Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Tono dan para wanitanya... Arc 2 : Intan

suhu bikin spin off cerita in kabar karakter di masa skrang apa kan sudah insaf dan menjadi lebih baik atau malah makin binal huu,,
btw mantap sekali ceritanya @haze1998
 
The EX 02 - Chapter 52
Timeline : 2011 Oktober

–POV Tono–

Aku sudah menyelesaikan beberapa urusan ku di Surabaya dan akhirnya aku bisa kembali kesini. Namun memang sepertinya skripsiku masih belum bisa aku selesaikan karena ternyata sidang pertamaku kemarin gagal. Aku harus merevisi materi yang akan aku bawakan nanti. Jadi mungkin aku mulai sering untuk pulang. Saat ini aku sedang memikirkan apakah usahaku di kota ini aku alihkan semua ke temanku. Ibarat kata seperti jual saham nanti. Sebenarnya tak ada ruginya juga karena uang yang kugunakan untuk membuka usaha disini bukan uang ku sendiri. Tapi uang dari si Nico yang menginginkan ku pergi agar dia bisa menikahi Rency.

Sepertinya aku sudah melupakan trauma kisah cintaku dengan Rency dimasa lalu karena saat ini entah kenapa aku malah seperti bermain api. Aku masih berstatus pacaran dengan Intan, namun di lain sisi aku juga saat ini sedang mengejar si Rika. Tak dapat kupungkiri Rika memang membuatku nyaman. Dengan semua kejadian yang terjadi pada Intan, jujur saja sudah membuat perasaan ku padanya semakin berkurang. Ada 1 wanita pertama yang membuatku berpaling dan jujur saja aku sudah jatuh hati padanya, yaitu si Lisa. Namun dia menghilang seperti ditelan bumi. Dia pergi begitu saja tanpa ada kabar apapun kepadaku. Padahal dia sudah berjanji untuk menungguku.

Tetapi sekarang, ada wanita lain yang pelan-pelan mulai mengisi hari-hari ku. Memang belum aku resmikan komitmen ku dengan Rika karena aku sendiri masih bimbang dengan diriku sendiri. Ada penolakan dalam hati bila saat ini aku masih berstatus pacaran dengan Intan. Untungnya Rika juga tak masalah dengan itu meski dia tahu aku sudah punya pacar. Sikapnya yang selalu ceria seperti menerangi hari-hari ku yang muram beberapa waktu lalu. Namun disisi lain, aku juga seperti tak tega untuk menyudahi hubunganku dengan Intan. Aku sengaja mulai memberi jarak padanya.

Kini aku sudah berada di kota ini lagi. Aku pun sudah janjian dengan Intan untuk ketemuan dirumahnya. Kebetulan hari ini hari minggu, jadi orang tuanya juga ada dirumah. Sekitar jam 9 pagi aku sudah berada di rumah Intan dan dia pun menyambutku hangat seperti biasa. Hari ini dia mengenakan baju yang press body sehingga semakin menunjukkan payudaranya yang besar itu. Aku pun duduk berdua dengannya di teras halaman depan rumahnya.
Intan : “sayang…akhirnya…main kerumahku lagi… sibuk banget ya skripsinya? Gimana mas? Sukses?”
Tono : “enggak nih. Masih harus revisi lagi. Kalau gagal lagi sih dosenku nyaranin buat ganti judul aja.”
Intan : “berat ya mas? Maaf ya mas aku gak temanin kamu disana.”
Tono : “iya gak apa apa. Kamu sendiri sudah sehatan?”
Intan : “sudah dong, sudah fit nih hehehe. Siap tempur kalau kamu mau.”
Tono : “heh…ngomongnya lho.”
Intan : “kenapa mas? Kan aku kangen. Apalagi sama itumu. Hehehe kamu gak mau emangnya?” ucap Intan sambil membuka 3 kancing atas bajunya sehingga belahan payudaranya terlihat jelas di hadapanku.

Tono : “heh kamu ni lho. Nanti kalau dilihat bapak gimana?”
Intan : “hehehe biarin… biar nanti kita dinikahin paksa sama bapakku.”
Tono : “kamu nih…aku mau nyelesaikan skripsi ku dulu. Terus kerja yang bener. Biar bisa punya penghasilan tetap yang lebih pasti.”
Intan : “kan kamu ada usaha buka toko sayang…”
Tono : “ya itu kan gak bisa dijadiin penghasilan tetap. Kamu tau kan saingan banyak. Kadang juga sehari pembelinya cuma bisa dihitung jari. Kamu mikirin gak nanti kalau punya anak tuh butuh biaya banyak. Apalagi buat pendidikan.”
Intan : “iya iya mas… aku cuma lagi kangen sama kamu lho… sudah lama kan kita gak berhubungan.”
Tono : “ssstt…. Nanti kalau didengar ortumu gak enak.”

Aku membungkam omongan Intan agar tak menjurus ke arah sexual lagi. Memang rasanya sudah lama sekali aku berhubungan badan dengannya. Kalau tak salah ingat akhir Juli karena aku sedang sibuk-sibuknya untuk skripsi. Setelah itu juga Intan mengalami musibah besar kemarin yang membuatnya keguguran. Tapi aku perhatikan lagi, Intan sepertinya berubah. Ada yang lain dengan dirinya. Aku tahu dia memang berani untuk menggodaku dan juga nafsunya selalu bergejolak. Namun kali ini dia seperti lebih tak terkontrol. Biasanya masih ada rasa malu dan judes kepadaku. Tetapi kali ini dia sama sekali tak menahan diri. Padahal di rumah sedang ada kedua orang tuanya dan adik-adiknya. Dengan beraninya dia membuka kancing bajunya sampai memperlihatkan belahan payudaranya di depanku. Aku merasakan ada yang berubah darinya semenjak terakhir kali kami bertemu langsung.

Tak lama kemudian bapak dari Intan keluar dan menyambutku. Intan pun kaget dan gelagapan karena bapaknya tiba-tiba keluar ke depan rumah. Namun dia tetap tak mengancingkan kembali pakaiannya.
Bapak : “eh nak Tono. kok gak diajak masuk tadi nak?”
Intan : “cari angin pak disini, di dalam gerah.”
Tono : “iya pak… sehat pak?”
Bapak : “sehat nak. Ini si Intan kok gak ngambilin kamu minum sih. Buatin teh anget dulu sana lho nak. Bapak mau ngobrol dulu sama nak Tono.” Intan pun beranjak pergi ke dapur untuk membuatkanku teh lalu bapak duduk di sebelahku dan kami pun mulai berbicara agak serius.

Bapak : “akhir-akhir ini jarang main kerumah ya nak kalau bapak lihat-lihat. Hubunganmu sama Intan baik-baik saja kan?”
Tono : “iya pak. Baik-baik aja kok pak. Tapi memang lagi sering pulang pak buat ngurus skripsi.”
Bapak : “oh gitu. Jadi kamu rencana lulus kapan nak Tono?”
Tono : “sedang diusahakan pak untuk ngejar sidang akhir tahun ini. Kalau sukses mungkin saya ikut jadwal wisuda di Februari tahun depan pak.”
Bapak : “wah lama juga ya nak Tono. bapak harap kamu bisa cepat lulus ya. Terus nikahin si Intan.”
Tono : “iya pak…” rupanya bapaknya Intan seperti memancing omongan untuk keseriusanku dengan anaknya.

Bapak : “ya maaf ya nak. Bukannya bapak mau memaksa kalian untuk segera nikah. Tapi kamu tahu kan Intan sudah cukup usia untuk menikah. Teman bapak ada yang sudah menanyakan Intan.”
Tono : “maksudnya gimana ya pak?”
Bapak : “jadi gini nak Tono. bapak tahu sekarang Intan memang sedang berpacaran sama kamu. Tapi pacaran saja rasanya kurang untuk nunjukin keseriusanmu sama Intan. Teman bapak ada yang meminta bapak menjodohkan Intan sama anaknya. Tapi masih bapak tolak dulu karena bapak tahu kalau Intan masih pacaran sama kamu. Yah…kalau bisa, setidaknya kamu bawa orang tuamu dulu lah kesini. Sambil bahas-bahas tanggal nantinya.”
Tono : “iya pak. Akan saya usahakan ya. Sebenarnya saya juga nunggu skripsi saya selesai dulu pak.”
Bapak : “iya bapak paham kalau mungkin kamu belum siap. Tapi ya bapak harap jangan lama-lama ya. Bapak sudah gak enak nolak beberapa orang ini. Bukannya bapak mau maksa kamu lho nak Tono. bapak cuma mau yang terbaik aja buat Intan.”
Tono : “iya pak. Saya paham kok.”

Intan : “ehem…serius amat nih kayaknya.” akhirnya Intan kembali dengan membawa secangkir teh hangat.
Bapak : “ya sudah bapak mau masuk dulu ya kedalam lanjut nonton tv. Kalian lanjutkan aja.”
Tono : “iya pak.”

Intan : “ngobrol apa aja tadi kamu mas?”
Tono : “ya gitulah.”
Intan : “hahaha gitulah gimana mas? Dipaksa bapak buat nikahin aku ya?”
Tono : “iya…apalagi coba.”
Intan : “jangan bete dong mas. Hehe harap maklum aja disini kan gitu kalau sudah seumuranku gak nikah-nikah dianggap perawan tua. Jadi ya maklumin aja ya mas sikapnya bapakku tadi.”
Tono : “iya iya. Aku gak masalah kok.”

Intan : “ya udah, senyum dong. Hehehe… jadi jalan gak nih mas?”
Tono : “ayo…kamu libur kan hari ini?”
Intan : “enggak sih nanti ada shift malam.”
Tono : “oh kirain libur.”
Intan : “enggak mas hari ini masuk aku.”
Tono : “ya udah yuk lah biar gak kemaleman.”
Intan : “ayo mas…”

Tono : “eh bentar. Kamu gak ganti baju? Biasanya keluar pake jilbab kan?”
Intan : “hehehe gini aja boleh ya mas? Lagi gerah nih rasanya.”
Tono : “tumben?”
Intan : “iya bener rasanya gerah banget hari ini tuh.”
Tono : “ya udah kalau gitu.”
Intan : “hehehe asik…”

Hari ini seharian aku habiskan berdua dengan Intan jalan-jalan ke arah pantai. Dia nampak sudah baik-baik saja. Tak semurung waktu itu. Sepertinya dia sudah kembali seperti sedia kala. Namun tetap rasanya ada yang janggal dengannya. Ada sesuatu hal yang berubah darinya. Dia nampak lebih binal dan tak terkontrol sekarang. Sepanjang perjalanan tadi Intan terus saja menggodaku. Dari yang sengaja membuka kancing bajunya, berulang kali mencium pipiku, bahkan sampai mengelus-elus penisku.

Meski di dalam mobil, namun kaca mobilku masih tembus pandang dan orang bisa melihatnya dari luar. Intan yang kukenal memang bernafsu tinggi. Namun dia yang sekarang tampaknya lebih tak bisa mengontrol lagi nafsunya. Sedangkan aku sendiri jujur saja sedang tidak mood untuk berhubungan badan karena masih memikirkan skripsiku yang tertunda ini. Sehingga aku acuhkan saja dia meski dia terus merayuku di dalam mobil.


–POV INTAN–
Hari ini adalah hari yang kutunggu-tunggu karena sudah lama sekali aku tidak bertemu langsung dengan mas Tono. Dia memang sedang sibuk skripsi. Rasa kangen yang bertumpuk karena sudah lama sekali rasanya tak bertemu dengannya. Ditambah lagi sepertinya komunikasi kami sepertinya bermasalah. Aku merasa dia menjauh dariku. Aku ingin bisa hangat seperti dulu dengannya.

Hari ini sengaja aku mengenakan pakaian yang cukup menggoda untuknya. Bahkan memang aku sengaja lebih agresif hari ini. Akal sehatku sepertinya sudah tak bisa mengontrol kelakuanku yang berlebihan ini karena entah kenapa sepertinya saat dekat dengannya pikiranku sudah gelap. Aku ingin berhubungan dengan mas Tono. Entah ini memang efek dari perasaan kangen ku, atau memang aku yang sudah lepas kendali akan nafsuku sendiri yang memang akhir-akhir ini aku tak bisa mengontrolnya lagi. Bahkan aku sempat lepas kendali tak sadar saat berhubungan badan dengan mas Midji.

Aku terus menggoda mas Tono hari ini meskipun masih tetap mendapatkan penolakan darinya. Aku ingin hari ini bisa berhubungan dengannya meski aku seperti melupakan kalau dirumah sedang ada bapak dan ibu. Aku sudah tak malu-malu lagi untuk membangkitkan gairahnya. Kupancing dia dengan membuka beberapa kancing baju ku karena mas Tono suka dengan area payudaraku. Aku sadar bapak ku melihat kelakuanku dan ibu ku menegurku saat aku sedang membuatkan teh hangat untuk mas Tono. Tetapi aku tetap melakukannya. Namun masih tak ada respon darinya.

Aku tak ingin gagal, aku terus menggodanya sepanjang perjalanan. Di dalam mobil aku membuka pakaian atas ku tetapi masih mengenakan bra. Aku memang sengaja terus menggodanya dengan meraba penisnya dari luar celananya. Namun tanganku ditepis olehnya. Mas Tono nampak sangat stress saat ini namun dia berusaha menahan amarahnya. Meski aku terus saja menggodanya, dia tak komplain dengan perbuatanku. Namun ketika kami sudah sampai di tempat tujuan, dia kembali menyuruhku mengenakan pakaianku sebelum keluar dari mobil. Di saat seperti ini aku malah ingin kembali menggodanya dengan keluar dari mobil tanpa mengenakan pakaian. Entah setan apa yang mengontrol pikiranku saat ini.

Tono : “yank…pakai dulu bajumu.”
Intan : “hehehe kenapa yank? Takut ya aku di apa-apain orang?”
Tono : “ya bukan gitu, masa kamu mau keluar kayak gini?”
Intan : “hihihi iya iya yank… cium dulu sini…mmmuuah…” aku memaksanya menciumku setelah itu aku memakai kembali pakaianku dan kita pun berjalan-jalan di tepi pantai berdua. Salama jalan-jalan dengannya, kulihat mas Tono masih kaku dan nampak stress. Aku coba menghiburnya namun sepertinya tidak berhasil. Aku pun mencari sikon yang pas untuk menanyakan langsung padanya.

Sampai akhirnya kami kembali ke dalam mobil untuk segera pulang karena sudah sore.
Intan : “mas…kamu kenapa? Kamu stress banget ya sama skripsimu?”
Tono : “ya menurutmu gimana? Sudah telat sidang, sekalinya sidang dinilai gagal. Sekarang kamu juga gini. Aku mau nikahin kamu tapi ya jangan dipaksa gini.”
Intan : “maaf ya mas masalah bapak tadi. Emang bapak bilang apa aja?”

Tono : “bapakmu minta aku buat segera nikahin kamu tuh. Bukannya aku mau nolak. Tapi kamu tau kan sikonnya sekarang gimana. Malah ngancem bilang temennya bapakmu ada yang nanyain kamu lagi.”
Intan : “hah? Emang bapak bilang gitu? Siapa orangnya?”
Tono : “gak ngomong nama, cuma bilang kalau kamu sudah ditanyain sama temen bapakmu.”

Suasana menjadi lebih canggung karena mas Tono nampak stress. Aku juga berusaha menahan gejolak nafsu yang sedari tadi sudah meluap-luap. Mencoba untuk lebih tenang dan berusaha memahaminya.

Intan : “hmm maaf ya mas buat ini aku juga gak tau kenapa bapak ngomong gitu. Aku juga gak tau siapa yang dimaksud sama bapak. Jadi mohon maklumin bapak ya kalau malah bikin kamu tambah stress gini.”
Tono : “maaf ya…sabar sedikit lagi. Aku juga masih bingung harus gimana ini buat lulus secepatnya.”
Intan : “iya mas… maaf ya aku kurang ngertiin kamu juga. Aku cuma pengen ngebantu kamu ngelepasin stress mu.” meski aku berusaha menahan nafsuku, namun tanganku masih saja mengelus area selangkangannya. Biasanya mas Tono sangat responsif, namun kali ini penisnya tak menegang seperti biasanya. Namun kali ini tak ada penolakan darinya.

Intan : “mas… biarin aku bantu lepasin stress mu ya.”
Di dalam mobil ku coba membuka zipper celananya. Lalu tanganku masuk kedalam celananya dan mulai meraba penisnya yang masih loyo ini. Ku elus dengan lembut berharap bisa menegang namun masih tak tegang juga.

Intan : “kamu relax ya mas…”
Aku tak menyerah begitu saja. Aku duduk menghadap mas Tono, kuikat rambutku dan mulai jongkok di depannya. Ku buka celananya dan mulai ku kulum penisnya. Meski tak tegang namun tetap kumainkan dengan lidahku.
Intan : “ngghh…ngghhh…nggghhh…nggghhh…” kupancing dia dengan desahanku dan mas Tono mulai mengusap rambutku.

Dia mulai menikmatinya karena kurasakan perlahan penisnya mulai bangun namun belum sepenuhnya mengeras. Kuhisap terus penisnya dan kumainkan dengan lidahku. Namun sepertinya mas Tono tak bisa lebih keras lagi dan menahan ejakulasinya lebih lama. Kudengar suaranya mendesah lalu penisnya menembakkan sperma kedalam mulutku. Penisnya pun terus kuhisap kuat saat sedang ejakulasi. Kutampung dulu semua spermanya sampai akhirnya mas Tono tak lagi menyemburkan spermanya.

“Glek…” aku tersenyum dan menelan spermanya sambil menatap wajahnya yang nampak puas. Namun aku yang sepertinya belum puas. Kemaluanku seperti berkedut-kedut menuntut untuk dimasuki oleh batang penisnya. Namun penis mas Tono kembali lemas setelah ejakulasi. Aku yang tak ingin berakhir begini saja, berusaha memancing gairahnya kembali. Ku buka bajuku dan kulepas bra ku. Lalu aku beranjak ke kursi tempat mas Tono duduk dan langsung kupeluk dia sambil kuciumi tubuhnya. Aku memang sengaja merangsangnya lagi agar penisnya kembali bangun.

Intan : “ouhs…mas Ton…puasin aku mas…” ku jepit mukanya dengan payudaraku.
Tono : “yank…udah…”
Intan : “ayo mas…aku butuh kamu…puasin aku…”
Tono : “TAN!!! STOP!!! Aku lagi gak mood.” tak kusangka mas Tono membentak ku. Kuhentikan aksi ku karena aku cukup kaget dengan reaksinya. Aku pun kembali ke kursiku dengan bersedih. Tak kusangka mas Tono membentak ku.

Dengan masih bersedih, ku kenakan kembali pakaianku.
Tono : “maaf ya yank. Aku benar-benar lagi gak mood.”
Mas Tono meminta maaf karena tampaknya dia juga merasa bersalah karena sudah membentak ku tadi.
Intan : “iya mas…gak apa apa…maaf juga aku yang kelewatan tadi…”
Tono : “ya udah sekarang aku anter pulang dulu.”

Kami berdua menuju kembali kerumahku. Kulihat jam di ponselku sudah menunjukkan waktu sekitar pukul 6 sore saat kami sampai di rumah. Sepanjang perjalanan kami berdua diam tak berbicara sepatah kata pun karena kecanggungan yang tidak jelas ini. Aku sendiri tak tahu kenapa aku tak bisa mengontrol nafsuku sendiri sekarang ini. Seharusnya aku paham kalau mas Tono sedang stress, tapi malah aku paksa untuk memuaskanku. Aku seperti meminta balasan setelah membuatnya ejakulasi. Tapi memang penis mas Tono tidak bisa tegang lagi. Dia sepertinya benar-benar tertekan dengan skripsinya.

Aku yang salah karena tak bisa membaca situasi dan kondisi. Namun entah kenapa aku juga kesal karena tak terpuaskan hasrat birahiku tadi. Sesampaiku di rumah, aku langsung saja masuk kedalam rumah dan membiarkan mas Tono langsung pulang. Aku langsung masuk ke dalam kamar ku dan menangis di atas kasur. Ku bekap muka ku agar tangisanku tak terdengar keluar. Ada perasaan kesal karena nafsu ku tak tersalurkan. Ku luapkan perasaan kesal ku dengan menangis.

Sampai akhirnya aku sedikit tenang kembali dan ku putuskan untuk berangkat lebih awal saja ke RS. Mungkin dengan bekerja, aku bisa mengalihkan pikiranku yang masih kalut ini. Meski belum waktunya shift ku, tapi setidaknya aku bisa membantu teman-teman yang lain dulu. Aku pun segera mandi dan bersiap-siap. Sekitar jam 7 malam aku sudah berangkat ke RS. Bapak dan Ibu juga bertanya kok berangkat lebih awal dan aku jawab saja ada yang butuh bantuanku.

Yang kulakukan sekarang hanya mengalihkan rasa kesal ku ke hal lain. Namun tak sepenuhnya bisa meredakan nafsuku yang masih terasa bergejolak dalam diri. Bahkan rasanya getaran motorku di jalanan yang tak rata ini bisa membuat kemaluanku basah karena tergesek jok motor. Untung saja sebelum pikiranku semakin kacau, aku sudah sampai di RS. Aku berjalan masuk menuju ke ruang jaga untuk absen terlebih dahulu.

Saat aku berjalan di lorong menuju ruang jaga, ada seseorang yang menyapaku.
Giman : “kamu telat datang apa kecepetan masuk Tan?”
Intan : “eh…ee…anu…aku bosen dirumah. Jadi berangkat lebih cepet. Enak aja dibilang telat.”
Ternyata pak Giman yang menyapaku.
Giman : “ooo…berangkat lebih cepet mau kerja apa kangen sama saya?hehehe”
Intan : “apaan sih pak Giman. Dah dah dah…aku mau absen dulu.”
Aku menghindarinya sebisa mungkin dengan berjalan cepat menjauhinya.

Aku kembali berjalan menuju ke ruang jaga untuk absen. Tetapi, entah kenapa nafsuku seperti semakin tak tertahankan. Pikiranku seperti blank, suhu tubuhku meningkat, detak jantungku entah kenapa semakin kencang saja membuat nafas ku sedikit tersengal, dan juga kemaluanku berkedut-kedut sendiri. Aku seperti menyayangkan kenapa tadi aku malah menjauhi pak Giman. Namun ada akal sehatku yang masih mencegahku untuk menghinakan diriku lagi didepan Giman, orang yang sangat-sangat aku benci.

“Duh…kenapa aku malah seperti menghindar dari pak Giman. Kan lumayan tuh penisnya buat puasin aku. Salah sendiri mas Tono nganggurin aku tadi.”
“Jangan… jangan… sadar tan sadar… masak kamu mau bersetubuh sama orang yang jelek dekil bau kayak gitu… sadar… sudah berapa kali dia bikin kamu terhina…”
“Eh tapi.. Gak ada salahnya juga sih… batangnya yang gede itu nikmat banget meski sakit.”
“Tan… jangan… kamu gak mau kecewain mas Tono lagi kan… sudah cukup kamu bermain api. Masalah dengan Ruli saja belum beres. Masa kamu mau kecewain mas Tono lagi? Cukup kamu sembunyiin pengorbananmu demi adikmu. Jangan lah sampai terhanyut dalam nafsu lagi…”
“Tapi… vaginaku rasanya gatal sekali pengen banget digaruk sama penis gedenya si Giman…duh…gimana nih…duh… salah mas Tono juga sih gak bisa puasin aku tadi…”

Pikiranku masih berkecamuk antara nafsu dan akal sehatku. Jujur saja aku tak suka dengan pak Giman. Dia terlalu jelek dan bau. Masih mending almarhum pak Pri. setidaknya pak Pri masih rajin mandi dan bersih orangnya. Sedangkan ini… si Giman itu hitam legam, tampilannya lusuh, mukanya jelek, badannya bau juga. Jangan lagi aku menghinakan diriku demi memuaskan nafsuku sendiri.

Tetapi ternyata akal sehat ku kalah dan nafsuku lebih menguasai pikiranku sekarang. Aku pun berbalik arah kembali mencari pak Giman. Aku melihatnya masih berkeliling di sekitar area aku bertemu dengannya tadi.
Giman : “eh si cantik, sudah absennya? Mau kemana?”
Intan : “hmm…belum. Kan absenku masih lama juga. Jadi nanti-nanti aja deh. Pak Giman, aku mau minta tolong nih. Boleh?”
Giman : “minta tolong apa sih sayang? Hehehehe” jawabnya sambil terkekeh-kekeh.
Intan : “kunci serep ruang belakang kamu punya kan?”
Giman : “punya dong, nih selalu ku bawa buat cek. Mau buat apa?”
Intan : “hmm…sini deh…”

Aku gandeng tangan pak Giman. Kuajak dia menuju ke kamar kosong di belakang RS yang dulunya tempat tinggal almarhum pak Pri semasa bekerja disini. Sesampainya aku dan Giman disana, kuminta dia untuk membukakan pintunya. Setelah terbuka, aku pun masuk dengannya. Nampak kamar almarhum pak Pri masih sama seperti dulu, tak berubah. Masih ada peninggalan dari pak Pri yang belum dibersihkan karena memang ruangan ini belum ada yang menempatinya lagi.

Giman : “ngapain kesini tan? Cari apa? Barangmu ada yang ketinggalan disini memang?”
Intan : “hmm… gak ada.” jawabku sambil kutatap matanya dengan menggoda dan dia pun mengerti maksudku. Entah kenapa aku berani berbuat sejauh ini atas dorongan nafsuku yang mungkin akan kusesali nanti.

Pak Giman menutup pintu kamar ini dan mulai mendekatiku. Aku juga meletakkan tas dan hp ku diatas meja lalu pak Giman sudah mendekapku dari belakang. Aroma tubuhnya yang tak sedap itu semakin tercium jelas. Namun aku mengabaikannya. Pikiranku sudah dikuasai oleh nafsuku sendiri.
Giman : “kamu kangen sama kontolku ini ya sayang?” ucapnya sambil memelukku dan mulai meraba-raba area payudaraku.
Intan : “ahs… emmm… gak juga sih…”
Giman : “gak usah bohong. Ini aja pentilmu tegang.” kini dia mulai menciumi area tengkuk ku walau masih tertutup jilbab dan mulai meremas-remas payudaraku. Dia merasakan pentil ku yang tegang meski masih terbungkus bra karena memang aku menahan nafsuku sedari tadi.

Intan : “ahs…mmhh…ohs…mmmhhh….” ku pejamkan mataku menikmati rangsangannya. Tangannya meremas-remas kuat payudaraku, tengkukku pun dicium olehnya, dan kurasakan batang penisnya mengeras mulai menggesek-gesek di belahan pantatku. Aku juga tak tinggal diam, kugerakkan pantatku agar penisnya semakin tergesek. Aku sengaja membangkitkan nafsunya agar dia menggila saat menyetubuhiku nanti. Keringatku pun sudah mengucur deras seiring semakin naiknya hasrat birahiku.

Giman : “hehehe gatel banget ya pengen digaruk kontolku.”
Intan : “ahs…iya man…puasin aku…”
Mendengarku menjawab demikian, dia malah menghentikan remasan dan ciumannya. Sedangkan aku masih menggoyangkan pantatku untuk menggesek penisnya.

Intan : “man… ayo man… ohs…” kupegang kedua tangannya yang masih memeluk payudaraku dan kugerakkan dengan kedua tanganku. Tapi dia tetap diam saja. Sampai akhirnya aku tak tahan lagi dan aku berbalik badan menghadapnya.
Intan : “kok diem man?” tanyaku sambil ku peluk dia dan ku cium bibirnya.
Giman : “kamu jangan kurang ajar ya lonte. Main panggil-panggil nama aja.”
Intan : “emm…jadi…mau ku panggil siapa? Pak? Aku panggil mas aja ya? Mas suami…hihi…”

Entah aku sudah mulai gila atau bagaimana, aku menganggapnya suamiku sendiri saat ini. Membayangkan kepatuhanku atas dirinya demi terpuaskannya nafsu birahiku sendiri. Akhirnya dia mulai membalas ciuman ku dan kamipun mulai berciuman panas. Lidah kami berdua mulai bertaut dan saling hisap.

Intan : “ahs…mmhhh…mmmhhh…yes mas…mmmhhh…remes terus mas…yang kuat…ouhs….mmhh…slurp…mmhhh…” aku menyuruhnya meremas payudaraku sambil kami berdua berciuman. Aku tak perduli lagi dengan bau rokok yang tajam dari mulutnya. Yang jelas saat ini aku dan pak Giman saling merangsang. Tanganku pun tak tinggal diam, ku elus penisnya dengan tangan kananku. Sedangkan dia mulai membuka kancing bajuku dengan paksa dan menarik lepas jilbab yang kukenakan.

Tak butuh waktu lama, pakaian bagian atasku sudah acak-acakan. Payudaraku pun diremas langsung olehnya karena bra yang kukenakan sudah tersingkap. Dia pun mempermainkan putingku dengan jari jemarinya. Kini air ASI ku pun mulai mengalir membasahi jarinya.
Intan : “mas… hisapin mas…ohs… yes mas…terus…ouhs…. Enak mas…”
Aku menyuruh pak Giman untuk mulai menghisap payudaraku. Dia mengangkat tubuhku naik ke meja lalu ditariknya keras bra ku sampai payudaraku bisa dengan bebas dia hisap. Dengan rakusnya dia mulai menghisap air ASI ku yang keluar dari kedua payudaraku bergantian. Perasaan nikmat semakin melanda dalam diriku. Setiap hisapan mulutnya seperti mengalirkan listrik ke syaraf-syaraf sensitif di tubuhku.

Intan : “ouh…terus…terus mas…terus…ouh…mas…mas…HIINGGHHHHHHH….” ku bekap dia yang masih menyusu padaku erat-erat karena orgasme ku yang pertama. Aku tak menyangka hanya dengan hisapan mulutnya di payudaraku bisa membuatku orgasme seperti ini. Kemaluanku berkedut-kedut kencang dan menyemprotkan cairan kewanitaanku sampai celana dalamku basah.

Aku yang terduduk di atas meja ini memudahkan pak Giman untuk menyingkap rok yang kukenakan. Tangannya menelusup masuk dan kurasakan jari jemarinya dia paksakan ke arah selangkanganku. Aku yang masih menikmati orgasme ini semakin merasa geli karena kini jari jemarinya mengocok vaginaku dengan menyingkap celana dalam yang kukenakan.

Giman : “enak ya sayang? Hahaha keluarin aja terus…” ucapnya sambil mengocokkan 2 jarinya keluar masuk di vaginaku.
Intan : “ahs..ahs..iya…ahs..enak sayang…ahs…teruss….geli….ahs…ahs…” jari jemarinya semakin cepat keluar masuk dan kini dia mencoba memasukkan 3 jarinya disana. Cairan kemaluanku seperti terpompa keluar dan squirtingku semakin deras. Sampai akhirnya aku tak sanggup lagi merasakan nikmat yang memuncak ini.
Intan : “mas…stopp…enak mas…enak…stop…AAHHHSSS…..” pikiran ku kacau, antara aku ingin dia menghentikan aksinya atau menyuruhnya untuk terus mengocok jarinya didalam dan aku pun mendongak mengejan hebat sambil memuncratkan cairan kewanitaanku di tangannya menikmati semua ini.

Dia yang tahu aku sedang orgasme hebat, tak menghentikan aksinya begitu saja. Dengan tangannya yang berlumuran cairanku mempermudah aksinya. Kini dia mencoba memasukkan kepalan tangannya kedalam kemaluanku. Membuatku berteriak kesakitan karena kemaluanku rasanya dipaksa untuk terbuka lebar menerima kepalan tangannya.

Intan : “MAS!!! SAKITTT!!! SAKIIITTTTT!!! MASS!!!! SAKITTTT!!!” meski aku berteriak kesakitan namun pak Giman tak berhenti dan akhirnya berhasil memasukkan kepalan tangannya ke dalam vaginaku dan kini dia mulai menariknya keluar masuk. Meski aku berteriak kesakitan, namun di sisi lain entah kenapa aku juga menikmati penyiksaannya ini. Cairan kemaluanku tak henti-henti muncrat keluar dengan deras.

Giman : “hehehe…sakit apa enak? Kok muncrat-muncrat ini pipis mu.”
Intan : “MAS!!! SUDAH!!! AMPUN!!! SAKIT!!!! AAHH!!!! SAKIITTT!!!!”
Bukannya menghentikan aksinya, kini dia mulai mempercepat gerakan keluar masuk tangannya di dalam vaginaku. Rahim ku serasa di hantam dengan tangannya. Kini air mata ku juga mengalir karena merasakan rasa sakit di kemaluanku. Posisi ku yang terkunci di antara dia dan tembok dibelakangku hanya bisa menggeliat dan mencengkeram erat meja ini.

Intan : “SAKIITTT!!! MASSS!!! AMPUUUNNNN!!! SAKITTTT!!!! SAKIIITTTTTT!!!! AARRRGGGHHHHH!!!!” entah kenapa aku malah orgasme ketika dia menarik tangannya keluar dari dalam vaginaku. Kini rasanya kemaluanku seperti ada rongga besar menganga karena perbuatannya tadi. Aku pun kini squirting dengan deras memancar dihadapannya. Tapi yang tak kusangka, pak Giman segera berlutut dan menghisap cairan kemaluanku yang ku semburkan ini. Dia seperti menampung cairanku di mulutnya.

Giman : “sluurrppp…slurrppp… sluurrppp…” dia menghisap cairan yang keluar dari kemaluanku. Lalu dia menarik kepalaku dan menciumku sambil memasukkan cairan itu kedalam mulutku. Aku terkejut dia melakukan itu. Dia mengaliran cairanku sendiri kedalam mulutku lagi. Aku yang masih lemas karena orgasme barusan hanya bisa menerimanya begitu saja. Kutelan cairanku sendiri dari mulut pak Giman.

Intan : “hoek….” rasa mual karena aku menelan cairanku yang amis tadi membuatku serasa ingin muntah. Namun tak bisa.
Giman : “hahaha kenapa? Gak enak ya? Jangan dimuntahin.” perintahnya.
Namun bagaimana lagi, aku masih merasa mual menelan segitu banyak cairan masuk. Meski tak bisa ku muntahkan tapi rasanya tetap membuatku mual. Pak Giman masih saja tertawa melihatku seperti ingin muntah namun tak bisa.

Giman : “sini…biar gak muntah, aku sumbat pake ini.” dia membuka celananya membebaskan penisnya. Dia pun mendorongku turun dari atas meja agar bisa bersimpuh di lantai di depan dia. Tapi anehnya ada dorongan dari dalam diriku sendiri untuk mematuhi perintahnya.
Giman : “sini cantik… emut ini…”
dan aku pun menurutinya. Ku masukkan penisnya yang terlalu besar ini kedalam mulutku. Kini kunikmati penisnya meski biasanya aku jijik dengan ini semua. Sambil kulepas semua pakaian yang masih kukenakan sampai aku akhirnya telanjang bulat dihadapannya.

Intan : “mmhh…mas…mmmhhh…gede banget sih…mhhh… jantan banget kamu…mmmhhh… slurpp… mmhhh… istrimu berapa sih mas…mmhhh…kalau satu…bisa kuwalahan sama batangmu…mmmhhh…”
Giman : “hahaha istriku sekarang ya cuma 1…kamu sayang…”
Intan : “ih….masa…mmhhh…gombal kamu…ih…mmhhh…”
Giman : “iya sayang…kan aku duda. Hehehehe sudah 4 kali cerai aku ini. Jadi kalau dihitung total ya kamu istriku yang ke 5.”

Aku cukup kaget setelah tau ternyata pak Giman ini sudah 4 kali cerai. Tak bisa kubayangkan sudah 4 wanita yang dihajar dengan kemaluannya yang perkasa ini. Tapi mungkin kini aku sudah kehilangan akal sehatku. Kenapa aku tak segera sadar. Malah semakin menjadi-jadi menuruti nafsuku sendiri.

Intan : “doyan kawin juga kamu mas… kalau gitu…sini mas…kawini aku… aku rela selama kamu bisa puasin aku… pakai aku mas…” entah kenapa kata-kata ini keluar dari mulutku.
Ku sudahi kulumanku di penisnya dan sekarang aku merangkak di lantai seperti anjing betina yang memancing birahi lawan jenisnya. Ku lebarkan belahan pantatku dengan kedua tanganku agar kedua lubangku terpampang jelas dihadapannya. Pak Giman pun berlutut mendekatiku dan menempatkan posisinya di belakang tubuhku.

Intan : ”ayo mas…sini…cepetan…”
Giman : “hehehe sudah gatel banget ya tan. Hmm lubang mana dulu ya?” tanya nya sambil menggesek-gesekkan penisnya naik turun diantara lubang pantatku dan lubang vaginaku. Dia menggodaku dengan penisnya. Terkadang ditekan ke pantatku, terkadang juga ditekan ke vaginaku tapi tak sampai masuk.

Intan : “mas…ayo mas… oh… masukin…” ku goyang-goyangkan pantatku agar penisnya segera ditusukkan ke dalam lubangku.
Giman : “dah gak sabar ya. Hahaha dasar lonte. Nih!!!”
Intan : “uuuaaaAAAHHHH !!!!!” aku menjerit ketika dia menjejalkan penisnya ke dalam vaginaku.
Gimana : “haha teriak aja yang kenceng sayang. Gak bakal ada yang ganggu kita disini juga.”
Intan : “AH..AAHS…AH…OUHSS…IYAH…MAS…YANG KENCENG…OUH…ENAK…GEDE BANGET…OHS…” aku pun mendesah kencang di setiap sodokan penisnya. Karena kemaluanku masih licin, dia dengan mudahnya menggenjotku dengan tempo yang kencang.

Pak Giman menghajar vaginaku dengan penisnya yang besar itu dengan kecepatan tinggi. Sampai membuat tubuhku terhuyung-huyung kencang. Ditambah lagi dia mencengkeram erat pinggangku yang membuatnya semakin mudah menggenjotku dalam posisi doggy style ini.
Intan : “OHS…MAS…ENAK MAS…OHSS…OHS…OHS…”
Dinding kemaluanku berkedut kencang saat tergesek-gesek dengan penisnya.

Giman : “ohs..ohs…ohs…gini kan enak sayang…ohs…”
Intan : “IYAH MAS…PUASIN AKUH…PAKAI AKU MAS…AHHSS….AARRGGHHH…”
Aku pun orgasme lagi namun pak Giman masih terus menggenjotku tanpa henti sampai-sampai cairan kewanitaanku muncrat seperti dipompa keluar oleh penisnya.
Giman : “hahah ngecrot…lagi…kamu sayang…”
Intan : “AHS…IYAH MAS…ENAK…BANGET… TERUS MAS…AARRGGGHHHH….”
Aku orgasme tanpa henti rasanya karena hasratku terpenuhi. Semakin lama aku pun semakin menggila.

Intan : “IYAH…IYAH…AHS..MAS..MAS…AHS...IYAHS…” Pak Giman menjambak rambutku sampai aku mendongak. Aku juga berusaha mengimbangi genjotannya dengan goyanganku. Dia seperti menjadikanku kuda betinanya yang terus dipacu dengan kencang.
Giman : “HAHAHA ENAK MANA PUNYA KU SAMA SUPRI?”
Intan : “PUNYAMUH…PUNYAMUH…MAS..AHS…AHS…IYAAHH…AH…AH…”
Giman : “SAMA PACARMU?”
Intan : “AH..AHS..AH…PUNYAMUH…MAS…AHH..AH..AHH..AH..AH…AH…”
Giman : “HAHAHA LONTE GILA. KAMU DOYAN KONTOL KU KAN…”
Intan : “AH…AH…IYAHH..MAS..IYAH…”
Giman : “IYA APA?”
Intan : “IYAHHH…AKUH…SUKA KONTOLMU…AH…AH…”Genjotan pak Giman yang semakin kencang membuatku kesusahan untuk mengikuti ritme nya lagi. Namun aku tetap menggoyangnya sebisaku. Aku benar-benar menikmati dosa yang kulakukan ini.

Entah sudah berapa lama kami bersetubuh dalam posisi doggy style ini sampai-sampai nafasku serasa mau putus. Detak jantungku terpacu kencang. Keringatku mengucur deras dari setiap pori-pori dalam tubuhku. Pandangan ku pun mulai kabur. Aku seperti melayang-layang dibuatnya. Aku sudah sampai pada limitku, namun pak Giman belum ada tanda-tanda AKAN ejakulasi.

Pak Giman yang mungkin bosan bermain menarik rambutku, kini dia menggapai kedua tanganku yang kujadikan tumpuan badanku. Membuat penisnya menekan lebih keras karena tubuhku ditarik kearahnya seiring genjotannya. Aku mulai meringis karena hantaman kuat di dalam vaginaku ini.
Intan : “HIIKKHHHH…HIKKHHH…HHHIIIKKKHHH…” tapi ini semua tak berlangsung lama karena lenganku licin karena keringat dan terlepas dari cengkraman tangannya. Namun dia tak berhenti. Aku yang terdorong tengkurap di lantai tetap digenjotnya dengan brutal. Pikiranku pun semakin melayang-layang. Sepertinya bila dia lanjutkan terus, aku mungkin akan pingsan sebentar lagi. Namun aku tetap berusaha menjaga kesadaranku karena aku tak ingin melewatkan momen ternikmat malam ini.

Saat isi pikiran ku sekarang semakin tak karuan. Tetapi tiba-tiba saja dia menghentikan genjotannya.
Intan : “ahs…mas…jangan berhenti…lagi…lagi…ohs…mas…lagi mas…” aku komplain kepadanya, memintanya untuk melanjutkan genjotannya yang membuatku menggila tadi. Sampai-sampai aku berinisiatif untuk menggoyangkan pinggulku sendiri.
Giman : “hahaha kenapa sayang? Mau digenjot kayak tadi?”
Intan : “iya mas…terusin mas…ayo…lagi…”

“Plak…plak…plak..plak…” pak Giman menampar-nampar pantatku.
Giman : “gantian dong…ayo goyang terus sayang…”
Intan : “ahs…iya mas…ahs…tapi…gak enak…ahs…enakan kamu yang genjot…ahss…”
Giman : “dasar lonte…kalau aku suruh kamu yang goyang ya goyang…hahaha”
“PLAK…PLAK…PLAK…” pak Giman menampar pantatku lebih keras sampai terasa perih.
Intan : “ahs…ahs…iya mas…iyah…” aku kembali berusaha bertumpu dengan tubuhku dan kembali menggoyang pak Giman.

Aku kini yang menggoyang pak Giman dengan posisi masih doggy style. Jujur saja aku kesusahan bergerak maju mundur seperti ini. Tapi tetap kulakukan saja.
Giman : “gitu dong…uhs…memekmu enak tan…nyedot nyedot rasanya… terus sayang…”
“PLAK…PLAK…PLAK…PLAK…”
Intan : “iyah mas…ahs…ahs…enak mas…terus…”
Puncak kenikmatan yang kurasakan tadi perlahan tensinya menurun. Tetapi itu semua malah membuatku penasaran ingin kembali dipuaskan.

Tapi seakan pak Giman mempermainkanku, kini malah dia mencabut penisnya dari dalam vaginaku. Kemudian dia berdiri dibelakangku.
Intan : “ahs…mas…jangan dicabut…”
Secara reflek, aku balik badan bersimpuh di depannya dan meraih batang penisnya lalu ku kulum lagi dengan mulutku.

Intan : “mas…ayo mas…lagi…mmmhhh…sluurpp…mmhhh…puasin aku lagi mas… mmmhhh…”
Tapi dia menjambak rambutku, membuatku menengadah menatapnya dan dia pun meludahi mulutku. Tanpa ragu aku menelan ludahnya dan kembali mengulum penisnya sambil ku kocok dengan kedua tanganku.
Giman : “hahaha doyan ya kamu sekarang…ketagihan ya sama kontolku…”
Intan : “mmmhhh….iya mas…mmhhh…iyah…mmmhh…mmhhh… setubuhi aku lagi mas… pakai aku lagi…”

Cukup lama aku mengulum penisnya namun tak kunjung ejakulasi juga. Dia menjambak rambutku lagi dan kami berdua saling menatap. Seperti ada perasaan yang saling bertaut. Aku mengerti maksud keinginannya. Kini dia duduk di atas kursi kayu dan aku mendekatinya. Nampaknya dia ingin aku yang melayaninya sekarang.

Intan : “ahs….mas…gede banget…” aku duduk di atasnya dan kuarahkan penisnya masuk ke dalam vaginaku lagi. Kini giliranku menggoyangnya. Ku kira dia sudah kelelahan, tapi ternyata nafasnya masih teratur. Tak seperti diriku yang sudah kewalahan.
Intan : “ah…mas..ah…ah…mmhhh…mmhh…ah…mas…hisap mas…ahs…” kini posisiku dengannya memudahkanku untuk berciuman panas dan dia juga dengan mudahnya meraih payudaraku lalu air ASI ku dihisapnya kuat-kuat. Seperti sedang memerah susu, dia begitu menikmati payudaraku. Decap suara mulutnya terdengar jelas saat dia menikmati meminum ASI ku.

Intan : “ahs...yes mas…hisap terus mas…ah…”
Giman : “cantik cantik kayak gini kok mau-maunya dihamili sama si peyot Supri… mending sama aku kan…hahaha…”
Intan : “ah…ah…ah…iyah…mas… enakan sama kamu… ahs…ahs…mas…”
Giman : “untung kamu gugurin sayang. Hahaha. Memang binal istriku satu ini…” entah kenapa mendengar ucapannya membuatku sedih. Aku mengingat kembali buah hati ku dengan adikku yang keguguran karena ulah teman-temannya. Tak dapat kutahan lagi air mata ku mengalir karena kesedihanku.

Giman : “sialan…bohong kamu ya…kamu sedih kan kehilangan bayimu…”
Aku hanya bisa menggelengkan kepala tanda tak setuju dengan ucapannya. Memang aku sedih, namun bukan berarti aku sedih karena bayi yang kukandung hasil dari pak Supri. Melainkan hasil buah cintaku dengan adikku Hasan.

Giman : “LONTE SIALAN!!!!” dengan tenaga kuatnya dia mengangkatku dan membantingku ke atas kasur. Kemudian dia menindihku dan kembali menancapkan penisnya.
Intan : “ACK…MAS…AH…ACK…ACK…AHS…OH…MAS…” dia tak memberiku ampun sampai aku kembali berteriak-teriak.
Giman : “DASAR LONTE… DOYAN YA KAMU SAMA SUPRI…”
Intan : “ACK…ACK…AHH…ENGGAK…MAS…IYAHH…AHH….AKU PUNYA MU MAS…AHHS…AHHS…OCK….OCKK…AAHS… HAMILI AKU MAS…”
Dengan sisa-sisa tenaga ku, aku berusaha melebarkan kakiku. Mengangkang lebih lebar agar pak Giman bisa lebih mudah mempenetrasi kemaluanku.

Pak Giman dengan liarnya menusukkan penisnya ke dalam kemaluanku. Dia menekan terus walau terasa sudah mentok. Kembali aku orgasme squirting tiada henti menerima setiap tusukan darinya.
Intan : “AARRRGGGHHH…MAS…MAS…AARGGHHH…MAS…” aku mengerang-erang ketika dia mendorong masuk penisnya lebih dalam. Perlahan lubang cervix ku terbuka dan akhirnya kembali penisnya masuk menembus sampai ke dalam rahimku.

Intan : “ARGHHH…MAS…SAKITTT…AARGHHH…AARRRGGGHHH…” rasa ngilu dan sakit mulai menjalar ketika dia menggenjot masuk ke dalam rahimku. Setiap kali dia menarik keluar penisnya, rahimku juga seperti ikut tertarik karena kepala penisnya tersangkut di lubang cervixku. Dan saat dia menusukkan masuk, kepala penisnya membentur dinding terdalam rahimku.
Giman : “BIARIN !!! ISTRI LONTE KAYAK KAMU HARUS DIHUKUM !!! BERANI-BERANINYA MAU DIHAMILI SI SUPRI !!! SIALAN !!!”
Intan : “ACK…ENGGAK…ENGGAK MAS…AACKKK…ARRGHHH…”
Giman : “SEKARANG MEMEKMU HARUS DIOBRAL BIAR SUPRI NANGIS DI NERAKA !!!”
“PLAK PLAK PLAK….”

Pak Giman sepertinya sudah lepas kendali karena amarahnya. Aku tak mengerti kenapa dia begitu marah dengan almarhum pak Supri. Kini amarahnya itu dia lampiaskan padaku. Bahkan saat menggenjot tubuhku pun dia mencengkeram keras dan menampar payudaraku sampai rasanya memerah mau pecah dan terkadang mencekik leherku. Meskipun terasa sakit dan ngilu, namun ada sensasi kenikmatan sendiri yang kurasakan.

Intan : “ARRGHHH…ENGGAKKK…ENGGAKKK MAS…AARGGGHHH… AMPUN… ARRGHH”
Giman : “TAK BIKIN LONGGAR MEMEKMU… LONTE SIALAN !!!”
Intan : “ACKK…AMPUN MAS…ARRGHH…ARRGHHH…” meski aku memintanya untuk menyudahi kebrutalannya, namun dari dalam diriku seakan tak ingin berakhir. Naluriku seperti berkata kalau aku terus meminta ampun maka dia akan semakin brutal menggenjotku. Dan benar saja, emosinya semakin memuncak dan dia semakin brutal menggenjotku. Rahimku sudah di obrak-abrik oleh penisnya yang keluar masuk dengan paksa.

Giman : “SEKARANG KAMU HARUS HAMIL ANAKKU !!! NGGGHHHHHHH…”
Intan : “AAACCKK!!!!” pak Giman menancapkan penisnya dalam-dalam sambil mencekikku lalu dia menyemprotkan spermanya dengan deras langsung di dalam rahimku karena penisnya masih tertanam dalam-dalam.

Aku kesusahan bernafas, seluruh urat syaraf di tubuhku serasa tertarik kencang, aliran darah dalam tubuhku juga mengalir deras seirama dengan detak jantungku yang berdegup kencang. Mataku juga terbelalak. Tanganku reflek mencengkeram lengannya agar dia melepaskan cekikan di leherku. Kini nyawaku seperti diujung tanduk dan aku pun mulai kehilangan kesadaranku.

Tapi disisi lain, orgasmeku kali ini terasa lebih intense. Sungguh aku tak pernah merasakan kenikmatan seperti ini. Ketidak berdayaanku melawan kekuatannya membuatku berada di level yang berbeda. Sampai-sampai aku tak bisa mendeskripsikan kenikmatan yang kurasakan kali ini. Tubuhku juga bergerak secara otomatis sebagai bentuk pertahan diri karena bayangan kematian seperti terpampang nyata di depan mataku.

Sedangkan di sisi pak Giman, nampaknya dia juga climax dengan sangat puas. Dia seperti memiliki kontrol lebih terhadapku. Sperma yang dia muntahkan di dalam rahimku rasanya jauh lebih banyak daripada biasanya dan tak ada hentinya. Mungkin dia merasakan kepuasan yang lebih juga, sama denganku saat ini.

Aku pun sepertinya sudah pasrah bila harus mati malam ini. Aku ikhlas bila harus mati dalam kenikmatan yang tiada tara seperti ini. Cengkraman tanganku pada lengannya terlepas dan energiku melemah. Tubuhku mulai kejang-kejang karena kekurangan oksigen. Namun akhirnya dia melepaskan cekikannya pada leherku setelah menyadari kondisiku. Tetapi tidak dengan penisnya yang masih tertancap di rahimku dan terus saja menyemburkan spermanya.

Aku pun terbatuk-batuk dan mulai bisa bernafas. Untung saja dia tak mencekikku sedikit lebih lama lagi. Bila tidak mungkin nyawaku sudah melayang. Pandanganku yang kabur ini perlahan-lahan pulih. Dan samar-samar kulihat muka pak Giman yang mulai panik.

Giman : “Tan… Tan… bangun Tan…” dia menepuk-nepuk pipiku dengan tangannya. Aku yang sudah sedikit sadar memeluknya dan mencium bibirnya.
Giman : “syukur deh kamu sadar lagi…”
Intan : “iya… mas… ke… napa…” dengan masih terbata-bata aku menjawabnya.
Giman : “syukurlah… maaf ya aku kelepasan emosi habis tau kamu nangis tadi pas aku bahas masalah kamu keguguran…”
Intan : “iya mas…gapapa…makasih ya…mmmhhh… aku kan sudah bilang… pakai aku sesukamu mas… mmhhhh…”
Kami berdua pun akhirnya berciuman kembali dengan lebih mesra. Dia menindih tubuhku sambil memeluk ku dan penisnya masih belum tercabut dari dalam kemaluanku meski sudah tak lagi menyemprotkan spermanya dan kami berdua tertidur karena sudah puas menyalurkan hasrat ini.

Kini rasanya benar-benar aku sudah di taklukan oleh pak Giman. Orang yang aku benci karena memang bukan seleraku. Buruk rupa, kasar, bau. Tapi dia bisa menaklukanku dengan senjatanya. Lagi-lagi aku tunduk dengan nafsuku. Aku sudah seperti mengikat perjanjian dengannya kalau dia bisa memakai tubuhku kapanpun dia mau dan aku ikhlas akan hal itu.

Aku seperti sedang menggali lubang kematianku sendiri sekarang. Bagaimana lagi aku harus bertanggung jawab dengan semua kerumitan yang aku buat sendiri ini hanya karena aku tak bisa mengontrol nafsuku sendiri. Di satu sisi aku sudah mengikat komitmen dengan mas Tono, lalu aku juga tak bisa menutupi kalau aku memang cinta dengan adikku Hasan, lalu ada lagi si Ruli yang harus aku puaskan demi menjadi pengganti Fitri. Kini aku malah main hati lagi dengan pak Giman… oh Tuhan… aku tak sanggup menahan gejolak nafsuku ini… maafkan aku…
 
suhu bikin spin off cerita in kabar karakter di masa skrang apa kan sudah insaf dan menjadi lebih baik atau malah makin binal huu,,
btw mantap sekali ceritanya @haze1998
Spin off after Tono suhu. Rencananya Intan hamil lagi dan akhirnya dinikahin sama adiknya sendiri lalu dicoret dari KK sama bapaknya. Jadi mereka hidup berdua nanti. Nah ini konsep lanjutannya yang mau saya open diskusi.
 
Habis maraton baca arc intan.
Salut buat suhu yang bisa rutin update.

Top markotop!

Otw baca ulang beberapa part yg menarik:baca:
 
terima kasih atas updatenya ya suhu, ditunggu akhir dari cerita di arc ini. pingin tau akhirnya intan gimana hehe
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd