Subject: Anom
Gemes deh !
Sejujurnya, cerita ini saya dedikasikan untuk
seseorang di Jakarta, seseorang yang lama saya
rindukan, Tira.
Saya Anom, tinggal di kota B sejak 25 tahun yang
lalu.. eh potong setahun waktu saya ikut program
pertukaran pelajar. Tapi, berikut ini bukan cerita
tentang pengalaman sex saya ketika ikut pertukaran
pelajar itu lho ! Itu ada ceritanya juga (my first
sexual experience though.. !), tapi nanti aja duluÖ
Sekarang simak aja yang satu ini dulu,
Keterangan : tulisan yang ditulis dengan tulisan
miring merupakan cerita flashback.
November 1998
Bandung lagi sering-seringnya hujan, becek
dimana-mana. I hate it ! Cuaca ini membuat hampir
setiap aku selesai kuliah harus bengong dulu di
kampus, nunggu hujan reda, abis naik motor sih !
Hingga sore hari sekitar jam 16.00 hujan mulai reda.
Pada saat aku sedang kesulitan menyalakan motor,
(platina basah, maklum.. motor keluaran 1961), ada
seorang cewek yang kukenal -tapi bukan di kampus ini-
sedang berjalan di selasar depan lapangan parkir
dengan wajah kusut masam. Betul itu si Tira !
Kupanggil dia, dan ia menoleh. Ia menyapaku sekedarnya
dan berhenti berjalan. Sambil berlari kecil kuhampiri
tuh cewek, "Halo ! Apa kabar loe ? Ngapain di sini ?
Nyari data ?", tanyaku seperti berondongan senapan
M-16. Dengan senyum sedikit ia menjawab, " Ya gitu deh
! Gue musti nyari data di Fakultas Arsitektur buat
skripsi gue nih !" sambil tetap mengenakan wajah
kusutnya. "Lho ? Kan loe anak psikologi ? kok nyari
data di arsitek?", tanyaku cepat karena memang sudah
sekian lama nggak ketemu nih anak dan secara tak sadar
ingatanku melayang..
Agustus 1998,
Di sebuah Sanggar Tari Bali di kotaku, ketika itu aku
sedang menjemput sahabatku Jeannie (cewek blasteran
Cina-Amerika) pulang latihan tari Bali. Telah
berkali-kali aku menjemput Jeannie namun aku nggak
pernah melayangkan perhatian pada cewek-cewek yang
latihan di situ, abis cowok sendiri, males..
Nah, pada saat itulah aku dikenalkan oleh Jeannie
kepada temannya, Tira. Cukup cantik, rambut sebahu,
dengan tinggi sekitar 160cm, tubuhnya sangat
proporsional, aku menebak vital measurementnya sekitar
hmmÖ 34-27-34. Kulitnya putih berkeringat dengan pipi
kemerahan segar, memakai kaos putih ketat dengan
sarung Bali terikat santai di pinggangnya. Orangnya
cuek abiss ! Cenderung sombong sihÖ but I liked her !
Pertemuan kita hanya segitu karena saya harus
mengantar Jannie pulang dan aku pun harus bikin tugas
buat besok. Sejak perkenalan kami, seringkali aku
jemput sahabatku lebih awal dan seringkali aku masuk
ke dalam sanggar untuk menonton mereka latihan. Ketika
itu aku hampir selalu memperhatikan Tira yang menari
dengan lekuk tubuhnya yang sangat lentur. Terpesona
dengan keahliannya ia menari, sampai tak sadar Jeannie
mengagetkanku,
"Dor ! Hahaha ! Loe jelek banget deh kalo lagi
ngeceng, Nom !" ,ejeknya. Aku hanya kaget sebentar
lalu kembali kepada posisi semula.. ngeceng dengan
jeleknya !
"Ooo.. si Tira ya ?" tanyanya mengetahui bahwa aku
sedang ngeceng si Tira.
Aku menoleh pada Jeannie lalu aku bilang aja langsung,
" Iya nih ! Imut bener sih tuh anak? Gimana Jean kalo
gue pacaran ama dia ?"
"Emang bisa loe ngedapetin die ?" tanya Jeannie sambil
mencibir.
"Belon tau Anom loe Jean !", sahutku dengan pe-denya.
"Tuh anak susah banget Nom ! Udah punya cowok lagi !",
katanya.
"YaaaahÖ"sahutku dengan nada kecewa, namun langsung
kulanjutkan, "Berarti semakin tertantang dong !huahaha
!"
"Apaan yang bikin loe semakin tertantang ?" tanyanya
lagi. Aku masih belum sadar bahwa itu bukan suara
Jeannie.
" Ya semakin tertantang buat ngedapetin si Tira doong
!" sahutku yakin namun keyakinanku itu hanya sedetik
karena kulihat Jeannie sedang memelototiku dengan
wajah menahan tertawa. Dan ketika itulah aku sadar
bahwa Tira sudah berada di belakangku dan Jeannie. Aku
menoleh dan kulihat wajah manis itu tersenyum ke
arahku.. huwalaaaaaaahhhh !
Dan sejak itulah aku mulai dekat dengan Tira, meski
hanya sebatas teman. Untung cowoknya di Jakarta jadi
tidak pernah ketahuan (gosipnya cowoknya cemburuan !).
Selang dua minggu kemudian Jeannie punya cowok, tapi
aku masih sering ke sanggar tari itu, namun kali ini
bukan untuk ngejemput Jeannie tapi ngejemput Tira !
Namun sejak awal September, aku kehilangan kontak
dengannya karena ia pergi berlibur dengan cowoknya ke
Australia. Sejak itu aku nggak pernah bertemu dia lagi
hingga saat redanya gerimis ini.
"ÖGue nyari data tentang efek ruangan terhadap
perilaku manusia.." katanya.
"Hah ? Apaan ?", jawabku tersadar dari lamunanku.
"Huahahaha !", mendadak aku dikejutkan oleh tawanya
yang renyah dan khas dari bibir seorang Tira.
"Masih sama aja blo'on-nya loe tuh ya ! Hahaha !",
sambungnya.
Sambil menggaruk-garuk ranbut gondrongku yang tidak
gatal aku tersenyum salah tingkah. Hari itu akhirnya
aku berhasil menyalakan motorku dan mengantarkan dia
ke tempat les bahasa Perancis. Karena sudah terlambat,
aku belum sempat menanyakan kost dimana dia sekarang,
jadi hilanglah lagi kontakku dengannya.
Sampai pada suatu hari aku menyempatkan diri untuk
mengunjungi bekas guru Aikido ku ketika ia sedang
mengajar di salah satu gelanggang olah raga di
kotaku.Ketika aku memasuki ruang besar itu, kulihat
sekitar 30 orang sedang berlatih berpasang-pasangan
dan saling membanting. Takeshi Kawamura sedang
memberikan aba-aba, dan melatih. Aku berdiri di
pinggir ruangan sambil melepas jaket kulitku dan
menggantungkannya di salah satu tiang volley.
Kuperhatikan mantan guruku itu tidak berubah juga
penampilannya, seorang Jepang gendut umur 30-an yang
berimigrasi ke Indonesia hanya untuk mengajarkan
Aikido, wah idealis sekali kedengarannya, tapi ya
begitu tampaknya. Ia tidak memperhatikan kedatanganku
sampai ketika ia berbalik badan menghadapku, ia
melihatku dan serta merta membungkuk memberikan
hormatnya kepadaku. Akupun memberi hormatku kepadanya,
tindakan mendadaknya itu membuatku malu karena pasti
aku disangka murid-muridnya lebih tinggi tingkatannya
dari gurunya itu. Lalu ia memberikan aba-aba untuk
beristirahat, dan dengan tersenyum ia mendekatiku,
"Apa kabar Anom?"
"Baik-baik saja sensei.." jawabku dengan hormat.
"Bagaimana dengan krub beradiri di kampusmu itu ?
Masih jaran ?", tanyanya tetap dengan suara dan aksen
jepangnya yang lantang, membuatku malu dihadapan
sekian banyak orang yang langsung melihatiku mendengar
pertanyaan eks-guruku itu.
"Baik sekali sensei ! Bahkan kami sudah bertambah
banyak anggotanya.", jawabku ramah.
"Bagus.. bagus ! Tapi semestinya kamu tidak berhenti
ratihan Aikido, Anom !" tanggapnya.
"Ya, tapi sensei tahu sendiri bahwa aku merasa tidak
cocok dengan Aikido.." jawabku.
Ketika aku selesai menjawab itulah, guruku itu
tersenyum aneh kepadaku, aku bertanya-tanya dalam
hati, "Ada apa nih ? Kok senyam senyum gak jelas gitu
sih dia ?", sekitar 10 detik ia masih tetap tersenyum,
dan Ö.ngekk ! Sebuah cekikan keras di leher dari
belakang dan tanganku terkunci kebelakang badan
membuatku sulit bernafas dan tak dapat bergerak.
Secara refleks aku melakukan satu sikap beladiri yang
sangat cepat dengan melakukan irimi (langkah dasar
dalam ilmu beladiri Aikido), lalu mengatasi kuncian
dan cekikan itu, kukunci balik orang yang mencekikku
dari belakang, ketika aku meraih tubuhnya dibelakangku
aku merasakan bahwa yang menyerangku ini adalah
seorang perempuan, namun ia sudah terlanjur melayang
setinggi satu setengah meter di udara ! Secepat kilat
kuraih kembali tubuhnya dan kuarahkan arah jatuhnya
kesamping dan kutahan punggungnya dengan tangan kiriku
sementara tangan kananku sedang mengunci lengannya.
Dengan posisi kedua tanganku yang tidak menguntungkan
ini kubiarkan kami jatuh berguling-guling ke samping
di atas tatami (tikar Jepang), hingga pada akhirnya
posisiku berada diatas memegang kedua pergelangan
tangannya. Serta merta aku kaget setengah mati bahwa
yang menyerangku adalahÖ Tira !
"Gila kamu, Ra !" sahutku kaget ..
Posisi tubuhku yang rebah menelungkup tubuhnya ini
membuat jarak antara wajahku dengan wajah Tira
hanyalah tinggal 3 cm lagi ! Yang lebih membuat aku
berdebar-debar adalah bahwa tubuh kita saling
bertindihan. Lalu ia tersenyum manis sekali dengan
mata sayu, wajahnya sangat khas dengan pipinya yang
kemerahan. Melihat senyumnya itu aku terkesima dan tak
dapat bergerak, cantik sekali ! Tak sadar, `adikku'
mulai berdiri dan mendesak di dalam celana jinsku.
Tampaknya Tira menyadari hal itu, dan bukannya segera
melepaskan dirinya dari dekapanku, ia malah semakin
mendesakkan pinggulnya ke tubuhku, sehingga
selangkanganku pun semakin tertekan dengan
selangkangannya, untung gerakan ini tidak terlihat
orang lain. Tira menggunakan celana silat dengan bahan
kanvas tipis (bahan twill) yang secara langsung
membuatku dapat merasakan tonjolan bukit venusnya dan
belahan lunak dibalik celananya itu. Merasa sudah
terlalu lama dalam posisi itu aku langsung berguling
ke samping, berdiri dan mengulurkan tangan untuk
membantunya berdiri. Setelah berdiri, aku masih
bengong menyadari apa yang telah kami lakukan tadi,
ketika kulihat lagi, ia sudah berlalu sambil tersenyum
dan memberikan tanda padaku untuk menunggunya sampai
selesai latihan.
Masih dalam keadaan bengong tak kusadari ada yang
bergerak-gerak disampingku, kulihat mantan guru
Aikidoku sedang terkekeh-kekeh sendiri melihat
kejadian tadi, dan ternyata semua orang sedang
tersenyum sambil memperhatikanku. Waduh malunya !!!
19.15 BBWI
Malam itu aku menunggunya sampai selesai latihan, lalu
kami bertemu kembali di luar gedung, berjalan menuju
lapangan parkir, diam seribu bahasa, namun ia tetap
tersenyum manis.
"Ra, kok gue gak pernah tau loe belajar Aikido sih ?",
celetukku memecahkan suasana, ia hanya tersenyum
sambil menunduk. Sesampainya di samping motorku, aku
bingung bahwa aku hanya membawa satu helm.
"Waduh, Ra ! Gue cuma bawa satu helm nih ! gimana dong
?" tanyaku menyadari bahwa helmku hanya satu.
"Biarin aja ! Udah malem ini, gak akan ada polisi !
Lagian gue boleh dong nyobain `helm' loe? Yang
satu-satunya itu kan ?", tanyanya dengan menekankan
kata 'helm' lebih jelas.
"Hah ?", baru saja aku masih kaget dengan peristiwa
barusan, kini dikagetkan lagi dengan pertanyaannya
yang `geblek' itu. Dengan tololnya kujawab,
"boleh..nih gue pasangin..", sambil mengenakan helmku
itu dikepalanya. Ia tertawa kecil dan membiarkan aku
memasangkan tali pengikat helmku di lehernya yang
putih mulus itu.Sembari kuikatkan tali helmku itu, aku
sadar betul bahwa ia tetap memandangiku dengan
tersenyum nakal.
"HihihiÖ lucu banget sih loe !", katanya. Aku nggak
ambil pusing dengan pertanyaannya dan langsung
menyalakan motorku, lalu kita boncengan pulang. Di
jalan ia bertanya lagi dengan sablengnya,"Cuma segini
kecepatan motor loe ?".
Masih dengan perasaan yang tak karuan dan mulai kesal
dengan dipermainkannya diriku, aku langsung tancap
gas. Motor tuaku itu memang mengerti perasaanku, ia
melesat cepat bagaikan angin di sepanjang jalan
protokol di kotaku itu.
"Wuih ! Kenceng banget !", sahutnya agak ketakutan
kini, rasain ! kataku dalam hatiÖ baru tahu rasa kamu
!
"Makanya ! Pegangan dong ! Kalo nggak nanti
ketinggalan lho ! Hahahaha !", ledekku puas karena
akhirnya bisa membalas jahilnya itu. Tanpa disangka,
ia memeluk pinggangku dengan tangan kirinya, sementara
tangan kanannya memeluk lengan bawah ke arah bahuku
dan meletakkan dagunya di pundakku, posisi sedekat itu
membuat dadanya mendesak punggungku.. empuk sekali !
"Gila ! Masih sempat di jahil di saat seperti ini ?",
pikirku dalam hati.
"Hey ! Tangan kanan loe jangan meluk tangan gue dong !
gue kagok nih nyetirnya ! Rada kebawah dong !"
teriakku di tengah deru mesin dan angin.
"Oke, sayaaaaang !", sahutnya menggodaku (lagi..!),
danÖ ia meletakkan tangannya tepat di selangkanganku
!!!
Huwalaah ! Gila kupukir nih cewek ! Aku hanya
terbengong-bengong dan tetap memperhatikan jalan di
hadapanku.
"Lho ? Kok tegang ?", katanya.
Ternyata ia memperhatikan mimik wajahku dari kaca
spionku. Sialaaaan !! Lalu aku cepat menguasai diri,
dan hanya tersenyum sedikit ke arah wajahnya di spion
tempat ia memperhatikanku.
"Gimana nggak tegang ! Jarang ada cewek yang gue
bonceng, pegangan ke situ !" jawabku enteng sudah bisa
menguasai keadaan hatiku yang nggak karuan ini.
"Tapi sekarang sih udah gak tegang lagi kokÖbiasa aja
tuh !", lanjutku.
"Kenapa dong masih keras ?hi.. hi..hi..!", katanya
sambil agak meremas genggamannya di selangkanganku. Ya
ampun ! Jadi maksud kata `tegang' itu maksudnya adalah
batangku ? Ampun nih cewek maksudnya apa sih ? Aku
merasa dilecehkan sekali, wajahku mulai cemberut dan
mangkel rasanya. Tampaknya ia menyadari hal itu, namun
ia tidak mengendurkan genggaman tangannya di
selangkanganku !
Kami tidak berbicara apa-apa lagi kecuali mendengar
petunjuk-petunjuk arah jalan menuju tempat kostnya.
Sesampainya di tempat kostnya, is melepaskan helmku,
dan turun dari motor. Ia menyerahkan helmku itu
kepadaku sambil berkata, " I had a great.. even
short.. time with you ! Nice bike you've got there !"
"You just realized huh ? What this cute thing can do
?", sahutku cuek-cuekan sambil menepuk-nepuk tangki
motorku. Ia tersenyum sedikit lalu ia membuang
pandangannya ke samping, sambil terus berdiri
disampingku tanpa melakukan atau berkata apa-apa.
"What the hell does this chick want from me ? A kiss
?", tanyaku dalam hati. Masih saling berdiam beribu
bahasa, ia mengajakku untuk masuk dulu ke dalam untuk
secangkir kopi atau the. Kuterima saja tawarannya,
sambil menghangatkan tubuh di malam dingin ini.
Anyway, it's a long way home dari tempat kost dia ke
rumahku.
Aku duduk di sudut tempat tidurnya, kamarnya tertata
rapi sekali, dihiasi dengan berbagai macam jenis
poster artistik, tampaknya ia sangat menyukai
kesenian. Ia pergi ke dapur untuk membuatkanku kopi.
Kuperhatikan terus kamarnya, meja belajar, dengan
sederet jadwal kegiatannya selama seminggu, kayak
aktivis aja deh! Penuuuh banget dengan kegiatan
kursus, les, kuliah, jadwal fitness dan lain-lain. TV,
Playstationô, VCR, CD Player dan sound system. Hingga
mataku tertumbuk pada salah satu benda di atas
speakerÖ sekotak kondom DUREXÆ ! Buat apa ada kondom
di sini ? Jangan-janganÖ?
Aku tak berani menggeratak barang-barang lainnya,
cukup kaget aku untuk mengoprek-oprek lagi.
Kulanjutkan penelitianku tadi dan di kepala tempat
tidurnya kulihat deretan foto-fotonya, dengan
keluarga, dengan pacarnya (hmm.. ganteng juga
cowoknya, gede lagi badannya !), dan di deretan paling
kanan kulihat benda yang sangat familiar bila kubuka
site-site pono di internetÖ sebuah vibrator ! Pertama
kali aku melihat benda itu secara nyata semenjak
terakhir aku pulang dari Amerika tahun 1994 ! Warnanya
putih gading dengan gerigi sedikit pada bagian tengah
batangnya. Baru saja aku memberanikan diri untuk
beranjak untuk mengambil benda itu, Tira kembali
sambil membawakan dua cangkir kopi panas. Kuurungkan
niatku untuk melihat benda itu..
"Sorry, lama. Abis kompornya susah nyala tuh !",
sahutnya gembira, sambil meletakkan cangkir-cangkir
kopi itu di meja belajarnya, lalu menutup pintu kamar
serta menguncinya. Pura-pura tidak melihat apa-apa,
aku pun menyahut, "Waah ! Sorry nih udah
ngerepotin..".
"Nggak kok ! Nggak repot.. eh gimana kuliah loe ?",
tanyanya.
"Baik-baik aja. Mungkin semester depan aku mulai
nyusun skripsi nih !", jawabku basa-basi.
"Ooh.. baguslah ! Gue sih lagi nyusun sekarang ini !"
,katanya lagi.
"Wah ! Canggih juga ya loe ? Nyusun sambil kursus ini
itu ! Emang sempet ?", tanyaku tercengang.
"Sempet dong ! Atur waktu aja !", sahutnya yakin, "Eh,
Nom ! Gue mandi dulu ya ? Lengket nih keringetan !",
katanya lagi sambil mnggosok-gosok tangannya.
"Lho ? Kan yang lengket-lengket itu enak lho !",
sahutku ngawur.
"Dasar !", umpatnya sambil memukul lenganku agak
keras, lalu berlalu ke kamar mandi. Namun sampai
akhirnya terdengar suara siraman air, pintu kamar
mandi di kamarnya belum juga ditutup. "Woy ! Kapan
mandinya ? kok cuci kaki melulu ?", tanyaku tidak
sabar menunggunya terlalu lama, kusangka ia tengah
mencuci kakinya dulu sebelum mandi.
"Ini juga lagi mandi, blo'on !", jawabnya membuatku
tertawa tidak percaya. Sambil beranjak berdiri, aku
nyahut, "Kalo gitu aku ikutan nyuÖ.", tak kulanjutkan
kata-kataku, dan bengong memandangnya.
"Nyu.. apaan ? Nyuci ? Nyuri ?", jawabnya santai.
"Aa..aa..eeh..", tanpa dapat berkata-kata aku bengong
melihatnya dari atas sampai bawah, ternyata benarÖ ia
sedang mandi ! Tubuhnya terbungkus oleh busa sabun,
rambutnya diikat ke atas, dan dari lekuk dan postur
tubuhnya, ia memang `a masterpiece' !!!
"Aa.. uu..aa..", masih belon bisa berkata-kata aku
bengong terus dan tercengang menyaksikan pemandangan
indah di hadapanku. Sambil terus menyabuni tubuhnya,
ia menggosok bagian bawah lengannya, tampaknya ia
menyadari ketercenganganku itu, ia berhenti bergerak,
tangannya diturunkan ke samping tubuhnya, lalu naik
sambil merayapi kulit putih mulusnya, naik terus
hingga ia memegang buah dadanya yang membulat
(meskipun sudah agak turun sih..), dan mulai memainkan
jari-jarinya pada putting susunya. Aku masih saja
terpaku hingga akhirnya pandanganku bertabrakan dengan
matanya. Ia tengah tersenyum dengan mata sayu sama
persis dengan kejadian di tempat latihan Aikido tadi.
Aku terpesona oleh kejelitaannya, terpesona oleh aura
indah yang dipancarkannya, terpesona oleh pendar
birahi yang dinyalakannyaÖ
Tiba-tiba ia bergerak cepat sekali ke arahku dan
segera saja aku tersadar dari buaian melenakan itu,
namun tanpa sempat berbuat apa-apa, mulutnya sudah
menyumpal mulutku, dan memainkan lidahnya didalam
mulutku. Secara naluri, akupun membalasnya dengan
bernafsu. Kugigit-gigit bibir bawahnya, kubelai-belai
rambutnya yang setengah basah tersiram air sedikit
rupanya, dan ia pun merspon hal yang sama. Kulanjutkan
ciumanku pada bibirnya, kumainkan bibirku secara cepat
lalu melambat lalu cepat lagi, begitu terus, dan
ciumanku mulai merembet ge dagunya, lalu ke lehernya
(untung belum disabuni !), lalu ke telinganya,
kujullurkan lidahku kedalam telinganya, dan kugelitik
mesra sambil tetap kubelai rambut dan wajahnya. Sambil
kugigiti cuping telinganya, ia menggigit pundakku agak
keras, matanya terpejam menikmati perlakuanku padanya.
Hingga pada suatu saat, kupandangi wajahnya, mata kami
pun beradu. Tanganku mulai turun membelai leher,
pundak, lengan, dan pinggangnya. Lalu kubuka kanjing
dan retsleting jinsku, ia membantunya dengan tetap
mata kami saling berpandangan. Nafas kami sudah sangat
memburu dan sulit diatur. Diturunkannya jinsku, lalu
kurasakan jemarinya menyusup ke dalam celana dalamku,
ia menemukannya ! Digenggamnya batang kejantananku,
lalu ia mulai meremasnya perlahan, lalu makin keras !
Lalu ia mulai menggosoknya naik turun, karena
tangannya masih bersabun, maka gerakannya makin lancar
dan licin. Aku menikmati permainan tersebut tanpa
melepas pandangan dari matanya.
Tangan kananku pun mulai naik membelai tubuhnya,
melewati dadanya dan berhenti pada buah dadanya,
kumainkan sedikit dengan jemariku sementara tangan
kiriku kuturunkan ke pantatnya dan meremasnya
perlahan. Dengan tetap berpandangan, kudengar nafasnya
sudah mulai memburu dan terengah-engah. Tangannya yang
begitu nakal memainkan penisku itu membuatku bergetar
nikmat. Pada saat itulah jari-jari tangan kananku
mulai memutar-mutar putting susunya secara perlahan.
Ia mendesah tanpa berkedip, aku pun begitu. Kuturunkan
tangan kiriku tadi dari pantatnya dan mulai menjalari
tubuh bagian depannya, kusentuh kulit bagian bawah
pusarnya dan ia bergerak sedikit kegelian. Tangan
kirinya yang masih menganggur itu ia turunkan untuk
memegang tangan kiriku dan menuntunnya ke bawah ke
arah selangkangannya. Kutangkap pesannya, kuturunkan
perlahan menyusuri bulu-bulu halus yang diselubungi
busa sabun itu dan akhirnya kurasakan sesuatu yang
sangat lembut, hangat dan basah, aku tak perduli
apakah basah karena busa sabun atau cairan
kewanitaannya ! Mulailah kumainkan jari tengahnku
langsung menggosok-gosok dan menekan klitorisnya yang
sudah mengeras. Ia bergetar keras dan mulai mengocok
penisku cepat. Aku pun melakukan hal yang sama,
kupercepat gerakan jariku sambil terus
berpandang-pandangan. Tangan kananku meremas buah
dadanya yang indah sembari sesekali memijit-mijit
putingnya bergantian kanan dan kiri.
Nafas kami sudah sangat cepat sekarang, ia mulai merem
melek, akupun begitu. Pinggul kami bergoyang cepat
mengikuti irama gerakan tangan masing-masing. Hingga
suatu saat kurasakan desakan yang sudah tak asing lagi
di daerah selangkanganku. Darahku berdesir cepat, dan
ia pun begitu. Matanya mulai melotot dan pinggulnya
bergerak semakin liar (teman-teman menyebutnya UWH :
Unpredictable Wiggling Hips !), lalu ia berbisik di
telingaku, "Nom, kayaknya aku mau sampai ..Nom..
tolong Nom.. dikit lagi Nom..hiiihh !".
"Aku juga Ra, ohh.. aku juga !", erangku menahan
nikmat. Hingga pada suatu saat ia mendadak mencium
bibirku dalam sekali, tiba-tiba terdengar ketukan di
pintu kamarnya dan,
"NENG TIRAAA !! ADA TELEPON !! DARI MAS ARIII !
",panggilan itu terdengar seperti suara bom tepat
disamping telingaku !
Kami pun saling melotot, dan menghentikan aktivitas
kami itu. Kami saling berpandang-pandangan, dan
sekali-lagi,
"NEEENG ! ADA TELEPOOON !", sahut pembantu kostnya
itu.
"I..hh..IYA SEBENTAAARRHH..hh..!", sahut Tira menjawab
dengan masih terengah-engah.
"EMMH.. BI..BILANG SURUHH.. TU.. TUNGGUU..hh !",
sahutnya lagi. Kami secara perlahan melepaskan tangan
kami dari tubuh masing-masing. Ia berpaling dan
menyuruhku untuk keluar kamar mandinya, aku menurut.
Entah perasaan apa yang kurasakan saat itu. Yang aku
tahu ia bergegas memakai kimononya keluar kamar mandi,
melwatiku tanpa menengok atau bahkan melirik ke
arahku. Aku duduk terhenyak di samping tempat tidurnya
dan menunggunya kembali. Mataku bengong menatap karpet
di hadapanku. Samapi beberapa saat kemudian ia kembali
menutup pintu dan menguncinya lalu menyandarkan
punggungnya di daun pintu. Matanya menatap
langit-langit kamar. Nafasnya sudah teratur kini.
Kami diam seribu bahasa.
Lalu aku berdiri, mengambil jaketku, mamakainya dan
bergegas menujunya yang tengah bersandar di pintu.
"I'd better go.. I guess..", kataku pelan sekali. Ia
tak menjawab, tapi hanya mengangguk kecil lalu sambil
menundukkan kepalanya ia bukakan pintu untukku.
"Thanks ! You're a great coffee maker !", candaku
kecil. Ia hanya tersenyum sambil menunduk.
Lalu kudekati wajahnya, dan kukecup bibir tipisnya
perlahan sekali.
Ia diam saja, pasif..
"I think I've got stuck on you now, Ra !", kataku lagi
sambil berlalu. Tak ada kata-kata dari bibirnya, ia
tetap menunduk dan menutup pintu kamarnya.
Kunyalakan motorku, dan tiba-tiba saja jalan raya
sudah di hadapanku..
Kupacu motorku sekencang-kencangnya kembali ke
rumahku..
Malam ini dingin sekali rasanya ..