Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA SALAH SASARAN - Ipar-Iparku yang Ahhh... Sudahlah (NO SARA!)

CHAPTER 37



Malam ini….

Mungkin sekitar jam 10 an malam. Masih dengan kondisi yang sulit buat pejamkan mata, aku bangkit dari ranjang meninggalkan Azita yang sudah tertidur nyenyak bersama putriku di ranjang.

Sebelumnya tadi, setelah aku mendaratkan kecupan ringan di keningnya, Azita pun lalu pamit untuk tidur duluan dan memohon maaf belum bisa memberikanku pelayanan sebagai seorang istri yang selama ini sering ia berikan padaku. Bahkan ia juga menolak untuk membantu dengan tangan memuntahkan lendir si kodir, karena ia lagi gak berselera. Katanya bawaan bayi.

Yah sudahlah, aku juga tak mungkin memaksakan diri.

Dengan menahan syahwat yang malam ini kembali menguasai, aku pun memutuskan keluar kamar untuk sekedar ngabisin rokok beberapa batang hingga kantuk menyerang. Karena sekarang aku masih belum ngantuk. Kalo aku memaksakan gulang-guling di kamar, pasti malah hasilnya aku semakin sulit terpejam.

Dan kini….

Aku telah berada di teras rumah. Beberapa bapak-bapak tetangga rumah menyapaku saat lewat di depan rumah. Termasuk juga baru saja terjadi, seorang satpam perumahan baru saja menyapa karena sedang berkeliling buat berpatroli di perumahan ini. Yah! Karena memang perumahaan tempatku tinggal bisa di sebut kawasan elit. Wong harganya juga gak murah kalo mau membeli ataupun menyewanya. Sama sepertiku sekarang, untung saja perusahaanlah yang menyewakanku rumah ini, kalo aku sendiri yang harus mengeluarkan duit, aku malah lebih memilih tinggal di perumahaan yang biasa.

Ku ambil ponselku, rencananya untuk menemaniku ngudud ria di teras rumah.

Namun, tiba-tiba malah jadinya aku membuka room percakapanku dengan Nira yang kini telah kosong, alias telah ku clear chatkan sebelum aku pulang rumah tadi. Yah! Mengantisipasi jauh lebih baik menurutku.

Ah, Nira.

Entah sedang apa dia sekarang. Mungkin dia sudah tidur karena kelelahan di siksa perasaannya sendiri.

Ah, kembali terbayang kejadian demi kejadian antara aku dan dia waktu berada di Bandung. Uhh! Suara desahannya yang samar, serta bagaimana bentuk kenyal dan padat dadanya kala aku menyentuhnya di kamarku kala itu, serta bagaimana manjanya ia, mengeluarkan sisi lainnya di hadapanku. Serta, lembutnya kepribadiannya - itulah yang membuat tiba-tiba senjataku menegang lagi.

Di saat aku masih terlena dengan bayangan kejadian demi kejadian bersamanya, serta mataku yang menatap kosong ini pada layar ponsel, tiba-tiba tersadar saat ponselku bergetar di tanganku yang masih memegangnya.

Drrrrtt!

Betapa terkejutnya aku saat menyadari WA tersebut datang dari sosok akhwat yang saat ini masih memenuhi setiap isi kepalaku.

WA dari Nira? What a supprise, bro?

“Assalamu alaikum” begitu pesannya yang ia kirim di awal.

Aku senyum, kemudian mengetik balasan dengan salam balasan padanya. “Wa’alaikumsalam”

“Langsung dijawab nih” di akhiri dengan emoticon senyum.

Aku mengernyit, sepertinya dari percakapan keduanya ini, aku menebak ia sedang baik-baik saja. Jadi, pantas bagiku untuk mengajaknya bercanda. “Kan kebetulan lagi megang hape, Nir”

“Kok belum tidur, Ar?” begitu pesannya kembali.

“Belum ngantuk, Nir”

“Udah makan?” lah? Aku malah semakin mengernyitkan keningku atas jawaban darinya ini. Aneh aja, ia malah menanyakan aku sudah makan atau belum. Ya sudahlah, kan ku ikuti kemana arah percakapan kita berdua malam ini.

“Hehe Klise banget pertanyaan kamu, Nir. Rasa-rasanya saya lagi di tanya ama kekasih. Kayak lagi pacaran aja. Hehehe”

“Ih apaan sih kamu Ar”

Aku mengirimnya emoticon senyum. Lalu ku lanjutkan dengan bertanya padanya. “Kalo kamu kenapa belum tidur?”

“Tadi udah tidur sih Ar, cuma…. kebangun gara-gara mimpi”

“Mimpi apa Nir, kalo boleh tau?” aku memancing.

“Hmm mimpi anu Ar”

Wah! Kalo aku tebak, sepertinya dia habis bermimpi sedang berasyik masyuk dengan suaminya, yang tentu saja, jika di dunia nyata mustahil ia dapatkan.

Tapi aku tetap mengejar, “Anu? Anu itu apa? Perjelas atuh kak Niraku sayang”

“Hush…. fitnah Ar. Jangan kayak gitu manggilnya”

“Loh, kan emang sebagai adik, harus menyayangi kakaknya bukan?”

“Ihh kamu ini”

“Maaf bercanda” balasku kemudian. Tapi, aku lantas kembali mengingatkan padanya mengenai ‘Anu’ tadi. Meski aku juga sudah tahu artinya. Haha! “Trus, pertanyaan saya belum kamu jawab, anu itu apa ya? Kok saya gagal paham yah?”

“Ahhh kamu ini. Bohong banget kalo gak tahu deh” balasnya.

“Seriusan gak tahu, Nir. Kalo saya tahu pasti gak bakal saya tanyakan, bukan?”

“Hmm…. bohong ah”

Wah, dia mulai mencair.

“Oke… mungkin saya bisa menebak, tapi benar tidaknya kan saya tidak tahu. Nah, yang saya tebak, anu itu maksudnya kamu lagi di setubuhi yah?”

“Ihhhhhhh Ar, kok malah di jelasin pake kata-kata sih. Kamu ini”

“Loh, kan saya hanya ingin tahu saja, apa benar yang ku pikirkan artinya atau malah salah. Kan sekali lagi, saya hanya ingin tahu kebenarannya”

“Iyaaaaa…” si betina mulai kesal sodara-sodara. Haha!

Baiklah, aku harus terus maju menyerang kalo sudah seperti ini.

“Widihhh…. jadi pengenn…. hehehehe…..”

“Tuh ada Azita, udah aja. Suruh dia aja sana”

“Sayangnya istri lagi gak bisa di setubuhi sekarang, karena lagi hamil dan lagi masa-masa rentan buat di setubuhi, Nir”

“Kaciannn, jadinya kamunya tersiksa ya?”

“Hmmm kalo mau jujur sih, gak juga. Kan ada kamu”

“Haaaa? Kok aku sih Ar?”

Hmm, coba speak dulu ah. Mencoba memancing saja, gak ada maksud lain kok. Hahay.... Maka, saya pun mengetik kalimat yang sedang menari-menari di isi kepalaku, “Kan saya sudah hadir di mimpi kamu buat menyetubuhimu. Iya kan?”

Send....!

“Ihhh Arrrr. Kamu ini, malah keterusan.” Wah dia langsung membalas tanpa jedah.

“Loh, salah ya?”

“Yah salah atuh,”

“Ohhh kirain pria yang menyetubuhimu di mimpi tadi adalah saya, Nir. Ternyata bukan”

“Maunya…..”

“Loh, iyalah mau banget malahan… sumpah!”



Tidak ada jawaban.

Satu menit…..

Dua menit….

Sepuluh menit…..

Wah, apa jangan-jangan Nira malah marah yah, karena candaanku malah berlebihan? Atau, mungkin saja ia sudah tertidur?

Ya sudahlah.

Baru saja ingin menutup applikasi Wa, eh jari-jariku malah iseng menggeser ke samping buat mengcheck story-story WA.

Stalking dimulai.

Oalah. Rupanya Nira baru 2 menit membuat story baru. Tepok jidat. Demen amat dia bikin story ya?

Rupanya postingan story Nira yang sebelum-sebelumnya, sudah ia delete. Jadi hanya satu status story WA saja darinya yang tertinggal dan baru 2 menitan yang lalu ia buat.

Hmm, sebuah foto air yang tumpah di meja.

Kemudian, perhatianku tertuju pada caption di bawahnya.

“Berulang-ulang.

Di sebuah sajak malam itu…

Di suatu sudut peraduan. Kau candui aku dalam kalbu. Ku kagumi kau dalam rindu

Suara guyuran rinai hujan…

Titis gerimis. Kebisuan… Percikan. Kau tahu ? Persendian rindu beralih jadi sajak yang melata, dikejauhan sana. Ketika keinginan ini tak dapat ku capai, terima kasih untuk datang dan singgah ketika aku di siksa.”


Sejujurnya nih, aku termasuk orang yang lemah dalam sastra dan kata-kata, tetapi aku bisa menangkap maksud tulisan ini, sepertinya dan kemungkinan begitu, tulisan ini ditujukan untukku. Ah, mungkin aku kege-eran saja. Tapi entah mengapa situasinya memang seperti ini.

Eh, ada pesan baru dari Nira yang masuk saat aku masih mencoba mengartikan kata demi kata dari statusnya itu.

“Udah bobo, Ar?”

“Udah….”

“Hehehe…. bobo kok ngejawab. Bohong banget”

“Kan, saya kalo tidurnya itu gak pake merem, Nir”

“Terus pake apa donk?”

“Pake mesum”

“Hehehehe. Terus mesumnya ama siapa?”

“Mau tau?”

“Gak ah, aku gak mau tahu.” di akhiri dengan emoticon lidah melet.

“Ya udah”

Dia malah membalas dengan emoticon cemberut.

Kena kau...!

Kepancing juga dirimu, kakak iparku tersayang. Well! Aku bakal lanjut memepetmu. Hoho!

“Kalo saya boleh jujur, mesumnya ama kamu, Nir. Sungguh, saya tidak bohong”

“Astagfrullah Ar.” balasnya. Aku malah senyum saja membacanya.

“Maaf, kalo saya lancang”

“Iya gak apa-apa. Udah biasa kok”

“Udah biasa? Padahal baru kali ini saya mesum ama kamu, kok”

“Auh ah, terus kejadian waktu di kamarmu itu, apa namanya?” Yeah! Terpancing lagi dikau kakak iparku sayang.

“Hmm, tidak sengaja” balasku tanpa mikir.

“Ye tidak sengaja, tapi malah jadi sulit di lupakan”

“Siapa? Kamu?”

“Au ah”

“Pasti kamu sulit melupakan kejadian itu kan? Sama sih, makanya setelah kejadian itu, hari demi hari saya seakan mulai membayangkan bermesuman denganmu. Sumpah!”

“Ihhh Ar. Kamu jahat.”

“Kok jahat?”

“Iya jahat pake banget. Kok kakak ipar sendiri malah di mesumin?”

“Kan belum, Nir. Gimana sih”

“Eh iya yah. Heheheh, kan waktu dikamar hanya tidak di sengaja ya?”

“Tuh tau. Hehehe”

“Udah ah Ar. Jangan di bahas lagi”

“Iya up too you, kakak.” balasku kembali.

Sejujurnya, ingin rasanya ku singgung mengenai status demi status yang ia buat sejak siang tadi. Tapi, sepertinya jauh lebih baik ku candain dengan keinginan di dalam sana, bakal menjurus ke hal-hal yang ku dambakan juga.

“Btw, makasih ya Ar. Karenamu aku terhibur banget” pesan Nira datang lagi setelah beberapa jenak ia mendiami pesanku terakhir.

“Udah. Gak apa-apa. Ini sudah menjadi tugas saya sebagai adik, membuatmu terhibur, membuatmu tersenyum, Nir.”

“Iya Ar. Andai kamu gak ada, mungkin saja……….”

“Sudah gak usah di lanjutkan. Kami, khususnya saya ada untukmu Nir”

“Iya Ar, pokoknya terima kasih.”

Karena pembahasan sudah mulai melow, aku mencoba untuk mengalihkan. “Btw tadi kok lama balesnya, Nir?”

Sekaligus ingin mencari tahu - arti dari statusnya tadi. Karena ini ku tanyakan, di saat ia selesai membuat status.

“Ohh gak apa-apa”

“Ketiduran ya?”

“Hmm, hampir” balasnya.

Padahal mah, aku tahu kalo dia baru membuat status baru. Dan aku amat sangat yakin, statusnya itu tertuju padaku.

Aku memberanikan diri kembali menyerangnya. “Hampir ketiduran? Gak jadi ketiduran gara-gara gak ada yang meniduri ya, Nir?”

Waduh, gawat. Kenapa musti kata-kata seperti itu sih yang ku kirimkan padanya. Gimana kalau Nira tersinggung? Wah bisa pupus perjuangan nih ceritanya.

Ardan begooo! Hahaha….

Aku bahkan sampai menyumpahi diriku.

Namun rupanya, takdir masih berpihak padaku. Karena terbukti, Nira membalas pesanku barusan. Belum juga ku klik, belum juga ku buka, dadaku sudah bergerumuh kencang di dalam sana.

“Bukan ditiduri, Ar. Tapi menunggangi hehehe….”



WHAT THE HELL?

Seriusan, Nira membalas dengan kalimat ini?

Wait, wait…. aku bahkan sampai membacanya berkali-kali, seriusan ini benar balasan dari kakak iparku? Sepertinya benar. Dan dengan semangat juang 45, aku pun membalas pesannya tersebut.

“Wah…. ternyata kakak iparku ini adalah type penunggang kuda ya”

“Hehehehehe……. ya gitulah Ar. Eh iya, becanda ya. Jangan di ambil serius”

Telat, Nira. Aku malah sudah mengambil serius balasanmu ini. Dan ini adalah sebagai petunjuk bagiku untuk melangkah lebih jauh lagi.

Tapi, aku harus tarik ulur. Jangan menjadi penyerang terus menerus. Takutnya, malah korban bakal kabur. Jadi, ku kirimkan pesan balasan padanya dengan, “Maaf ya Nir, kok jadi vulgar gini ya? Maaf sekali lagi”

“Eh iya Ar. Maaf juga. Duhhh, aku malah jadi gak enak, kok malah terjebak fitnah sama kamu, sih” membacanya, seringaian pada wajahku timbul saat ini. Tanduk tak kasat mata berwarna merah menyala pun mulai muncul di atas kepala.

“Iya…. ya udah. Kamu bobo gih sono. Biar ntar malam bisa bangun ibadah lail”

“Iya Ar… kamu juga ya, bobo sekarang”

“Iya ntar kalo sudah selesai rokok’annya pasti saya tidur kok”



Tapi sepertinya aku malah gak ikhlas buat memungkasi komunikasi kami yang sudah terjalin sedemikian rupa, malam ini. Maka, aku pun mempunyai ide baru biar kami belum menyudahi chat-chat ria penuh rencana ini.

“Eh Iya. Btw boleh minta sesuatu, gak?”

“Boleh Ar, Apa itu?” balasnya.

Dadaku bergemuruh, tanganku bergetar dan andrenalinku meningkat.

Aku sepertinya terjebak antara keinginan yang kuat untuk meminta dengan ketakutan yang amat sangat ketika gagal. Bisa saja ini adalah akhir komunikasiku dengan Nira untuk selamanya, atau untuk waktu yang lama. Tapi malam ini sepertinya adalah waktu yang tepat, karena pola bicara kami berdua sudah sangat terbuka tanpa sekat. Akhirnya ku hela nafasku dan mengetikkan balasannya.

“Mau minta dikirimin foto kamu tapi yang kelihatan mukanya… meski saya juga sudah melihat dulu bagaimana wajah kamu, tapi sekarang, kok malah ada rindu mendalam buat melihatnya lagi, ya?” Dengan nafas yang berat ku tekan ikon pengiriman pesan di ponselku. Detik demi detik berlalu begitu sangat lambat dan berat. Rasanya terlalu lama menunggu hingga muncul dua tanda centang berwarna biru di layar. Pesan telah dibaca, namun tidak ada balasan. Ku letakkan ponselku dan pergi mengambil air minum di dapur.

Rasanya aku butuh minuman dingin untuk menetralkan gemuruh di dadaku.



Ting...!

Sebuah pesan baru tertera di layar ponsel ketika aku kembali ke ruang tengah.

Wow….aku terlonjak kegirangan ketika melihat notifikasi kalau Nira mengirimkanku fotonya.

Wah, ternyata keinginanku di setujui. Itu artinya? Silahkan mengartikan sendiri, karena aku bahkan jangankan menjelaskan, bernafas saja sulit ku lakukan, bro.

Dengan perlahan dan dada bergemuruh, ku tekan notifikasi di layar dan terbukalah fotonya.



Masya Allah....................!!!


BERSAMBUNG CHAPTER 38
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd