan di kampus ini-
sedang berjalan di selasar depan lapangan parkir
dengan wajah kusut masam. Betul itu si Tira !
Kupanggil dia, dan ia menoleh. Ia menyapaku sekedarnya
dan berhenti berjalan. Sambil berlari kecil kuhampiri
tuh cewek, "Halo ! Apa kabar loe ? Ngapain di sini ?
Nyari data ?", tanyaku seperti berondongan senapan
M-16. Dengan senyum sedikit ia menjawab, " Ya gitu deh
! Gue musti nyari data di Fakultas Arsitektur buat
skripsi gue nih !" sambil tetap mengenakan wajah
kusutnya. "Lho ? Kan loe anak psikologi ? kok nyari
data di arsitek?", tanyaku cepat karena memang sudah
sekian lama nggak ketemu nih anak dan secara tak sadar
ingatanku melayang..

Agustus 1998,
Di sebuah Sanggar Tari Bali di kotaku, ketika itu aku
sedang menjemput sahabatku Jeannie (cewek blasteran
Cina-Amerika) pulang latihan tari Bali. Telah
berkali-kali aku menjemput Jeannie namun aku nggak
pernah melayangkan perhatian pada cewek-cewek yang
latihan di situ, abis cowok sendiri, males..
Nah, pada saat itulah aku dikenalkan oleh Jeannie
kepada temannya, Tira. Cukup cantik, rambut sebahu,
dengan tinggi sekitar 160cm, tubuhnya sangat
proporsional, aku menebak vital measurementnya sekitar
hmmÖ 34-27-34. Kulitnya putih berkeringat dengan pipi
kemerahan segar, memakai kaos putih ketat dengan
sarung Bali terikat santai di pinggangnya. Orangnya
cuek abiss ! Cenderung sombong sihÖ but I liked her !
Pertemuan kita hanya segitu karena saya harus
mengantar Jannie pulang dan aku pun harus bikin tugas
buat besok. Sejak perkenalan kami, seringkali aku
jemput sahabatku lebih awal dan seringkali aku masuk
ke dalam sanggar untuk menonton mereka latihan. Ketika
itu aku hampir selalu memperhatikan Tira yang menari
dengan lekuk tubuhnya yang sangat lentur. Terpesona
dengan keahliannya ia menari, sampai tak sadar Jeannie
mengagetkanku,
"Dor ! Hahaha ! Loe jelek banget deh kalo lagi
ngeceng, Nom !" ,ejeknya. Aku hanya kaget sebentar
lalu kembali kepada posisi semula.. ngeceng dengan
jeleknya !
"Ooo.. si Tira ya ?" tanyanya mengetahui bahwa aku
sedang ngeceng si Tira.
Aku menoleh pada Jeannie lalu aku bilang aja langsung,
" Iya nih ! Imut bener sih tuh anak? Gimana Jean kalo
gue pacaran ama dia ?"
"Emang bisa loe ngedapetin die ?" tanya Jeannie sambil
mencibir.
"Belon tau Anom loe Jean !", sahutku dengan pe-denya.
"Tuh anak susah banget Nom ! Udah punya cowok lagi !",
katanya.
"YaaaahÖ"sahutku dengan nada kecewa, namun langsung
kulanjutkan, "Berarti semakin tertantang dong !huahaha
!"
"Apaan yang bikin loe semakin tertantang ?" tanyanya
lagi. Aku masih belum sadar bahwa itu bukan suara
Jeannie.
" Ya semakin tertantang buat ngedapetin si Tira doong
!" sahutku yakin namun keyakinanku itu hanya sedetik
karena kulihat Jeannie sedang memelototiku dengan
wajah menahan tertawa. Dan ketika itulah aku sadar
bahwa Tira sudah berada di belakangku dan Jeannie. Aku
menoleh dan kulihat wajah manis itu tersenyum ke
arahku.. huwalaaaaaaahhhh !
Dan sejak itulah aku mulai dekat dengan Tira, meski
hanya sebatas teman. Untung cowoknya di Jakarta jadi
tidak pernah ketahuan (gosipnya cowoknya cemburuan !).
Selang dua minggu kemudian Jeannie punya cowok, tapi
aku masih sering ke sanggar tari itu, namun kali ini
bukan untuk ngejemput Jeannie tapi ngejemput Tira !
Namun sejak awal September, aku kehilangan kontak
dengannya karena ia pergi berlibur dengan cowoknya ke
Australia. Sejak itu aku nggak pernah bertemu dia lagi
hingga saat redanya gerimis ini.

"ÖGue nyari data tentang efek ruangan terhadap
perilaku manusia.." katanya.
"Hah ? Apaan ?", jawabku tersadar dari lamunanku.
"Huahahaha !", mendadak aku dikejutkan oleh tawanya
yang renyah dan khas dari bibir seorang Tira.
"Masih sama aja blo'on-nya loe tuh ya ! Hahaha !",
sambungnya.
Sambil menggaruk-garuk ranbut gondrongku yang tidak
gatal aku tersenyum salah tingkah. Hari itu akhirnya
aku berhasil menyalakan motorku dan mengantarkan dia
ke tempat les bahasa Perancis. Karena sudah terlambat,
aku belum sempat menanyakan kost dimana dia sekarang,
jadi hilanglah lagi kontakku dengannya.
Sampai pada suatu hari aku menyempatkan diri untuk
mengunjungi bekas guru Aikido ku ketika ia sedang
mengajar di salah satu gelanggang olah raga di
kotaku.Ketika aku memasuki ruang besar itu, kulihat
sekitar 30 orang sedang berlatih berpasang-pasangan
dan saling membanting. Takeshi Kawamura sedang
memberikan aba-aba, dan melatih. Aku berdiri di
pinggir ruangan sambil melepas jaket kulitku dan
menggantungkannya di salah satu tiang volley.
Kuperhatikan mantan guruku itu tidak berubah juga
penampilannya, seorang Jepang gendut umur 30-an yang
berimigrasi ke Indonesia hanya untuk mengajarkan
Aikido, wah idealis sekali kedengarannya, tapi ya
begitu tampaknya. Ia tidak memperhatikan kedatanganku
sampai ketika ia berbalik badan menghadapku, ia
melihatku dan serta merta membungkuk memberikan
hormatnya kepadaku. Akupun memberi hormatku kepadanya,
tindakan mendadaknya itu membuatku malu karena pasti
aku disangka murid-muridnya lebih tinggi tingkatannya
dari gurunya itu. Lalu ia memberikan aba-aba untuk
beristirahat, dan dengan tersenyum ia mendekatiku,
"Apa kabar Anom?"
"Baik-baik saja sensei.." jawabku dengan hormat.
"Bagaimana dengan krub beradiri di kampusmu itu ?
Masih jaran ?", tanyanya tetap dengan suara dan aksen
jepangnya yang lantang, membuatku malu dihadapan
sekian banyak orang yang langsung melihatiku mendengar
pertanyaan eks-guruku itu.
"Baik sekali sensei ! Bahkan kami sudah bertambah
banyak anggotanya.", jawabku ramah.
"Bagus.. bagus ! Tapi semestinya kamu tidak berhenti
ratihan Aikido, Anom !" tanggapnya.
"Ya, tapi sensei tahu sendiri bahwa aku merasa tidak
cocok dengan Aikido.." jawabku.
Ketika aku selesai menjawab itulah, guruku itu
tersenyum aneh kepadaku, aku bertanya-tanya dalam
hati, "Ada apa nih ? Kok senyam senyum gak jelas gitu
sih dia ?", sekitar 10 detik ia masih tetap tersenyum,
dan Ö.ngekk ! Sebuah cekikan keras di leher dari
belakang dan tanganku terkunci kebelakang badan
membuatku sulit bernafas dan tak dapat bergerak.
Secara refleks aku melakukan satu sikap beladiri yang
sangat cepat dengan melakukan irimi (langkah dasar
dalam ilmu beladiri Aikido), lalu mengatasi kuncian
dan cekikan itu, kukunci balik orang yang mencekikku
dari belakang, ketika aku meraih tubuhnya dibelakangku
aku merasakan bahwa yang menyerangku ini adalah
seorang perempuan, namun ia sudah terlanjur melayang
setinggi satu setengah meter di udara ! Secepat kilat
kuraih kembali tubuhnya dan kuarahkan arah jatuhnya
kesamping dan kutahan punggungnya dengan tangan kiriku
sementara tangan kananku sedang mengunci lengannya.
Dengan posisi kedua tanganku yang tidak menguntungkan
ini kubiarkan kami jatuh berguling-guling ke samping
di atas tatami (tikar Jepang), hingga pada akhirnya
posisiku berada diatas memegang kedua pergelangan
tangannya. Serta merta aku kaget setengah mati bahwa
yang menyerangku adalahÖ Tira !


"Gila kamu, Ra !" sahutku kaget ..
Posisi tubuhku yang rebah menelungkup tubuhnya ini
membuat jarak antara wajahku dengan wajah Tira
hanyalah tinggal 3 cm lagi ! Yang lebih membuat aku
berdebar-debar adalah bahwa tubuh kita saling
bertindihan. Lalu ia tersenyum manis sekali dengan
mata sayu, wajahnya sangat khas dengan pipinya yang
kemerahan. Melihat senyumnya itu aku terkesima dan tak
dapat bergerak, cantik sekali ! Tak sadar, `adikku'
mulai berdiri dan mendesak di dalam celana jinsku.
Tampaknya Tira menyadari hal itu, dan bukannya segera
melepaskan dirinya dari dekapanku, ia malah semakin
mendesakkan pinggulnya ke tubuhku, sehingga
selangkanganku pun semakin tertekan dengan
selangkangannya, untung gerakan ini tidak terlihat
orang lain. Tira menggunakan celana silat dengan bahan
kanvas tipis (bahan twill) yang secara langsung
membuatku dapat merasakan tonjolan bukit venusnya dan
belahan lunak dibalik celananya itu. Merasa sudah
terlalu lama dalam posisi itu aku langsung berguling
ke samping, berdiri dan mengulurkan tangan untuk
membantunya berdiri. Setelah berdiri, aku masih
bengong menyadari apa yang telah kami lakukan tadi,
ketika kulihat lagi, ia sudah berlalu sambil tersenyum
dan memberikan tanda padaku untuk menunggunya sampai
selesai latihan.
Masih dalam keadaan bengong tak kusadari ada yang
bergerak-gerak disampingku, kulihat mantan guru
Aikidoku sedang terkekeh-kekeh sendiri melihat
kejadian tadi, dan ternyata semua orang sedang
tersenyum sambil memperhatikanku. Waduh malunya !!!

19.15 BBWI
Malam itu aku menunggunya sampai selesai latihan, lalu
kami bertemu kembali di luar gedung, berjalan menuju
lapangan parkir, diam seribu bahasa, namun ia tetap
tersenyum manis.
"Ra, kok gue gak pernah tau loe belajar Aikido sih ?",
celetukku memecahkan suasana, ia hanya tersenyum
sambil menunduk. Sesampainya di samping motorku, aku
bingung bahwa aku hanya membawa satu helm.
"Waduh, Ra ! Gue cuma bawa satu helm nih ! gimana dong
?" tanyaku menyadari bahwa helmku hanya satu.
"Biarin aja ! Udah malem ini, gak akan ada polisi !
Lagian gue boleh dong nyobain `helm' loe? Yang
satu-satunya itu kan ?", tanyanya dengan menekankan
kata 'helm' lebih jelas.
"Hah ?", baru saja aku masih kaget dengan peristiwa
barusan, kini dikagetkan lagi dengan pertanyaannya
yang `geblek' itu. Dengan tololnya kujawab,
"boleh..nih gue pasangin..", sambil mengenakan helmku
itu dikepalanya. Ia tertawa kecil dan membiarkan aku
memasangkan tali pengikat helmku di lehernya yang
putih mulus itu.Sembari kuikatkan tali helmku itu, aku
sadar betul bahwa ia tetap memandangiku dengan
tersenyum nakal.
"HihihiÖ lucu banget sih loe !", katanya. Aku nggak
ambil pusing dengan pertanyaannya dan langsung
menyalakan motorku, lalu kita boncengan pulang. Di
jalan ia bertanya lagi dengan sablengnya,"Cuma segini
kecepatan motor loe ?".
Masih dengan perasaan yang tak karuan dan mulai kesal
dengan dipermainkannya diriku, aku langsung tancap
gas. Motor tuaku itu memang mengerti perasaanku, ia
melesat cepat bagaikan angin di sepanjang jalan
protokol di kotaku itu.
"Wuih ! Kenceng banget !", sahutnya agak ketakutan
kini, rasain ! kataku dalam hatiÖ baru tahu rasa kamu
!
"Makanya ! Pegangan dong ! Kalo nggak nanti
ketinggalan lho ! Hahahaha !", ledekku puas karena
akhirnya bisa membalas jahilnya itu. Tanpa disangka,
ia memeluk pinggangku dengan tangan kirinya, sementara
tangan kanannya memeluk lengan bawah ke arah bahuku
dan meletakkan dagunya di pundakku, posisi sedekat itu
membuat dadanya mendesak punggungku.. empuk sekali !
"Gila ! Masih sempat di jahil di saat seperti ini ?",
pikirku dalam hati.
"Hey ! Tangan kanan loe jangan meluk tangan gue dong !
gue kagok nih nyetirnya ! Rada kebawah dong !"
teriakku di tengah deru mesin dan angin.
"Oke, sayaaaaang !", sahutnya menggodaku (lagi..!),
danÖ ia meletakkan tangannya tepat di selangkanganku
!!!
Huwalaah ! Gila kupukir nih cewek ! Aku hanya
terbengong-bengong dan tetap memperhatikan jalan di
hadapanku.
"Lho ? Kok tegang ?", katanya.
Ternyata ia memperhatikan mimik wajahku dari kaca
spionku. Sialaaaan !! Lalu aku cepat menguasai diri,
dan hanya tersenyum sedikit ke arah wajahnya di spion
tempat ia memperhatikanku.
"Gimana nggak tegang ! Jarang ada cewek yang gue
bonceng, pegangan ke situ !" jawabku enteng sudah bisa
menguasai keadaan hatiku yang nggak karuan ini.
"Tapi sekarang sih udah gak tegang lagi kokÖbiasa aja
tuh !", lanjutku.
"Kenapa dong masih keras ?hi.. hi..hi..!", katanya
sambil agak meremas genggamannya di selangkanganku. Ya
ampun ! Jadi maksud kata `tegang' itu maksudnya adalah
batangku ? Ampun nih cewek maksudnya apa sih ? Aku
merasa dilecehkan sekali, wajahku mulai cemberut dan
mangkel rasanya. Tampaknya ia menyadari hal itu, namun
ia tidak mengendurkan genggaman tangannya di
selangkanganku !
Kami tidak berbicara apa-apa lagi kecuali mendengar
petunjuk-petunjuk arah jalan menuju tempat kostnya.
Sesampainya di tempat kostnya, is melepaskan helmku,
dan turun dari motor. Ia menyerahkan helmku itu
kepadaku sambil berkata, " I had a great.. even
short.. time with you ! Nice bike you've got there !"
"You just realized huh ? What this cute thing can do
?", sahutku cuek-cuekan sambil menepuk-nepuk tangki
motorku. Ia tersenyum sedikit lalu ia membuang
pandangannya ke samping, sambil terus berdiri
disampingku tanpa melakukan atau berkata apa-apa.
"What the hell does this chick want from me ? A kiss
?", tanyaku dalam hati. Masih saling berdiam beribu
bahasa, ia mengajakku untuk masuk dulu ke dalam untuk
secangkir kopi atau the. Kuterima saja tawarannya,
sambil menghangatkan tubuh di malam dingin ini.
Anyway, it's a long way home dari tempat kost dia ke
rumahku.
Aku duduk di sudut tempat tidurnya, kamarnya tertata
rapi sekali, dihiasi dengan berbagai macam jenis
poster artistik, tampaknya ia sangat menyukai
kesenian. Ia pergi ke dapur untuk membuatkanku kopi.
Kuperhatikan terus kamarnya, meja belajar, dengan
sederet jadwal kegiatannya selama seminggu, kayak
aktivis aja deh! Penuuuh banget dengan kegiatan
kursus, les, kuliah, jadwal fitness dan lain-lain. TV,
Playstationô, VCR, CD Player dan sound system. Hingga
mataku tertumbuk pada salah satu benda di atas
speakerÖ sekotak kondom DUREXÆ ! Buat apa ada kondom
di sini ? Jangan-janganÖ?
Aku tak berani menggeratak barang-barang lainnya,
cukup kaget aku untuk mengoprek-oprek lagi.
Kulanjutkan penelitianku tadi dan di kepala tempat
tidurnya kulihat deretan foto-fotonya, dengan
keluarga, dengan pacarnya (hmm.. ganteng juga
cowoknya, gede lagi badannya !), dan di deretan paling
kanan kulihat benda yang sangat familiar bila kubuka
site-site pono di internetÖ sebuah vibrator ! Pertama
kali aku melihat benda itu secara nyata semenjak
terakhir aku pulang dari Amerika tahun 1994 ! Warnanya
putih gading dengan gerigi sedikit pada bagian tengah
batangnya. Baru saja aku memberanikan diri untuk
beranjak untuk mengambil benda itu, Tira kembali
sambil membawakan dua cangkir kopi panas. Kuurungkan
niatku untuk melihat benda itu..
"Sorry, lama. Abis kompornya susah nyala tuh !",
sahutnya gembira, sambil meletakkan cangkir-cangkir
kopi itu di meja belajarnya, lalu menutup pintu kamar
serta menguncinya. Pura-pura tidak melihat apa-apa,
aku pun menyahut, "Waah ! Sorry nih udah
ngerepotin..".
"Nggak kok ! Nggak repot.. eh gimana kuliah loe ?",
tanyanya.
"Baik-baik aja. Mungkin semester depan aku mulai
nyusun skripsi nih !", jawabku basa-basi.
"Ooh.. baguslah ! Gue sih lagi nyusun sekarang ini !"
,katanya lagi.
"Wah ! Canggih juga ya loe ? Nyusun sambil kursus ini
itu ! Emang sempet ?", tanyaku tercengang.
"Sempet dong ! Atur waktu aja !", sahutnya yakin, "Eh,
Nom ! Gue mandi dulu ya ? Lengket nih keringetan !",
katanya lagi sambil mnggosok-gosok tangannya.
"Lho ? Kan yang lengket-lengket itu enak lho !",
sahutku ngawur.
"Dasar !", umpatnya sambil memukul lenganku agak
keras, lalu berlalu ke kamar mandi. Namun sampai
akhirnya terdengar suara siraman air, pintu kamar
mandi di kamarnya belum juga ditutup. "Woy ! Kapan
mandinya ? kok cuci kaki melulu ?", tanyaku tidak
sabar menunggunya terlalu lama, kusangka ia tengah
mencuci kakinya dulu sebelum mandi.
"Ini juga lagi mandi, blo'on !", jawabnya membuatku
tertawa tidak percaya. Sambil beranjak berdiri, aku
nyahut, "Kalo gitu aku ikutan nyuÖ.", tak kulanjutkan
kata-kataku, dan bengong memandangnya.
"Nyu.. apaan ? Nyuci ? Nyuri ?", jawabnya santai.
"Aa..aa..eeh..", tanpa dapat berkata-kata aku bengong
melihatnya dari atas sampai bawah, ternyata benarÖ ia
sedang mandi ! Tubuhnya terbungkus oleh busa sabun,
rambutnya diikat ke atas, dan dari lekuk dan postur
tubuhnya, ia memang `a masterpiece' !!!
"Aa.. uu..aa..", masih belon bisa berkata-kata aku
bengong terus dan tercengang menyaksikan pemandangan
indah di hadapanku. Sambil terus menyabuni tubuhnya,
ia menggosok bagian bawah lengannya, tampaknya ia
menyadari ketercenganganku itu, ia berhenti bergerak,
tangannya diturunkan ke samping tubuhnya, lalu naik
sambil merayapi kulit putih mulusnya, naik terus
hingga ia memegang buah dadanya yang membulat
(meskipun sudah agak turun sih..), dan mulai memainkan
jari-jarinya pada putting susunya. Aku masih saja
terpaku hingga akhirnya pandanganku bertabrakan dengan
matanya. Ia tengah tersenyum dengan mata sayu sama
persis dengan kejadian di tempat latihan Aikido tadi.
Aku terpesona oleh kejelitaannya, terpesona oleh aura
indah yang dipancarkannya, terpesona oleh pendar
birahi yang dinyalakannyaÖ
Tiba-tiba ia bergerak cepat sekali ke arahku dan
segera saja aku tersadar dari buaian melenakan itu,
namun tanpa sempat berbuat apa-apa, mulutnya sudah
menyumpal mulutku, dan memainkan lidahnya didalam
mulutku. Secara naluri, akupun membalasnya dengan
bernafsu. Kugigit-gigit bibir bawahnya, kubelai-belai
rambutnya yang setengah basah tersiram air sedikit
rupanya, dan ia pun merspon hal yang sama. Kulanjutkan
ciumanku pada bibirnya, kumainkan bibirku secara cepat
lalu melambat lalu cepat lagi, begitu terus, dan
ciumanku mulai merembet ge dagunya, lalu ke lehernya
(untung belum disabuni !), lalu ke telinganya,
kujullurkan lidahku kedalam telinganya, dan kugelitik
mesra sambil tetap kubelai rambut dan wajahnya. Sambil
kugigiti cuping telinganya, ia menggigit pundakku agak
keras, matanya terpejam menikmati perlakuanku padanya.
Hingga pada suatu saat, kupandangi wajahnya, mata kami
pun beradu. Tanganku mulai turun membelai leher,
pundak, lengan, dan pinggangnya. Lalu kubuka kanjing
dan retsleting jinsku, ia membantunya dengan tetap
mata kami saling berpandangan. Nafas kami sudah sangat
memburu dan sulit diatur. Diturunkannya jinsku, lalu
kurasakan jemarinya menyusup ke dalam celana dalamku,
ia menemukannya ! Digenggamnya batang kejantananku,
lalu ia mulai meremasnya perlahan, lalu makin keras !
Lalu ia mulai menggosoknya naik turun, karena
tangannya masih bersabun, maka gerakannya makin lancar
dan licin. Aku menikmati permainan tersebut tanpa
melepas pandangan dari matanya.
Tangan kananku pun mulai naik membelai tubuhnya,
melewati dadanya dan berhenti pada buah dadanya,
kumainkan sedikit dengan jemariku sementara tangan
kiriku kuturunkan ke pantatnya dan meremasnya
perlahan. Dengan tetap berpandangan, kudengar nafasnya
sudah mulai memburu dan terengah-engah. Tangannya yang
begitu nakal memainkan penisku itu membuatku bergetar
nikmat. Pada saat itulah jari-jari tangan kananku
mulai memutar-mutar putting susunya secara perlahan.
Ia mendesah tanpa berkedip, aku pun begitu. Kuturunkan
tangan kiriku tadi dari pantatnya dan mulai menjalari
tubuh bagian depannya, kusentuh kulit bagian bawah
pusarnya dan ia bergerak sedikit kegelian. Tangan
kirinya yang masih menganggur itu ia turunkan untuk
memegang tangan kiriku dan menuntunnya ke bawah ke
arah selangkangannya. Kutangkap pesannya, kuturunkan
perlahan menyusuri bulu-bulu halus yang diselubungi
busa sabun itu dan akhirnya kurasakan sesuatu yang
sangat lembut, hangat dan basah, aku tak perduli
apakah basah karena busa sabun atau cairan
kewanitaannya ! Mulailah kumainkan jari tengahnku
langsung menggosok-gosok dan menekan klitorisnya yang
sudah mengeras. Ia bergetar keras dan mulai mengocok
penisku cepat. Aku pun melakukan hal yang sama,
kupercepat gerakan jariku sambil terus
berpandang-pandangan. Tangan kananku meremas buah
dadanya yang indah sembari sesekali memijit-mijit
putingnya bergantian kanan dan kiri.
Nafas kami sudah sangat cepat sekarang, ia mulai merem
melek, akupun begitu. Pinggul kami bergoyang cepat
mengikuti irama gerakan tangan masing-masing. Hingga
suatu saat kurasakan desakan yang sudah tak asing lagi
di daerah selangkanganku. Darahku berdesir cepat, dan
ia pun begitu. Matanya mulai melotot dan pinggulnya
bergerak semakin liar (teman-teman menyebutnya UWH :
Unpredictable Wiggling Hips !), lalu ia berbisik di
telingaku, "Nom, kayaknya aku mau sampai ..Nom..
tolong Nom.. dikit lagi Nom..hiiihh !".
"Aku juga Ra, ohh.. aku juga !", erangku menahan
nikmat. Hingga pada suatu saat ia mendadak mencium
bibirku dalam sekali, tiba-tiba terdengar ketukan di
pintu kamarnya dan,
"NENG TIRAAA !! ADA TELEPON !! DARI MAS ARIII !
",panggilan itu terdengar seperti suara bom tepat
disamping telingaku !
Kami pun saling melotot, dan menghentikan aktivitas
kami itu. Kami saling berpandang-pandangan, dan
sekali-lagi,
"NEEENG ! ADA TELEPOOON !", sahut pembantu kostnya
itu.
"I..hh..IYA SEBENTAAARRHH..hh..!", sahut Tira menjawab
dengan masih terengah-engah.
"EMMH.. BI..BILANG SURUHH.. TU.. TUNGGUU..hh !",
sahutnya lagi. Kami secara perlahan melepaskan tangan
kami dari tubuh masing-masing. Ia berpaling dan
menyuruhku untuk keluar kamar mandinya, aku menurut.
Entah perasaan apa yang kurasakan saat itu. Yang aku
tahu ia bergegas memakai kimononya keluar kamar mandi,
melwatiku tanpa menengok atau bahkan melirik ke
arahku. Aku duduk terhenyak di samping tempat tidurnya
dan menunggunya kembali. Mataku bengong menatap karpet
di hadapanku. Samapi beberapa saat kemudian ia kembali
menutup pintu dan menguncinya lalu menyandarkan
punggungnya di daun pintu. Matanya menatap
langit-langit kamar. Nafasnya sudah teratur kini.
Kami diam seribu bahasa.
Lalu aku berdiri, mengambil jaketku, mamakainya dan
bergegas menujunya yang tengah bersandar di pintu.
"I'd better go.. I guess..", kataku pelan sekali. Ia
tak menjawab, tapi hanya mengangguk kecil lalu sambil
menundukkan kepalanya ia bukakan pintu untukku.
"Thanks ! You're a great coffee maker !", candaku
kecil. Ia hanya tersenyum sambil menunduk.
Lalu kudekati wajahnya, dan kukecup bibir tipisnya
perlahan sekali.
Ia diam saja, pasif..
"I think I've got stuck on you now, Ra !", kataku lagi
sambil berlalu. Tak ada kata-kata dari bibirnya, ia
tetap menunduk dan menutup pintu kamarnya.
Kunyalakan motorku, dan tiba-tiba saja jalan raya
sudah di hadapanku..
Kupacu motorku sekencang-kencangnya kembali ke
rumahku..
Malam ini dingin sekali rasanya ..
 
POKER # 1
By: rudi setiawan

Kalian pernah main poker kan!, baik dengan taruhan uang maupun sekedar main
saja. Nah apa yang ingin kuceritain berikut ini pernah aku alami beberapa
tahun lalu ketika aku baru saja masuk kuliah, jauh sebelum aku kenal Vonny
(sudah baca khan!). Yang ngajak main poker mbak-mbak kakak angkatanku,
taruhannya tahu nggak? ÖÖÖ baca deh cerita berikut. Komentar dan saran serta
kesimpulan kirimkan ke setiawanrudi@....
------------------
Ketika pertama kali masuk kuliah, bapakku menitipkan aku kepada seorang
temannya di kota tempatku kuliah. Uniknya om Warsito (panggil saja begitu) -
teman bapakku itu, punya kost-kostan tapi untuk putri. Aku sendiri mendapat
kamar di paling belakang menghadap ketaman belakang yang sengaja aku pilih
sendiri karena tempatnya yang paling tenang. Om Warsito seorang pengusaha
yang cukup sukses. Dia jarang sekali berada dirumah. Begitu juga Tante Sri,
dirumah hanya 2 atau 3 hari dalam seminggu selainnya itu berada di Surabaya
dan Denpasar untuk mengurus bisnis souvenirnya yang maju pesat. Yang dirumah
hanyalah Ivonne (15 thn) dan Gilbert (8 thn) serta dua orang pembantu yang
sudah tua.
Kost-kost Om Warsito mempunyai 7 kamar dengan tarif 450 ribu Rupiah sebulan.
Untuk ukuran kotaku tarif ini mahal sekali. Dari enam cewek yang kost
ternyata beberapa minggu setelah aku berada disana, ketahuan ternyata yang 3
orang adalah kakak angkatanku (satu jurusan) dan yang lainnya nggak jelas
kuliah atau apa. Yang jelas mereka jarang berada di kost. Paling-paling
malam banget datang terus pagi sekali sudah nggak ada. Sedangkan yang 3
orang ini, Ana, Inggit dan Endah kebalikannya, mereka selalu ada dirumah,
jarang kuliah meski mereka juga belum pada punya pacar.
Ana yang paling tinggi diantara mereka, dia juga yang paling cantik, tetapi
bentuk tubuhnya yang terjelek. Payudaranya lumayan, tetapi pantatnya lebar
dan datar. Kulitnya halus dan mulus. Dia juga yang tertua diantara ketiga
kakak angkatanku itu. Inggit yang termungil tetapi tubuhnya yang terbagus
menurutku. Pantatku indah dan tampak penuh, payudaranya meski nggak besar
tetapi bentuknya merangsang. Putingnya lancip, kelihatannya, karena dia
jarang pakai BH ketika ada di kost jadi kadang-kadang kelihatan olehku
tercetak dibajunya. Sedangkan dari ketiga kakak angkatanku itu, Endahlah
yang paling proporsional, tingginya cukup, tidak setinggi Anna tetapi juga
tidak semungil Inggit. Pantatnya penuh dan merangsang, payudaranya besar,
kulitnya putih dan mulus, rambutnya hitam panjang. Dan yang paling kusuka
dari mbak Endah ini adalah kebiasaannya selalu mengenakan celana pendek
ketat balap warna putih bila berada dirumah. Kuperhatikan bagian
selangkangannya selalu tampak menggunduk seperti sabun gif dan kadang-kadang
tampak sekali bibir-bibir labianya membentuk gundukan-gundukan yang tidak
rata di bagian selangkangannya.
Tahu tidak, hanya dalam sebulan berada di rumah Om Warsito, frekuensi
ngocokku naik hampir 4 kali lipat. Jika waktu SMA aku melakukannya seminggu
sekali, itu aja kalo lagi nggak kuat banget. Sekarang, pingin nggak pingin
asal sudah berada dikamar dan lagi nganggur, bawaannya pingin ngocok terus.
Biasanya frekuensi ngocok paling sering justru terjadi dihari Minggu pagi
ketika semua berada dikost. Bagaimana tidak, pagi-pagi sekali mereka sudah
berkicau didepan kamarku dengan pakaian kebanggaannya masing-masing. Mbak
Endah dengan celana ketat putih bergunduknya, mbak Inggit dengan kaos tanpa
BH-nya dan mbak Ana dengan rok panjang terusannya yang menerawang. Sambil
ngerumpi (apalagi kalo nggak masalah cowok - maklum pada belum punya pacar
semua), posisi duduknya nggak beraturan dan seenaknya sendiri. Aku hanya
bisa mengamati dari dalam kamar sambil kadang-kadangÖlha ini yang enak
bangetÖngocok. Dan enaknya mereka nggak tahu aku lagi ngapain karena kaca
jendelaku yang gelap dan bagi mereka aku hanyalah anak kecil sampai suatu
ketika mereka aku yakini menjadikan aku salah satu bahan rumpian mereka.
Ketika itu hujan turun, Ivonne dan Gilbert ikut mamanya ke Surabaya. Eh iya
aku lupa ceritain tentang Ivonne. Meski doi baru 15 tahun, tahu nggak,
bodinya udah kebentuk sempurna, apalagi doi tergolong bongsor. Jadi meski
kecil kadang-kadang aku ngaceng juga melihatnya. Tapi karena doi adalah
putri Om Warsito, jadi ya nggak masuk dalam koleksi lamunanku.
Hujan nggak berhenti dari pagi sampai malam hari, padahal aku lapar banget.
Tadi pagi siang udah makan. Tapi mau masuk kedalam rumah kok nggak enak.
Apalagi pembantu-pembantu Om Warsito kayaknya nggak suka aku ada dirumah
itu. Mungkin diam-diam mereka mengamati tingkah lakuku dan kejadian ketika
aku melotot menelanjangi Ivonne ketika doi sedang senam di belakang rumah.
Belum pukul 7.00 malam mereka sudah nggak kelihatan, udah tidur.
Aku tiduran dikamar sambil nonton TV, acaranya nggak ada yang bagus. Sambil
berbaring tergeletak mendengarkan rintikan hujan yang nggak henti-hentinya,
aku mulai membayangkan tiga dara yang ada disitu. Nggak terasa kontolku
tegang, bagian ujungnya tampak membesar keras (kalian udah tahu khan kalo,
kontolku itu kepalanya besar seperti pemukul bedugÖkalo belum baca deh
cerita Vonny di page93).
Ketika sedang melayang kemana-mana, tahu-tahu pintu diketok.
"Mas Rudi!", aku segera bangkit dan merapikan celana pendekku Ö. sial aku
nggak pake celana dalam, sehingga tampak sekali sesuatu mencuat dibagian
selangkanganku.
Belum siap aku, pintu udah terbuka.
"Mas, ikutan yuk main poker dikamar Inggit. Kita kekurangan pemain nih!",
mbak Inggit memandangi sesuatu yang janggal dibagian selangkanganku.
Aku gelagapan. Sambil berusaha menutupi aku menjawab:
"Sebentar aku nanti kesana!"
"Ditunggu ya!", mbak Inggit menutup pintu dan berlalu.
Aku segera melepas celana pendekku dan memakai celana dalam kemudian memakai
celana pendek lagi. Wah kesempatan nih, mengamati dari dekat mereka-mereka
itu.
Aku mengunci pintu, dan berjalan perlahan kekamar mbak Inggit. Sampai
didekat pintu kamarnya aku berhenti dan mendengarkan sedikit kata-kata
mereka.
"Gila An, si Rudi nggak pake celana dalam dan tau nggak, lagi ngaceng dia."
"Yang bener Nggit, emang kamu pernah ngliat cowok ngaceng?"
"Ya tadi itu"
"HuuuÖ.semprul"
"Tapi bener kok, kalo nggak, terus yang tadi kelihatan banget ngganjel di
celananya itu apa?"
Sunyi sejenak, aku terdiam. Akhirnya mereka membicarakan diriku. Aku mau
mengetuk pintu tapi ragu-ragu. Terdengar lagi percakapan mereka.
"Eh ngomong-ngomong, gedhe nggak?" suara Ana terdengar agar pelan.
"Apanya?"
"Ya itunya bego!"
"Oh..kelihatannya sih gedheÖ.ah udah udah, nggak usah dibicarain.. sebentar
lagi doi kesini..kamu amati sendiri aja deh!"
"EhÖbagaimana kalo nanti taruhan pokernyaÖ.ehhhÖyang kalah telanjang satu
persatuÖkalo menang boleh pake pakaiannya lagiÖgimana?", suara Endah
terdengar.
"Gila kamu Ndah, emang kamu berani?"
"Kita khan udah jagoan main poker, tak jamin dia pasti telanjang bulat
nanti"
"Ö.ehmmmÖkalo ternyata dia jagoan poker bagaimana?"
"Ya nasib!"
"Dasar eksibisionis kamu Ndah!"
"EhÖ.pikirkan keuntungannya my friends!"
Sunyi sejenak lagi.
"Kok lama banget ya?" suara Ana
"Ngocok kali!" suara Endah menohokku.
"Jadi aku tadi ngganggu hajatan orang nih?", Suara Inggit.
"Kita tunggu aja deh!"
Aku bukannya mengetuk pintu kamar mbak Inggit. Aku tiba-tiba saja menemukan
ide entah darimana. Aku balik kekamar dan kembali melepas celana dalamku,
memakai celana pendekku dan segera bergegas kekamar mbak Inggit sebelum
kontolku ngaceng lagi.
Aku mengetuk pintu kamar mbak Inggit.
"Masuk Rud!"
Aku masuk kamar dan mereka bertiga serentak memandangku sambil sesekali
mencuri pandang ke bagian selangkanganku. Aku segera duduk disamping mereka
sebelum doi berontak dan tegang.
"Katanya poker, mana mbak?"
"EhhhÖanu Ö RudÖada peraturan khusus di lingkungan kita tentang permainan
poker!"
Aku pura-pura tidak tahu, dan bertanya:
"Apa itu mbak?"
"Jelasin An!"
"Begini dik Rudi, poker kita taruhannya bukan uang tapiÖÖpakaian!"
"Maksud mbak, kalo kalah taruhannya baju gitu!, emang buat apa baju cowok
buat mbak-mbak ini?" aku pura-pura bego.
"Maksudnya begini lho Rud, biar lebih tegang, setiap kali kamu kalah kartu
maka kamu harus melepas baju kamu satu persatu. Kalo kamu menang, kamu boleh
pake lagi itu baju. Bagaimana, pasti seru khan!"
"IhhhÖmbak-mbak ini genit deh!" aku masih pura-pura bego meski akhirnya
kontolku nggak bisa pura-pura lagi. Doi memanjang, membesar dan mengeras
didepan mereka-mereka ini. Jadi bisa dibayangin nggak sih, betapa anehnya
perasaanku saat itu. Disatu sisi, aku gelagapan dengan ide ini, disisi lain,
kontolku terasa enak karena ngaceng didepan cewek-cewek ini dan nggak bisa
sama sekali kututupi dari pandangan mereka yang sesekali mengamati bentuk
sosisku yang tercetak di celana pendekku. Sempat aku mengutuki keputusanku
melepas celana dalam.
Suasana jadi nggak enak karena mereka jadi belingsatan sendiri, terutama
Endah. Suara nafasnya yang panjang-panjang terdengar sesekali. Terlihat
sekali bahwa dia kesulitan mengendalikan perasaannya. Yang tenang malah mbak
Ana.
"Ayo kita mulai, gimana Rud, berani nggak?"
"Boleh deh, tapi kalo nanti Rudi kalah sampai telanjang bulat, jangan
diapa-apain ya. Cukup diliatin aja!"
"Ok Rud, ini khan hanya permainan!"
Mulailah permainan poker maut ini. Sesekali aku mengejan sehingga batang
kontolku bergerak-gerak sendiri. Mbak Endah udah nggak mencuri-curi pandang
lagi, tapi udah ngeliatin langsung dengan tajam sambil berusaha
mengendalikan irama nafasnya. Aku menunduk ÖÖÖ brengsek di bagian kepalanya
tercetak noda basah. Keluar juga pelumasnya. Aku udah kepalang. Malah secara
atraktif aku dengan cuek sesekali memegang batang kontolku dan menyamankan
posisinya dibawah tatapan mereka.
Kartu dibagikan, pada putaran pertama aku bersemangat banget karena yang
kalah mbak Endah (karena dia nggak konsentrasi). Dia perlahan melepas
kaosnya dan ÖÖ.. brengsek masih pake kaos singlet. Tetapi payudaranya sudah
kelihatan sebagian. WahÖkontolku semakin mengeras dan berkedut-kedut.
Demikian juga putaran kedua, wah lagi-lagi keberuntunganku, Mbak Endah
terpaksa harus melepas singletnya, Ö. Sehingga dia hanya pake BH sekarang.
Wao Ö. tampak gundukan yang besar dari daging payudaranya melotot memenuhi
BH-nya.
Putaran ketiga, Inggit yang kena, ÖÖÖ.. lagi-lagi keberuntunganku, dia
melepas sweaternya dan oh my God ÖÖÖ.. payudara mungil nan indah dengan
puting yang mencuat indah. Kontolku mulai nggak kompromi lagi,
kedutan-kedutannya terasa seperti mengocok-ngocok terasa nikmat sekali.
Cairan bening yang menodai celana pendeknya semakin meluas. Inggit berusaha
menutupi dadanya sehingga praktis putingnya tertutup kedua tangannya.
 
POKER # 1
By: rudi setiawan

Kalian pernah main poker kan!, baik dengan taruhan uang maupun sekedar main
saja. Nah apa yang ingin kuceritain berikut ini pernah aku alami beberapa
tahun lalu ketika aku baru saja masuk kuliah, jauh sebelum aku kenal Vonny
(sudah baca khan!). Yang ngajak main poker mbak-mbak kakak angkatanku,
taruhannya tahu nggak? ÖÖÖ baca deh cerita berikut. Komentar dan saran serta
kesimpulan kirimkan ke setiawanrudi@....
------------------
Ketika pertama kali masuk kuliah, bapakku menitipkan aku kepada seorang
temannya di kota tempatku kuliah. Uniknya om Warsito (panggil saja begitu) -
teman bapakku itu, punya kost-kostan tapi untuk putri. Aku sendiri mendapat
kamar di paling belakang menghadap ketaman belakang yang sengaja aku pilih
sendiri karena tempatnya yang paling tenang. Om Warsito seorang pengusaha
yang cukup sukses. Dia jarang sekali berada dirumah. Begitu juga Tante Sri,
dirumah hanya 2 atau 3 hari dalam seminggu selainnya itu berada di Surabaya
dan Denpasar untuk mengurus bisnis souvenirnya yang maju pesat. Yang dirumah
hanyalah Ivonne (15 thn) dan Gilbert (8 thn) serta dua orang pembantu yang
sudah tua.
Kost-kost Om Warsito mempunyai 7 kamar dengan tarif 450 ribu Rupiah sebulan.
Untuk ukuran kotaku tarif ini mahal sekali. Dari enam cewek yang kost
ternyata beberapa minggu setelah aku berada disana, ketahuan ternyata yang 3
orang adalah kakak angkatanku (satu jurusan) dan yang lainnya nggak jelas
kuliah atau apa. Yang jelas mereka jarang berada di kost. Paling-paling
malam banget datang terus pagi sekali sudah nggak ada. Sedangkan yang 3
orang ini, Ana, Inggit dan Endah kebalikannya, mereka selalu ada dirumah,
jarang kuliah meski mereka juga belum pada punya pacar.
Ana yang paling tinggi diantara mereka, dia juga yang paling cantik, tetapi
bentuk tubuhnya yang terjelek. Payudaranya lumayan, tetapi pantatnya lebar
dan datar. Kulitnya halus dan mulus. Dia juga yang tertua diantara ketiga
kakak angkatanku itu. Inggit yang termungil tetapi tubuhnya yang terbagus
menurutku. Pantatku indah dan tampak penuh, payudaranya meski nggak besar
tetapi bentuknya merangsang. Putingnya lancip, kelihatannya, karena dia
jarang pakai BH ketika ada di kost jadi kadang-kadang kelihatan olehku
tercetak dibajunya. Sedangkan dari ketiga kakak angkatanku itu, Endahlah
yang paling proporsional, tingginya cukup, tidak setinggi Anna tetapi juga
tidak semungil Inggit. Pantatnya penuh dan merangsang, payudaranya besar,
kulitnya putih dan mulus, rambutnya hitam panjang. Dan yang paling kusuka
dari mbak Endah ini adalah kebiasaannya selalu mengenakan celana pendek
ketat balap warna putih bila berada dirumah. Kuperhatikan bagian
selangkangannya selalu tampak menggunduk seperti sabun gif dan kadang-kadang
tampak sekali bibir-bibir labianya membentuk gundukan-gundukan yang tidak
rata di bagian selangkangannya.
Tahu tidak, hanya dalam sebulan berada di rumah Om Warsito, frekuensi
ngocokku naik hampir 4 kali lipat. Jika waktu SMA aku melakukannya seminggu
sekali, itu aja kalo lagi nggak kuat banget. Sekarang, pingin nggak pingin
asal sudah berada dikamar dan lagi nganggur, bawaannya pingin ngocok terus.
Biasanya frekuensi ngocok paling sering justru terjadi dihari Minggu pagi
ketika semua berada dikost. Bagaimana tidak, pagi-pagi sekali mereka sudah
berkicau didepan kamarku dengan pakaian kebanggaannya masing-masing. Mbak
Endah dengan celana ketat putih bergunduknya, mbak Inggit dengan kaos tanpa
BH-nya dan mbak Ana dengan rok panjang terusannya yang menerawang. Sambil
ngerumpi (apalagi kalo nggak masalah cowok - maklum pada belum punya pacar
semua), posisi duduknya nggak beraturan dan seenaknya sendiri. Aku hanya
bisa mengamati dari dalam kamar sambil kadang-kadangÖlha ini yang enak
bangetÖngocok. Dan enaknya mereka nggak tahu aku lagi ngapain karena kaca
jendelaku yang gelap dan bagi mereka aku hanyalah anak kecil sampai suatu
ketika mereka aku yakini menjadikan aku salah satu bahan rumpian mereka.
Ketika itu hujan turun, Ivonne dan Gilbert ikut mamanya ke Surabaya. Eh iya
aku lupa ceritain tentang Ivonne. Meski doi baru 15 tahun, tahu nggak,
bodinya udah kebentuk sempurna, apalagi doi tergolong bongsor. Jadi meski
kecil kadang-kadang aku ngaceng juga melihatnya. Tapi karena doi adalah
putri Om Warsito, jadi ya nggak masuk dalam koleksi lamunanku.
Hujan nggak berhenti dari pagi sampai malam hari, padahal aku lapar banget.
Tadi pagi siang udah makan. Tapi mau masuk kedalam rumah kok nggak enak.
Apalagi pembantu-pembantu Om Warsito kayaknya nggak suka aku ada dirumah
itu. Mungkin diam-diam mereka mengamati tingkah lakuku dan kejadian ketika
aku melotot menelanjangi Ivonne ketika doi sedang senam di belakang rumah.
Belum pukul 7.00 malam mereka sudah nggak kelihatan, udah tidur.
Aku tiduran dikamar sambil nonton TV, acaranya nggak ada yang bagus. Sambil
berbaring tergeletak mendengarkan rintikan hujan yang nggak henti-hentinya,
aku mulai membayangkan tiga dara yang ada disitu. Nggak terasa kontolku
tegang, bagian ujungnya tampak membesar keras (kalian udah tahu khan kalo,
kontolku itu kepalanya besar seperti pemukul bedugÖkalo belum baca deh
cerita Vonny di page93).
Ketika sedang melayang kemana-mana, tahu-tahu pintu diketok.
"Mas Rudi!", aku segera bangkit dan merapikan celana pendekku Ö. sial aku
nggak pake celana dalam, sehingga tampak sekali sesuatu mencuat dibagian
selangkanganku.
Belum siap aku, pintu udah terbuka.
"Mas, ikutan yuk main poker dikamar Inggit. Kita kekurangan pemain nih!",
mbak Inggit memandangi sesuatu yang janggal dibagian selangkanganku.
Aku gelagapan. Sambil berusaha menutupi aku menjawab:
"Sebentar aku nanti kesana!"
"Ditunggu ya!", mbak Inggit menutup pintu dan berlalu.
Aku segera melepas celana pendekku dan memakai celana dalam kemudian memakai
celana pendek lagi. Wah kesempatan nih, mengamati dari dekat mereka-mereka
itu.
Aku mengunci pintu, dan berjalan perlahan kekamar mbak Inggit. Sampai
didekat pintu kamarnya aku berhenti dan mendengarkan sedikit kata-kata
mereka.
"Gila An, si Rudi nggak pake celana dalam dan tau nggak, lagi ngaceng dia."
"Yang bener Nggit, emang kamu pernah ngliat cowok ngaceng?"
"Ya tadi itu"
"HuuuÖ.semprul"
"Tapi bener kok, kalo nggak, terus yang tadi kelihatan banget ngganjel di
celananya itu apa?"
Sunyi sejenak, aku terdiam. Akhirnya mereka membicarakan diriku. Aku mau
mengetuk pintu tapi ragu-ragu. Terdengar lagi percakapan mereka.
"Eh ngomong-ngomong, gedhe nggak?" suara Ana terdengar agar pelan.
"Apanya?"
"Ya itunya bego!"
"Oh..kelihatannya sih gedheÖ.ah udah udah, nggak usah dibicarain.. sebentar
lagi doi kesini..kamu amati sendiri aja deh!"
"EhÖbagaimana kalo nanti taruhan pokernyaÖ.ehhhÖyang kalah telanjang satu
persatuÖkalo menang boleh pake pakaiannya lagiÖgimana?", suara Endah
terdengar.
"Gila kamu Ndah, emang kamu berani?"
"Kita khan udah jagoan main poker, tak jamin dia pasti telanjang bulat
nanti"
"Ö.ehmmmÖkalo ternyata dia jagoan poker bagaimana?"
"Ya nasib!"
"Dasar eksibisionis kamu Ndah!"
"EhÖ.pikirkan keuntungannya my friends!"
Sunyi sejenak lagi.
"Kok lama banget ya?" suara Ana
"Ngocok kali!" suara Endah menohokku.
"Jadi aku tadi ngganggu hajatan orang nih?", Suara Inggit.
"Kita tunggu aja deh!"
Aku bukannya mengetuk pintu kamar mbak Inggit. Aku tiba-tiba saja menemukan
ide entah darimana. Aku balik kekamar dan kembali melepas celana dalamku,
memakai celana pendekku dan segera bergegas kekamar mbak Inggit sebelum
kontolku ngaceng lagi.
Aku mengetuk pintu kamar mbak Inggit.
"Masuk Rud!"
Aku masuk kamar dan mereka bertiga serentak memandangku sambil sesekali
mencuri pandang ke bagian selangkanganku. Aku segera duduk disamping mereka
sebelum doi berontak dan tegang.
"Katanya poker, mana mbak?"
"EhhhÖanu Ö RudÖada peraturan khusus di lingkungan kita tentang permainan
poker!"
Aku pura-pura tidak tahu, dan bertanya:
"Apa itu mbak?"
"Jelasin An!"
"Begini dik Rudi, poker kita taruhannya bukan uang tapiÖÖpakaian!"
"Maksud mbak, kalo kalah taruhannya baju gitu!, emang buat apa baju cowok
buat mbak-mbak ini?" aku pura-pura bego.
"Maksudnya begini lho Rud, biar lebih tegang, setiap kali kamu kalah kartu
maka kamu harus melepas baju kamu satu persatu. Kalo kamu menang, kamu boleh
pake lagi itu baju. Bagaimana, pasti seru khan!"
"IhhhÖmbak-mbak ini genit deh!" aku masih pura-pura bego meski akhirnya
kontolku nggak bisa pura-pura lagi. Doi memanjang, membesar dan mengeras
didepan mereka-mereka ini. Jadi bisa dibayangin nggak sih, betapa anehnya
perasaanku saat itu. Disatu sisi, aku gelagapan dengan ide ini, disisi lain,
kontolku terasa enak karena ngaceng didepan cewek-cewek ini dan nggak bisa
sama sekali kututupi dari pandangan mereka yang sesekali mengamati bentuk
sosisku yang tercetak di celana pendekku. Sempat aku mengutuki keputusanku
melepas celana dalam.
Suasana jadi nggak enak karena mereka jadi belingsatan sendiri, terutama
Endah. Suara nafasnya yang panjang-panjang terdengar sesekali. Terlihat
sekali bahwa dia kesulitan mengendalikan perasaannya. Yang tenang malah mbak
Ana.
"Ayo kita mulai, gimana Rud, berani nggak?"
"Boleh deh, tapi kalo nanti Rudi kalah sampai telanjang bulat, jangan
diapa-apain ya. Cukup diliatin aja!"
"Ok Rud, ini khan hanya permainan!"
Mulailah permainan poker maut ini. Sesekali aku mengejan sehingga batang
kontolku bergerak-gerak sendiri. Mbak Endah udah nggak mencuri-curi pandang
lagi, tapi udah ngeliatin langsung dengan tajam sambil berusaha
mengendalikan irama nafasnya. Aku menunduk ÖÖÖ brengsek di bagian kepalanya
tercetak noda basah. Keluar juga pelumasnya. Aku udah kepalang. Malah secara
atraktif aku dengan cuek sesekali memegang batang kontolku dan menyamankan
posisinya dibawah tatapan mereka.
Kartu dibagikan, pada putaran pertama aku bersemangat banget karena yang
kalah mbak Endah (karena dia nggak konsentrasi). Dia perlahan melepas
kaosnya dan ÖÖ.. brengsek masih pake kaos singlet. Tetapi payudaranya sudah
kelihatan sebagian. WahÖkontolku semakin mengeras dan berkedut-kedut.
Demikian juga putaran kedua, wah lagi-lagi keberuntunganku, Mbak Endah
terpaksa harus melepas singletnya, Ö. Sehingga dia hanya pake BH sekarang.
Wao Ö. tampak gundukan yang besar dari daging payudaranya melotot memenuhi
BH-nya.
Putaran ketiga, Inggit yang kena, ÖÖÖ.. lagi-lagi keberuntunganku, dia
melepas sweaternya dan oh my God ÖÖÖ.. payudara mungil nan indah dengan
puting yang mencuat indah. Kontolku mulai nggak kompromi lagi,
kedutan-kedutannya terasa seperti mengocok-ngocok terasa nikmat sekali.
Cairan bening yang menodai celana pendeknya semakin meluas. Inggit berusaha
menutupi dadanya sehingga praktis putingnya tertutup kedua tangannya.
 
mau baca yng mbak wina istri teman kantor, penulisnya diblokir, jd g bisa lagi deh
 
___________

IVONNE # 1

By: Rudi Setiawan
--------------------

Setelah kejadianku dengan mbak Inggit itu, tanpa diketahui oleh anak-anak
kost yang lain, hampir bisa disebut rutin melakukan itu. Minimal rata-rata
dua hari sekali, aku harus setor sperma ke mbak Inggit. Yang aku ketahui
belakangan ialah bahwa ternyata dia itu nafsunya gedhe banget. Dan yang
hebat, dia bisa cepat sekali mencapai orgasme, padahal mungkin aku belum
terasa apa-apa. Dialah yang mengubahku dari seorang remaja umur 20-an yang
masih lugu menjadi seorang penggemar berat seks.
Keadaan ini berlangsung sampai hampir empat bulan, dan karena seringnya, hal
ini menjadi rutinitas yang lama-lama membosankan bagiku. Dan tampaknya hal
ini tidak berlaku bagi mbak Inggit yang tampaknya selalu menikmati setiap
kali kami melakukan itu, walaupun saat itu bagiku sudah nggak ada
sensasinya, ya cuman enak aja nggak lagi nikmat. Sampai empat bulan itu
pula, rahasia kami tertutup rapat-rapat dan tak seorang pun yang tahu,
termasuk dari kedua pembantu tua om Warsito. Padahal sering sekali kami
melakukan itu justru pada saat rumah ramai, selalu ada saja cara untuk tidak
ketahuan. Padahal kalo misalnya ketahuan, hancur sudah masa depanku
mengingat jika sampai om Warsito sampai mendengar dan menceritakannya kepada
kedua orang tuaku maka bisa jadi tak ada lagi aku, karena kedua orang tuaku
sampai saat aku bercerita ini adalah penganut salah satu aliran agama yang
sangat fanatik.
Sampai suatu ketika kami ketahuan justru pada saat dirumah hanya ada aku,
mbak Inggit dan Ivonne. Nah ceritanya beginiÖ
Saat itu, om Warsito datang dengan tante untuk liburan, Gilbert dan Ivonne
begitu senang karena kedatangan kedua orang tuanya. Mereka diajak kemana
saja oleh orang tuanya, sampai Ivonne sakit setelah pulang dari salah satu
tempat liburan.
Disuatu sore, om Warsito dan tante mengajak aku, dan sesama kost untuk makan
disuatu restoran. Karena saat itu dekat-dekat lebaran, kedua pembantunya
pulang kampung. Sedangkan Ivonne meski udah agak mending, tapi masih lemah
sehabis sakit. Kebetulan pula, entah kenapa mbak Inggit hampir seminggu ini
mencueki aku. Mungkin karena dia sedang dihajar tugas-tugas kuliahnya
sehingga sampai berhari-hari dia lemburan. Aku entah kenapa mendapat firasat
yang menyenangkan untuk tidak ikut dalam acara makan-makan itu. Maka aku
berpura-pura pula sedang sibuk mengerjakan tugas dan minta ijin untuk tidak
ikut. Karena itu om Warsito titip ke aku si Ivonne kalo-kalo dia butuh
apa-apa. Aku berjanji untuk menjaga si Ivonne.
Dan berangkatlah mereka berlima (om Warsito, tante, Gilbert, mbak Anna dan
mbak Endah). Dan rumah sepi. He-he-he aku sudah membayangkan yang
nggak-nggak, misalnya mengendap-endap, menyergap, dan menyetubui mbak Inggit
sementara ia masih didepan meja gambarnya (dia arsitek, ingat!). Merangsang
sekali khan! Membayangkan aja aku merasakan si Bram mengeras. Eh..ya aku
lupa belum cerita ya kalo aku dan mbak Inggit ngasih nama untuk
masing-masing kepunyaan kita, kontolku dikasih nama singkat ëSlyí oleh mbak
Inggit mengingat urat ototnya yang kelihatan menonjol (he..he..), sedangkan
vaginanya aku kasih nama kecil Wing, asalnya dari kata wingko (ini adalah
makanan khas salah satu daerah di Jawa Timur tepatnya dari Ö. lupa aku!,
yang kalo digigit liat tapi enaknya minta ampun! Seperti itulah gambaranku
tentang mbak Inggit dulu heÖhe..!
Maka bersiap-siaplah aku dengan pakaian kebesaran (yaitu kaos dan celana
pendek tanpa CD). Sebelumnya untuk memastikan keadaan aman, aku menengok si
Ivonne dulu. Aku langsung masuk kedalam rumahnya dan masuk kekamarnya
dilantai atas. Aku ketuk pintu perlahan, tidak ada jawaban. Maka aku
langsung masuk Ö.. lampu menyala agak terang, Ivonne tertidur pulas.
Dikeningnya ada setitik keringat menghiasi wajahnya yang biasa-biasa saja
tapi karena sedang manis-manisnya ya jadi tampak lain. Aku memastikan tidak
ada kebutuhan yang tidak tersedia, mulai dari air minum, makanan kecil, obat
dan semua keperluannya aku check dan aku memastikan tidak ada sesuatupun
yang kurang. Tepat ketika aku akan keluar dan menutup pintu kamarnya, aku
melihatnya menggeliat kesamping sehingga selimutnya tersingkap. Dengan
maksud akan merapikan lagi selimutnya dan memastikan keadaan aman, aku masuk
lagi dan mendekatinya. Eh.. dia menggeliat lagi kembali ke posisi terlentang
Ö. dan shit !Ö baju tidurnya tersingkap menampakkan pahanya yang mulus serta
selangkangannya yang bersih (maklum kayaknya nih anak, rajin banget ngrawat
tubuh!). Sempat aku melirik keselangkangannya yang tampak wuih Ö nomor satu
deh! Bagian itunya tampak menggelembung empuk. Sempat si Sly terasa greng..!
tapi mengingat dia adalah sepupuku ya.. aku buang-buang jauh pikiran itu dan
mengalihkan pikiran ke Inggit dengan si Wingnya yang sudah seminggu tidak
kusetori. Segera selimutnya aku rapiin.
Dengan cepat aku bergerak turun dan menutup pintu belakang rumahnya. Dengan
mantap aku ke kamar mbak Inggit dan berhenti didepan pintu kamarnya. Mbak
Inggit tampak sedang serius sekali menggambar, entah menggambar apa ñ
pastilah bangunan.
Dengan perlahan sekali aku membuka pintu kamarnya, saking seriusnya sampai
dia nggak tahu bahwa aku sudah berada dibelakangnya. Ia mengenakan rok
terusan sehingga melihatnya saja si Sly sudah siap menegang keras. Dengan
lembut aku memeluknya dari belakang dan menempatkan si Sly tepat diantara
kedua bongkahan pantatnya yang empuk. Dia kaget sejenak dan kemudian
mengeluh manja,
ìApa Ö. sih Ö. Rud?î serunya manja.
ìUdah seminggu lho mbak! Aku udah pingin banget.î
ìTapi khan aku lagi sibuk RudÖ besok aja ya..!î dia berkata sambil mendorong
pinggulnya kebelakang sehingga kontolku tertekan lembut dan enak.
ìAku .. udah nggak kuat nih mbakÖ. Sebentar aja kokÖ.ya?î
ìHmmmÖ anak nakal!î dia berkata sambil meletakkan tangannya di punggungku.
Cihui Ö. Aku menarik roknya keatas, dan ternyata dia hanya memakai CD doang.
Nah saat itu aku melakukan kesalahan yang entah fatal atau tidak ternyata
membawa petualanganku lebih jauh, yaitu aku lupa menutup pintu. Tidak
terbuka sekali sih, tetapi juga tidak tertutup sama sekali sehingga cukup
untuk membuat orang yang diluar menganggap bahwa mereka bisa masuk tanpa
harus mengetuk pintu.
ìMbak Inggit Ö. terus aja nggambar Ö. Dengan posisi begini, rasanya gimana
ya?î
ìEhhhÖ ya tapi cepatÖ!î
Aku menarik celana dalamnya ke arah lututnya, dan segera beroperasi
mengelus-elus lembut belahan yang dari belakang tampak menggelembung itu.
Segera saja mbak Inggit mengeluarkan desahan nafasnya yang merangsang. Nggak
terlalu lama, bagian itu sudah basah kuyup. Aku segera menyiapkan si Sly
untuk segera ditusukkan ke dalam bongkahan surga itu. Aku membuka kedua
pahanya, tetapi tidak bisa membuka penuh karena terganjal oleh celana
dalamnya di lutut. Aku segera meletakkan kontolku dibagian lubangnya dan
segera menekannya penuh keyakinan. Batangku masuk penuh dan segera
beroperasi mengelus-elus seluruh dinding vaginanya. Beberapa lama hal itu
berlangsung, aku mulai berkeringat karena ternyata posisi seperti itu
membutuhkan energi yang besar. Dan karena sudah seminggu ëtabungankuí
mengumpul, segera saja aku mulai merasa nikmat. Belum lagi karena kedua paha
mbak Inggit nggak bisa membuka penuh, sehingga mempengaruhi jepitannya.
Dengan cepat aku mulai merasakan aliran rasa nikmat mengumpul disekitar
selangkanganku berpuncak dibatang dan kepala kontolku. Gerakanku mulai tak
teratur, pokoknya asal cepat aja, dan mbak Inggit mulai menggerak-gerakkan
pinggulnya mengikuti gerakanku. Sudah deketÖdeketÖdeket ÖÖ sebentar lagi,
aku terus menggenjot lubangnya, tiba-tibaÖ.
ìMbak Inggit,Ö.. tolongin dong! ÖÖ iiihhhhh!!!î
Suara Ivonne tiba-tiba terdengar dibelakangku. Panik antara orgasme dan
kaget, aku menoleh kebelakang tepat disaat puncak kenikmatanku tiba,
sehingga batangku tercabut dan tanpa dapat dicegah spermaku
menyemprot-nyemprot deras kelantai didepan pandangan Ivonne (maklum
ëtabungankuí selama seminggu ternyata luar biasa banyaknya). Tanpa sadar
pula karena kekuatan rasa nikmat yang keluar itu, aku terus mengocok-ngocok
sendiri batang kontolku tepat didepan tatapan mata Ivonne Ö..
ìHiii mas Rudi ÖÖÖ. jorok!!!!î, kata Ivonne sambil membanting pintu kamar
Inggit dan terdengar berlari.
Aku terdiam sejenak diantara keringat yang tiba-tiba mengalir lebih deras.
Nafasku masih tersengal-sengal. Begitu juga Inggit yang terlihat merebah ke
meja gambarnya dengan punggung yang terlihat naik turun. Bahkan saat itu aku
masih belum bisa berpikir dengan jernih, semuanya sedang mengalir keluar
tubuh mengiringi rasa nikmatku tadi.
ìRud, bersihkan diri kamu dan segera kamu jelasin ke Ivonne, kalo nggak bisa
gawat nih!î
Tanpa berkata-kata, aku mengecup pundaknya perlahan dan merapikan pakaian
kemudian keluar kamarnya. Sejenak aku memandangi genangan putih kental
dikarpet kamar mbak Inggit.
ìBiar aku yang bersiinÖ!î
Aku keluar kamar dan segera berjalan dengan agak gontai kekamarku sendiri
dan segera mandi dan berganti pakaian. Kemudian aku segera bergegas masuk
kerumah om Warsito dan naik kekamar Ivonne. Aku mengetuk pintu perlahan,
tidak dikunci maka aku masuk saja. Ivonne terbaring dan memandangku dengan
pandangan yang belum pernah aku lihat sebelumnya.
--------------------------
 
Ivonne bagian 2
By Rudi Setiawan

Suasana hening sejenak.

"Ada apa Von?"

Dia tidak menjawab hanya menggelengkan kepala saja. Matanya terus menatap
tajam kearahku yang untuk beberapa lama terasa menembusku.

"Masih sakit ya? ÖÖ mau makan!!"

Dia menggelengkan kepala khas dari seorang anak manja. Aku jadi bingung,
kalo dia sampai cerita ke om Warsito, tamatlah riwayatku. Maka aku harus
menjelaskan apa yang terjadi sekarang juga, walaupun aku tak punya alasan
yang tepat.

"Begini Von, tentang apa yang kamu lihat tadi!"

"Mas Rudi jorokÖÖ Ivonne jijik!"

"EhÖ dengerin dulu deh! Mas mau jelasin ke kamu!"

"Apa lagi? Pokoknya Ivonne akan cerita ke papa tentang yang tadi"

"EhÖ. Dengerin dulu deh! Kalo kamu akan cerita ke papa, silakan. Tapi kamu
harus dengerin dulu apa yang akan aku jelasin ini! OK" kepalang basah, aku
pokoknya harus berbuat apa saja agar anak manja ini tidak cerita.

Dia diam saja, hanya pandangan matanya yang masih menonjokku seperti tadi.

"Begini Von, aku dan mbak Inggit itu saling jatuh cinta. Kami melakukan itu
karena kami saling mencintai, saling menyayangi, paham?. Kamu akan tahu
suatu saat kelak, bahwa itu bukan hal yang jorok kalo dilakukan oleh orang
yang saling mencintai, OK!"

"Tapi Ivonne juga punya pacar, tapi kok nggak ingin begituan!"

"Von, banyak cara untuk mengungkapkan rasa sayang. Mungkin cowok kamu
masih belum mengerti bagaimana membuatmu sayang dengan cara itu. Nah
mbak Inggit dan aku mengungkapkannya dengan cara begitu, meskipun dosa.
Pokoknya setiap kali kami selesai begituan, rasanya tambah sayang aja.
Mungkin kamu masih belum cukup mengerti tentang hal ini, tapi nggak apa-apa,
kelak - mungkin dalam waktu dekat - kamu pasti akan punya keinginan untuk
itu, percaya mas deh!"

"Tapi Ivonne nggak ingin begituan sekarang!"

"HeÖheÖ itu karena kamu belum ngalamin enaknya!"

"Emang enak?"

"Bukan enak tapi nikmat, tapi sudah deh kamu minum obat dulu terus tidur
aja.
Tapi kamu nggak akan cerita-cerita ke om khan?"

"Nggak, asal Ivonne nanti kalo udah saatnya diajari caranya begituan!"

"OK, kamu kasih tahu ke aku kalo kamu udah merasa siap begituan"

Begitu leganya aku melihat bibirnya sudah mengembangkan senyum lugu.
Selamatlah hidupkuÖthanks God! Aku keluar kamarnya dan sebelum menutup
pintu aku melihat kearahnya dan tersenyum, Ivonne membalasnya.

Setelah kejadian itu entah kenapa tiba-tiba saja Ivonne jadi lebih sering
menemuiku. Kadang-kadang ingin dibantu untuk melakukan
pekerjaan-pekerjaannya, bahkan kadang-kadang untuk hal-hal yang sepele,
seperti misalnya mengangkat dan memindah Kettler-nya yang secara teknis
mudah dilakukan sendiri olehnya. Kadang-kadang aku diajak nemenin dia
jogging
keluar rumah. Aku menganggap bahwa hal itu, biasa-biasa saja. Kadang-kadang
kalo kamu udah pernah ngliat teman lawan jenismu telanjang bulat, maka akan
ada dua kemungkinan, kamu menjadi semakin akrab karena merasa telah
mengetahui sebagian besar dari rahasianya, atau malah kamu dijauhi sama
sekali. Nah kayaknya si Ivonne ini mengikuti aliran yang pertama. Aku
sebagai
pihak yang masih terancam terpaksa mengikuti apa saja yang diinginkan oleh
anak manja itu (meski kadang-kadang konak juga kalo pas nemenin dia jogging,
melihat dari dekat pantat perawan padat dan gundukan vagina remaja yang
pasti saat itu sedang berkeringat persis kayak milik mbak Inggit kalo pas
deket-deket orgasme). Padahal kalo pas lagi lari-lari dengan celana ketat
hitam
untuk jogging khan kelihatan banget kalo lagi tegang-tegangnya.

Kadang-kadang Ivonne mencuri-curi untuk melirik juga kebagian pangkal
pahaku. Entah apa yang ada didalam pikirannya. Tapi yang pasti dia telah
menyaksikan Sly dalam keadaan yang paling rahasia. Apalagi yang lebih
rahasia
dari cowok kalo nggak kontolnya yang tengah ejakulasi dan
menyemprot-nyemprotkan sperma. Nah aku bayangin pasti saat itu wajahku lagi
maut-mautnya, yaitu tengah mengocok-ngocok pas saat ejakulasi. Dan Ivonne
telah menyaksikan itu semua. Tapi sudahlah asal dia mau tutup mulut apa saja
deh!

Semakin hari semakin hari aku dan Ivonne semakin dekat aja. Mbak Inggit
melihatnya tanpa rasa apa-apa karena mungkin dia menganggap kami
bersaudara jadi ya baginya asal rahasia terjaga, cukuplah semuanya.

Nah pembaca yang kusebut sebagai kesalahan entah fatal atau tidak ialah ini,
bahwa akulah orang yang merasakan keperawanan Ivonne untuk yang pertama
kali. Ceritanya begini.

Saat itu, dirumah lengkap kecuali om Warsito, tante dan mbak Inggit (lagi
pulang kampung, liburan semester). Kejadiannya sekitar pukul 9.30 malam.
Gilbert sudah tidur, begitu juga kedua pembantu tua itu.

Aku lagi santai mendengarkan CD baru dan mencoba handphone baru. Tahu
nggak, disaat itu aku lagi ngebet banget sama seorang cewek temen sekampus.
Physically, dia nggak menarik tapi dia charming. Nah pas lagi
nglamun-nglamunnya Ö eh pintu diketuk dan langsung dibuka (gila nih cewek,
gimana kalo aku pas lagi ngocok dan lupa kunci pintu!).

"Mas Rudi bantuin Ivonne dong!"

"Apa Von?"

"Ada soal yang sulit banget, aku tunggu diatas ya!"

"OK, sebentar lagi ya!"

Aku kekamar mandi, cuci muka dan bergegas keatas. Ivonne udah menanti,
buku-bukunya berserakan dilantai. Kayaknya nih anak lagi kesulitan berat
dengan PR-PR nya, maklum deket-deket Ebtanas SMP.

"Soal apa Von?"

"Ini mas, Matematika!"

"Mana coba lihat!"

Ah Ö.. soal aritmetika biasa, kecil bagiku. Aku segera jelasin kedia, dan
seperti
biasa kalo aku udah njelasin kayak gitu, gayaku begitu berwibawa. Maklum
kalo
cuma soal-soal SMP sih, kalo nggak bisa khan malu. Sambil dijelasin Ivonne
tengkurap disebelahku sementar aku bersila, perhatiannya tertuju penuh ke
tulisan tanganku yang menjelaskan bagaimana menyelesaikan soal itu. Setelah
yang itu selesai, aku segera beralih kesoal-soal berikutnya sampai hampir
jam
11.00 malam.

"Nah Von, kamu sebaiknya istirahat deh, nggak baik anak cewek masih melek
jam segini!"

"Eh mas Rudi, ini khan baru jam 11.00,"

"Iya tapi khan kamu habis belajar keras!"

"Iya tapi kalo mas Rudi yang ngajarin, kayaknya nggak ada keselnya deh!"

Aduh alamat, ada apa ini!!

Tiba-tiba dia meletakkan kepalanya dipahaku sambil posisinya masih tengkurap
sehingga technically kepalanya dekat banget menghadap kearah Sly yang entah
kenapa malam itu sungguh jinak padahal mbak Inggit udah pulang hampir dua
minggu dan aku baru ngocok sekali selama itu.

"Mas Rudi, kemarin cowok Ivonne mulai berani-berani gitu-gitu deh!"

"Gitu-gitu apa?"

"Kemarin, Ivonne dielus-elus, biasanya khan cuman dicium thok!"

"Dielus-elus khan nggak pa pa, itu khan tandanya dia sayang Von,"

"Masalahnya, kemarin Ivonne ngerasain enjoy banget lebih dari biasanya,
biasanya khan cuman biasa-biasa saja!"

"Yang bener, ceritain deh!"

"Gini mas, biasanya Andri khan cuman nyium, itu aja dipipi. Soalnya kalo
dibibir
Ivonne nggak mau. Nah kemarin itu Ö. Eh Ö. Ivonne malu deh!"

"Apa Von, cerita aja khan kita nggak ada rahasia-rahasiaan!"

"Anu mas Rudi kemarin, Andri mengelus-elus dadaku, mungkin karena Ivonne
diam aja eh dia terusin kebawah, sampai karena Ivonne mungkin lagi lupa,
tiba-tiba tahu-tahu Ivonne ngliat dia udah melorotin CD Ivonne dan Ivonne
liat
itu Andri udah tegang banget. Ivonne jadi maluÖ! Terus aku gampar dia!"

"Nggak apa-apa Von, paling-paling dia malu,!"

"Nah masalahnya Ivonne malah merasa nyesel banget, kasihan khan dia!"

"Nggak Von, tenang aja paling paling dianya ngocok nantinya! Eh
ngomong-ngomong gedhe nggak anunya Andri?"

"Ya nggak tahu, cuman masih gedhe ini!" sambil berkata begitu, tanpa kuduga,
Ivonne mencubit Sly dengan gemas. Nah pembaca, usahaku menjinakkan Sly
sia-sia belaka begitu ada cubitan dari seorang perawan manja. Segera saja
Sly
menemukan bentuknya yang sebenarnya, menegang penuh, dan untungnya,
kusyukuri ketidakbiasaanku untuk tidak bercelana dalam, saat itu, sehingga
dia
tersimpan aman didalam kandangnya meskipun tetap saja kelihatan terutama
ujung kepalanya membonggol dibagian kiri selangkanganku karena posisi
terakhir
sebelum bangun adalah rebah kekiri.

Ivonne masih tengkurap dengan kepalanya masih menumpang di pahaku. Nah
tiba-tiba saja aku blingsatan, Ivonne yang biasa-biasa saja tiba-tiba
menjadi
luar biasa. Aku sesekali mencuri pandang ke arah pantatnya yang menjulang
padat karena posisi tengkurapnya. Ivonne terus bercerita, sementara itu aku
hanya menyahut satu-satu karena perhatianku saat itu sudah nggak kesana
lagi.

Aku meletakkan tanganku diatas rambutnya yang lembut sambil menanggapi
ceritanya dengan sepotong-sepotong. Aku membelai rambutnya perlahan
seperti seorang kakak terhadap adiknya. Eh entah karena dia sulung yang
mungkin mendambakan seorang kakak, dia bermanja-manja dan dengan mantap
meletakkan kepalanya tepat diatas Sly. BrengsekÖ tanpa dapat dicegah dia
meringkuk diatas pangkuanku.

"Mas Rudi kok tegang sih!!"

"AhÖ enggakk!!"

"Lha ini apa?" katanya sambil menggerakkan kepalanya diatas batangku. Sesaat
aku merasakan nikmat yang aneh.

"Ini karena ceritamu aja!"

"Yang benerÖ.. pasti karena Ivonne khan!"

"Enggaakkk..!!"

"Coba deh!" sambil berkata begitu dia mencengkeramkan tangannya dibagian
kepalanya yang tampak menonjol dan menggerak-gerakkannya dengan
canggung. Aku menahan nafas sekuatnya tapi tetap aja keluar desahan
perlahan. Ivonne memandangku dan tersenyum nakal sekaligus merangsang. Gila
nih cewek! Tidak itu saja, tiba-tiba dia membuat gerakan mengelus yang meski
canggung, bagiku rasanya enak sekali.

"Mas kapan-kapan aku diajak nonton film blue ya!" katanya sambil terus
mengelus-elus batang kontolku yang semakin mengeras karena masih terkurung
dalam CD. Aku udah mulai nggak kuat lagi, dan perlahan meletakkan tanganku
di
pantatnya yang empuk. Ivonne diam saja, ketika aku meremasnya perlahan.
Bahkan aku mendengarkan lamat-lamat nafas tertahannya.

"Pantat Ivonne OK khan mas?" katanya sambil menggeliat manja diatas Sly yang
tengah mengisi amunisi.

"Hee ehhh!" itu saja yang bisa keluar dari mulutku. Sementara itu aku terus
meremas bongkahan pantatnya, payudaranya menindih pahaku. Eh tiba-tiba dia
terlentang sehingga wajahnya menghadap kearahku. Pandangan tampak lugu
sekaligus merangsang. Aku udah mulai lupa diri sehingga aku mendekatkan
bibirku ke bibirnya dan melumatnya. Dia masih canggung, tapi tidak ada
tanda-tanda menolak. Sehingga aku terus mempermainkan bibirnya dengan
mantap. Sambil melakukan itu aku meremas payudaranya perlahan, sekali lagi
tidak ada tanda-tanda menolak darinya. Aku semakin berani dan mulai
mengelus-elus perutnya dan terus turun kebagian selangkangannya yang
tampak menggunduk dari atas. Perlahan-lahan sekali aku mengeluskan jemariku
diatas bagian klitorisnya, yang akibatnya adalah gerakan menggeliat disertai
suara rintihan perlahan dari Ivonne. Tidak itu saja, tangannya bergerak
memegang batangku, dan kali ini gerakannya bukan lagi mengelus tetapi
mengocok.

Aku mulai menyusupkan jemariku diantara kedua pahanya dan membuat gerakan
berputar perlahan-lahan. Aku mulai merasakan adanya nuansa basah dibagian
itu. Sementara itu kontolku mengocorkan cairan bening yang banyak dan
membuat noktah dicelana pendekku. Aku semakin berani dan mulai
menyusupkan jemariku diantara celana pendeknya. Jemariku menyentuh
bulu-bulu lembut yang mulai panjang, dan sebentar kemudian merasakan
segundukan daging hangat yang terasa agak licin diujung jari tengahku.

Aku membuat gerakan berputar lembut dengan ujung jari tengahku, dan mulai
merasakan gerakan-gerakan tertahan dari tubuh Ivonne. Tangannya udah
nggak mengocok batangku lagi tapi mencengkeram pahaku.

"Hhhh masÖ..!"

"Nikmati aja ya VonnÖ!"

Aku terus memutar-mutarkan jari tengahku beberapa lama, sampai akhirnya
tiba-tiba kedua pahanya menutup dengan cepat dan menjepit jemariku disertai
suara rintihan agak keras dan nafas yang tersengal-sengal. Rupanya dia
merasakan orgasmenya yang pertama denganku. Beberapa lama kemudian dia
mulai tenang dan memandangku dengan pandangan yang lugu dan kali ini
disertai wajah kekanak-kanakannya yang terus terang membuatku tersadar
bahwa dia adalah saudariku.

TibaÖtibaÖ
 
vonne bagian 3
by Rudi SEtiawan


Bukan ketukan dipintu atau suara panggilan yang mengagetkan aku, tetapi
tiba-tiba saja dia bangkit dan duduk menghadapku di atas pangkuanku.
Wajahnya tepat menghadap kearahku dan menempelkan wajahnya tepat diatas
dadaku.

"Mas RudiÖ, Ivonne merasa enjoy banget! Thanks ya." Aku menempelkan
daguku diatas kepalanya dan merasakan lembut rambutnya. Kelihatan aku
tenang banget padahal dalam hati aku berkata:

("EnjoyÖ. enjoyÖ gimanaÖ si Sly masih kenceng banget nih")

Diduduki olehnya tentu saja si Sly yang tadinya emang udah tegang berat,
menjadi bertambah keras aja. Apalagi meski agak berat juga nih anak,
ternyata
pantatnya luar biasa empuk sehingga tidak menggencet kontolku. Hening
beberapa saat, si Ivonne tetap menempelkan wajahnya ke dadaku, mungkin
saja sedang merasakan denyutan-denyutan perlahan dari apa yang sedang
didudukinya saat ini.

"Von, tahu nggak? Kalo apa yang kamu rasain tadi baru sepersekian saja
daripada bila kamu bener-bener melakukan itu?" aku membuka pembicaraan,
sedikit mancing-mancing.

"Yang tadi itu udah enak banget kok mas!"

"Yang benerÖ?"

"He..eh, nggak bayangin deh kalo lebih dari itu!" sambil berkata itu dia
merubah
posisi duduknya yang akibatnya tentu saja gesekan empuk dan hangat di
batang kontolku yang segera saja mengeras kembali. Aku tak bisa berbuat
apa-apa kecuali ya menikmati.

"NgggÖ. Kalo main gitu katanya sakit ya mas kalo pertama kali?"

"Ngg Ö mungkin saja! , Ö. Ya nggak tahu lha Von khan aku bukan cewek!
Cuman kalo cowok sih kayaknya bisa lecet deh kalo nggak tahu caranya!" Gila
anak ini pertanyaan-pertanyaannya sungguh gampang-gampang susah untuk
dijawab. Apalagi kayaknya aku mulai berpikir tentang misiku untuk merasakan
keperawanannya meskipun dia sepupuku sendiri, habisÖ.. siapa tahan? Jadi
jawaban-jawabanku juga harus tidak menakutkannya.

"mas Rudi sama mbak Inggit udah lama ya begituan?"

"Ya Ö he..eh!"

"Enak nggak mas?" lagi-lagi dia merubah posisi duduknya dan meraih tanganku
dan ditempelkannya didadanya. Aku merasakan keempukan itu lagi.

"Eh udah dibilangin, kalo begituan sih bukan enak tapi nikmat!"

"Oh ya ding!"

Tanganku didadanya tidak lagi sekedar menempel, tetapi mulai
kugerak-gerakkan perlahan. Ivonne sesekali menggeliat dan hal itu tambah
membuat kontolku tegang terus. Mungkin ini rekorku untuk tegang, bayangin
dari sekitar jam 11.15 tadi sampai sekarang udah hampir jam satu dini hari,
kepalanya masih membesar maksimal. Membesar maksimal saudara-saudara!

"mas Rudi pernah mbayangin nggak nggituin Ivonne?"

"Ngaco kamu Von, kamu khan sepupuku!"

"Khan cuman sepupu mas, lagian anunya mas Rudi kok awet banget sih
tegangnya!"

"engg nggak tahu ding Von!"

"Kalo Ivonne, percaya nggak mas, tiba-tiba ingin kalo yang pertama kali
nggituin
Ivonne itu mas Rudi!!"

Nah para pembaca, reaksi spontanku yang pertama kali adalah kedutan keras di
kontolku terasa seperti mengalirkan sperma keujung kepalanya. Gila, sensasi
dari keadaan itu sungguh luar biasa, jauh melebihi ketika aku kehilangan
keperjakaanku dengan mbak Endah atau ketika merasakan keperawanan mbak
Inggit untuk pertama kali. Mungkin karena tidak terjadi secara cepat, tetapi
perlahan-lahan, sehingga sepertinya hawa nikmat yang ingin dikeluarkan
tubuhku tidak mengumpul secara cepat tetapi perlahan-lahan, sedikit demi
sedikit sehingga hanya dengan mendengarkan ucapan Ivonne saja, rasanya
sungguh luar biasa. Aku bener-benar udah mantap dengan keputusanku untuk
melakukan hal itu.

"Bener?"

"Ya asal mas Rudi usahain supaya Ivonne nggak merasa sakit untuk yang
pertama kali!"

"OK deh Ö. Tak jamin!" aku asal jawab saja, meskipun terus terang meski udah
sering banget melakukan senggama, tetapi untuk menjawab permintaan Ivonne
itu kayaknya aku belum cukup pengetahuan.

"SekarangÖÖ..?"

"Jangan sekarang deh Von!"

"Ahhh Ö mas Rudi..khan nanggung, lagian kasian ini nih!" sambil berkata
begitu,
Ivonne menggoyangkan pantatnya memilin batang kontolku.

"OK deh!" Akhirnya aku menyerah juga dan lagian setelah semua kejadian
diatas, kalo hanya diselesaikan dengan ngocok pasti khan nggak sip.

Aku mendorong tubuhnya dan membaringkannya dikarpet. Aku perhatikan
tubuhnya yang padat, dadanya tidak terlalu besar, perutnya rata dan bagus
dan bagian pinggulnya ternyata dalam posisi terlentang sungguh merangsang.
Wajahnya memandangku dengan sayu.

Aku merebahkan diri disampingnya dan mulai menciumnya lembut,
perlahan-lahan sekali mulai dari telinganya. Aku tiup perlahan sekali hingga
dia
bisa merasakan udara hangat di cuping telinganya. Kata orang jika seks
dimulai
dari proses di cuping telinga dan berjalan dengan baik, kenikmatannya akan
berlipat ganda. Aku berusaha membuatnya geli hanya dengan tiupan lembut di
telinganya. Ivonne menggerakkan kepalanya perlahan pertanda respon terhadap
apa yang aku lakukan. Aku mulai menciumi pipinya yang lembut belum
berjerawat, sedangkan tanganku kuletakkan diatas perutnya dan
mengelus-elusnya lembut. Aku berusaha menyisakan bagian-bagian sensitifnya
untuk yang terakhir kali setelah semua bagian tubuhnya telah terjamah. Ini
untuk membangkitkan potensi-potensi rangsangan dihampir semua bagian
tubuhnya. Kesalahan pemula adalah selalu berusaha sesegera mungkin
memasukkan penisnya kedalam vagina ceweknya.

Bibirku mulai mendekati bibirnya dan aku menjilatinya lembut, belum sampai
ketahap menciumnya. Sedangkan tanganku mengelus-elus pinggangnya lembut
sambil sesekali secara sporadis menggerakkan tanganku mendekati baik bagian
payudara maupun bagian vaginanya. Hal kulakukan untuk memberi awalan bagi
bagian-bagian sensitifnya, selain itu juga untuk membuat gairahnya lebih
terfokus.

Ivonne memejamkan mata ketika aku mulai melumat bibirnya. Tangannya
dirangkulkan di pundakku. Tanganku satunya mulai mengolah payudaranya,
mula-mula lembut saja nyaris tak terasa, hanya seperti asal lewat saja.
Begitu
seterusnya sampai mulai terasa olehku adanya tonjolan puting yang mengeras
dari balik kaosnya. Kemudian aku biarkan payudaranya dan mulai berpindah ke
selangkangannya melalui perutnya, sementara bibirku terus melumat bibirnya.
Seperti juga di payudaranya, aku menggerakkan tanganku melewati
selangkangannya begitu saja tanpa ada gerakan dibagian itu, hanya sekedar
lewat, keatas dan kebawah secara lembut sampai beberapa saat.

Aku berdiri dan melepas kaos dan celanaku sehingga aku tinggal mengenakan
celana dalamnya saja yang dalam hal ini dibagian kirinya sudah bernoktah
basah
yang melebar sehingga membuat isinya tampak menonjol. Aku lihat Ivonne
memandangiku dengan pandangan yang sudah mulai meredup. Perlahan-lahan
aku berjongkok disampingnya dan mulai melepas kaosnya, begitu juga celana
ketatnya sampai semuanya terlepas dan Ivonne telanjang bulat. Sempat aku
melihat ada noktah basah di celana dalam kremnya.

Ketika tubuhnya sudah telanjang bulat - khas seorang perawan - Ivonne
menutupkan kedua pahanya sehingga hanya tampak segerumbulan rambut
lembut dijepitannya. Tapi tidak dengan kedua payudaranya yang dibiarkannya
terbuka karena kedua tangannya diangkatnya keatas kepalanya. Aku segera
berlutut diantara kedua kakinya dan membukanya perlahan. Sempat terasa ada
sedikit penolakan meskipun akhirnya Ivonne membiarkan aku membentangkan
kedua pahanya ke kiri dan kanan. Vaginanya masih ketat, jembutnya masih
jarang-jarang, bagian daging sebelah kiri dan kanan lubang vaginanya tampak
menggunduk dan masih halus. Meski demikian aku lihat bibir-bibir labianya
tampak sedikit bergelambir dan berwarna merah daging.

Aku mendekatkan wajahku ke bagian itu, dan mencium bau khas yang telah aku
kenal. Dengan satu tangan aku memegang pahanya sedangkan tanganku yang
lain membuka gelambiran yang menutupi klitorisnya yang agak besar juga. Aku
mulai menjilat perlahan tepat di bagian klitorisnya dan membuat gerakan
memutar dengan lidahku secara konstan. Mulai kurasakan gerakan-gerakan
mengejang yang terasa sekali di pahanya, aku terus melakukan itu tanpa
merubah ritme dan hanya dibagian klitorisnya saja dengan gerakan yang sama.
Gerakan mengejangnya mulai terasa kuat, dan ini sekuat tenaga kutahan
dengan tangan dan bahuku. Selain itu mulai kudengarkan desahan tertahan
yang semakin menguat. Aku melakukan itu dengan gerakan yang sama selama
hampir 10 menit, yang untungnya belum membuatnya orgasme meskipun
kurasakan dia udah dekat banget kearah itu.

Aku melepas biakanku pada gelambiran yang menutupi klitorisnya dan mulai
mengelus-elus daging di sekitar bibir-bibir labianya (sekali lagi bukan
bibir-bibir
labianya, tetapi gundukan di kiri dan kanan labianya). Dengan kedua tangan
aku
mencubit dengan cubitan besar di bagian kiri dan kanan labianya dan mulai
menghentak-hentakkan perlahan diantara keduanya sehingga mulai terdengar
bunyi berkecipakan. Hal ini kulakukan untuk memberi rangsangan bagi
otot-otot
lubang vaginanya yang masih ketat. Hal kulakukan beberapa lama sambil
sesekali menggerakkan jemariku yang lain menyentuh bibir-bibir labianya. Aku
mulai merasakan bahwa gerakannya sudah tidak terkoordinasi, tetapi masih
belum terasa adanya kejangan yang kuat, yang artinya bahwa di sudah dekat
banget dengan orgasme. Ini saatnya.

Aku segera berdiri dan melepas celana dalamnya. Sly yang dari tadi terkurung
tampak lega. Di ujungnya keluar cairan bening yang banyak banget, yang
segera kugunakan untuk melumuri kepala batangnya. Aku melumuri tanganku
dengan ludah dan kugunakan untuk membasahi batangnya. Aku segera berlutut
di antara kedua pahanya.

Aku membentangkan kedua pahanya lebar-lebar dan menariknya keatas
sehingga vaginanya menghadap keatas. Aku mengarahkan kepala batangku ke
bagian bibir-bibir labianya dimana terdapat lubang vaginanya. Ketika
kepalaku
telah pas diposisinya aku segera menekannya perlahan sekali. Kemudian kedua
tanganku mencubit kedua gundukan dikiri dan kanan bibir-bibir labianya
seperti
tadi dan membukanya kekiri dan kanan sehingga bagian vaginanya membuka
lebar. Aku mulai menekankan kepala kontolku memasuki lubang vaginanya,
memang masih ketat sekali. Ketika kepalanya mulai masuk setengah, aku
mengeraskan cubitanku pada kedua gundukannya tadi dengan tiba-tiba.
Akibatnya ialah Ivonne mengejangkan otot vaginanya sesaat dan menelan
kepala kontolku yang kutekan terus. Aku merasakan ketatnya jepitan lubang
vaginanya dan mulai bersiap-siap menghadapi momen terpenting bagi Ivonne
yaitu pecahnya selaput daranya. Aku berhenti sejenak selama beberapa saat
dan membiarkan kepala kontolku memberi ganjalan bagi lubangnya.

Aku bersiap siap lagi dan mulai menekan batang kontolku masuk dan seperti
tadi
terasa ada yang menghambat. Aku mengeraskan lagi cubitanku pada kedua
gundukannya sambil terus membukanya kekiri dan kanan. Dan seperti tadi juga
Ivonne mendenyutkan otot vaginanya dan menelan kepala kontolku dan karena
aku menekannya agak kuat maka sekejap saja batang kontolku telah memasuki
lubang vaginanya. Aku merasakan kehangatan yang khas dan tahu nggak,
bahwa Ivonne telah kutembus. Dia hanya mengeluh sejenak.

Aku segera menggerakkan batang kontolku keluar masuk secara perlahan-lahan
dan melepaskan cubitanku pada kedua gundukannya dan meletakkan tanganku
diantara kedua dadanya dan mulai mengayuh. Beberapa lama aku mulai
merasakan jepitan yang tadi terasa sangat kuat mulai berkontraksi dan
mengikuti besarnya kontolku. Ivonne memejamkan mata, bibirnya terbuka dan
sesekali mengeluarkan erangan disertai desahan nafas tertahan.

Beberapa lama, aku mulai merasakan desakan yang kuat dari dalam tubuhku
mengarah kebatang kontolku. Aku berusaha sekuat tenaga menahannnya,
apalagi ketika kurasakan tubuh Ivonne mulai mengejang-ngejang tak karuan.
Aku terus menggenjot dengan kuat dan cepat dan tepat ketika kejangan Ivonne
selesai, aku segera menarik batang kontolku dan menyemprotkan spermaku ke
perutnya yang tampak berkeringat dan bergerak-gerak. Diantara spermaku
tampak noktah-noktah merah yang mungkin merupakan darah perawan Ivonne.
Aku luar biasa puas.

Hanya sekali itu saja aku melakukan dengan Ivonne dan aku selalu menolak
setiap ajakan Ivonne. Bukan apa-apa, aku nggak mau resiko ketahuan.
 
Bimabet
Imelda
------
Temen-temen,
saya baru sebulan ini ngikutin cerita seru, kayaknya
boleh juga buat bagi-bagi pengalaman,
saya mulai dari kisah romantis masa lalu saya dulu
deh. Nama seperti biasa Samaran....

Imelda bagian Pertama.

Hari itu kuliah cuma ada 2 kelas, habis sabtu sih,
gua buru-buru turun ke lantai 3 pakai lift.
Oh iya friend, saat cerita ini di tulis kisahnya
adalah masa mudaku dulu
waktu masih kuliah di kampus top di jakarta barat
sekitar 14 tahun yang lalu.

Nah dilantai tiga itu buru-buru gua cari kelas si
Imelda,
maklum kata temen-temen gua si Imelda naksir gue juga
cing !
ceritanya memang mundur lagi ketika kita-kita baru
masuk kuliah,
kan biasa banget tuh temen-temen asal SMA pada ketemu
di kampus
walau lain jurusan, Nah sambil pura-pura menjenguk
temen lain,
gua biasanya nyantroni jurusan Ekonomi, soalnya
jurusan gua sepi cewe !

Saat itu gua naksir sama cewe agak tinggi, kurus dan
anggun anak ekonomi,
kebetulan ada temen asal SMA yg sekelas, yah sudah
pura-pura main sambil
lirik-lirik deh. Cerita pendeknya kami memang akhirnya
berkenalan.

Hari ini kenapa gua buru-buru turun ke-lantai tiga ?
karena hari ini sabtu dan sudah janjian sama
temen-temen mau jalan
sekalian nganterin pulang tuh cewe-cewe.
padahal rencana sebenarnya biar gue tahu rumah si
Imelda.

Gua ngeceng dulu di depan kelas mereka sebelon
akhirnya bubar juga tuh kelas.
Singkatnya kami sudah ada dijalan mau kerumah si
Imelda. Teman yang lain
sudah dari tadi diantar kerumah masing-masing karena
sudah malam sehabis
berputar-putar di pertokoan, cuci mata dan makan di
fast-food.

Gua jalanin mobil pelan banget, supaya kaga
sampai-sampai gitu.
habis enak sih, sejak berduaan saja, gua setelin musik
romantis terus.
lalu setelah berlagak ter-peleset oper gigi mobil,
tangan gua parkir terus di pahanya.

Yah, terus terang kalo mo dibilang kencan, ini kencan
pertama kami.
" Mel....kok kayaknya saya kaga mau buru-buru sampai
kerumah kamu yah ?"
" kenapa sih....?" tanya Imelda belaga begok juga.
padahal tangannya sudah keluar keringat dingin juga,
engga tahu kenapa
yang jelas si joni saya sudah sejak berpegangan tangan
menjadi siaga terus.
" betah saja begini....." kata gue sambil terus
ngusap-ngusap tangan dan pahanya
sekaligus. Habis dia pakai rok cukup mini.
"Nah kalau gitu, buruan jalanin mobilnya biar cepat
sampai..." kata Imelda
perlahan sambil ngatur nafas karena nafasnya kaga
karuan.

Eh sungguh kami kayaknya kok pada deg-deg-an yah !
padahal yang namanya kencan, kayaknya masing-masing
sudah pernah !

Akhirnya setelah capek jalan pelan-pelan tiba juga
dirumah si Imelda di daerah
Kramat Jaya Baru.
"Yuk masuk dulu..."
ceritanya ramah tamah basa-basi, habis sudah jam 11
malam, dan kami kan
sejak pagi pergi kuliah.

Kesenangan, gua masuk saja, tapi.....
gua bingung, kok dia buka pintu sendiri, kaga ada yg
bukain pintu.
kemana orang-tuanya ?

Oh ternyata bokap dan nyokabnya di rumah sebelah.
mereka punya 2 rumah bersebelahan, anak-anak tinggal
di rumah lain dari orang tua.
Kakaknya belon pada pulang, masih asik pacarannya
kali, kata imelda kemudian.

" Saya mandi dulu yah, biar seger " kata Imleda sambil
jalan kekamarnya yang
terlihat dari ruang duduk tempat gue di suruh
menunggu.
" Eh...bagi minum dong !" protes saya yang kehausan
dari tadi deg-deg-an terus.
" Sabar......" teriaknya dari dalam kamar.
Tak lama dia keluar sdh kendurkan T'shirt-nya dan
ganti celana pendek buat di rumah
sambil menenteng handuk.
lalu dia mengambilkan gue minuman dingin dan....
saat menyajikan di meja itu....wow.....
gile kecil-kecil eh kurus-kurus gitu nih cewe toketnya
gede juga loh !
saat dia membungkuk menaruh gelas kan terlihat tuh
dalam baju kausnya yang
sudah di kendorkan kancing-kancingnya. Terlihat juga
BH nya sudah tidak ada
karena mau mandi di copotnya kali....

Gua kaga tahu kenapa badan gua nyosor waktu dia
membungkuk menaruh gelas,
tahu-tahu gua sudah mencium kening dia saat dia
mendongakkan kepalanya
setelah menaruh gelas. Engga ada kata-kata yang
terucap.
Gua sih deg-deg-an terus dari tadi masuk rumahnya.
tangan gua memegang pundaknya sambil mencium turun
dari kening ke hidung dan...
" tunggu dulu....sabar, saya mandi dulu yah ? " kata
imelda akhirnya sebelum
terlanjur jauh....Dia lari ke kamar mandi di sebrang
kamarnya sambil ketawa.
Engga tahu apa yang lucu deh, kejadiannya begitu.

Gua bingung, tapi setelah melihat badan gua, eh
ketahuan juga penyebab
ketawanya si Imelda,
Celana Jeans gua bagian depannya basah friend !
Maklum saja sejak di mobil si Joni tegang dan kaget
terus jadi keringatan dia
makanya bagian depan celana basah dikit, dan terlihat
menggelembung penuh !

Wah di tinggal mandi....gua duduk diam tapi kaga
betah, si joni jadi sakit.
Gua berdiri lagi timbul pikiran iseng, melihat pintu
kamarnya kayaknya kaga di kunci.

Gua datangi lalu buka dan melongok kedalam.
Kamarnya rapi, ada 2 ranjang, tidur sama kakaknya kali
?!
cuma di pintu lemari pakaiannya tergantung BH dan
celana dalam !
Wow....berarti tadi dia sudah lepas dulu sebelum mandi
? atau celdam siapa ?

Iseng saja gua masuk deh. Gua datangi tuh celdam eh,
waktu gua pegang kok
masih hangat. Wah berarti baru dilepaskan ! BHnya
juga.
Gua ambil dan coba cium.
Huek....wah bau-bau juga yah....dari pagi sih pakainya
kali...
tapi.....kok ada bau aneh yang sukar di lukiskan yang
membikin gua mau mencium lagi,
terutama di tempat untuk melindungi memek pemakainya.
Wow.....campuran bau pesing dikit dan bau tubuh yang
khas....
wah tidak amis sih tapi yah itu binung defenisikannya,
bau tapi enak di cium...
ada lendir dikit di situ, gua jilat dikit juga, wah
rasanya aneh, tapi manis dikit...

Sudah ah takut ketahuan bertingkat aneh gua lihat yang
lain-lain lalu keluar.
Di luar gua membayangkan cewe tinggi (beda 5 cm deh
dari gua yang setinggi 178 cm)
langsing, kece, lagi bugil di kamar mandi entah lagi
ngapain dan sebentar lagi
akan keluar ketemu gua !

Gua pikir sambil ingat-ingat, kayaknya dia mandi cuma
bawa handuk doang,
kaga bawa pakaian gantinya apalagi celana dalam dan
BH...
Makin tegang dan kaget saja si joni-ku.....
Wah padahal ini adalah kencan pertama kami, bagaimana
setelah dia selesai mandi yah?
Sambil duduk dengan tidak tenang saya
ber-andai-andai...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd